Disusun Oleh:
Kelompok 11
Dosen Pengampu:
SUCI AGUSTIA PUTRI, M.P.d
Adapun judul makalah dari kelompok kami adalah “Tradisi Merantau dalam
Masyarakat Minangkabau”. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna karena masih banyak kekurangan dalam makalah kami, untuk itu penulis
mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
KATA PENGANTAR iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penulisan 4
BAB II PEMBAHASAN
E. Tujuan Merantau 15
B. Saran 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat minangkabau terkenal dengan kegiatan merantau. Hal ini
sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu, baik untuk berdagang, bekerja
maupun bersekolah. Mereka sering kali diidentifikasikan dengan etnis Tionghoa
yang juga melakukan kegiatan merantau secara massif. Namun, tidak serta merta
memiliki kesamaan motivasi dan landasan pemikiran yang sama. Gagasan
penulis dalam makalah ini ialah merantau dalam masyarkat Minangkabau
didorong oleh faktor ekonomi dan budaya, yang mana kedua factor ini berpijak
pada pepatah alam takambang jadi guru. Pepatah ini menjadi inspirasi bagi
dinamika social masyarakat Minangkabau disamping agama Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
3. Faktor pendidikan
5. Marantau cino
Istilah “marantau cino” yang memperjauh daerah perantauan
mereka dan tidak kembali ke kampung setelah sukses. Dalam hal ini
ungkapan “urang awak pergi kerantau bukan untuk merantau tapi
pergi bermukim di daerah orang” tak dapat di bantah lagi. Seperti
pada pantun berikut. “tinggi malanjuiklah kau batuang/ indak kaden/
tabang-tabang lai/ tingga mancanguiklah kau kampuang/ indak ka
den jalang-jalang lai (tinggi menjulanglah kau bambu/ tidakkan saya
tebang-tebang lagi/ tinggallah kau kampung/ takkan saya kunjungi
lagi” Artinya, mereka pergi merantau meninggalkan kampung agar
memperoleh penghidupan yang lebih baik, namun tidak berniat untuk
kembali. Keadaan seperti ini sebenarnya tidak sesuai dengan filosofi
merantau itu sendiri. Namun keadaan seperti ini tidak dapat
dielakkan. Berikut ini beberapa alasan yang berkenaan dengan alasan
perantau tidak kembali ke kampung halaman atau dengan istilah
marantau cino.
a. Tidak memiliki ayah atau ibu serta keluarga lagi
b. Malu pulang karena belum mapan
c. Terjadinya Perkawinan luar budaya atau beda suku.
d. Pertengkaran keluarga atau kaum, bahkan karena cinta ditolak
6. Daya tarik kota
7. Keresahan politik
8. Factor social dan budaya
9. Serta arus baru
C. Jenis-Jenis Daerah Rantau
Daerah ini merupakan tempat merantau bagi orang orang dahulu. Dari
Luhak Nan Tigo mereka pergi kedaerah lain dan membuat negeri baru disana.
Disana mereka tetap memakai adat seperti adat daerah yang meeka tinggalkan.
Hubungan mereka tidak putus dengan negeri asal mereka di luhak nan tigo.
Umumnya daerah ini erada disepanjang aliran sungai dan bermuara ke timur, ke
selat Malaka, bahkan termasuk Rantau Nan sembilan (negeri sembilan di
Malaysia). Daerah rantau Minangkabau dikenal juga dengan rantau nan tujuah
jurai, yaitu rantau kampar, kuantan, XII Koto, cati nan tigo, negeri sembilan,
tiku pariaman, dan pasaman. Daerah tiku pariaman dan pasaman dikenal juga
dengan daerah pasisie.
D. Relasi Kampung dan Rantau
Pada umumnya kebiasaan orang yang akan pergi merantau pergi
merantau meninggalkan kampung halamannya secara suka rela sanak
keluarganya akan melepas dengan perasaan haru dan sedih yang di sertai
dengan iringan doa dan ajaran adat merantau yang semestinya ia
lakukan. Dan orang kampung yang melepas akan punya harapan
terhadap oran yang merantau di suatu hari nanti apabila ia akan kembali
ke kampung halaman bisa membawa hasil dari rantau sehingga
hubungan perantau dengan karibkerabat yang mereka tinggalkan di
kampung halamannya masih sangat akrab dan menyatu,memang secara
fisik mereka berpisah tetapi secara rohaniah mereka tetap menyatu.
Seseorang yang merantau meninggalkan kampung halamannya,
hanyalah sekedar pindah tempat tinggal saja, sementara kebiasaan adat
dalam menyelesaikan suatu permasalahan dari suatu kaum, layaknya
dilakukan di rantau sesuai dengan kebiasaan di kampung dan kaumnya
sama saja waktu dikampung dahulu, jika terjadi suatu permasalahan,
maka orang dari kampung akan datang untuk menyelesaikan kedaerah
mana kita merantau.
Dan kebiasaan perantau pada awalnya secara fisik selalu pulang
kampung setidaknya sekali setahun demi melepaskan rindu dengan
kampung halamanya,bahkan ada yang pulang kampung melalu
organisasi kekerabatan dengan istilah pulang basamo yang bertujuan
untuk meningakatkan para perantau akan kampung halamannya dan ada
yang menunjukkan keberhasilannya di rantau dengan menggerakkan
bantuan-bantuan di kampung halamannya masing-masing serta
mendorong pariwisata bagi anak-anaknya yang lahir di rantau.mereka
belum pernah melihat kampung halaman orang tuanya semuanya adalah
bertujuan bahwa pulang dari rantau membawa hasil yang berguna bagi
kampung halamannya.
Bagi perantau yang kurang berhasil. Pulang kampung bagi mereka
mejadi beban mental dan financial. Mereka takut diejek dan dicemooh
yang sudah menjadi kebiasaan buruk orang awak. Pergi keromutan
mencarikan “punggung nan indak basaok”, pulang kampung tetap
menggadai sawah amai. Malu pulang kampuang dan berat karena biaya
yang memang susah didapat. Mereka melahirkan papatah baru berbunyi
sbb;
E. Tujuan Merantau
Seiring perkembangan zaman, ternyata tujuan merantau bagi pemuda
Minang juga mengalami perubahan, sesuai dengan ungkapan “sakali aia
gadang, sakali tapian barubah/ sekali ada yang datang maka akan terjadi juga
perubahan”. Adapun tujuan orang Minang merantau pada masa sekarang adalah;
1. Mencari penghidupan yang lebih baik secara ekonomi,
2. Melanjutan pendidikan atau sekolah ke luar dari kampung,
3. Menaikkan derajat atau status sosial keluarga atau kaum, dan
4. Mencari pengalalam hidup agar apa yang didapatkan dapat dimanfaatkan
untuk membangun kampung halaman.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tradisi masyarakat Minangkabau, merantau, sudah mirip seperti gerakan
ideologi, terutama bagi pemuda di mana merantau merupakan suatu
keharusan /wajib. Dengan merantau, pemuda dan sebagian orang-orang Minang
mendapatkan pengalaman yang tidak mereka dapatkan di daerah sendiri. Pada
konteks tertentu ujian mereka adalah berada dirantau, sehingga muncul
anggapan mereka belum dikatakan dewasa atau berpengalaman jika belum pergi
meninggalkan daerah kelahirannya. Setelah sukses di rantau, mereka dapat
kembali pulang untuk memajukan kampung halaman.
Seiring perkembangan zaman, ternyata tujuan merantau bagi pemuda
Minang juga mengalami perubahan, sesuai dengan ungkapan “sakali aia
gadang, sakali tapian barubah/ sekali ada yang datang maka akan terjadi juga
perubahan” . adapun tujuan orang Minang merantau pada masa sekarang adalah;
1) mencari penghidupan yang lebih baik secara ekonomi, 2) Melanjutan
pendidikan atau sekolah ke luar dari kampung, 3) menaikkan derajat atau status
sosial keluarga atau kaum, dan 4) mencari pengalalam hidup agar apa yang
didapatkan dapat dimanfaatkan untuk membangun kampung halalam.
Idealnya perantau Minang selalu kembali ke kampung halaman
(sirkuler), tetapi kenyataanya mereka banyak yang tidak kembali atau menetap
di perantauan dengan istilah marantau cino. Adapun yang menjadi sebab
perantau ini tidak pulang lagi ke kampung halaman dikarenakan beberapa hal.
Pertama, tidak memiliki ayah dan ibu serta keluarga yang akan dikunjungi.
Kedua, merasa malu untuk pulang karena kondisi ekonomi yang belum mapan.
Ketiga, terjadinya pernikahan dengan orang luar Minangabau. Keempat, ada
konflik dengan keluarga atau kasus cinta ditolak. Meskipun banyak alasan yang
membuat mereka tidak dapat pulang setelah lama merantau, pada dasarnya
perantau tetap merindukan ranah Minang di mana pun mereka berada sebagai
tanah kelahiran mereka.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan oleh penulis, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun, agar penulis dapat memperbaiki makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Zulfikarni dan Siti Ainim Liusti. 2020. Merawat Memori: Filosofi Marantau
dalam Pantun-Pantun Minangkabau. SASDAYA: Gadjah Mada Journal of Hunaities
Vol. 4. No.1.