DOSEN PENGAMPU
SOPRIYANTO, S.Sy., M.H
DISUSUN OLEH
HANIFA APRILLIA PSY. 06.221.0107
AZZAKIA ELTI MAHARANI PSY. 06.221.0102
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Eksistensi Individu Dalam Hirarki Kepemimpinan Adat
Melayu Jambi.
2. Untuk Mengetahui Eksistensi Tengganai Dalam Hirarki Kepemimpinan Adat
Melayu Jambi.
3. Untuk Mengetahui Eksistensi Tuo Tengganai Dalam Hirarki Kepemimpinan
Adat Melayu Jambi.
4. Untuk Mengetahui Eksistensi Ninik Mamak Dalam Hirarki Kepemimpinan
Adat Melayu Jambi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Eksistensi individu
1. Ayah bertanggung jawab untuk memberikan rasa aman kepada seluruh anggota
keluarganya (anak dan Istri) baik secara kebutuhan primer maupun skunder.
2. Ibu bertanggung jawab mendidik, menjaga, memelihara harta, anak-anaknya
baik secara jasmani maupun rohani.
3. Anak bertanggung jawab mematuhi dan berbakti kepada orang tuanya dan
menjaga nama baik keluarganya.
3
B. Tengganai
Tengganai adalah saudara laki-laki dari suami istri, tengganai ada dua
bagian. Tengganai dalam atau perboseso, yaitu saudara laki-laki dari pihak istri.
Tengganai luar atau perbuali yaitu saudara laki-laki dari pihak suami. Eksistensi
Tengganai dalam keluarga adalah Tengganai berhak dan berkewajiban menyusun
yang silang, menyelesaikan yang kusut, menjernihkan yang keruh segala hal-hal
yang terjadi dalam keluarga yang dipimpinnya. Tengganai juga berkewajiban
membentengkan dado, berkatokan betis, bertumpuh ditempat tajam, berada di
tempat hangat, mencincang putus, memakin babis dan bertanggung jawab penuh
dalam keluarga.
Tengganai mengurus masalah keluarga dari warga Makekal (urusan
dalam) dan penasehat para penghulu.Tengganai mengurus masalah keluarga dari
warga Makekal (urusan dalam) dan penasehat para penghulu. Tengganai dianggap
yang paling tahu masalah adat keluarga, karena itu diangkat atas dasar keturunan.
Bila dalam keluarga Tengganai terdapat beberapa anak laki-laki, maka akan
dipilih seorang yang dianggap paling baik, bijaksana, menguasai adat,dan paling
baik perangainya. Seperti halnya berlaku bagi penghulu, bagi tengganai juga
berlaku pepatah adat yang mengemukakan bahwa : “Ibarat napuh di ujung
tanjung, buruk li begenti li, hilang sikok berganti sikok”,(Pengulu atau tengganai
meninggal akan diganti oleh rakyat dari warga setempat yang keturunan
tengganai).
C. Tuo Tengganai
Tuo Tengganai adalah orang tua-tua dari sekumpulan tengganai dari
keluarga atau kalbu dalam mata kampung/desa/dusun/kelurahan. Eksistensi Tuo
tengganai dalam keluarga adalah berkewajiban mengarah mengajum, tukang tarik
dan jaju, menyelesaikan yang kusut, mengajum anak dan makan habis, mancung
mutus dalam kalbu yang dipimpinnya. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
tuo tengganai selalu berpedoman kepada “Adat nan lazim, pusako nan kawi, adat
nan bersendikan sarak, sarak bersendikan kitabullah”.
4
Dalam kehidupan masyarakat desa Muara Jambi, peran tuo
tengganai sangatlah penting dalam membangun dan membentuk pola perilaku
masyarakat. Tuo tengganai juga merupakan tempat sandaran dan tempat untuk
meminta nasihat. Kepala desa selaku perpanjangan tangan pemerintah yang secara
otonom diberikan kewenangan untuk mengatur dan menata desa serta
memberikan pembinaan kepada masyarakat juga merupakan orang yang dituakan
atau disebut juga Tuo Tengganai dalam masyarakat melayu jambi.
Daerah Jambi merupakan suatu daerah yang sebagian besar wilayahnya
dihuni oleh masyarakat suku Melayu. Dalam sistem kemasyarakatannya diatur
oleh suatu ketentuan yang dinamakan adat. Dalam adat ini juga terdapat ketentuan
yang mengatur tata cara kepemimpinan masyarakat yang disebut dengan
kepemimpinan adat atau dikenal dengan sebutan Tuo Tengganai, nenek mamak,
alim ulama dan cerdik pandai”. Tuo Tengganai adalah kumpulan orang-orang
yang dituakan di dalam suatu desa atau kampung.Tuo Tengganai sangat berperan
penting dalam membina perilaku remaja sebagai bentuk tanggung jawab tokoh
masyarakat adat dan agama.
Dalam kehidupan masyarakat Jambi pada umumnya, tuo tengganai
merupakan orang yang dituakan dan dianggap sebagai pemimpin dalam suatu
kelompok masyarakat. Sikap maupun pendapatnya cenderung dianggap benar
oleh masyarakat sehingga mampu mempengaruhi persepsi anggota masyarakat
lainnya. Kedudukan tuo tengganai pada kelompok masyarakat tidak hanya
sebagai orang yang dihormati dan dituakan namun juga sebagai pemuka pendapat
atau opinion leader bagi anggota masyarakatnya.
Tuo tengganai sebagai opinion leader mempunyai kapasitas
mempengaruhi secara informal pada anggota masyarakatnya. Seperti ungkapan
Rogers dan Shoemaker bahwa opinion leader merupakan seseorang yang relatif
sering mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain untuk bertindak dalam
cara tertentu secara informal. Mereka sering diminta nasihat dan pendapatnya
mengenai suatu perkara oleh anggota masyarakat. Opinion leader mempunyai
pengaruh terhadap penyebaran inovasi; mereka bisa mempercepat diterimanya
5
inovasi oleh anggota masyarakat, tetapi bisa juga menghambat tersebarnya suatu
inovasi kedalam sistem masyarakat.
Tuo Tengganai memiliki hak dan kewajiban. Di dalam adat hak dan
kewajiban pemimpin maupun yang dipimpin telah diatur walaupun secara tidak
tertulis tetapi hak dan kewajiban itu telah diikuti dan dipatuhi sejak dahulu
sebagaimana disebut dalam adat. Peran Tuo Tengganai sangat penting dalam
membangun dan membentuk pola perilaku masyarakat. Tuo Tengganai juga
merupakan tempat sandaran dan tempat untuk meminta nasihat.
D. Nenek Mamak
Nenek mamak merupakan gabungan tuo-tuo tengganai dalam suatu
wilayah, yang terdapat dalam kampung/dusun/desa/kelurahan, sedangkan untuk
daerah kabupaten Tanjung Jabung disebut “Datuk”, Tugas dan kewajiban nenek
mamak adalah mengarah, mengajukan, menyelesaikan yang kusust, menjernihkan
yang keruh, menarik menaju, memakan habis, memancung putus bagi setiap
persoalan yang tidak dapt diselesaikan oleh tuo-tuo tengganai. Dalam
melaksanakan tugas dan keuptusan masyarakat selalu diambil jalan musyawarah
untuk mufakat seperti kata adat “Bulat air dek pembuluh, bulat kato dek mufakat”
disamping itu nenek mamak juga berperan “Sebagai kayu gedang dalam negeri”
rimbun tempat berteduh, gedung tempat bersandar, pergi tempat betanyo, balik
tempat berito, menciptakan kerukunan hidup masyarakat didalam desa melalui
“arah ajum, kusut menguasai, silang mematutu, keruh menjernihkan”.
Adapun kewenangannya dalam adat disebutkan “berkata dulu spatah,
berjalan dulu selangkah, memakan habis, memancung putus” kesemuanya yang
tersebut diatas sealalu dilandasi dengan musyawarah mufakat, landasan pijak
musyawarah untuk mufakat yang selalau digunakan oleh nenek mamak ini dengan
acuan seperti kata bahasa adat “Bulat air dek pembuluh, bulat kato dek mufakat”,
dan andaikata ini sudah tercapai maka disusul dengan pelaksanaanya dengan kata
adat "kok bulat lah boleh digolekkan, kok pipih lah boleh dilayangkan.
6
Adat Jambi mengatakan
1 . Anak sekato bapak (anak dipimpin oleh bapak)
2. Penakan sekato mamak (keponakan dipimpin oleh mamak)
3. Isteri sekato suami (istri dipimpin oleh suami)
4. Rumah sekato tengganai (rumah dipimpin oleh tengganai)
5. Kampung sekato tuo (kampung dipimpin oleh tuanya)
6. Luak sekato penghulu (luak dipimpin oleh penghulu)
7. Negeri sekato batin (negeri/wilayah dipimpin oleh Kepala Batin/Pasrah)
8. Rantau sekato jenang (rantau/kabupaten dipimpin oleh jenang (bupati)
9. Alam sekato rajo (alam dipimpin oleh Raja, Sultan)
7
dalam urusan pemerintahan dan pembangunan sekaligus perkembangan kegiatan
sosialnya dengan tetap mempertahankan nilai-nilai budaya yang ada di
masyarakatnya.
Eksistensi Ninik Mamak dianggap sebagai sebuah mediator dalam proses
perkembangan suatu nagari karena Ninik Mamak dinilai paham atas sejarah dan
seluk beluk yang ada di nagarinya. Oleh karena itu setiap aktivitas yang dilakukan
terhadap suatu nagari pasti dilakukan dengan terlebih dahulu meminta pendapat
dari Ninik Mamak. Hal ini didasarkan karena terhubung dalam setiap garis
keturunan ibu sehingga kehidupan masyarakat Minangkabau menjungjung tinggi
tali persaudaraan yang membuat setiap beberapa konflik yang ada diselesaikan
hanya secara kekeluargaan melalui bimbingan dan arahan dari Ninik Mamak dan
ada juga melalui pengadilan tinggi yang mejadikan Ninik Mamak sebagai
penengah diantara konflik tersebut. Sesuai dengan pepatah adat bahwa Ninik
Mamak sebagai urang nan gadang nan basa batuah (orang yang dituakan), yakni
orang yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting.
Ninik mamak merupakan baringin di tangah koto bagi masyarakatnya,
sudah menjadi tanggung jawab Ninik Mamak untuk menjaga dan membina anak
kemenakannya. Konflik yang terjadi pun selalu diseleseikan secara
bermusyawarah dan melalui bimbingan dari seorang Ninik Mamak, baik itu
konflik yang menyangkut pada anak kemenakan, konflik dalam kaum maupun
konflik dalam adat yang diseleseikan secara berjenjang mulai dari mamak rumah
(tungganai), mamak kaum, mamak suku hingga ke Kerapatan Adat Nagari
(KAN). Namun ada juga konflik yang tidak dapat diselesaikan di tingkat nagari
dalam Kerapatan Adat Nagari ( KAN ) yang belum menemukan jalan keluar, dan
biasanya perkara tersebut akan diserahkan ke pengadilan. Dalam hal ini pihak
pengadilan akan tetap berusaha agar pemasalahan tersebut bisa diselesaikan dulu
antar mamak yang ada. Apabila permasalahan memang tidak dapat diselesaikan
antar mamak yang ada maka barulah diproses di pengadilan.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga adat ini sebagai kontrol sosial yang ampuh dalam menjalankan
adat dan hukum adat setempat. Oleh karena itu, lembaga adat ini perlu
dipertahankan dalam rangka mempertahankan budaya sebagai jati diri masyarakat
setempat atau kelompoknya. Antara lembaga adat dan pihak pemerintah dapat
bekerjasama dalam melaksanakan pembangunan daerahnya. Kalau di
Pemerintahan ada susunan pimpinan dan yang dipimpin maka di adat pun
demikian halnya dan ini sangat diikuti dan dipatuhi.
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.
9
DAFTAR PUSTAKA
Lembaga Adat Tk. II Kota Jambi, Garis-garis Besar Pedoman Adat bagi
Pemangku Adat Dalam Kota Dati II Jambi, Pemerintah Kota Madya Dati
II Jambi, 1995.
Sagala, Irma. Peluang dan Tantangan Reinvensi Model Pemerintahan Adat Tiga
tali sepilin di Provinsi Jambi Pasca Reformasi, dalam The First
International Conference on Jambi Studies, 2013.
Supyan, dkk. Peran Lembaga Adat Dalam Melestarikan Budaya Melayu Jambi,
Dalam Jurnal Titian: Vol. 1, No. 2, Desember, 2017.
10