Anda di halaman 1dari 7

DIALEKTIKA DAN PRINSIP PERIMBANGAN DALAM PERTENTANGAN DALAM

BUDAYA MINANGKABAU
Oleh : Kelompok 13

1. Audia Nurul Hafi 2113010035


2. Radhita Dwi Ananta 2113010058
3. Keisya Alia Maharani 2113010100

Dosen Pengampu : Dr. Zelfeni Wimra, SHI., M.A

Jurusan Hukum Keluarga


Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Abstrak
Dialektika adalah ilmu pengetahuan tentang hukum yang paling umum yang mengatur
perkembangan alam, masyarakat dan pemikiran. Menurut Aristoteles. dialektika adalah
menyelidiki argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesa atau putusan yang tidak
pasti kebenarannya. Hukum adat adalah dimana suatu masyarakat minangkabau yang
tergabung kedalam masyarakat hukum adat adalah orang-orang yang terkait oleh suatu hukum
adatnya, karena mereka memiliki daerah keturunannya.

Kata Kunci : dialektika, hukum adat, minangkabau, hipotesa.

PEMBAHASAN
Dialektika adalah ilmu pengetahuan tentang hukum yang paling umum yang mengatur
perkembangan alam, masyarakat dan pemikiran. Menurut Aristoteles, dialektika adalah
menyelidiki argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesa atau putusan yang tidak
pasti kebenarannya.
Masyarakat hukum adat adalah (1) sekumpulan warga memiliki kesamaan leluhur (genologis),
(2) tinggal di suatu tempat (geografis), (3) memiliki kesamaan tujuan hidup untuk memelihara
dan melestarikan nilai-nilai dan norma-norma. (4) diberlakukan sistem hukum adat yang
dipatuhi dan mengikat, (5) dipimpin oleh kepala-kepala adat, (6) tersedianya tempat di mana
administrasi kekuasaan daapat dikoordinasikan, (7) tersedia lembaga-lembaga penyelesaian
sengketa baik antara masyarakat hukum adat sesama suku maupun sesama suku berbeda
kewarganegaraan. Masyarakat Hukum Adat, sekelompok orang yang terkait oleh tatanan
hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat
tinggal ataupun atas dasar keturunan. Hukum adat adalah dimana suatu masyarakat
minangkabau yang tergabung kedalam masyarakat hukum adat adalah orang-orang yang terkait
oleh suatu hukum adatnya, karena mereka memiliki daerah keturunannya.
Pada umumnya, di dalam sistem hukum Indonesia tradisional terdapat hukum yang tidak
tertulis serta hukum yang tidak dikodifikasikan di dalam suatu kitab undang-undang. Hukum
yang tidak tertulis itu dinamakan dengan hukum adat, yang merupakan sinonim dari pengertian
hukum kebiasaan.

A. Filosofi Hidup
1. Duduak Marauik Ranjau Tagak Maninjau Jarak
Ungkapan di atas menyiratkan betapa proaktifnya masyarakat Minang dalam kehidupannya
sehari-hari. Proaktif tidak hanya digambarkan untuk perencanaan dan kerjasama saja, tetapi
lebih menyeluruh juga terhadap efektifitas pengaturan waktu, sehingga tidak ada waktu yang
terbuang percuma. Ketika duduk/istirahat bisa digunakan untuk mencari solusi hal-hal yang
pelik, sedangkan waktu berdiri (sebelum berjalan) sangat bagus digunakan untuk membuat
perencanaan (planning) yang matang ke depan sebelum memulai pekerjaan.

2. Walau kaie nan dibantuak ikan dilauik nan diadang


Sebelum melaksanakan suatu pekerjaaan, masyarakat dituntut untuk mengetahui terlebih
dahulu apa tujuan dan manfaat dari pekerjaan tersebut dilakukan. Tidak saja harus mempunyai
visi/pandangan yang jelas tentang pekerjaan tersebut, tetapi juga dibayangkan proses pekerjaan
yang dilakukan dan apa hasil yang akan diperoleh.

3. Mangaji dari alif, babilang dari aso


Dalam hal prioritas melakukan sesuatu pekerjaan dalam masyarakat Minang, telah ada
aturannya mana yang harus didahulukan. Makna mangaji dari alif dan pabilang dari aso
mempunyai arti yang lebih lengkap. Apa saja aktifitas yang kita lakukan, apakah aktifitas itu
menyangkut organisasi pribadi, ada abc urutan prioritasnya. Tidak saja menganalisis pekerjaan
atau pelaksanaan pekerjaan duniawi, tetapi juga untuk urusan akhirat. Kalau mengurusi
pekerjaan duniawi ada urutannya mulai dari aso, dan bila mengurusi pekerjaan yang
berhubungan dengan ukhrowi juga ada urutannya, kita harus mulai dari alif. Di sini jelas sekali
pengaruh agama Islam mewarna kehidupan masyarakat Minang, sesuai dengan pepatah adat:
Adat basandi sayerak, syarak kitabullah.

4. Lamak dek awak katuju dek urang


Ungkapan lamak dek awak katuju dek urang, menurut hemat penulis jauh lebih komplit dari
pengertian yang hanya menang-menang yang terfokus pada hasil saja. Lamak dek awak katuju
dek urang, tidak saja memberikan pengertian menang-menang saja tetapi lebih dari itu yaitu
suatu kemenangan yang enak, proses pencapaian kemenangan tersebut sampai hasil yang
dicapai enak bagi siapa saja Lamak dan karuju disini memberikan pengertian yang mendalam,
yaitu dapat memberikan kesejahteraan bagi semua pihal: lahir dan batin.

5. Iyoan nan dek urang, baru laluan nan dek awak


Banyak orang Minang salah mengartikan ungkapan ini dengan memberi pengertian ungkapan
ini sebagai suatu sikap keras kepala, licik dan lain-lain. Karena ungkapan ini dipelesetkan
menjadi: lyoan nan dek urang, laluan non dek awak, tanpa kata samburg: baru. "Iyoan nan dek
urang baru laluan nan dek awak", mempunyai pengertian yang indah

6. Ka mudiak sa antak galah, ka hilia sarangkuah dayuang. Sosuai lahie jo bathin, sasuai muluik
jo hati Bagaimana taktis dan praktisnya orang Minang mengambarkan suatu kerjasama yang
komplit. Kerjasama tidak saja digambarkan ke gotong-royongannya saja, tetapi lebih dari itu
juga segi taktisnya. Mengambarkan suatu kerjasama yang mendahulukan mengerjakan
pekerjaan yang berat dulu (ka mudiak), kemudian baru menyelesaikan yang ringan-ringan (ka
hilia). Kerjasama ini juga perlu didukung oleh sikap moral yang baik "Sasuai lahie jo bathin,
sasuai muluik jo hati".

7. Pasa jalan dek batamipuah lanca kaji dek baulang


Ini adalah falsafah urang Minang tentang perlur ya mempertajam dan mempermahir keilmuan.
Pada ungkapan ini tidak saja tergambar ilmu untuk jalan dunia saja, tetapi juga untuk bekal di
akhirat. Sesuai dengan falsafah adat "Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah". Adalah
suatu keharusan untuk mempertajam ilmu, baik ilmu dunia maupun akhira, bila tidak ingin
ilmu tersebut hilang. Seperti jalan bila tak sering dilewati, akan ditumbuhi oleh rumput. Begitu
juga ilmu bila tak digunakan, kita akan lupa dan tidak mahir bila
mempergunakan ilmu tersebut. 1

B. Pola dan Cara Berfikir


1. Landasan Berfikir
Pada dasarnya semua ketentuan adat Minangkabau yang terhimpun dalam petatah-petitih
adalah rasional atau masuk akal, karena itu hal-hal yang irrasional seperti ilmu klinik, mistik,
takhayul kurang berkembang di Minangkabau dari pada membicarakan tuyul, kuntilanak,
gunung kawi, dan semacam itu orang minang lebih suka jual-kamper, bersorak-sorak di kaki
lima dan perbuatan nyata yang lain daan bahkan berkenalan dan merantau untuk merubah nasib
diri.2

1
Zulfahmi, Islam dan Budaya Minangkabau, 2022, h.158-160
2
Amir, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, 1997, h.76
Landasan berfikir orang minang tercakup dalam Petatah adat yang berbunyi :

Rumah basandi batu


Adat basandi Alue Patuik
Mamakai Anggo jo Tanggo
Sarato raso jo Pareso
Artinya:
Adat bersendi jalan yang benar dan pantas
Memakai aturan yang wajib diturut
Serta budi pekerti dan kecermatan

2. Alue Patuik
Alue artinya alur atau jalur yang benar, sedangkan patuik artinya pantas/sesuai/masuk akal.
Alue patuik artinya orang Minang harus meletakkan sesuatu pada tempatnya. Tujuan
utamaanya adalah untuk menciptakan keadilan dalam masyarakat dan sekaligus menghindari
sengketa antara anggota masyarakat. Dengan cara ini tercapainya kehidupan yang rukun, aman,
dan damai. Sebaliknya, bila prinsip ini tidak di amalkan didalam kehidupan sehari- hari, maka
dapat dipastikan segera datangnya malapetaka dalam bentuk percekcokan, kerusuhan dan
huruhara. Pepatah adat menyebutkan sebagai berikut :

Urang makah mambao Taraju


Urang Baghdad mambao Talua
Talua dimakan bulan puaso
Rumah gadang basandi batu
Adat basan alue
Alua itu kaganti rajo

Pepatah ini menyatakan bahwa salah satu sendi atau landasan pokok dari Adat Minang adalah
prinsip "alue dan patuik" itu. Selanjutnya adat juga menentukan :

Manarah manuruik alue


Nan baukue nan di karek
Nan nan dipahek

Pepatah ini menuntut kita untuk selalu berbuat sesuai dengan aturan- aturan yang sudaah
disepakati, atau melakukan sesuatu sesuai yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan istilah
manajemen prinsip ini kiranya dapat diterjemahkan bahwa segala sesuatu yang akan dilakukan
haruslah mempunyai suatu rencana yang sudah matang. Pelaksanaannya harus sesuai dengan
rencana yang sudah ada itu. Bukue dan babarih kiranya dapat diterjemahkan dengan istilah
Rencana atau Planning."

Berpijak dari falsafah alam ini masyarakat Minangkabau dapat mengambil pelajaran bahwa
setiap individu dalam masyarakat sama pentingnya walaupun kemampuan dan peranan mereka
berbeda-beda. Seperti kata pepatah: Yang buto mahambuih langsuang, yang pakak malaapeh
badie, yang lumpuah pahuni rumah, yang kuck mambaok baban, yang kayo tampek
batenggang, yang adie disuruah-surah, yang cadiak lawan barundiang.

3. Anggo-Tanggo
Anggo artinya anggaran seperti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Anggo tanggo
artinya peraturan atau segala yang ditentukan dan harus diturut. Limbago nan sapuluah juga
disebut dengan Anggo tanggo. Jadi anggo tanggo artinya mengerjana sesuatu harus sesuai
dengan aturann pokok dan aturan rumah tangga adat. Tujuannya adalah untuk menciptakan
disiplin dan ketertiban dalam lingkungan kekerabatan di lingkungan masyarakat dan dalam
mengatur nagari. Anggo tanggo dihimpun dalam apa yang menurut adat disebut Limbago nan
sapuluah, yang menjadi dasar dari Hukum Adat Minangkabau.
Limbago nan sapuluah terdiri atas: Cupak nan duo (Cupak asli dan cupak buatan). Undang nan
ampek (Undang-undang Luhak rantau, Undang- undang Pambantuakkan Nagari. Undang-
undang dalam nagari. Undang- undang nan 20), Kato nan Ampek (Kato pusako, kato dulu, kato
buatan, kato kamudian).

4. Raso Jo Pareso
Raso jo pareso artinya membiasakan mempertajam rasa kemanusiaan atau hati nurani yang
luhur dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mengahadapi setiap masalah mcbiasakan diri
melakukan penelitian yang cermat untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki dan tidak
tergesa-gesa dalam bertindak. Jadi, yang dimaksud raso dalam adat ini adalah budi baik seperti
kata pantun petatah sebagai berikut :

Nan kuriak iolah kundi


Nan merah iloah sago
Nan baiak iolah budi
Nan indah iolah baso
Alua jo patuik - Anggo jo Tanggo - Raso jo Pareso dalam adat sering disebut dengan istilah
"Tungku nan Tigo Sajarangan"?3

C. Alam Takambang Jadi Guru


Filosofi Alam Takambang Jadi Guru berasal dari kebudayaan Minangkabau, Sumatera Barat.
Filosofi ini bermakna bahwa salah satu sumber pendidikan dalam hidup manusia adalah berasal
dari fenomena-fenomena alam semesta, karena alam itu bersifat dinamis, tidak statis, sehingga
selalu ada kemungkinan untuk terjadi perubahan. Filosofi ini merupakan salah satu kearifan
lokal terkait pengelolaan lingkungan hidup yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Falsafah hidup yang menyatakan bahwa segala ciptaan tuhan beserta sifatnya dapat dijadikan
guru atau sumber pandangan hidup. Alam Takambang jadi guru ialah salah satu konsep
kemanusiaan yang egaliter dalam sistem kodrat alam yang dikotomis menurut alurnya yang
harmonis. Alam ditengah-tengah manusia berada ini telah diciptakan oleh yang maha kuasa
dengan faedah-faedah kekuatan yang terkandung didalamnya.
Satinggi-tinggi malintang
Mambumbunag ka awang-awang
Suriknyo ka tanah juo
Sahabiah dahan dengan rantiang
Dikubak dikulik batang
Tareh pangubua baru nyo nyato

Demikian sebuah rangkaian pepatah adat Minangkabau yang mengandung arti bahwa adat
Minangkabau dengan segala persolannya, tidaklah dapat dipahami apalagi dihayati serta
dimanfaatkan, terutama oleh masyarakat Minangkabau sendiri, kalau hanya sekedar
mengetahui arti petatah-petitih. gurindam, mamang, bidal secara lahir tanpa mendalami arti
yang tersirat yang dikandung oleh petatah-petitih tersebut.4

KESIMPULAN
Dialektika adalah sebuah ilmu hukum yang mengatur beberapa aspek dalam kehidupan.
Dialektika digunakan untuk memecahkan suatu masalah dalam kehidupan. Dialektika dan

3
Safrudin Haliny Kamaluddin, Adat Minangkabau Dalam Perspektif Hukum Islam, 2005, h.15
4
Zulfahmi, Islam dan Budaya Minangkabau, 2022. h.15
logika dalam masyarakat saling berkaitan dimana keduanya saling ketergantungan dan sulit
untuk dipisahkan.
Logika sendiri dalam masyarakat Minangkabau dilandasi dari berbagai aspek. Yaitu :
Alue patuik (logika), yaitu suatu jalan yang benar. Artinya, orang Minangkabau mampu
meletakkan sesuatu pada tempatnya.
Anggo tanggo, yaitu dimana didalam masyarakat Minangkabau suatu peraturan yang harus
ditaati oleh semua orang. Anggo tanggo juga terhimpun dari limbago nan sapuluah, yaitu cupak
nan duo: cupak asli (suatu takaran untuk memutuskan hukum), cupak buatan (hanya sebuah
hukum pelengkap).
Logika di dalam masyarakat minang lebih condong menggunakan akal pikiran, dan
mempunyai segala sesuatu yang masuk akal. Masyarakat Minangkabau juga sangat mampu
dari suatu kedaan yang menyulitkannya dengan berfikir secara rasional.

DAFTAR PUSTAKA
Zulfahmi. 2022. Islam dan Budaya Minangkabau. Padang : PT Bumi Aksara.
Amir. 1997. Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Minangkabau. Jakarta : Karya Indah.
Kamaluddin, Safrudin Haliny. 2005. Adat Minangkabau dan Perspektif Hukum Islam. Jakarta
: PT Kartika Insan Lestari Press

Anda mungkin juga menyukai