BUDAYA MINANGKABAU
Oleh : Kelompok 13
Abstrak
Dialektika adalah ilmu pengetahuan tentang hukum yang paling umum yang mengatur
perkembangan alam, masyarakat dan pemikiran. Menurut Aristoteles. dialektika adalah
menyelidiki argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesa atau putusan yang tidak
pasti kebenarannya. Hukum adat adalah dimana suatu masyarakat minangkabau yang
tergabung kedalam masyarakat hukum adat adalah orang-orang yang terkait oleh suatu hukum
adatnya, karena mereka memiliki daerah keturunannya.
PEMBAHASAN
Dialektika adalah ilmu pengetahuan tentang hukum yang paling umum yang mengatur
perkembangan alam, masyarakat dan pemikiran. Menurut Aristoteles, dialektika adalah
menyelidiki argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesa atau putusan yang tidak
pasti kebenarannya.
Masyarakat hukum adat adalah (1) sekumpulan warga memiliki kesamaan leluhur (genologis),
(2) tinggal di suatu tempat (geografis), (3) memiliki kesamaan tujuan hidup untuk memelihara
dan melestarikan nilai-nilai dan norma-norma. (4) diberlakukan sistem hukum adat yang
dipatuhi dan mengikat, (5) dipimpin oleh kepala-kepala adat, (6) tersedianya tempat di mana
administrasi kekuasaan daapat dikoordinasikan, (7) tersedia lembaga-lembaga penyelesaian
sengketa baik antara masyarakat hukum adat sesama suku maupun sesama suku berbeda
kewarganegaraan. Masyarakat Hukum Adat, sekelompok orang yang terkait oleh tatanan
hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat
tinggal ataupun atas dasar keturunan. Hukum adat adalah dimana suatu masyarakat
minangkabau yang tergabung kedalam masyarakat hukum adat adalah orang-orang yang terkait
oleh suatu hukum adatnya, karena mereka memiliki daerah keturunannya.
Pada umumnya, di dalam sistem hukum Indonesia tradisional terdapat hukum yang tidak
tertulis serta hukum yang tidak dikodifikasikan di dalam suatu kitab undang-undang. Hukum
yang tidak tertulis itu dinamakan dengan hukum adat, yang merupakan sinonim dari pengertian
hukum kebiasaan.
A. Filosofi Hidup
1. Duduak Marauik Ranjau Tagak Maninjau Jarak
Ungkapan di atas menyiratkan betapa proaktifnya masyarakat Minang dalam kehidupannya
sehari-hari. Proaktif tidak hanya digambarkan untuk perencanaan dan kerjasama saja, tetapi
lebih menyeluruh juga terhadap efektifitas pengaturan waktu, sehingga tidak ada waktu yang
terbuang percuma. Ketika duduk/istirahat bisa digunakan untuk mencari solusi hal-hal yang
pelik, sedangkan waktu berdiri (sebelum berjalan) sangat bagus digunakan untuk membuat
perencanaan (planning) yang matang ke depan sebelum memulai pekerjaan.
6. Ka mudiak sa antak galah, ka hilia sarangkuah dayuang. Sosuai lahie jo bathin, sasuai muluik
jo hati Bagaimana taktis dan praktisnya orang Minang mengambarkan suatu kerjasama yang
komplit. Kerjasama tidak saja digambarkan ke gotong-royongannya saja, tetapi lebih dari itu
juga segi taktisnya. Mengambarkan suatu kerjasama yang mendahulukan mengerjakan
pekerjaan yang berat dulu (ka mudiak), kemudian baru menyelesaikan yang ringan-ringan (ka
hilia). Kerjasama ini juga perlu didukung oleh sikap moral yang baik "Sasuai lahie jo bathin,
sasuai muluik jo hati".
1
Zulfahmi, Islam dan Budaya Minangkabau, 2022, h.158-160
2
Amir, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, 1997, h.76
Landasan berfikir orang minang tercakup dalam Petatah adat yang berbunyi :
2. Alue Patuik
Alue artinya alur atau jalur yang benar, sedangkan patuik artinya pantas/sesuai/masuk akal.
Alue patuik artinya orang Minang harus meletakkan sesuatu pada tempatnya. Tujuan
utamaanya adalah untuk menciptakan keadilan dalam masyarakat dan sekaligus menghindari
sengketa antara anggota masyarakat. Dengan cara ini tercapainya kehidupan yang rukun, aman,
dan damai. Sebaliknya, bila prinsip ini tidak di amalkan didalam kehidupan sehari- hari, maka
dapat dipastikan segera datangnya malapetaka dalam bentuk percekcokan, kerusuhan dan
huruhara. Pepatah adat menyebutkan sebagai berikut :
Pepatah ini menyatakan bahwa salah satu sendi atau landasan pokok dari Adat Minang adalah
prinsip "alue dan patuik" itu. Selanjutnya adat juga menentukan :
Pepatah ini menuntut kita untuk selalu berbuat sesuai dengan aturan- aturan yang sudaah
disepakati, atau melakukan sesuatu sesuai yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan istilah
manajemen prinsip ini kiranya dapat diterjemahkan bahwa segala sesuatu yang akan dilakukan
haruslah mempunyai suatu rencana yang sudah matang. Pelaksanaannya harus sesuai dengan
rencana yang sudah ada itu. Bukue dan babarih kiranya dapat diterjemahkan dengan istilah
Rencana atau Planning."
Berpijak dari falsafah alam ini masyarakat Minangkabau dapat mengambil pelajaran bahwa
setiap individu dalam masyarakat sama pentingnya walaupun kemampuan dan peranan mereka
berbeda-beda. Seperti kata pepatah: Yang buto mahambuih langsuang, yang pakak malaapeh
badie, yang lumpuah pahuni rumah, yang kuck mambaok baban, yang kayo tampek
batenggang, yang adie disuruah-surah, yang cadiak lawan barundiang.
3. Anggo-Tanggo
Anggo artinya anggaran seperti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Anggo tanggo
artinya peraturan atau segala yang ditentukan dan harus diturut. Limbago nan sapuluah juga
disebut dengan Anggo tanggo. Jadi anggo tanggo artinya mengerjana sesuatu harus sesuai
dengan aturann pokok dan aturan rumah tangga adat. Tujuannya adalah untuk menciptakan
disiplin dan ketertiban dalam lingkungan kekerabatan di lingkungan masyarakat dan dalam
mengatur nagari. Anggo tanggo dihimpun dalam apa yang menurut adat disebut Limbago nan
sapuluah, yang menjadi dasar dari Hukum Adat Minangkabau.
Limbago nan sapuluah terdiri atas: Cupak nan duo (Cupak asli dan cupak buatan). Undang nan
ampek (Undang-undang Luhak rantau, Undang- undang Pambantuakkan Nagari. Undang-
undang dalam nagari. Undang- undang nan 20), Kato nan Ampek (Kato pusako, kato dulu, kato
buatan, kato kamudian).
4. Raso Jo Pareso
Raso jo pareso artinya membiasakan mempertajam rasa kemanusiaan atau hati nurani yang
luhur dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mengahadapi setiap masalah mcbiasakan diri
melakukan penelitian yang cermat untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki dan tidak
tergesa-gesa dalam bertindak. Jadi, yang dimaksud raso dalam adat ini adalah budi baik seperti
kata pantun petatah sebagai berikut :
Demikian sebuah rangkaian pepatah adat Minangkabau yang mengandung arti bahwa adat
Minangkabau dengan segala persolannya, tidaklah dapat dipahami apalagi dihayati serta
dimanfaatkan, terutama oleh masyarakat Minangkabau sendiri, kalau hanya sekedar
mengetahui arti petatah-petitih. gurindam, mamang, bidal secara lahir tanpa mendalami arti
yang tersirat yang dikandung oleh petatah-petitih tersebut.4
KESIMPULAN
Dialektika adalah sebuah ilmu hukum yang mengatur beberapa aspek dalam kehidupan.
Dialektika digunakan untuk memecahkan suatu masalah dalam kehidupan. Dialektika dan
3
Safrudin Haliny Kamaluddin, Adat Minangkabau Dalam Perspektif Hukum Islam, 2005, h.15
4
Zulfahmi, Islam dan Budaya Minangkabau, 2022. h.15
logika dalam masyarakat saling berkaitan dimana keduanya saling ketergantungan dan sulit
untuk dipisahkan.
Logika sendiri dalam masyarakat Minangkabau dilandasi dari berbagai aspek. Yaitu :
Alue patuik (logika), yaitu suatu jalan yang benar. Artinya, orang Minangkabau mampu
meletakkan sesuatu pada tempatnya.
Anggo tanggo, yaitu dimana didalam masyarakat Minangkabau suatu peraturan yang harus
ditaati oleh semua orang. Anggo tanggo juga terhimpun dari limbago nan sapuluah, yaitu cupak
nan duo: cupak asli (suatu takaran untuk memutuskan hukum), cupak buatan (hanya sebuah
hukum pelengkap).
Logika di dalam masyarakat minang lebih condong menggunakan akal pikiran, dan
mempunyai segala sesuatu yang masuk akal. Masyarakat Minangkabau juga sangat mampu
dari suatu kedaan yang menyulitkannya dengan berfikir secara rasional.
DAFTAR PUSTAKA
Zulfahmi. 2022. Islam dan Budaya Minangkabau. Padang : PT Bumi Aksara.
Amir. 1997. Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Minangkabau. Jakarta : Karya Indah.
Kamaluddin, Safrudin Haliny. 2005. Adat Minangkabau dan Perspektif Hukum Islam. Jakarta
: PT Kartika Insan Lestari Press