Anda di halaman 1dari 9

MENGENAL ADAT MINANGKABAU (1)

Minangkabau yang terkenal dengan adatnya yang kuat dari zaman dahulu sampai
sekarang dengan semboyan adat “Adaik Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah”
dengan pengertian yang lebih dalam adalah :

1. Pengertian menurut bahasa dalam dialektika Minangkabau adalah :

Adaik yang berarti adat, Kultur/budaya,


Sandi yang berati asas/landasan,
Syara’ yang berarti Agama Islam, dan
Kitabullah yang berarti Al-quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw.

2. Pengertian dalam implementasi keseharian adalah :

Bagi masyarakat Minang dalam melaksanakan Adaik Basandi Syara’ – Syara’ Basandi
Kitabullah disimpulkan lagi dengan Kalimat “Syara’ mangato Adaik mamakai” yang
artinya Islam mengajarkan, memerintahkan menganjurkan sedangkan Adat
melaksanakannya, dalam arti yang sesungguhnya bahwa Islam di Minangkabau
diamalkan dengan gaya adat Minang dan adat Minang dilaksanakan menurut ajaran
Islam dengan landasan dan acuan dari Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
yang intinya bahwa “ADAT MINANGKABAU ITU ADALAH AGAMA ISLAM”.

3. Pengertian yang sesungguhnya adalah :

Bahwa adat Minang Kabau harus sesuai dengan ajaran Agama Islam secara sempurna
(Kaffah), tidak boleh ada praktek adat yang bertentangan dengan ajaran Islam, karean apa
bila ada praktek adat oleh masyarakat Minang yang bertentangan dengan ajaran Islam
maka itu bukanlah adat Minang, dan apa bila ada orang minang yang melanggar ajaran
Islam maka dia beleh disebut orang yan tidak beradat (dalam lingkup Adat
Minangkabau).

Adat Minang terbagi kepada 4 bagian desebut “Adaik nan ampek” (adat yang empat)
yaitu :

1. Adaik nan sabana Adaik (Adat yang sebenarnya adat)

Adat ini merupakan adat yang paling utama yang tidak dapat dirubah sampai kapanpun
dia merupakan harga mati bagi seluruh masyarakat Minang Kabau, tidaklah bisa
dikatakan dia orang MInang apabila tidak melaksanakan Adat ini dan akan dikeluarkan
dia dari orang Minang apabila meninggalkan adat ini, adat ini yang palin perinsip adalah
bahwa seorang Minangkabau wajib beragama Islam dan akan hilang Minangnya kalau
keluar dari agama Islam.

2. Adaik nan diadaikkan (adat yang di adatkan)

Adat ini adalah sebuah aturan yang telah disepakati dan diundangkan dalam tatanan Adat
Minangkabau dari zaman dulu melalui sebuah pengkajian dan penelitian yang amat
dalam dan sempurna oleh para nenek moyang orang Minang dizaman dulu, contohnya
yang paling perinsip dalam adat ini adalah adalah orang minang wajib memakai
kekerabatan “Matrilineal” mengambil pesukuan dari garis ibu dan nasab keturunan dari
ayah, makanya ada “Dunsanak” (persaudaraan dari keluarga ibu) dan adanya “Bako”
(persaudaraan dari keluarga ayah), Memilih dan atau menetapkan Penguhulu suku dan
Ninik mamak dari garis persaudaraan badunsanak berdasarkan dari ampek suku asal
(empat suku asal) “Koto Piliang, Bodi, Caniago” atau berdasarkan pecahan suku nan
ampek tsb, menetapkan dan memlihara harta pusaka tinggi yang tidak bisa diwariskan
kepada siapapun kecuali diambil manfaatnya untuk anak kemenakan, seperti sawah,
ladang, hutan, pandam pakuburan, rumah gadang dll.

Kedua adat diatas disebut “Adaik nan babuhua mati” (Adat yang diikat mati) dan inilah
disebut “Adat”, adat yang sudah menjadi sebuah ketetapan dan keputusan berdasarkan
kajian dan musyawarah yang menjadi kesepakatan bersama antara tokoh Agama, tokoh
Adat dan cadiak pandai diranah Minang, adat ini tidak boleh dirubah-rubah lagi oleh
siapapun, sampai kapanpun, sehingga ia disebut “Nan inadak lakang dek paneh nan indak
lapuak dek hujan, dibubuik indaknyo layua dianjak indaknyo mati” (Yang tidak lekang
kena panas dan tidak lapuk kena hujan, dipindah tidak layu dicabut tidak mati).
Kedua adat ini juga sama diseluruh daerah dalam wilayah Adat Minangkabau tidak boleh
ada perbedaan karena inilah yang mendasari adat Minangkabau itu sendiri yang membuat
keistimewaan dan perbedaannya dari adat-adat lain di dunia.

Anak sicerek didalam padi


Babuah batangkai-tangkai
Salamaik buah nan mudo
Kabek nan arek buhua mati
Indaklah sia kamaungkai
Antah kok kiamaik nan katibo

3. Adaik nan Taradaik (adat yang teradat)


Adat ini adanya kareana sudah teradat dari zaman dahulu dia adalah ragam budaya di
beberapa daerah di Minangkabau yang tidak sama masing masing daerah, adat ini juga
disebut dalam istilah “Adaik salingka nagari” (adat selinkar daerah).
Adat ini mengatur tatanan hidup bermasyarakat dalam suatu Nagari dan iteraksi antara
satu suku dan suku lainnya dalam nagari itu yang disesuaikan dengan kultur didaerah itu
sendiri, namun tetap harus mengacu kepada ajaran agama Islam.

Adat ini merupakan kesepakatan bersama antara Penguhulu Ninik mamak, Alim ulama,
cerdik pandai, Bundo Kanduang dan pemuda dalam suatu nagari di Mianag Kabau, yang
disesuaikan dengan perkembangan zaman memakai etika-etika dasar adat Minang namun
tetap dilandasi ajaran Agama Islam.

4. Adaik Istiadaik (Adat istiadat)

Adat ini adalah merupakan ragam adat dalam pelaksanaan silaturrahim, berkomunikasi,
berintegrasi, bersosialisasi dalam masyarakat suatu nagari di Minang Kabau seperti acara
pinang meminag, pesta perkawinan dll, adat inipun tidak sama dalam wilayah
Minangkabau, disetiap daerah ada saja perbedaannya namun tetap harus mengacu kepada
ajaran Agama Islam.

Kedua adat yang terakhir ini disebut “Adaik nan babuhua sintak” (adat yang tidak diikat
mati) dan inilah yang namakan ”Istiadat”, karena ia tidak diikat mati maka ia boleh
dirubah kapan saja diperlukan melalui kesepakatan Penghulu Ninik mamak, Alaim
Ulama, Cerdik pandai, Bundo kanduang dan pemuda yang disesuaikan dengan
perkembangan zaman namun acuannya adalah sepanjang tidak melanggar ajaran Adat
dan ajaran Agama Islam, sehingga disebut dalam pepatah adat “maso batuka musim
baganti, sakali aie gadang sakali tapian baranjak”

Masaklah padi rang singkarak


Masaknyo batangkai-tangkai
Dibaok urang ka malalo
Kabek sabalik buhua sintak
Jaranglah urang kamaungkai
Tibo nan punyo rarak sajo

Kesimpulan :
1. Yang dimaksut adat di Minangkabau adalah Ragam budaya dan prilaku kehidupan
masyarakat Minangkabau yang dilandasi asas minkin dan patut sesuai syari’at Islam.
2. Yang dikatakan Adat Istiadat di Minangkabau adalah :
Adat adalah Adaik nan babuhua mati sebagai anggaran dasar yang tidak boleh dirubah.
Istiadat adalah adaik nan babuhua sintak sebagai anggaran rumah tangga yang dapat
dirubah melalui mufakat....wallahu'alam.....wassalam....

"SALUAK PENGHULU" PENGHULU NINIK MAMAK DI MINANGKABAU

Penghulu (dalam bahasa Minang disebut Pangulu) dan ninik mamak di Minangkabau
mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan dalam kekuatan kekerabatan
adat Minang itu sendiri, tanpa penghulu dan ninik mamak suatu nagari di Minangkabau
diibaratkan seperti kampung atau negeri yang tidak bertuan karena tidak akan jalan
tatanan adat yang dibuat, “Elok nagari dek Pangulu sumarak nagari dek nan mudo”
Pengertian Pangulu (Penghulu)
Pangulu berasal dari kata Pangka dan Hulu (pangkal dan hulu) Pangkal artinya tampuk
atau tangkai yang akan jadi pegangan, sedangkan hulu artinya asal atau tempat awal
keluar atau terbitnya sesuatu, maka pangulu di Minangkabau artinya yang memegang
tampuk tangkai yang akan menjadi pengendali pengarah pengawas pelindung terhadap
anak kemenakan serta tempat keluarnya sebuah aturan dan keputusan yang dibutuhkan
oleh masyarakat anak kemenakan yang dipimpin pangulu, “Tampuak tangkai didalam
suku nan mahitam mamutiahkan tibo dibiang kamancabiak tibo digantaiang
kamamutuih”

Pengertian Ninik Mamak


Ninik mamak adalah merupakan satu kesatuan dalam sebuah lembaga perhimpunan
Pangulu dalam suatu kanagarian di Minangkabau yang terdiri dari beberapa Datuk-datuk
kepala suku atau pangulu suku / kaum yang mana mereka berhimpun dalam satu
kelembagaan yang disebut Kerapatan Adat Nagari (KAN). Diantara para datuk_datuk
atau ninik mamak itu dipilih salah satu untuk menjadi ketuanya itulah yang dinamakan
Ketua KAN. Orang-orang yang tergabung dalam KAN inilah yang disebut ninik mamak,
“Niniak mamak dalam nagari pai tampek batanyo pulang tampek babarito”

Pengertian Datuak (Datuk)


Datuak (Datuk) adalah gelar pusako adat dalam suatu suku atau kaum yang diberikan
kepada seseorang dalam suku atau kaum itu sendiri dengan dipilih atau ditunjuk dan
diangkat oleh anak kemenakan suatu suku atau kaum yang bersangkutan melalui upacara
adat dengan syarat-sayarat tertentu menurut adat Minang.
*Seorang Datuak dia adalah pangulu dalam suku atau kaumnya dan sekaligus menjadi
ninik mamak dalam nagarinya, dengan pengertian yang lebih rinci lagi : Datuak gelarnya,
Pangulu Jabatannya dan Ninik mamak lembaganya dalam nagari.
*Sebagai Datauak dia harus menjaga martabatnya karena gelar datuak yang disandangnya
adalah gelar kebesaran pusaka adat dalam suku atau kaumnya, banyak pantangan dan
larangan yang tidak boleh dilanggar oleh seseorang yang bergelar datuak dan tidak
sedikit pula sifat-sifat positif yang wajib dimilikinya.
*Sebagai Pangulu dia harus tau tugas dan tanggung jawabnya terhadap saudara dan
kemenakannya dalam membina, mengayomi, melindungi dan mengatur pemanfaatan
harta pusaka tinggi dan tanah ulayat untuk kemakmuran saudara dan kemenakannya,
namun dia juag harus tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala
keluarga di rumah tangganya terhadap anak dan istrinya, “Anak dipangku jo pancarian,
kamanakan dibimbiang jo pusako”
*Sebagai anggota ninik mamak dia adalah perwakilan dari suku atau kaumnya layaknya
seperti anggota DPRD (dalam istilah MInang disebut Andiko) dalam pemerintahan nagari
yang mewakili konstituennya untuk menyampaikan dan memperjuangakan aspirasi kaum
yang dipimpinnya serta untuk membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang
timbul pada anak kemenakannya dalam nagari, “Andiko didalam kampuang kusuak nan
kamanyalasai karuah nan kamampajaniah”

Berbagai permasalahan anak kemenakan yang berhubungan dengan hidup bernagari dan
berkorong kampung dibahas oleh ninik mamak dari berbagai pengulu kepala suku atau
atau datuk – datuk kaum bersama alim ulama cerdik pandai serta pemerintahan nagari di
Balai Adat yang disebut balerong dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN), “Balerong
ditanah Minang tampek duduk nak samo randah, tampek tagak nak samo tinggi, tampek
duduak bajalan baiyo, tampek tagak bakato bamolah, tampek manjari bana nan saukua
nak tibo kato dimufakat, tampek mahukum nak samo adia, tampek mambagi nak samo
banyak”
Hasil musyawarah mufakat inilah yang dijadikan pedoman dalam menata kehidupan
bermasyarakat di dalam suatu kenagarian dan disinilah dirumuskan Adat nan diadatkan
beserta Adat Istiadat yang disesuaikan dengan kebutuhan situasi kondisi serta
perkembangan masyarakat dan kemajuan zaman yang tentunya tetap mengacu kepada
landasan Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah.

Dalam melaksanakan tugasnya Pangulu dipanggil dengan sebutan “Urang nan gadang
basa batuah” dia gadang pada kaumnya dia basa pada sukunya dan dia batuah dalam
nagari, gadang dalam kaumnya artinya seorang pengulu dia dibesarkan atau dituakan
selangkah dalam kaumnya, dan basa pada sukunya artinya dia menjadi panutan,
pemimpin pengatur dalam sukunya, sedangkan batuah dalam nagari artinya seorang
pangulu karena dia ninik mamak maka apa-apa yang dikatakan dan diperbuatnya juga
menjadi acuan sehingga dia disegani dan dihormati dalam nagari.
Seorang pangulu adalah pucuk pimpinan dalam kaumnya pada suatu unit pemerintahan
dalam nagari, pangulu dibantu oleh tiga unsur perangkat adat yaitu :
1. Malin yang membidangi persoalan agama
2. Manti sebagai pelaksana kebijakan
3. Dubalang yang bertanggung jawab terhadap keamanan
Inilah yang disebut urang nan ampek jinih yaitu Pangulu, Malin, Manti dan Dubalang.
Memilih dan mengukuhkan seorang Pangulu atau datuak.
Seorang Datuaul atau pangulu dipilih dan dinobatkan apabila terjadi beberapa hal dalam
suatu suku atau kaum :
1. Apa bila Datuk atau Pangulu yang terdahulu tealah meninggal dunia (Patah tumbuah
hulang baganti)
2. Apa bila Datauk atau Pangulu yang saat ini sedang menyandang gelar datuak telah
berusia lanjut atau dalam keadaan sakit berat dan tidak mungkin atau sanggup lagi untuk
menjalankan tugas-tugasnya sebagai Datauak atau Pangulu. (Hilang dicari lapuak diganti)
3. Apa bila Datauak yang sedang menyandang gelar Datuak atau Pangulu saai ini
mengundurkan diri minta diganti, (Malatak-an gala)
4. Apa bila terjadi pelanggaran moral, adat dan agama serta hukum yang berlaku lainnya
oleg orang yang menyandang gelar Datuak atau Pangulu saat ini dan anak kemenakan
sepakat untuk menggantinya, (Mambuek cabuah jo sumbang salah)
5. Kalau ada Datauk atau pangulu yang sudah lama tidak di angkat karena sesuatu hal dan
saat ini sudah memnuhi syarat untuk dianggkat (Mambangkik Batang Tarandam)

Dalam tatanan adat Minang Kabau ada 2 cara memilih seorang pangulu atau datuak :
1. Menurut adat Suku Bodi Chaniago dan pecahannya (banyak lagi nama suku suku yang
lain pecahan dari suku asal Bodi dan Chaniago ata Koto Piliang) seorang pangulu atau
datuak dipilih secara musyawarah mufakat oleh anak kemenakan suku tersebut
berdasarkan syarat-syarat tertentu dengan mempertimbangkan mungkin dan patut, dalam
istilah adat disebut “Hilang dicari lapuak diganti, duduak samo randah tagak samo tinggi,
duduak saamparan tagak sapamatang”
2. Menurut adat suku Koto Piliang dan pecahannya seorang pangulu atau datauak dipilih
berdasarkan keturunan dan pergiliran gelar pengulu tersebut dalam suku atau kaum itu
berdasarkan syarat-syarat tertentu dengan mempertimbangkan mungkin dan patut, dalam
istilah adat disebut “ramo ramo sikumbang jati katik endah pulang bakudo, patah
tumbuah hilang baganti pusako lakek kanan mudo”, rueh tumbuah dimato.

Syarat-syarat seseorang dipilih menjadi seorang pangulu atau datuak :


1. Memenuhi 4 sifat nabi Sidik, Tablihk, Amanah, dan Fthanah
2. Loyalitas yang tinggi terhadap kaum, suku, anak kemenakan dan nagari
3. Berilmu pengetahuan tentang adat dan agama dll
4. Adil dalam memimpin anak kemenakan dan keluarga
5. Berani dalam menegakkan kebenaran dan mencegah kebathilan
6. Taat menjalankan ajaran agama dan adat
7. Tidak cacat moral dimata masyarakat dalam nagari
8. Mungkin dan patut, ini yang paling dipertimbangkan, karena ada orang yang mungkin
tapi tidak patut, dan ada yang patut tapi tidak mungkin, contohnya adalah ada orang yang
memenuhi syarat-syarat diatas tetapi di hidup di rantau yang jauh, di mungkin menjadi
pangulu tetapi tidak patut karena dia jauh dirantau sedangkan dia akan mengayomi dan
mengurus anak kemenakannya dikampung, atau ada yang tinggal dikampung namun
tidak memenuhi syarat jadi pangulu, dia patut jadi pangulu tapi tidak mungkin karena
kurang persyaratan, yang masuk menurut logika, “batamu mungkin jo patuik sasuai ukua
jo jangko takanak barih jo balabeh lah tibo wakatu jo musimnyo disitu alek dibuek”

Pengukuhan dan penobatan pangulu


Setelah pangulu dipilih dengan musyawarah mufakat melalui demokrasi moril secara adat
antara anak kemenakan dalam suatu suku atau kaum maka segenap anak kemenakan atau
kaum tersebut mempersiapkan acar pengukuhan pada sebuah upacara adat perjamuan
Baralek gadang dalam nagari dan ini disebut “malewakan kanan rami, bia basuluah mato
hari bagalanggang mato rang banyak”.
Dalam perjamuan baralek gadang pengukuhan seorang pangulu terdapat beberapa
symbol-simbol adat diantaranya adalah :

1. Mambantai Kabau, “Kabau didabiah tanduak dibanam darah dikacau dagiang dilapah”
(menyembelih kerbau, kerbau disembelih, tanduk ditanam, darah dikacau daging
dimakan) pengertian menyembelih kerbau adalah membunuh sifat-sifat kebinatangan
yang ada dalam diri seoerang pangulu, tanduk ditanam artinya membuang sifat-sifat
hewani yang cendrung melukai dan membinasakan dari jiwa seorang pangulu pemimpin
adat, sedangkan pengertian darah dikacau adalah mendinginkan darah yang panas dalam
hati seorang pemimpin, karean seorang pangulu harus bejiwa teduh mengayomi dia harus
tau kalau dia adalah pemimpin tidak boleh berhati dan berdarah panas dalam menghadapi
orang yang dipimpinnya, dan dan pengertian daging dilapah adalah bahwa seorang ninik
mamak dia adalah tempat mengadu anak kemenakannya dikala susah dan kelaparan,
harta pusaka tinggi dan ulayat yang diaturnya adalah untuk kemakmuran anak
kemenakannya, “Kok pangulu lai dinan bana bumi sanang padi manjadi taranak
bakambang biak anak kamanakan basanang hati urang kampuang sato manyukoi”

2. Marawa dipancangkan (mengibarkan umbul-umbul) dimedan perhelatan. Marawa 3


warna : kuning, merah dan hitam berdiri kokoh menjulang tinggi keudara namun
ujungnya menjulai tunduk kebawah dengan pengertian :
1. Warna kuning melambangkan kekuasaan seorang pangulu (mahukum adia bakato
bana)
2. Warna merah melambangkan keberanian (barani karano bana, takuaik karano salah)
3. Warna hitam melambangkan kesabaran dan ketabahan seorang pangulu dalam
mengahadapi anak kemenakannya.
4. Berdiri kokoh menjulang tinggi artinya seorang pangulu harus mempunyai wibawa dan
kharismatik ditengah-tengah kaum dan masyarakat dalam nagari.
5. Ujung marawa menjulai tunduk kebawah melambangkan walau pangulu orang yang
ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah namun dia tetap harus melihat kebawah
memperhatikan dan mengayomi orang yang dipimpinnya dengan rendah hati memakai
ilmu padi semakin berisi semakin tunduk.

3. Malatuihan badia sadantam (meletuskan bedil sedantam) nan gaganyo karonggo bimi
dantangnyo sampai kalangik (gegrnya kerongga bumi gaumnya sampai ke langit) itulah
ikrar seorang pengulu kepada manusia dan janjinya kepada Allah sebagai sumpah jabatan
yang mesti dipertanggung jawabkan.
Kedaulatan seorang Datuak atau Pengulu
Kedaulatan seorang Datuak atau Pangulu di Minangkabau tidak lebih seperti powernya
seorang ketua sebuah oprganisasi dia ada karena dipilih dan diangakat oleh kaumnya
“nan diamba gadang dianjuang tinggi” gadangnyo karano diamba tinggunyo karano
dianjuang, apa bila anak kemenakan meninggikan dia maka tinggilah dia, tinggi dimata
anak kemenakan dan tinggi dimata urang nagari tapi kalau anak kemenakan sudah tidak
menghormatinya lagi maka dengan sendirinya hilang pulalah kehormatan seorang
datauak atau pangulu.
Pemberhentian seorang Datauak atau pangulu tidaklah harus menunggu satu priode masa
jabatan karena tidak ada batasan masa jabatan seorang Pangulu atau datuak di Ranah
Minang, kalau seorang datuak atau pangulu telah berbuat sumbang salah menurut adat
dan agama maka gelar datauak atau pengulunya sudah bisa dilucuti atau diberhentikan
jadi datauak atau pangulu dan menggantinya dengan yang lain “Kalau punco mararak ulu
kalau pasak mambaok guyah kalau tungkek mambaok rabah mohon datuak baganjua
suruik banyak nan lain kapangganti”
Batasan antara Datauk atau Pangulu dengan anak kemenakan yang dipimpinnya hanyalah
sebatas kejujuran dalam mungkin dan patuik, oleh sebab itu maka seorang pangulu
haruslah adil dan bijak sana dalam memimpin anak kemenakannya, “Jikoklah tagak dinan
cupiang manampuah jalan baliku, bakato indak dinan bana, mahukum indak dinan adia
mambagi bak kato surang disinan baju balipeknyo mamak diganti jonan lain”.
Kekuasaan Ninik mamak dalam adat Minangkabau hanyalah “tinggi sarantiang jumbo-
jomboan sarangguik runtuah badaram, didahulukan cuman salangkah bajarak tungkai-
tungkaian sahambua lompeklah tibo sadatiak wakatu nampak satitiak salah basuo baitu
ukua jo jangko di dalam alam Minangkabau”.
Namun demikian ditangan pangulu berhimpun kekuasaan yang besar dalam menjalankan
tugas membimbing dan mengatur anak kemenakannya, ninik mamak mampunyai fungsi
Eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan, fungsi Legislatif sebagai pembuat aturan dan
funsi yudikatif sebagai pengambik keadilan, funsi ini dilakukan oleh ninik mamak yang
disebut “urang nan ampek jinih” (pangulu, malin, manti dan dubalang) yang mana
pangulu sebagai koordinatornya.

Itulah sebabnya Pangulu dan urang nan ampek jinih disebut “Bak kayu gadang ditangah
koto ureknyo tampek baselo batangnyo tampek basanda dahannyo tampek bagantuang
daun rimbunnyo tampek bataduah, tampek bahimpun hambo rakyat, pai tampek batanyo
pulang tampek babarito, sasek nan kamanyapo tadorong nan kamanyintak, tibo dikusuik
kamanyalasai tibo dikaruah mampajaniah, mahukum adia bakato bana”
Pangulu dan ninik mamak adalah Ulil amri yang wajib ditaati dan dipatuhi karena dia
adalah pemimpin yang dipilih oleh anak kemenakannya sendiri “Tutua sakapa
digunuangkan kakok satitiak dilauikkan” dia dimulyakan dihormati dan dijaga
martabatnya oleh anak kemenakannya karena Pangulu di Minangkabau adalah lambang
kebesaran suatu suku atau kaum yang wajib dijaga dan dimulyakan.

Namun Pangulu dan ninik mamak bukanlah seperti raja-raja yang harus disembah dan
dipuja setinggi langit dan dia tidak boleh dikultuskan seperti dewa-dewa bangsa lain, di
Minangkabau tidak ada istilah bangsawan walaupun dia seoerang datuk apalagi hanya
keturunan datuk, di Minangkabau semua derajat manusia sama tidak ada bedanya,
pemimpin adat hanyalah ditinggikan seranting didahulukan selangkah dan dituakan
dalam kaum.
Dalam Pakaian Pangulu mulai dari Salauk (Tutup kepala) baju, salempang, celana, keris,
ikat pinggang dan sandal semuanya mempunyai arti dan makna yang sangat luas untuk
dipahami oleh seorang yang bergelar Datuak atau pengulu.
Tatanan masyarakat Mianangkabau memakai falsafah “Kamanakan barajo ka mamak,
mamak barajo kapangulu, pangulu barajo kamufakat, mufakat barajo kanan bana, bana
badiri sandirinyo, itulah inyo hukum Allah....wallahu'alam....wassalam....
"Aku Bangga Menjadi Anak Minangkabau"

"AKU BANGGA MENJADI ANAK MINANGKABAU"

Anda mungkin juga menyukai