“Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur dalam mata kuliah Budaya Minangkabau”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 10
DOSEN PENGAMPU :
TA.2023/2024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan Rahmat, hidayah, dan Inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Budaya Minangkabau dengan Judul “Tradisi Merantau
dalam Masyarakat Minangkabau” ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Susi Ratna Sari, M.Pd sebagai dosen pengampu yang telah banyak memberikan
bimbingan, petunjuk dan motivasi dalam pembuatan makalah ini. Tidak lupa pula
buat seluruh rekan-rekan yang telah banyak membantu penulis di dalam pembuatan
makalah ini.
Adapun penyusunan makalah ini telah kami upayakan dengan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak. Namun tidak lepas dari semua
itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusunan
bahasanya maupun segi lainnya. Semua itu bukan unsur kesengajaan kami, tetapi
dikarenakan kurangnya ilmu dan pengetahuan kami dalam ilmu ini. Oleh karena itu,
dengan lapang dada dan tangan terbuka, kami membuka selebar- lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami, sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini kedepannya agar lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN......................................................................................3
A. Kesimpulan...............................................................................................11
B. Saran..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merantau merupakan suatu kebiasaan yang telah dilakukan sejak lama
oleh masyarakat Indonesia, yang dilakukan oleh berbagai suku bangsa,
merantau yang merupakan kata yang terdiri dari prefiks me dan kata
“Rantau”. Rantau pada mulanya berarti garis pantai, daerah aliran sungai, dan
“Luar negeri” atau negara-negara lain. Kata kerja rantau yaitu merantau,
berarti pergi ke negara lain meninggalkan kampung halaman, berlayar melalui
sungai dan sebagainya. Rantau secara tradisional adalah wilayah ekspansi,
daerah perluasan atau daerah taklukan. Namun perkembangannya belakangan,
konsep rantau dilihat sebagai sesuatu yang menjalinkan harapan untuk masa
depan dan kehidupan yang lebih baik dikaitkan dengan konteks sosial
ekonomi dan bukan dalam konteks politik. Dengan demikian, tujuan merantau
sering dikaitkan dengan tiga hal: mencari harta (berdagang/menjadi saudagar),
mencari ilmu (belajar), atau mencari pangkat/pekerjaan/jabatan. Menurut
Gusti Asnan menjelaskan di dalam bukunya yang berjudul Kamus Sejarah
Minangkabau, ada dua pengertian merantau yang dapat dipahami di
Minangkabau. Pertama, Merantau dipahami sebagai pergi meninggalkan
kampung halaman untuk berbagai keperluan serta dilatarbelakangi oleh
berbagai faktor. Kedua, Merantau sebagai perubahan pemikiran atau
transformasi pemikiran dari satu kondisi ke kondisi yang lain.
Dalam penyebarannya, orang-orang Minangkabau jauh dari daerah
asalnya ini disebabkan oleh adanya dorongan pada diri mereka untuk
merantau, yang disebabkan oleh dua hal. Pertama, ialah keinginan mereka
untuk mendapatkan kekayaan tanpa mempergunakan tanah-tanah yang telah
1
ada. Hal ini dapat dihubungkan sebenarnya dengan keadaan bahwa seorang
laki-laki tidak mempunyai hak menggunakan tanah itu untuk kepentingan
dirinya sendiri. Ia mungkin dapat menggunakan tanah itu untuk kepentingan
keluarga matrilinear. Kedua, ialah perselisihan-perselisihan yang
menyebabkan bahwa orang yang merasa dikalahkan akan meninggalkan
kampung dan keluarga untuk menetap di tempat lain. Orang minang memang
ada di mana-mana di berbagai pelosok Indonesia, bahkan di seluruh dunia.
Mereka terkenal karena memiliki budaya merantau.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan Filosofi Merantau?
2. Apa saja Faktor yang menyebabkan Orang Minang Merantau
3. Apa saja Jenis-jenis Daerah Rantau?
4. Bagaimana Relasi Kampung dan Rantau?
5. Apa saja Tujuan Utama Merantau?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan Filosofi Merantau.
2. Untuk Mengetahui Faktor yang menyebabkan Orang Minang Merantau.
3. Untuk Mengetahui Jenis-jenis Daerah Rantau.
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Relasi Kampung dan Rantau.
5. Untuk Mengetahui Tujuan Utama Merantau.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Filosofi Merantau
Filosofi merantau bagi orang Minangkabau adalah tentang
meninggalkan kampung halaman dengan kemauan sendiri, memiliki jangka
waktu lama, dengan tujuan tertentu, menuntut ilmu, mencari pengalaman,
dan memperoleh nilai-nilai kehidupan baru.
Merantau juga merupakan bagian dari usaha untuk membangun
pengalaman hidup dan pelestarian budaya Minangkabau. Selain itu,
merantau juga merupakan bagian dari tradisi dan budaya Minangkabau
yang dijalankan sejak zaman dahulu kala.
Bagi orang Minangkabau, merantau bukanlah sekadar mencari
penghidupan, tetapi juga untuk memperoleh pengalaman dan nilai-nilai
kehidupan baru. Meskipun merantau berarti meninggalkan kampung
halaman, orang Minangkabau tetap mencintai tanah kelahirannya dan
merantau bukan berarti lari dari kehidupan yang sesungguhnya.
4
ingat keluhanmu, terutama setiap kali merasa tidak bahagia (melulu)
memakan nasi yang ditanak nasi. Ibu, melulu berbesar hati dalam
keterasingan di sebuah negeri di mana orang-orang berduyun-duyun ke
kota. (Yang Menunggu di Hulu, 2009:177—178)
Berdasarkan data di atas dapat dianalisis bahwa faktor penyebab
merantau dalam data tersebut adalah faktor ekonomi. Persoalan ekonomi
tersebut tergambar pada kalimat ”Kau pergimenemui gelombang lantaran
ingin mengubah takdir” tokoh Aku pergi merantau karena mata
pencaharian kurang memadai di kampung halamannya. Tokoh Aku pergi
merantau ke luar kota untuk mencari uang dan ingin mengubah takdirnya
sama dengan anak-anak bujang di kampungnya. Ia mencoba peruntungan
di kota besar karena mencari uang di kampung halaman kurang menjamin
masa depannya.
2. Faktor Pendidikan
Menurut Naim (2013:271) Faktor pendidikan merupakan salah satu
faktor pendorong yang penting pergi merantau, terutama semenjak
perkembangannya sekolah-sekolah sejak bagian pertama abad ini. Berbeda
dari faktor ekonomi yang biasanya mengenai keseluruhan penduduk,
merantau dengan tujuan mencari pendidikan selalu akan terbatas pada
golongan penduduk tertentu. Sementara, sepenjang musim, mereka ditindih
oleh impian tentang anak-anak yang harus bersekolah ke kota.
Berdasarkan data di atas dapat dianalisis bahwa impian seorang ibu
tentang pendidikan anaknya ini merupakan faktor pendidikan salah satu
pendorong untuk pergi merantau. ”SMP hanya ada satu di kecamatan.
SMA di kota kabupaten. Kalau ingin kuliah harus pergi ke kota provinsi”.
Kalimat ini menegaskan bahwa keterbatasan sarana pendidikan di
kampungnya. Jika ingin melanjutkan pendidikan tingkat sekolah menengah
atas (SMA) dan perguruan tinggi maka mereka harus ke kota. Oleh karena
5
itu mereka harus merantau untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Karena kota menyediakan semua fasilitas dalam dunia pendidikan.
6
tokoh aku menganggap keberuntungan itu hanya datang satu kali walaupun
ibunya berat untuk melapaskan kepergiannya.
2. Rantau Kota
Daerah perkotaan menjadi destinasi umum bagi orang Minangkabau
yang merantau. Mereka dapat terlibat dalam sektor industri, perdagangan,
dan jasa di kota-kota besar.
3. Rantau Pendidikan
Merantau untuk tujuan pendidikan tinggi di perguruan tinggi atau
universitas di rantau. Orang Minangkabau dapat memilih daerah rantau
yang memiliki lembaga pendidikan tinggi terkemuka.
4. Rantau Perdagangan
Terlibat dalam kegiatan perdagangan, baik sebagai pedagang mandiri
atau bekerja di sektor perdagangan di pasar tradisional atau pusat
perbelanjaan.
7
D. Relasi Kampung dan Rantau
Pada umumnya kebiasaan orang yang akan pergi merantau pergi
merantau meninggalkan kampung halamannya secara suka rela sanak
keluarganya akan melepas dengan perasaan haru dan sedih yang di sertai
dengan iringan doa dan ajaran adat merantau yang semestinya ia lakukan. Dan
orang kampung yang melepas akan punya harapan terhadap oran yang
merantau di suatu hari nanti apabila ia akan kembali ke kampung halaman
bisa membawa hasil dari rantau sehingga hubungan perantau dengan karib
kerabat yang mereka tinggalkan di kampung halamannya masih sangat akrab
dan menyatu,memang secara fisik mereka berpisah tetapi secara rohaniah
mereka tetap menyatu.
Seseorang yang merantau meninggalkan kampung halamannya,
hanyalah sekedar pindah tempat tinggal saja, sementara kebiasaan adat dalam
menyelesaikan suatu permasalahan dari suatu kaum, layaknya dilakukan di
rantau sesuai dengan kebiasaan di kampung dan kaumnya sama saja waktu
dikampung dahulu, jika terjadi suatu permasalahan, maka orang dari kampung
akan datang untuk menyelesaikan kedaerah mana kita merantau.
Dan kebiasaan perantau pada awalnya secara fisik selalu pulang
kampung setidaknya sekali setahun demi melepaskan rindu dengan kampung
halamanya, bahkan ada yang pulang kampung melalu organisasi kekerabatan
dengan istilah pulang basamo yang bertujuan untuk meningakatkan para
perantau akan kampung halamannya dan ada yang menunjukkan
keberhasilannya di rantau dengan menggerakkan bantuan-bantuan di kampung
halamannya masing-masing serta mendorong pariwisata bagi anak-anaknya
yang lahir di rantau. Mereka belum pernah melihat kampung halaman orang
tuanya semuanya adalah bertujuan bahwa pulang dari rantau membawa hasil
yang berguna bagi kampung halamannya.
8
Bagi perantau yang kurang berhasil. Pulang kampung bagi mereka
mejadi beban mental dan financial. Mereka takut diejek dan dicemooh yang
sudah menjadi kebiasaan buruk orang awak. Pergi keromutan mencarikan
“punggung nan indak basaok”, pulang kampung tetap menggadai sawah amai.
Malu pulang kampuang dan berat karena biaya yang memang susah didapat.
Mereka melahirkan papatah baru berbunyi sbb;
Dari Maek ka Koto Gadang
Bakelok jalan ka Pasa Ibuah
Kok bansaek ka dibawo pulang
Eloklah rantau di Pajauah
Artinya yaitu Keinginan hati hendak pulang sama besarnya dengan mereka
yang berhasil, apa daya tangan tak sampai.
Fakta sejarah membuktikan. Satu demi satu perantau Minangkabau,
yang sukses maupun yang gagal memulai pola hidup sebagai perantau
menetap atau perantau cino. Kampung halaman yang sudah merupakan masa
lampau. Tinggal kenangan. Sebaliknya bagi masyarakat adat di Alam
minangkabau di Tigo Luhak, maupun dirantau dakek Padang, Pariaman,
Pesisir dan Rantau Timur, mereka perantau pemukim/ perantau cino ini sudah
dianggap dan diperlakukan seperti orang asing pula, orang datang yang sudah
hampir tak dikenal.
Para perantau sudah dianggap “tamu” di Nagarinya sendiri. Pepatah
Minang yang berbunyi:
Nan tuo dihormati
Samo gadang ajak bakawan
Nan ketek dilindungi
Tidak berlaku bagi perantau cino.
Dari perantau cino mereka hanya butuh bantuan “pitih”. Bantuan dalam
bentuk nasihat, pemikiran, saran-saran, konsep jarang mereka terima. Prinsip
mereka sederhana “Kami lebih tahu urusan kami dari anda para perantau”
yang kami butuhkan hanya pitih, sekali lagi pitih. Dengan pitih bereslah
segalanya.
9
E. Tujuan merantau
1. Cara ideal untuk mendapatkan kesuksesan dan kematangan hidup.
2. Untuk mempelajari hubungan anatar manusia, anatar kelompok, antar
manusia dengan kelompok dalam dunia luar.
3. Mencari penghidupan yang lebih di negeri orang.
4. Tempat untuk mencari, menggali ilmu, harta dan kekayaan yang akan
ditanam di alam minangkabau.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Merantau adalah sebuah perjalanan seseorang menuju tempat tertentu
dengan maksud tertentu, biasanya orang pergi merantau karena alasan
pekerjaan, mencari penghidupan, ilmu, dan sebagainya. Asal usul kata
"merantau" berasal dari bahasa dan budaya Minangkabau yaitu "rantau".
Rantau pada awalnya bermakna wilayah-wilayah yang berada di luar wilayah
inti Minangkabau (tempat awal mula peradaban Minangkabau).
Filosofi merantau bagi orang Minangkabau adalah tentang
meninggalkan kampung halaman dengan kemauan sendiri, memiliki jangka
waktu lama, dengan tujuan tertentu, menuntut ilmu, mencari pengalaman, dan
memperoleh nilai-nilai kehidupan baru.
Beberapa faktor penyebab masyarakat Minangkabau untuk pergi
merantau diantaranya faktor ekonomi, faktor pendidikan, daya tarik kota, dan
faktor sistem materilineal. Dan Jenis-jenis daerah rantau dibagi menjadi
empat, yaitu Rantau pedesaan, Rantau kota, Rantau Pendidikan dan Rantau
Perdagangan. Pada umumnya kebiasaan orang yang akan pergi merantau
pergi merantau meninggalkan kampung halamannya secara suka rela sanak
keluarganya akan melepas dengan perasaan haru dan sedih yang di sertai
dengan iringan doa dan ajaran adat merantau yang semestinya ia lakukan.
Tujuan merantau yaitu Cara ideal untuk mendapatkan kesuksesan dan
kematangan hidup, Untuk mempelajari hubungan anatar manusia, anatar
kelompok, antar manusia dengan kelompok dalam dunia luar, Mencari
penghidupan yang lebih di negeri orang, dan Tempat untuk mencari, menggali
ilmu, harta dan kekayaan yang akan ditanam di alam minangkabau.
11
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami susun dengan judul “Tradisi
Merantau dalam Masyarakat Minangkabau”. Dalam penyusunan makalah ini
kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penyusunan, maupun pada materi. Mengingat akan kemampuan yang kami
miliki, untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan penyusunan makalah yang akan datang.
12
DAFTAR PUSTAKA
Y. Angelia, “Merantau dalam Menuntut Ilmu,” J. Living Hadis, vol. 2, no. 1, pp. 67–
82, 2017.
13