Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

EKSISTENSI INDIVIDU, TENGGANAI, TUO TENGGANAI DAN NINIK


MAMAK DALAM HIRARKI KEPEMIMPINAN ADAT MELAYU JAMBI

DOSEN PENGAMPU
SOPRIYANTO, S.Sy., M.H

DISUSUN OLEH
HANIFA APRILLIA PSY. 06.221.0107
AZZAKIA ELTI MAHARANI PSY. 06.221.0102

YAYASAN NURUL ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PERBANKAN SYARIAH
4A/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah swt. Atas


rahmatnya kami dapat merampungkan makalah ini untuk memenuhi tugas
makalah yang berjudul ” Eksistensi Individu, Tengganai, Tuo Tengganai Dan
Ninik Mamak Dalam Hirarki Kepemimpinan Adat Melayu Jambi” yang
merupakan salah satu indikator tema dari mata kuliah Islam dan Budaya Melayu
Jambi.
Sholawat dan salam kami kirimkan kepada junjungan kita nabi
Muhammad saw, keluarga, para sahabat serta kaum muslimin yang teguh dengan
ajaran beliau.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Sopriyanto,
M.H. selaku dosen mata kuliah Pembelajaran Islam dan Budaya Melayu Jambi.
Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan kami berkaitan
dengan topik yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih terdapat
banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan
ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga
mengharapkan adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan
kesalahan dalam makalah ini.

Muara Bungo, 8 Mei 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Eksistensi Individu ............................................................................. 3
B. Eksistensi Tengganai ........................................................................... 4
C. Eksistensi Tuo Tengganai ................................................................... 4
D. Eksistensi Ninik Mamak ..................................................................... 6
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 9
A. Kesimpulan ......................................................................................... 9
B. Saran .................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Lembaga adat adalah sebagai kontrol sosial yang ampuh dalam
menjalankan adat dan hukum adat setempat. Oleh karena itu, lembaga adat sangat
perlu dipertahankan dalam rangka mempertahankan budaya sebagai jati diri
masyarakat setempat atau kelompoknya. Antara lembaga adat dan pihak
pemerintah dapat bekerjasama dalam melaksanakan pembangunan daerahnya.
Kalau di Pemerintahan ada susunan pimpinan dan yang dipimpin maka di adat
pun demikian halnya dan ini sangat diikuti dan dipatuhi.
Peran dari tokoh masyarakat pimpinan dalam suatu masyarakat merupakan
suatu kedudukan sosial, tetapi juga suatu proses sosial memberikan pemikiran dan
perilaku yang baik bagi masyarakat. Pemikiran dan perilaku tersebut sejalan
dengan apa yang diharapkan masyarakat dan sejalan dengan yang dicita-citakan
oleh bangsa yang menginginkan keharmonisan dalam kehidupan sosial
masyarakat.
Kerjasama antara tokoh/pimpinan masyarakat sangat erat dan penting
terutama dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam masyarakatnya.
Hal ini seperti kata pepatah adat Jambi yang melambangkan hubungan antara
pimpinan masyarakat adat “tali nan bepintal tigo” yang mempunyai makna
hubungan erat antara ketiga komponen tokoh/pimpinan masyarakat yaitu pejabat
pemerintahan dusun, pemangku adat, dan pegawai syarak. Sebagai kedudukan
sosial, pimpinan merupakan suatu kompleks dari hakhak dan kewajiban yang
dapat dimiliki oleh seorang pemimpin/tokoh masyarakat. Sebagai proses sosial
pimpinan, meliputi segala tindakan yang dilakukan oleh pimpinan. Tanggung
jawab penuh terhadap pengawasan perilaku remaja merupakan peran tokoh
masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap pembinaan perilaku remaja. Tokoh
masyrakat juga harus mengontrol pergaulan remaja agar tidak terpengaruh kepada
pergaulan yang tidak baik.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Eksistensi Individu Dalam Hirarki Kepemimpinan Adat Melayu


Jambi?
2. Bagaimana Eksistensi Tengganai Dalam Hirarki Kepemimpinan Adat Melayu
Jambi?
3. Bagaimana Eksistensi Tuo Tengganai Dalam Hirarki Kepemimpinan Adat
Melayu Jambi?
4. Bagaimana Eksistensi Ninik Mamak Dalam Hirarki Kepemimpinan Adat
Melayu Jambi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Eksistensi Individu Dalam Hirarki Kepemimpinan Adat
Melayu Jambi.
2. Untuk Mengetahui Eksistensi Tengganai Dalam Hirarki Kepemimpinan Adat
Melayu Jambi.
3. Untuk Mengetahui Eksistensi Tuo Tengganai Dalam Hirarki Kepemimpinan
Adat Melayu Jambi.
4. Untuk Mengetahui Eksistensi Ninik Mamak Dalam Hirarki Kepemimpinan
Adat Melayu Jambi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Eksistensi individu

Manusia pada prinsipnya adalah individu dan individu adalah identik


dengan kebebasan. Setiap manusia, setiap individu menciptakan diri dan dunianya
melalui suatu pilihan bebas, yang dipilih dan diputuskan sendiri oleh manusia
individu itu sendiri. Individu itulah yang menjadi kata kunci atau penentu dalam
mengatakan “ya” atau “tidak” untuk suatu perbuatan mereka.
Satu aspek yang melekat pada kebebasan adalah tanggung jawab.
Kebebasan dan tanggung jawab merupakan dua sisi dari satu mata uang yang
sama. Tidak bisa dibenarkan seseorang yang mengakui dirinya bebas, tapi tidak
mau bertanggung jawab atas kebebasannya itu. Konsekuensi apapun dari suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang individu adalah tanggung jawab
individu itu. Orang lain bisa saja misalnya mengambil alih tanggung jawab itu,
tetapi hati nurani si pelaku tidak bisa dibohongi bahwa tanggung jawab yang
bersifat pribadi itu tidak bisa digantikan oleh siapapun. Ia sejauh jujur terhadap
dirinya akan menyadari bahwa seharusnya ia sendirilah yang bertanggung jawab
atas segenap perbuatannya.

Adapun contoh Eksistensi Individu terhadap keluarga adalah:

1. Ayah bertanggung jawab untuk memberikan rasa aman kepada seluruh anggota
keluarganya (anak dan Istri) baik secara kebutuhan primer maupun skunder.
2. Ibu bertanggung jawab mendidik, menjaga, memelihara harta, anak-anaknya
baik secara jasmani maupun rohani.
3. Anak bertanggung jawab mematuhi dan berbakti kepada orang tuanya dan
menjaga nama baik keluarganya.

3
B. Tengganai
Tengganai adalah saudara laki-laki dari suami istri, tengganai ada dua
bagian. Tengganai dalam atau perboseso, yaitu saudara laki-laki dari pihak istri.
Tengganai luar atau perbuali yaitu saudara laki-laki dari pihak suami. Eksistensi
Tengganai dalam keluarga adalah Tengganai berhak dan berkewajiban menyusun
yang silang, menyelesaikan yang kusut, menjernihkan yang keruh segala hal-hal
yang terjadi dalam keluarga yang dipimpinnya. Tengganai juga berkewajiban
membentengkan dado, berkatokan betis, bertumpuh ditempat tajam, berada di
tempat hangat, mencincang putus, memakin babis dan bertanggung jawab penuh
dalam keluarga.
Tengganai mengurus masalah keluarga dari warga Makekal (urusan
dalam) dan penasehat para penghulu.Tengganai mengurus masalah keluarga dari
warga Makekal (urusan dalam) dan penasehat para penghulu. Tengganai dianggap
yang paling tahu masalah adat keluarga, karena itu diangkat atas dasar keturunan.
Bila dalam keluarga Tengganai terdapat beberapa anak laki-laki, maka akan
dipilih seorang yang dianggap paling baik, bijaksana, menguasai adat,dan paling
baik perangainya. Seperti halnya berlaku bagi penghulu, bagi tengganai juga
berlaku pepatah adat yang mengemukakan bahwa : “Ibarat napuh di ujung
tanjung, buruk li begenti li, hilang sikok berganti sikok”,(Pengulu atau tengganai
meninggal akan diganti oleh rakyat dari warga setempat yang keturunan
tengganai).

C. Tuo Tengganai
Tuo Tengganai adalah orang tua-tua dari sekumpulan tengganai dari
keluarga atau kalbu dalam mata kampung/desa/dusun/kelurahan. Eksistensi Tuo
tengganai dalam keluarga adalah berkewajiban mengarah mengajum, tukang tarik
dan jaju, menyelesaikan yang kusut, mengajum anak dan makan habis, mancung
mutus dalam kalbu yang dipimpinnya. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
tuo tengganai selalu berpedoman kepada “Adat nan lazim, pusako nan kawi, adat
nan bersendikan sarak, sarak bersendikan kitabullah”.

4
Dalam kehidupan masyarakat desa Muara Jambi, peran tuo
tengganai sangatlah penting dalam membangun dan membentuk pola perilaku
masyarakat. Tuo tengganai juga merupakan tempat sandaran dan tempat untuk
meminta nasihat. Kepala desa selaku perpanjangan tangan pemerintah yang secara
otonom diberikan kewenangan untuk mengatur dan menata desa serta
memberikan pembinaan kepada masyarakat juga merupakan orang yang dituakan
atau disebut juga Tuo Tengganai dalam masyarakat melayu jambi.
Daerah Jambi merupakan suatu daerah yang sebagian besar wilayahnya
dihuni oleh masyarakat suku Melayu. Dalam sistem kemasyarakatannya diatur
oleh suatu ketentuan yang dinamakan adat. Dalam adat ini juga terdapat ketentuan
yang mengatur tata cara kepemimpinan masyarakat yang disebut dengan
kepemimpinan adat atau dikenal dengan sebutan Tuo Tengganai, nenek mamak,
alim ulama dan cerdik pandai”. Tuo Tengganai adalah kumpulan orang-orang
yang dituakan di dalam suatu desa atau kampung.Tuo Tengganai sangat berperan
penting dalam membina perilaku remaja sebagai bentuk tanggung jawab tokoh
masyarakat adat dan agama.
Dalam kehidupan masyarakat Jambi pada umumnya, tuo tengganai
merupakan orang yang dituakan dan dianggap sebagai pemimpin dalam suatu
kelompok masyarakat. Sikap maupun pendapatnya cenderung dianggap benar
oleh masyarakat sehingga mampu mempengaruhi persepsi anggota masyarakat
lainnya. Kedudukan tuo tengganai pada kelompok masyarakat tidak hanya
sebagai orang yang dihormati dan dituakan namun juga sebagai pemuka pendapat
atau opinion leader bagi anggota masyarakatnya.
Tuo tengganai sebagai opinion leader mempunyai kapasitas
mempengaruhi secara informal pada anggota masyarakatnya. Seperti ungkapan
Rogers dan Shoemaker bahwa opinion leader merupakan seseorang yang relatif
sering mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain untuk bertindak dalam
cara tertentu secara informal. Mereka sering diminta nasihat dan pendapatnya
mengenai suatu perkara oleh anggota masyarakat. Opinion leader mempunyai
pengaruh terhadap penyebaran inovasi; mereka bisa mempercepat diterimanya

5
inovasi oleh anggota masyarakat, tetapi bisa juga menghambat tersebarnya suatu
inovasi kedalam sistem masyarakat.
Tuo Tengganai memiliki hak dan kewajiban. Di dalam adat hak dan
kewajiban pemimpin maupun yang dipimpin telah diatur walaupun secara tidak
tertulis tetapi hak dan kewajiban itu telah diikuti dan dipatuhi sejak dahulu
sebagaimana disebut dalam adat. Peran Tuo Tengganai sangat penting dalam
membangun dan membentuk pola perilaku masyarakat. Tuo Tengganai juga
merupakan tempat sandaran dan tempat untuk meminta nasihat.

D. Nenek Mamak
Nenek mamak merupakan gabungan tuo-tuo tengganai dalam suatu
wilayah, yang terdapat dalam kampung/dusun/desa/kelurahan, sedangkan untuk
daerah kabupaten Tanjung Jabung disebut “Datuk”, Tugas dan kewajiban nenek
mamak adalah mengarah, mengajukan, menyelesaikan yang kusust, menjernihkan
yang keruh, menarik menaju, memakan habis, memancung putus bagi setiap
persoalan yang tidak dapt diselesaikan oleh tuo-tuo tengganai. Dalam
melaksanakan tugas dan keuptusan masyarakat selalu diambil jalan musyawarah
untuk mufakat seperti kata adat “Bulat air dek pembuluh, bulat kato dek mufakat”
disamping itu nenek mamak juga berperan “Sebagai kayu gedang dalam negeri”
rimbun tempat berteduh, gedung tempat bersandar, pergi tempat betanyo, balik
tempat berito, menciptakan kerukunan hidup masyarakat didalam desa melalui
“arah ajum, kusut menguasai, silang mematutu, keruh menjernihkan”.
Adapun kewenangannya dalam adat disebutkan “berkata dulu spatah,
berjalan dulu selangkah, memakan habis, memancung putus” kesemuanya yang
tersebut diatas sealalu dilandasi dengan musyawarah mufakat, landasan pijak
musyawarah untuk mufakat yang selalau digunakan oleh nenek mamak ini dengan
acuan seperti kata bahasa adat “Bulat air dek pembuluh, bulat kato dek mufakat”,
dan andaikata ini sudah tercapai maka disusul dengan pelaksanaanya dengan kata
adat "kok bulat lah boleh digolekkan, kok pipih lah boleh dilayangkan.

6
Adat Jambi mengatakan
1 . Anak sekato bapak (anak dipimpin oleh bapak)
2. Penakan sekato mamak (keponakan dipimpin oleh mamak)
3. Isteri sekato suami (istri dipimpin oleh suami)
4. Rumah sekato tengganai (rumah dipimpin oleh tengganai)
5. Kampung sekato tuo (kampung dipimpin oleh tuanya)
6. Luak sekato penghulu (luak dipimpin oleh penghulu)
7. Negeri sekato batin (negeri/wilayah dipimpin oleh Kepala Batin/Pasrah)
8. Rantau sekato jenang (rantau/kabupaten dipimpin oleh jenang (bupati)
9. Alam sekato rajo (alam dipimpin oleh Raja, Sultan)

Dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2018


tentang Nagari dalam Pasal 1 Nomor 2 menyebutkan bahwa Ninik Mamak
merupakan orang yang diangkat sebagai pemimpin adat oleh kaum/suku dalam
suatu nagari yang menyangkut tentang perihal menegakkan adat, bagaiamana
membimbing kemenakan baik secara moril maupun materil,menjaga harta pusaka
serta memiliki tanggung jawab dalam pernikahan dan penyeleseian sengketa di
kemenakan. Kedudukan Ninik Mamak ditengah masyarakat sangat dihargai dan
dijunjung tinggi karena sebagai penentu setiap keputusan yang menyangkut
kepentingan masyarakat di Minangkabau. Maka dari itu setiap tindak tanduk
perilaku masyarakat harus sepengetahuan dan berdasarkan kesepakatan dari Ninik
Mamak. Secara idealnya tingkat hubungan kekerabatan atau matrilineal Ninik
Mamak mempunyai kontribusi yang penting di tengah masyarakat, baik di dalam
kaum maupun di dalam nagari. Peran itu juga harus sejalan dengan adat istiadat
yang berlaku di Minangkabau dalam menjaga kelangsungan penyelanggaraan
pemerintahan di dalam nagari.
Keberadaan Ninik Mamak dianggap sebagai penghubung antara
kepentingan pemerintah nagari dengan masyarakat baik itu dalam pemerintahan
maupun pembangunan yang ada di nagari sehingga dapat berjalan dengan lancar
dan tepat tercapai sasarannya karena di buck-up oleh keberadaan Ninik Mamak.
Melalui keberadaan Ninik Mamak selaku pemangku adat ini diharapkan dapat
meningkatkan dan mendorong program-program yang ada di nagari terutama

7
dalam urusan pemerintahan dan pembangunan sekaligus perkembangan kegiatan
sosialnya dengan tetap mempertahankan nilai-nilai budaya yang ada di
masyarakatnya.
Eksistensi Ninik Mamak dianggap sebagai sebuah mediator dalam proses
perkembangan suatu nagari karena Ninik Mamak dinilai paham atas sejarah dan
seluk beluk yang ada di nagarinya. Oleh karena itu setiap aktivitas yang dilakukan
terhadap suatu nagari pasti dilakukan dengan terlebih dahulu meminta pendapat
dari Ninik Mamak. Hal ini didasarkan karena terhubung dalam setiap garis
keturunan ibu sehingga kehidupan masyarakat Minangkabau menjungjung tinggi
tali persaudaraan yang membuat setiap beberapa konflik yang ada diselesaikan
hanya secara kekeluargaan melalui bimbingan dan arahan dari Ninik Mamak dan
ada juga melalui pengadilan tinggi yang mejadikan Ninik Mamak sebagai
penengah diantara konflik tersebut. Sesuai dengan pepatah adat bahwa Ninik
Mamak sebagai urang nan gadang nan basa batuah (orang yang dituakan), yakni
orang yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting.
Ninik mamak merupakan baringin di tangah koto bagi masyarakatnya,
sudah menjadi tanggung jawab Ninik Mamak untuk menjaga dan membina anak
kemenakannya. Konflik yang terjadi pun selalu diseleseikan secara
bermusyawarah dan melalui bimbingan dari seorang Ninik Mamak, baik itu
konflik yang menyangkut pada anak kemenakan, konflik dalam kaum maupun
konflik dalam adat yang diseleseikan secara berjenjang mulai dari mamak rumah
(tungganai), mamak kaum, mamak suku hingga ke Kerapatan Adat Nagari
(KAN). Namun ada juga konflik yang tidak dapat diselesaikan di tingkat nagari
dalam Kerapatan Adat Nagari ( KAN ) yang belum menemukan jalan keluar, dan
biasanya perkara tersebut akan diserahkan ke pengadilan. Dalam hal ini pihak
pengadilan akan tetap berusaha agar pemasalahan tersebut bisa diselesaikan dulu
antar mamak yang ada. Apabila permasalahan memang tidak dapat diselesaikan
antar mamak yang ada maka barulah diproses di pengadilan.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lembaga adat ini sebagai kontrol sosial yang ampuh dalam menjalankan
adat dan hukum adat setempat. Oleh karena itu, lembaga adat ini perlu
dipertahankan dalam rangka mempertahankan budaya sebagai jati diri masyarakat
setempat atau kelompoknya. Antara lembaga adat dan pihak pemerintah dapat
bekerjasama dalam melaksanakan pembangunan daerahnya. Kalau di
Pemerintahan ada susunan pimpinan dan yang dipimpin maka di adat pun
demikian halnya dan ini sangat diikuti dan dipatuhi.

B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.

9
DAFTAR PUSTAKA

Kemas, dkk. Pembangunan masyarakat desa (2003).

Lembaga Adat Tk. II Kota Jambi, Garis-garis Besar Pedoman Adat bagi
Pemangku Adat Dalam Kota Dati II Jambi, Pemerintah Kota Madya Dati
II Jambi, 1995.

Sagala, Irma. Peluang dan Tantangan Reinvensi Model Pemerintahan Adat Tiga
tali sepilin di Provinsi Jambi Pasca Reformasi, dalam The First
International Conference on Jambi Studies, 2013.

Supyan, dkk. Peran Lembaga Adat Dalam Melestarikan Budaya Melayu Jambi,
Dalam Jurnal Titian: Vol. 1, No. 2, Desember, 2017.

-“Ungkapan tradisional sebagai sumber informasi kebudayaan daerah jambi”,


DEPDIKBUD JAMBI, 1986.

10

Anda mungkin juga menyukai