Anda di halaman 1dari 12

SUKU MINANGKABAU

Minangkabau (Minang) adalah kelompok etnis Nusantara yang berbahasa dan


menjunjung adat Minangkabau. Wilayah kebudayaannya Minang meliputi daerah Sumatera
Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, pantai barat Sumatera
Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Sebutan orang Minang
seringkali disamakan sebagai orang Padang, hal ini merujuk pada nama ibu kota provinsi
Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut
kelompoknya dengan sebutan urang awak, yang bermaksud sama dengan orang Minang itu
sendiri.

Etnis Minang juga telah menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu
dengan adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum.
Prinsip adat Minangkabau tertuang singkat dalam pernyataan Adat basandi syarak, syarak
basandi Kitabullah(Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al-Qur’an) yang berarti adat
berlandaskan ajaran Islam. Etnis ini juga sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai
profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan
Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis. Hampir separuh jumlah keseluruhan
anggota masyarakat ini berada dalam perantauan.

Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan
suatu legenda khas Minang yang dikenal di dalam tambo. Dari tambo yang diterima secara turun
temurun, menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari keturunan Iskandar
Zulkarnain. Walau tambo tersebut tidak tersusun secara sistematis dan lebih kepada legenda
berbanding fakta serta cendrung kepada sebuah karya sastra yang sudah menjadi milik
masyarakat banyak. Namun kisah tambo ini sedikit banyaknya dapat dibandingkan dengan
Sulalatus Salatin yang juga menceritakan bagaimana masyarakat Minangkabau mengutus
wakilnya untuk meminta Sang Sapurba salah seorang keturunan Iskandar Zulkarnain tersebut
untuk menjadi raja mereka.

Masyarakat Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda)
yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500–2.000
tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatera,
menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi yang disebut darek dan menjadi
kampung halaman orang Minangkabau. Beberapa kawasan darek ini kemudian membentuk
semacam konfederasi yang dikenal dengan nama luhak, yang selanjutnya disebut juga dengan
nama Luhak Nan Tigo, yang terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah
Data. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan luhak tersebut menjadi daerah teritorial
pemerintahan yang disebut afdeling, dikepalai oleh seorang residen yang oleh masyarakat
Minangkabau disebut dengan nama Tuan Luhak.

Awalnya penyebutan orang Minang belum dibedakan dengan orang Melayu, namun
sejak abad ke-19, penyebutan Minang dan Melayu mulai dibedakan melihat budaya matrilineal
yang tetap bertahan berbanding patrilineal yang dianut oleh masyarakat Melayu umumnya.
Kemudian pengelompokan ini terus berlangsung demi kepentingan sensus penduduk maupun
politik.

Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan
budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik mamak, yang
dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu
dalam posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan
egaliter, semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.

Adat Minang sarat dengan formalitas dan interaksi yang dikemas sedemikian rupa
sehingga acara puncaknya tidak sah, tidak valid, jika belum disampaikan dengan bahasa formal
yang disebut pasambahan. Acara-acara adat, mulai dari yang simple seperti mamanggia, yaitu
menyampaikan undangan untuk menghadiri suatu acara, hingga yang berat seperti pengangkatan
seseorang menjadi Pangulu, selalu dilaksanakan dengan sambah-manyambah.

Sambah-manyambah di sini tidak ada hubungannya dengan menyembah Tuhan, dan


orang Minang tidak menyembah penghulu atau orang-orang terhormat dalam kaumnya.
Melainkan yang dimaksud adalah pasambahan kato. Artinya pihak-pihak yang berbicara atau
berdialog mempersembakan kata-katanya dengan penuh hormat, dan dijawab dengan cara yang
penuh hormat pula. Untuk itu digunakan suatu varian Bahasa Minang tertentu, yang mempunyai
format baku.Format bahasa pasambahan ini penuh dengan kata-kata klasik, pepatah-petitih dan
dapat pula dihiasi pula dengan pantun-pantun. Bahasa pasambahan ini dapat berbeda dalam
variasi dan penggunaan kata-katanya. Namun secara umum dapat dikatakan ada suatu format
yang standar bagi seluruh Minangkabau. Terkait dengan pasambahan, adat Minang menuntut
bahwa dalam setiap pembicaraan, pihak-pihak yang berbicara ditentukan kedudukannya secara
formal, misalanya sebagai tuan rumah, sebagai tamu, sebagai pemohon, atau sebagai yang
menerima permohonan.

Sirih dan pinang adalah lambang formalitas dalam interaski masyarakat Minangkabau.
Setiap acara penting dimulai dengan menghadirkan sirih dan kelengkapannya seperti buah
pinang, gambir, kapur dari kulit kerang. Biasanya ditaruh diatas carano yang diedarkan kepada
hadirin. Siriah dan pinang dalam situasi tertentu diganti dengan menawarkan rokok.

Makna sirih adalah secara simbolik, sebagai pemberian kecil antara pihak-pihak yang
akan mengadakan suatu pembicaran. Suatu pemberian dapat juga berupa barang berharga,
meskipun nilai simbolik suatu pemberian tetap lebih utama daripada nilai intrinsiknya. Dalam
pepatah adat disebutkan, siriah nan diateh, ameh nan dibawah. Dengan sirih suatu acara sudah
menjadi acara adat meskipun tidak atau belum disertai dengan pasambahan kato. Sirih dan
pinang juga mempunyai makna pemberitahuan, adat yang lahiriah, baik pemberitahuan yang
ditujukan pada orang tertentu atau pada khalayak ramai.

Satu lagi unsur adat Minang yang penting dan paling meluas penerapannya adalah baso-
basi: bahkan anak-anak harus menjaga baso-basi. Tuntuan menjaga baso-basi mengharuskan
setiap invidu agar berhubungan dengan orang lain, harus selalu menjaga dan memelihara kontak
dengan orang disekitarnya secara terus-menerus. Seseorang orang Minang tidak boleh
menyendiri.

Baso-basi diimplementasikan dengan cara yang baku. Walaupun tidak dapat dikatakan
formal, baso-basi berfungsi menjaga forms, yaitu hubungan yang selain harmonis juga formal
antara setiap anggota masyarakat nagari, dan menjamin bahwa setiap orang diterima dalam
masyarakat itu, dan akan memenuhi tuntutan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat yang
berlaku di nagari itu.

Adat minang ini terbagi ke dalam 4 bagian atau dalam bahasa minang sering disebut
‘Adaik nan Ampek‘ atau adat yang empat, diantaranya :

1. Adat nan sabana

Adalah ketentuan hukum, sifat yang terdapat pada alam benda, flora dan fauna, maupun
manusia sebagai ciptaan-Nya (Sunatullah). Adat nan sabana Adat ini adalah sebagai sumber
hukum adat Minangkabau dalam menata masyarakat dalam segala hal. Dimana ketentuan alam
tersebut adalah aksioma tidak bisa dibantah kebenarannya.erupakan kasta adat yang paling
tinggi atau utama. Adat ini tidak dapat dirubah sampai kapanpun. Dengan kata lain, adat ini
merupakan harga mati pada seluruh masyarakat Minangkabau. Alam sebagai ciptaan-Nya bagi
nenek moyang orang Minangkabau yakni Datuak perpatiah nan sabatang dan datuak
ketumanggungan diamati, dipelajari dan dipedomani dan dijadikan guru untuk mengambil
iktibar ,sepertiyang disebutkan dalam pepatah-petitih Adat :Panakiak pisau sirawik, ambiak
galah batang lintabuang,silodang ambiakkan niru, nan satitiak jadikan lawik,nan sakapa jadikan
gunuang, Alam Takambang Jadi Guru.

Adat ini dinyatakan dalam kato pusako (kata pusaka) “indak lakang karano paneh, indah
lapuak karano hujan, dicabuik indak mati, diasak indah layua” (tidak lekang karena panas, tidak
lapuk karena hujan, dicabut tidak mati, dipindahkan tidak layu).

Ketika agama Islam masuk ke Minangkabau, ia diterima sebagai aturan dalam kehidupan
umat. Ajaran islam berdasarkan kepada wahyu Allah, diakui sebagai sesuatu yang pasti
sebagaimana pastinya kenyataan yang berlaku dalam alam. Dengan demikian Islam diterima
sebagai ajaran yang dapat berjalan bersama-sama dengan adat Minangkabau. Hal ini sesuai
dengan pernyataan kato pusako (kata pusaka) Minangkabau sebagai berikut:

Adat basandi syarak,

Syarak basandi kitabullah,

Syarak mangato,

Adat mamakai.

Jika diartikan kedalam bahasa Indonesia, kira-kira berbunyi seperti berikut:

Adat basandi syarak,

Adat bersendi syarak,

Syarak basandi kitabullah,

Syarak bersendi kitabullah,

Syarak mangato,

Syarak berkata,

Adat mamakai.

Adat memakai

2. Adaik nan Adaikkan (Adat yang diadatkan)

Merupakan sebuah aturan yang disepakati setelah melalui sebuah pengkajian dan
penelitian oleh para leluhur, nenek moyang ataupun orang minang zaman dahulu. Contoh prinsip
adat ini adalah bahwa orang minang wajib memakai kekerabatan dengan mengambil pesukuan
dari garis ibu dan nasab keturunan dari ayah.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya diatas yakni dengan meneliti,


mempedomani, mempelajari alam sekitarnya oleh nenek-moyang orang Minangkabau, maka
disusunlah ketentuan-ketentuan alam dengan segala fenomena-fenomenanya menjadi pepatah-
petitih, mamang, bidal, pantun dan gurindam Adat dengan mengambil perbandingan dari
ketentuan alam tersebut, kemudian dijadikan menjadi kaidah-kaidah sosial untuk menyusun
masyarakat dalam segala bidang seperti : ekonomi, sosial budaya, hukum, politik, keamanan,
pertahanan dan sebagainya.
Karena pepatah-petitih tersebut dicontoh dari ketentuan alam sesuai dengan
fenomenanya masing-masing, maka kaidah-kaidah tersebut sesuai dengan sumbernya tidak
boleh dirobah-robah walau dengan musyawarah mufakat sekalipun. Justru kedua jenis adat pada
huruf a dan b karena tidak boleh dirobah-robah disebut dalam pepatah :Adat nan tak lakang dek
paneh, tak lapuak dek hujan,dianjak tak layua, dibubuik tak mati,dibasuah bahabih aia, dikikih
bahabih basi.Artinya adalah Kebenaran dari hukum alam tersebut . Selama Allah SWT, sebagai
sang pencipta ketentuan alam tersebut tidak menentukaan lain, maka ketentuan alam tersebut
tetap tak berobah.contohpepatah :lawik barombak,gunuang bakabuik,lurah baraia, api
mambaka,aia mambasahkan,batuang babuku,karambia bamato, batuang tumbuah
dibukunyo,karambia tumbuah dimatonyo .
3. Adat TeradatAdaik nan Taradaik (Adat yang teradat)
Adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh penghulu-penghulu Adat dalam suatu nagari,
peraturan guna untuk melaksanakan pokok-pokok hukum yang telah dituangkan oleh nenek
moyang (Dt. Perpatiah Nan Sabatang dan Dt. Ketumanggungan) dalam pepatah-petitih Adat.
Bagaimana sebaiknya penetapan aturan-aturan pokok tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan
tidak bertentangan dengan aturan-aturan pokok yang telah kita warisi secara turun-temurun dari
nenek-moyang dahulunya. Sebagai contoh kita kemukakan beberapapepatah-petitih, mamang,
bidal, Adat yang telah diadatkan oleh nenek moyang tersebut diatas seperti : Abih sandiang dek
Bageso, Abih miyang dek bagisiah. Artinya nenek-moyang melalui pepatah ini melarang sekali-
kali jangan bergaul bebas antara dua jenis yang berbeda sebelum nikah (setelah Islam) atau
kawin (sebelum Islam)..
Begitupun peresmian SAKO(gelar pusaka) kaum atau penghulu, ada nagari yang memotong
kerbau, ada banteng, ada kambing, ada dengan membayar uang adat kenagari yang
bersangkutan. Semuanya adalah aturan pelaksanaan dari peresmian satu gelar pusaka kaum
(Sako) yang diambil keputusannya melalui musyawarah mufakat. dan lain sebagainya.Pada adat
ini yang diatur adalah tatanan hidup bermasyarakat dalam suatu negara atau daerah serta
interaksi antara satu suku dan suku lainnya, dengan tetap mengacu pada ajaran agama islam.
4. Adat Istiadat
adalah peraturan-peraturan yang juga dibuat oleh penghulu-penghulu disuatu nagari
melalui musyawarah mufakat sehubungan dengan sehubungan dengan KESUKAAN anak nagari
seperti kesenian, olah raga, pencak silat randai, talempong, pakaian laki-laki, pakaian wanita,
barang-barang bawaan kerumah mempelai, begitupun helat jamu meresmikan Sako itu tadi.
Begitu pula Marawa, ubur-ubur, tanggo, gabah-gabah, pelamina dan sebagainya yang berbeda-
beda disetiap nagari. Juga berlaku pepatah yang berbunyi :
1. Lain lubuak lain ikannyo, lain padang lain balalangnyo,
2. lain nagari lain adatnyo (Istiadatnya) .
Adat teradat adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh penghulu-penghulu Adat dalam
suatu nagari, peraturan guna untuk melaksanakan pokok-pokok hukum yang telah dituangkan
oleh nenek moyang (Dt. Perpatiah Nan Sabatang dan Dt. Ketumanggungan) dalam pepatah-
petitih Adat. Bagaimana sebaiknya penetapan aturan-aturan pokok tersebut dalam kehidupan
sehari-hari dan tidak bertentangan dengan aturan-aturan pokok yang telah kita warisi secara
turun-temurun dari nenek-moyang dahulunya.
Sebagian besar masyarakat Minangkabau beragama Islam. Masyarakat desa percaya
dengan hantu, seperti kuntilanak, perempuan menghirup ubun-ubun bayi dari jauh, dan
menggasing (santet), yaitu menghantarkan racun melalui udara. Upacara-upacara adat di
Minangkabau meliputi :
1) upacara Tabuik adalah upacara peringatan kematian Hasan dan Husain di Padang Karabela
2) upacara Kitan dan Katam berhubungan dengan lingkaran hidup manusia, seperti:
a) upacara Turun Tanah/Turun Mandi adalah upacara bayi menyentuh tanah pertama
kali,
b) upacara Kekah adalah upacara memotong rambut bayi pertama kali.
3) Upacara selamatan orang meninggal pada hari ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000.
Sistem kekerabatan dalam masyarakat Minangkabau adalah matrilineal (garis keturunan
ibu), sehingga sistem kekerabatan memerhitungkan dua generasi di atas ego lakilaki dan satu
generasi di bawahnya. Urutannya sebagai berikut.

1. Ibunya ibu.
2. Saudara perempuan dan laki-laki ibunya ibu.
3. Saudara laki-laki ibu.
4. Anak laki-laki, perempuan saudara perempuan ibu ibunya ego.
5. Saudara laki-laki dan perempuan ego.
6. Anak laki-laki dan perempuan saudara perempuan ibu.
7. Anak laki-laki dan perempuan saudara perempuan ego.
8. Anak laki-laki dan perempuan anak perempuan saudara perempuan ibunya ibu.
Kesatuan keluarga kecil seperti di atas disebut paruik, pada sebagian masyarakat ada
kesatuan yang disebut kampueng yang memisahkan paruik dengan suku. Kepentingan keluarga
diurus oleh laki-laki yang bertindak sebagai niniek mamak. Dalam hal jodoh masyarakat
Minangkabau memilih dari luar suku, tetapi pola itu kini mulai hilang. Bahkan akibat pengaruh
dunia modern, perkawinan endogami lokal tidak lagi dipertahankan.
Peraturan hidup sehari-hari. Kalau hidup tanpa aturan bagi orang Minang namanya “tak
beradat”. Jadi aturan itulah yang adat. Adat itulah yang menjadi pakaian sehari-hari atau menjadi
sebuah kebiasaan dalam masyarakat. Bagi orang Minang, duduk dan berdiri selalu beradat,
Berbicara beradat, Berjalan beradat, makan dan minum beradat, bertamu beradat, bahkan,
menguap dan batuk pun bagi orang Minang beradat.
Adat yang semacam ini, mungkin dapat kita sebut dengan adat sopan santun dalam
kehidupan sehari-hari. Apakah ada orang Minang hanya mengatur sopan santun dalam pergaulan
saja? Jawabanya pastilah tidak. Masih banyak aturan-aturan lain yang terdapat dalam adat
Minang, justru mengatur hal-hal yang sangat mendasar.
Contoh beradat dalam Minang itu misalnya:
1. Batahnyo lapeh orak ‘bertanya lepas lelah’
2. Berundiang sudah makan ‘berunding sesudah makan’
Kalau orang Minang kedatangan tamu, tuan (nyonya) rumah biasanya mempersilahkan tamu
itu duduk lebih dahulu. Nyonya rumah langsungmenyuguhkan minuman pelepas lelah. Setelah
rasa haus dan dahaga si tamu hilang, barulah si nyonya rumah bertanya tentang maksud
kedatangannya.
Begitu pula bila kita sedang menunggu kedatangan rombongan tamu yang sudah kita ketahui
maksud kedatanganya, misalnya untuk merundingkan perkawinan, maka rombongan tamu itu
langsung disuguhi minuman pelepas lelah, kemudian biasanya diajak makan (biasanya makan
malam). Setelah selesai makan, barulah diajak berunding mengenai pelaksanaan pekerjaan yang
akan dilakukan. Begitulah kira-kira aturan yang dipakai dalam hal “bertanya”, “berunding”
menurut adat Minang.
Hampir seluruh masyarakat Minangkabau menganut agama Islam, walaupun sebagian
besardari mereka hanya menganut agama sebagai simbolis tanpa melakukan ibadah
dankewajibannya. Boleh dikatakan mereka tidak mengenal unsur-unsur kepercayaan lain
selainyang diajarkan oleh agama Islam. Walaupun demikian masih banyak juga orang
yangpercaya akan hal-hal yang tidak diajarkan oleh Islam, seperti hantu-hantu dan
kekuatangaib.Selain itu, banyak orang menganggap bahwa sistem matrilineal yang dianut
masyarakatMinangkabau bertentangan dengan aturan Islam yang menekankan sistem
patrilineal.Padahal sesungguhnya terdapat banyak kesamaan antara faham Islam dengan
fahamMinangkabau.Berikut ini merupakan contoh dari beberapa kesamaan faham Islam dan
Minangkabau:

a) Faham Islam: Menimba ilmu adalah wajib


b) Faham Minangkabau : Anak-anak lelaki harus meninggalkan rumah mereka untuktinggal
dan belajar di surau (langgar, masjid)
c) Islam: Mengembara adalah kewajiban untuk mempelajari tamadun-tamadunyang kekal
dan binasa untuk meningkatkan iman kepada Allah
d) Faham Minangkabau: Para remaja harus merantau (meninggalkan kampunghalaman)
untuk menimba ilmu dan bertemu dengan orang dari berbagai tempatuntuk mencapai
kebijaksanaan, dan untuk mencari penghidupan yang lebih baik.Falsafah merantau juga
berarti melatih orang Minangkabau untuk hidup mandiri,kerana ketika seorang pemuda
Minangkabau berniat merantau meninggalkankampungnya, dia hanya membawa bekal
seadanya.
e) Faham Islam :Tidak ada wanita yang boleh dipaksa untuk menikah dengan lelakiyang
tidak dia cintai
f) Faham Minangkabau : Wanita yang menentukan dengan siapa yang ia ingin menikah
g) Faham Islam : Ibu berhak dihormati 3 kali lebih tinggi daripada bapak
h) Faham Minangkabau :Bundo Kanduang adalah pemimpin/pengambil keputusan di
Rumah Gadang.
Ciri-ciri Islam begitu mendalam dalam adat Minangkabau sehingga mereka yang tidak
mengamalkan Islam dianggap telah keluar dari masyarakat Minang.
Dalam tiap masyarakat dengan susunan kekerabatan bagaimanapun, perkawinan
memerlukan penyesuaian dalam banyak hal. Perkawinan menimbulkan hubungan baru tidak saja
antara pribadi yang bersangkutan, antara marapulai dan anak dara tetapi juga antara kedua
keluarga. Latar belakang antara kedua keluarga bisa sangat berbeda baik asal-usul, kebiasaan
hidup, pendidikan, tingkat sosial, tatakrama, bahasa dan lain sebagainya. Karena itu syarat
utama yang harus dipenuhi dalam perkawinan, kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan
diri dari masing-masing pihak. Pengenalan dan pendekatan untuk dapat mengenal watak masing-
masing pribadi dan keluarganya penting sekali untuk memperoleh keserasian atau keharmonisan
dalam pergaulan antara keluarga kelak kemudian.
Perkawinan juga menuntut suatu tanggungjawab, antaranya menyangkut nafkah lahir dan
batin, jaminan hidup dan tanggungjawab pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan. Berpilin
duanya antara adat dan agama Islam di Minangkabau membawa konsekwensi sendiri. Baik
ketentuan adat, maupun ketentuan agama dalam mengatur hidup dan kehidupan masyarakat
Minang, tidak dapat diabaikan khususnya dalam pelaksanaan perkawinan. Kedua aturan itu
harus dipelajari dan dilaksanakan dengan cara serasi, seiring dan sejalan. Pelanggaran apalagi
pendobrakan terhadap salah satu ketentuan adat maupun ketentuan agama Islam dalam masalah
perkawinan, akan membawa konsekwensi yang pahit sepanjang hayat dan bahkan berkelanjutan
dengan keturunan.
Hukuman yang dijatuhkan masyarakat adat dan agama, walau tak pernah diundangkan
sangat berat dan kadangkala jauh lebih berat dari pada hukuman yang dijatuhkan Pengadilan
Agama maupun Pengadilan Negara. Hukuman itu tidak kentara dalam bentuk pengucilan dan
pengasingan dari pergaulan masyarakat Minang. Karena itu dalam perkawinan orang Minang
selalu berusaha memenuhi semua syarat perkawinan yang lazim di Minangkabau. Syarat-syarat
itu menurut Fiony Sukmasari dalam bukunya Perkawinan Adat Minangkabau adalah sebagai
berikut : Kedua calon mempelai harus beragama Islam.
1. Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali
pesukuan itu berasal dari nagari atau luhak yang lain.
2. Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan
keluarga kedua belah pihak.
3. Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat
menjamin kehidupan keluarganya.
Perkawinan yang dilakukan tanpa memenuhi semua syarat diatas dianggap perkawinan
sumbang, atau perkawinan yang tidak memenuhi syarat menurut adat Minang. Selain dari itu
masih ada tatakrama dan upacara adat dan ketentuan agama Islam yang harus dipenuhi seperti
tatakrama jopuik manjopuik, pinang meminang, batuka tando, akad nikah, baralek gadang,
jalang manjalang dan sebagainya. Tatakrama dan upacara adat perkawinan inipun tak mungkin
diremehkan karena semua orang Minang menganggap bahwa “Perkawinan itu sesuatu yang
agung”, yang kini diyakini hanya “sekali” seumur hidup. (Sumber : Adat Minangkabau, Pola &
Tujuan Hidup Orang Minang)
Adapun tata cara adat perkawinan di mingkabau, antara lain :
A. Maresek
Merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rangkaian tata-cara pelaksanaan
pernikahan. Sesuai dengan sistem kekerabatan di Minangkabau yaitu matrilineal, pihak
keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria. Lazimnya pihak keluarga yang datang
membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan. Pada awalnya beberapa wanita
yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu apakah pemuda yang dituju berminat
untuk menikah dan cocok dengan si gadis. Prosesi bisa berlangsung beberapa kali
perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan dari kedua belah pihak keluarga.
B. Maninang Batimbang Tando (Bertukar Tanda)
Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk
meminang. Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke proses bertukar tanda sebagai
simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara ini
melibatkan orangtua, ninik mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan
keluarga calon mempelai wanita datang membawa sirih pinang lengkap disusun dalam
carano atau kampia (tas yang terbuat dari daun pandan) yang disuguhkan untuk dicicipi
keluarga pihak pria. Selain itu juga membawa antaran kue-kue dan buah-buahan.
Menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna dan harapan. Bila ada
kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan, serta hal-hal yang manis
dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya. Kemudian dilanjutkan dengan
acara batimbang tando/batuka tando (bertukar tanda). Benda-benda yang dipertukarkan
biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain adat, atau benda lain yang bernilai
sejarah bagi keluarga. Selanjutnya berembuk soal tata cara penjemputan calon mempelai
pria.
C. Mahanta Siriah /Minta Izin
Calon mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu tentang rencana pernikahan
kepada mamak-mamak-nya, saudara-saudara ayahnya, kakak-kakaknya yang telah
berkeluarga dan para sesepuh yang dihormati. Hal yang sama dilakukan oleh calon
mempelai wanita, diwakili oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga dengan cara
mengantar sirih.
Calon mempelai pria membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau (sekarang
digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita, untuk ritual
ini mereka akan menyertakan sirih lengkap. Ritual ini ditujukan untuk memberitahukan
dan mohon doa untuk rencana pernikahannya. Biasanya keluarga yang didatangi akan
memberikan bantuan untuk ikut memikul beban dan biaya pernikahan sesuai
kemampuan.
D. Babako-Babaki
Pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan
kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai kemampuan. Acara ini biasanya
berlangsung beberapa hari sebelum acara akad nikah. Mereka datang membawa berbagai
macam antaran. Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai
kepala adat), nasi kuning singgang ayam (makanan adat), barang-barang yang diperlukan
calon mempelai wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah
dimasak maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya). Sesuai tradisi, calon
mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para
tetua memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita diarak kembali ke
rumahnya diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang
bantuan tadi.
E. Malam Bainai
Bainai berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-
kuku calon pengantin wanita. Lazimnya berlangsung malam hari sebelum akad nikah.
Tradisi ini sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh keluarga
mempelai wanita. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang berisi
keharuman tujuh macam kembang, daun iani tumbuk, payung kuning, kain jajakan
kuning, kain simpai, dan kursi untuk calon mempelai. Calon mempelai wanita dengan
baju tokah dan bersunting rendah dibawa keluar dari kamar diapit kawan sebayanya.
Acara mandi-mandi secara simbolik dengan memercikkan air harum tujuh jenis kembang
oleh para sesepuh dan kedua orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai wanita
diberi inai.
F. Manjapuik Marapulai
Ini adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan
menurut adat Minangkabau. Calon pengantin pria dijemput dan dibawa ke rumah calon
pengantin wanita untuk melangsungkan akad nikah. Prosesi ini juga dibarengi pemberian
gelar pusaka kepada calon mempelai pria sebagai tanda sudah dewasa. Lazimnya pihak
keluarga calon pengantin wanita harus membawa sirih lengkap dalam cerana yang
menandakan kehadiran mereka yang penuh tata krama (beradat), pakaian pengantin pria
lengkap, nasi kuning singgang ayam, lauk-pauk, kue-kue serta buah-buahan. Untuk
daerah pesisir Sumatra Barat biasanya juga menyertakan payung kuning, tombak, pedang
serta uang jemputan atau uang hilang. Rombongan utusan dari keluarga calon mempelai
wanita menjemput calon mempelai pria sambil membawa perlengkapan.
Setelah prosesi sambah-mayambah dan mengutarakan maksud kedatangan, barang-
barang diserahkan. Calon pengantin pria beserta rombongan diarak menuju kediaman
calon mempelai wanita.
G. Penyambutan di Rumah Anak Daro
Tradisi menyambut kedatangan calon mempelai pria di rumah calon mempelai wanita
lazimnya merupakan momen meriah dan besar. Diiringi bunyi musik tradisional khas
Minang yakni talempong dan gandang tabuk, serta barisan Gelombang Adat timbal balik
yang terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian silat, serta disambut para dara berpakaian
adat yang menyuguhkan sirih. Sirih dalam carano adat lengkap, payung kuning
keemasan, beras kuning, kain jajakan putih merupakan perlengkapan yang biasanya
digunakan. Keluarga mempelai wanita memayungi calon mempelai pria disambut
dengan tari Gelombang Adat Timbal Balik. Berikutnya, barisan dara menyambut
rombongan dengan persembahan sirih lengkap. Para sesepuh wanita menaburi calon
pengantin pria dengan beras kuning. Sebelum memasuki pintu rumah, kaki calon
mempelai pria diperciki air sebagai lambang mensucikan, lalu berjalan menapaki kain
putih menuju ke tempat berlangsungnya akad.
Tradisi Usai Akad Nikah
Ada lima acara adat Minang yang lazim dilaksanakan setelah akad nikah :
A. Mamulangkan Tando
Setelah resmi sebagai suami istri, maka tanda yang diberikan sebagai ikatan janji
sewaktu lamaran dikembalikan oleh kedua belah pihak.
B. Malewakan Gala Marapulai
Mengumumkan gelar untuk pengantin pria. Gelar ini sebagai tanda kehormatan dan
kedewasaan yang disandang mempelai pria. Lazimnya diumumkan langsung oleh ninik
mamak kaumnya.
C. Balantuang Kaniang atau Mengadu Kening
Pasangan mempelai dipimpin oleh para sesepuh wanita menyentuhkan kening mereka
satu sama lain. Kedua mempelai didudukkan saling berhadapan dan wajah keduanya
dipisahkan dengan sebuah kipas, lalu kipas diturunkan secara perlahan. Setelah itu
kening pengantin akan saling bersentuhan.
D. Mangaruak Nasi Kuniang
Prosesi ini mengisyaratkan hubungan kerjasama antara suami isri harus selalu saling
menahan diri dan melengkapi. Ritual diawali dengan kedua pengantin berebut
mengambil daging ayam yang tersembunyi di dalam nasi kuning.
E. Bamain Coki
Coki adalah permaian tradisional Ranah Minang. Yakni semacam permainan catur yang
dilakukan oleh dua orang, papan permainan menyerupai halma. Permainan ini bermakna
agar kedua mempelai bisa saling meluluhkan kekakuan dan egonya masing-masing agar
tercipta kemesraan.

Anda mungkin juga menyukai