Minangkabau yang terkenal dengan adatnya yang kuat dari zaman dahulu sampai
sekarang dengan semboyan adat “Adaik Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah”
dengan pengertian yang lebih dalam adalah :
Bagi masyarakat Minang dalam melaksanakan Adaik Basandi Syara’ – Syara’ Basandi
Kitabullah disimpulkan lagi dengan Kalimat “Syara’ mangato Adaik mamakai” yang
artinya Islam mengajarkan, memerintahkan menganjurkan sedangkan Adat
melaksanakannya, dalam arti yang sesungguhnya bahwa Islam di Minangkabau
diamalkan dengan gaya adat Minang dan adat Minang dilaksanakan menurut ajaran
Islam dengan landasan dan acuan dari Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
yang intinya bahwa “ADAT MINANGKABAU ITU ADALAH AGAMA ISLAM”.
Bahwa adat Minang Kabau harus sesuai dengan ajaran Agama Islam secara sempurna
(Kaffah), tidak boleh ada praktek adat yang bertentangan dengan ajaran Islam, karean apa
bila ada praktek adat oleh masyarakat Minang yang bertentangan dengan ajaran Islam
maka itu bukanlah adat Minang, dan apa bila ada orang minang yang melanggar ajaran
Islam maka dia beleh disebut orang yan tidak beradat (dalam lingkup Adat
Minangkabau).
Adat Minang terbagi kepada 4 bagian desebut “Adaik nan ampek” (adat yang empat)
yaitu :
Adat ini merupakan adat yang paling utama yang tidak dapat dirubah sampai kapanpun
dia merupakan harga mati bagi seluruh masyarakat Minang Kabau, tidaklah bisa
dikatakan dia orang MInang apabila tidak melaksanakan Adat ini dan akan dikeluarkan
dia dari orang Minang apabila meninggalkan adat ini, adat ini yang palin perinsip adalah
bahwa seorang Minangkabau wajib beragama Islam dan akan hilang Minangnya kalau
keluar dari agama Islam.
Adat ini adalah sebuah aturan yang telah disepakati dan diundangkan dalam tatanan Adat
Minangkabau dari zaman dulu melalui sebuah pengkajian dan penelitian yang amat
dalam dan sempurna oleh para nenek moyang orang Minang dizaman dulu, contohnya
yang paling perinsip dalam adat ini adalah adalah orang minang wajib memakai
kekerabatan “Matrilineal” mengambil pesukuan dari garis ibu dan nasab keturunan dari
ayah, makanya ada “Dunsanak” (persaudaraan dari keluarga ibu) dan adanya “Bako”
(persaudaraan dari keluarga ayah), Memilih dan atau menetapkan Penguhulu suku dan
Ninik mamak dari garis persaudaraan badunsanak berdasarkan dari ampek suku asal
(empat suku asal) “Koto Piliang, Bodi, Caniago” atau berdasarkan pecahan suku nan
ampek tsb, menetapkan dan memlihara harta pusaka tinggi yang tidak bisa diwariskan
kepada siapapun kecuali diambil manfaatnya untuk anak kemenakan, seperti sawah,
ladang, hutan, pandam pakuburan, rumah gadang dll.
Kedua adat diatas disebut “Adaik nan babuhua mati” (Adat yang diikat mati) dan inilah
disebut “Adat”, adat yang sudah menjadi sebuah ketetapan dan keputusan berdasarkan
kajian dan musyawarah yang menjadi kesepakatan bersama antara tokoh Agama, tokoh
Adat dan cadiak pandai diranah Minang, adat ini tidak boleh dirubah-rubah lagi oleh
siapapun, sampai kapanpun, sehingga ia disebut “Nan inadak lakang dek paneh nan indak
lapuak dek hujan, dibubuik indaknyo layua dianjak indaknyo mati” (Yang tidak lekang
kena panas dan tidak lapuk kena hujan, dipindah tidak layu dicabut tidak mati).
Kedua adat ini juga sama diseluruh daerah dalam wilayah Adat Minangkabau tidak boleh
ada perbedaan karena inilah yang mendasari adat Minangkabau itu sendiri yang membuat
keistimewaan dan perbedaannya dari adat-adat lain di dunia.
Adat ini merupakan kesepakatan bersama antara Penguhulu Ninik mamak, Alim ulama,
cerdik pandai, Bundo Kanduang dan pemuda dalam suatu nagari di Mianag Kabau, yang
disesuaikan dengan perkembangan zaman memakai etika-etika dasar adat Minang namun
tetap dilandasi ajaran Agama Islam.
Adat ini adalah merupakan ragam adat dalam pelaksanaan silaturrahim, berkomunikasi,
berintegrasi, bersosialisasi dalam masyarakat suatu nagari di Minang Kabau seperti acara
pinang meminag, pesta perkawinan dll, adat inipun tidak sama dalam wilayah
Minangkabau, disetiap daerah ada saja perbedaannya namun tetap harus mengacu kepada
ajaran Agama Islam.
Kedua adat yang terakhir ini disebut “Adaik nan babuhua sintak” (adat yang tidak diikat
mati) dan inilah yang namakan ”Istiadat”, karena ia tidak diikat mati maka ia boleh
dirubah kapan saja diperlukan melalui kesepakatan Penghulu Ninik mamak, Alaim
Ulama, Cerdik pandai, Bundo kanduang dan pemuda yang disesuaikan dengan
perkembangan zaman namun acuannya adalah sepanjang tidak melanggar ajaran Adat
dan ajaran Agama Islam, sehingga disebut dalam pepatah adat “maso batuka musim
baganti, sakali aie gadang sakali tapian baranjak”
Kesimpulan :
1. Yang dimaksut adat di Minangkabau adalah Ragam budaya dan prilaku kehidupan
masyarakat Minangkabau yang dilandasi asas minkin dan patut sesuai syari’at Islam.
2. Yang dikatakan Adat Istiadat di Minangkabau adalah :
Adat adalah Adaik nan babuhua mati sebagai anggaran dasar yang tidak boleh dirubah.
Istiadat adalah adaik nan babuhua sintak sebagai anggaran rumah tangga yang dapat
dirubah melalui mufakat....wallahu'alam.....wassalam....
Penghulu (dalam bahasa Minang disebut Pangulu) dan ninik mamak di Minangkabau
mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan dalam kekuatan kekerabatan
adat Minang itu sendiri, tanpa penghulu dan ninik mamak suatu nagari di Minangkabau
diibaratkan seperti kampung atau negeri yang tidak bertuan karena tidak akan jalan
tatanan adat yang dibuat, “Elok nagari dek Pangulu sumarak nagari dek nan mudo”
Pengertian Pangulu (Penghulu)
Pangulu berasal dari kata Pangka dan Hulu (pangkal dan hulu) Pangkal artinya tampuk
atau tangkai yang akan jadi pegangan, sedangkan hulu artinya asal atau tempat awal
keluar atau terbitnya sesuatu, maka pangulu di Minangkabau artinya yang memegang
tampuk tangkai yang akan menjadi pengendali pengarah pengawas pelindung terhadap
anak kemenakan serta tempat keluarnya sebuah aturan dan keputusan yang dibutuhkan
oleh masyarakat anak kemenakan yang dipimpin pangulu, “Tampuak tangkai didalam
suku nan mahitam mamutiahkan tibo dibiang kamancabiak tibo digantaiang
kamamutuih”
Berbagai permasalahan anak kemenakan yang berhubungan dengan hidup bernagari dan
berkorong kampung dibahas oleh ninik mamak dari berbagai pengulu kepala suku atau
atau datuk – datuk kaum bersama alim ulama cerdik pandai serta pemerintahan nagari di
Balai Adat yang disebut balerong dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN), “Balerong
ditanah Minang tampek duduk nak samo randah, tampek tagak nak samo tinggi, tampek
duduak bajalan baiyo, tampek tagak bakato bamolah, tampek manjari bana nan saukua
nak tibo kato dimufakat, tampek mahukum nak samo adia, tampek mambagi nak samo
banyak”
Hasil musyawarah mufakat inilah yang dijadikan pedoman dalam menata kehidupan
bermasyarakat di dalam suatu kenagarian dan disinilah dirumuskan Adat nan diadatkan
beserta Adat Istiadat yang disesuaikan dengan kebutuhan situasi kondisi serta
perkembangan masyarakat dan kemajuan zaman yang tentunya tetap mengacu kepada
landasan Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah.
Dalam melaksanakan tugasnya Pangulu dipanggil dengan sebutan “Urang nan gadang
basa batuah” dia gadang pada kaumnya dia basa pada sukunya dan dia batuah dalam
nagari, gadang dalam kaumnya artinya seorang pengulu dia dibesarkan atau dituakan
selangkah dalam kaumnya, dan basa pada sukunya artinya dia menjadi panutan,
pemimpin pengatur dalam sukunya, sedangkan batuah dalam nagari artinya seorang
pangulu karena dia ninik mamak maka apa-apa yang dikatakan dan diperbuatnya juga
menjadi acuan sehingga dia disegani dan dihormati dalam nagari.
Seorang pangulu adalah pucuk pimpinan dalam kaumnya pada suatu unit pemerintahan
dalam nagari, pangulu dibantu oleh tiga unsur perangkat adat yaitu :
1. Malin yang membidangi persoalan agama
2. Manti sebagai pelaksana kebijakan
3. Dubalang yang bertanggung jawab terhadap keamanan
Inilah yang disebut urang nan ampek jinih yaitu Pangulu, Malin, Manti dan Dubalang.
Memilih dan mengukuhkan seorang Pangulu atau datuak.
Seorang Datuaul atau pangulu dipilih dan dinobatkan apabila terjadi beberapa hal dalam
suatu suku atau kaum :
1. Apa bila Datuk atau Pangulu yang terdahulu tealah meninggal dunia (Patah tumbuah
hulang baganti)
2. Apa bila Datauk atau Pangulu yang saat ini sedang menyandang gelar datuak telah
berusia lanjut atau dalam keadaan sakit berat dan tidak mungkin atau sanggup lagi untuk
menjalankan tugas-tugasnya sebagai Datauak atau Pangulu. (Hilang dicari lapuak diganti)
3. Apa bila Datauak yang sedang menyandang gelar Datuak atau Pangulu saai ini
mengundurkan diri minta diganti, (Malatak-an gala)
4. Apa bila terjadi pelanggaran moral, adat dan agama serta hukum yang berlaku lainnya
oleg orang yang menyandang gelar Datuak atau Pangulu saat ini dan anak kemenakan
sepakat untuk menggantinya, (Mambuek cabuah jo sumbang salah)
5. Kalau ada Datauk atau pangulu yang sudah lama tidak di angkat karena sesuatu hal dan
saat ini sudah memnuhi syarat untuk dianggkat (Mambangkik Batang Tarandam)
Dalam tatanan adat Minang Kabau ada 2 cara memilih seorang pangulu atau datuak :
1. Menurut adat Suku Bodi Chaniago dan pecahannya (banyak lagi nama suku suku yang
lain pecahan dari suku asal Bodi dan Chaniago ata Koto Piliang) seorang pangulu atau
datuak dipilih secara musyawarah mufakat oleh anak kemenakan suku tersebut
berdasarkan syarat-syarat tertentu dengan mempertimbangkan mungkin dan patut, dalam
istilah adat disebut “Hilang dicari lapuak diganti, duduak samo randah tagak samo tinggi,
duduak saamparan tagak sapamatang”
2. Menurut adat suku Koto Piliang dan pecahannya seorang pangulu atau datauak dipilih
berdasarkan keturunan dan pergiliran gelar pengulu tersebut dalam suku atau kaum itu
berdasarkan syarat-syarat tertentu dengan mempertimbangkan mungkin dan patut, dalam
istilah adat disebut “ramo ramo sikumbang jati katik endah pulang bakudo, patah
tumbuah hilang baganti pusako lakek kanan mudo”, rueh tumbuah dimato.
1. Mambantai Kabau, “Kabau didabiah tanduak dibanam darah dikacau dagiang dilapah”
(menyembelih kerbau, kerbau disembelih, tanduk ditanam, darah dikacau daging
dimakan) pengertian menyembelih kerbau adalah membunuh sifat-sifat kebinatangan
yang ada dalam diri seoerang pangulu, tanduk ditanam artinya membuang sifat-sifat
hewani yang cendrung melukai dan membinasakan dari jiwa seorang pangulu pemimpin
adat, sedangkan pengertian darah dikacau adalah mendinginkan darah yang panas dalam
hati seorang pemimpin, karean seorang pangulu harus bejiwa teduh mengayomi dia harus
tau kalau dia adalah pemimpin tidak boleh berhati dan berdarah panas dalam menghadapi
orang yang dipimpinnya, dan dan pengertian daging dilapah adalah bahwa seorang ninik
mamak dia adalah tempat mengadu anak kemenakannya dikala susah dan kelaparan,
harta pusaka tinggi dan ulayat yang diaturnya adalah untuk kemakmuran anak
kemenakannya, “Kok pangulu lai dinan bana bumi sanang padi manjadi taranak
bakambang biak anak kamanakan basanang hati urang kampuang sato manyukoi”
3. Malatuihan badia sadantam (meletuskan bedil sedantam) nan gaganyo karonggo bimi
dantangnyo sampai kalangik (gegrnya kerongga bumi gaumnya sampai ke langit) itulah
ikrar seorang pengulu kepada manusia dan janjinya kepada Allah sebagai sumpah jabatan
yang mesti dipertanggung jawabkan.
Kedaulatan seorang Datuak atau Pengulu
Kedaulatan seorang Datuak atau Pangulu di Minangkabau tidak lebih seperti powernya
seorang ketua sebuah oprganisasi dia ada karena dipilih dan diangakat oleh kaumnya
“nan diamba gadang dianjuang tinggi” gadangnyo karano diamba tinggunyo karano
dianjuang, apa bila anak kemenakan meninggikan dia maka tinggilah dia, tinggi dimata
anak kemenakan dan tinggi dimata urang nagari tapi kalau anak kemenakan sudah tidak
menghormatinya lagi maka dengan sendirinya hilang pulalah kehormatan seorang
datauak atau pangulu.
Pemberhentian seorang Datauak atau pangulu tidaklah harus menunggu satu priode masa
jabatan karena tidak ada batasan masa jabatan seorang Pangulu atau datuak di Ranah
Minang, kalau seorang datuak atau pangulu telah berbuat sumbang salah menurut adat
dan agama maka gelar datauak atau pengulunya sudah bisa dilucuti atau diberhentikan
jadi datauak atau pangulu dan menggantinya dengan yang lain “Kalau punco mararak ulu
kalau pasak mambaok guyah kalau tungkek mambaok rabah mohon datuak baganjua
suruik banyak nan lain kapangganti”
Batasan antara Datauk atau Pangulu dengan anak kemenakan yang dipimpinnya hanyalah
sebatas kejujuran dalam mungkin dan patuik, oleh sebab itu maka seorang pangulu
haruslah adil dan bijak sana dalam memimpin anak kemenakannya, “Jikoklah tagak dinan
cupiang manampuah jalan baliku, bakato indak dinan bana, mahukum indak dinan adia
mambagi bak kato surang disinan baju balipeknyo mamak diganti jonan lain”.
Kekuasaan Ninik mamak dalam adat Minangkabau hanyalah “tinggi sarantiang jumbo-
jomboan sarangguik runtuah badaram, didahulukan cuman salangkah bajarak tungkai-
tungkaian sahambua lompeklah tibo sadatiak wakatu nampak satitiak salah basuo baitu
ukua jo jangko di dalam alam Minangkabau”.
Namun demikian ditangan pangulu berhimpun kekuasaan yang besar dalam menjalankan
tugas membimbing dan mengatur anak kemenakannya, ninik mamak mampunyai fungsi
Eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan, fungsi Legislatif sebagai pembuat aturan dan
funsi yudikatif sebagai pengambik keadilan, funsi ini dilakukan oleh ninik mamak yang
disebut “urang nan ampek jinih” (pangulu, malin, manti dan dubalang) yang mana
pangulu sebagai koordinatornya.
Itulah sebabnya Pangulu dan urang nan ampek jinih disebut “Bak kayu gadang ditangah
koto ureknyo tampek baselo batangnyo tampek basanda dahannyo tampek bagantuang
daun rimbunnyo tampek bataduah, tampek bahimpun hambo rakyat, pai tampek batanyo
pulang tampek babarito, sasek nan kamanyapo tadorong nan kamanyintak, tibo dikusuik
kamanyalasai tibo dikaruah mampajaniah, mahukum adia bakato bana”
Pangulu dan ninik mamak adalah Ulil amri yang wajib ditaati dan dipatuhi karena dia
adalah pemimpin yang dipilih oleh anak kemenakannya sendiri “Tutua sakapa
digunuangkan kakok satitiak dilauikkan” dia dimulyakan dihormati dan dijaga
martabatnya oleh anak kemenakannya karena Pangulu di Minangkabau adalah lambang
kebesaran suatu suku atau kaum yang wajib dijaga dan dimulyakan.
Namun Pangulu dan ninik mamak bukanlah seperti raja-raja yang harus disembah dan
dipuja setinggi langit dan dia tidak boleh dikultuskan seperti dewa-dewa bangsa lain, di
Minangkabau tidak ada istilah bangsawan walaupun dia seoerang datuk apalagi hanya
keturunan datuk, di Minangkabau semua derajat manusia sama tidak ada bedanya,
pemimpin adat hanyalah ditinggikan seranting didahulukan selangkah dan dituakan
dalam kaum.
Dalam Pakaian Pangulu mulai dari Salauk (Tutup kepala) baju, salempang, celana, keris,
ikat pinggang dan sandal semuanya mempunyai arti dan makna yang sangat luas untuk
dipahami oleh seorang yang bergelar Datuak atau pengulu.
Tatanan masyarakat Mianangkabau memakai falsafah “Kamanakan barajo ka mamak,
mamak barajo kapangulu, pangulu barajo kamufakat, mufakat barajo kanan bana, bana
badiri sandirinyo, itulah inyo hukum Allah....wallahu'alam....wassalam....
"Aku Bangga Menjadi Anak Minangkabau"