Anda di halaman 1dari 13

KARYA TULIS ILMIAH

Tema Peran Sejarah Lokal dalam Pembentukan Karakter Bangsa

“Roh Garuda di Huma Betang”

Dibuat Oleh :

Dikianto Saputra
NISN. 0006939305
Asal Sekolah: SMAN 6 Palangka Raya
dadasaputra345@gmai.com / 082353963754

Dibuat Untuk :
Mengikuti Kegiatan LASENAS 2019
“Generasi Penerus Merajut Simpul-Simpul Ke Indonesian
Diselenggarakan Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan

SMA NEGERI 6 PALANGKA RAYA


KALIMANTAN TENGAH
2019

0
LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH

ROH GARUDA DI HUMA BETANG

Disusun Oleh :

Dikianto Saputra
NISN. 0006939305
Asal Sekolah: SMAN 6 Palangka Raya

TELAH DISAHKAN PADA TANGGAL 17 JUNI 2019


DI SMAN 6 PALANGKA RAYA
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

DISAHKAN OLEH :

Menyetujui, Mengesahkan,
GURU PEMBIMBING KEPALA SMAN 6 PALANGKA RAYA

SADRAKH BALINGA, S.Pd ADRIANSYAH, S.Pd., M.Pd


NIP. 19910813 201903 1 014 NIP. 19690623 200604 1 008

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha kuasa
karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
dengan judul "Roh Garuda di Huma Betang". Pada kesempatan ini juga
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian karya tulis ini,
terutama kepada:
1. Bapak Adriansyah, S.Pd., M.Pd selaku Kepala SMAN 6 Palangkaraya.
2. Bapak .......... selaku Guru Pendamping
3. Guru-guru SMAN 6 Palangkaraya.
4. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah.
5. Balai Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Kalimantan Barat.
6. Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Penulis mengharapkan segala masukan bagi penyempurnaan
tulisan ini, dan semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat
bagi penulis sendiri maupun pihak yang berkepentingan.

Palangkaraya, April 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang....................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................2
1.4 Manfaat..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

2.1 Suku Dayak Hidup Kolektif di Huma Betang.......................................................3


2.2 Kehidupan suku Dayak di Huma Betang.............................................................5
2.3 Hubungan Nilai-Nilai Huma Betang dengan Falsapah Pancasila.........................6
BAB III PENUTUP................................................................................................................8

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................8
3.2 Saran..................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang penuh keberagaman. Keberagaman
tersebut adalah kekayaan sekaligus anugerah terbesar dari Tuhan bagi Bangsa
Indonesia. Menjadi sangat istimewa karena Indonesia dapat bersatu dalam
keberagaman suku dan agama. Ini dapat terwujud karena toleransi yang selalu
terawat dalam kehidupan berbangsa di Indonesia. Namun keberagaman ini
bisa juga menjadi ancaman, jika kita tidak merawatnya dengan baik. Sebab
itulah tokoh-tokoh pendiri bangsa kita membuat sebuah Ideologi Pancasila
sebagai dasar pemikiran kita berbangsa dan bernegara. secara intrinsik
didalam Pancasila terkandung nilai toleransi yang akan selalu merawat
keberagaman kita.

Keberadaan Pancasila didalam alam pikir bangsa dan negara mampu


menjamin bahwa keberagaman itu bukanlah ancaman, melainkan kekayaan
dan anugerah dri Tuhan untuk Indonesia. Dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia, Pancasila pernah berkali-kali memperoleh ancaman, baik dari
dalam maupun luar negeri. Ancaman dari dalam negeri bersumber dari
perilaku-perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, serta
berbagai upaya yang ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan dasar
dan ideologi yang lain. Adapun ancaman dari luar negeri berupa pengaruh
kehidupan serta ideologi bangsa lain. Beberapa kali Pancasila coba digantikan
dengan ideologi asing untuk memecah belah bangsa ini, namun tidak pernah
berhasil.

Perlu kiranya kita pelajari sejarah kehidupan rakyat Indonesia di masa


lampau. Karena Pancasila pada dasarnya terlahir dari kehidupan bangsa
Indonesia itu sendiri. Sebab itu penulis mencoba membangun dan
menguatkan kembali Pancasila dalam alam pikir kita dengan mempelajari
kembali sejarah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yag melatar belakangi suku Dayak hidup kolektif di Huma Betang?

1
2. Bagaimana kehidupan suku Dayak di Huma Betang?
3. Bagaimana hubungan nilai-nilai Hma Betangdengan palsafah Pancasila?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memahami sebab suku DayakHidup kolektif dam Huma Betang
2. Mengetahui nilai- dan norma kehidupan Suku Dayak di Huma Betang
3. Memahami hubungan nilai-nilai Huma Betang dengan palsafah pancasila
1.4 Manfaat
1. Pemerintah
Menjadi sumber pengetahuan bagi pemerintah dalam merawat
dan menguatkan palsafah Pancasila dikehidupan masyarakat khususnya
Suku Dayak.
2. Masyarakat
Menjadi bahwa bacaan untuk menumbuhkan wawasa serta untuk
mengenal dan menguatkan identitas bangsa.

2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Suku Dayak Hidup Kolektif di Huma Betang
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri
tanpa bantuan makhluk hidup lainnya dan alam sekitarnya. Bahkan sejak awal
kehidupan manusia, mereka hidup kolektif untuk mempertahankan diri
mereka baik dari serangan binatang buas maupun dari ancaman alam bahkan
ancaman dari kelompok manusia lainnya. Mereka hidup berpindah-pindah
atau Nomaden sebelum akhirnya hidup menetap dengan kemampuan yang
sudah cukup yaitu dari food gathering menjadi food producing. Dalam
kehidupan mereka yang menetap, manusia mulai membangun tempat tinggal
mereka dengan memanfaatkan apa yang disediakan alam disekitar mereka
dengan bekal keahlian bertahan hidup yang masing-masing mereka miliki.
Adapun tujuan dari dibangunnya tempat tinggal ini juga tidak terlepas dari
upaya manusia dalam melindungi dirinya dari ancaman binatang buas bahkan
kelompok manusia lainnya. Hal ini dapat kita lihat dalam latar belakang Suku
Dayak Kalimantan yang hidup kolektif di Huma Betang (rumah panjang khas
suku Dayak di Kalimantan Tengah) untuk mempertahan kehidupan mereka
dari ancaman binatang buas dan khususnya dari ancaman kelompok manusia
lainnya
Dalam kehidupan tradisi suku Dayak dikenal tradisi “mengayau”
(memenggal kepala). Bagi suku Dayak kepala memiliki kekuatan
supranatural yang sangat tinggi dan juga sebagai simbol tingginya strata
sosial seseorang. Semakin banyak mendapatkan kepala, maka semakin
terhormat dia dipandang. Bahkan dalam tradisi adat Dayak Kenyah, siapa
yang dapat mengumpulkan kepala terbanyak akan berhak memiliki taring
macan kumbang di telinganya. Namun perlu juga kita pahami dan luruskan
disini. kayau bukanlah pemburuan kepala tanpa sebab jelas yang biasa
dipahami oleh masyrakat, kayau lebih kepada hukum kausalitas (sebab-
akibat), yaitu tentang siapa yang berbuat maka harus mempertanggung
jawabkan perbuatannya.

3
Namun menurut Wyn Sargent (1974) bahwa budaya potong kepala ini
disamping untuk meningkatkan pengaruh dan prestise seseorang akhirnya
sudah berkembang sebagai upaya balas dendam terhadap sub etnis Dayak
yang pernah menyerang mereka. Karena rumah yang terpencar-pencar di
dalam hutan, maka gampang sekali menjadi target pengayauan. Oleh sebab
itu sebagai dampak adanya kayau-mangayau ini lalu timbul adanya hidup
secara kolektif dalam satu rumah yang besar di kalangan suku Dayak pada
masa prasejarah. Akhirnya muncullah pembangunan rumah betang yang bisa
dihuni oleh banyak orang.
Huma Betang biasanya dibangun dipinggiran sungai dengan ukuran
yang panjang dan besar. Panjang huma betang mencapai 30 meter sampai 150
meter, sedangkan lebarnya antara 10 meter sampai 30 meter. Bangunannya
bertiang tinggi antara 3 meter sampai 4 meter dari tanah untuk mengantisipasi
banjir dan menghindari musuh yang datang menyerang, menghindari binatang
buas dan juga tuntutan adat. Lantai dan dinding betang terbuat dari kayu ulin
dengan atap yang terbuat dari sirap.

Gambar 2.1 Huma Betang Toyoi Desa Tumbang Malahoei,


Sumber: Kamera Pribadi, 09 September 2015
Dihalaman depan Huma Betang biasanya disediakan Balai atau
Pasangrahan tempat menerima tamu. Ada yang menarik dar Huma Betang,
walaupun ukuran rumah sengat besar dan panjang namun pintu atau tangga

4
hanya tersedia satu saja dan terletak di bagian depan posisinya tepat ditengah.
Tangga tersebut dinamakan hejan atau hejot. Dihalaman depan Huma Betang
terdapat sapundu yaitu patung berukuran tinggi yang fungsinya untuk tiang
pengikat binatang yang akan dikorbankan pada saat upacara adat.

Gambar 2.2 Sapundu di Huma Betang Toyoi Desa Tumbang Malahoei,


Sumber: Kamera Pribadi, 09 September 2015

Gambar 2.3 Petahu di Huma Betang Toyoi Desa Tumbang Malahoei,


Sumber: Kamera Pribadi, 09 September 2015
Selain itu juga dtemukan petahu atau pangantoho yaitu rumah kecil yang
berfungsi sebagai rumah pemujaan. Dibagian sebelah belakang Huma Betang
ditemukan sebuah balai berukurn kecil yang disebut kerangking atau jorong
atau tukau yang digunakan untuk menyimpan alat-alat bertani atau berladang.

5
2.2 Kehidupan suku Dayak di Huma Betang
Huma Betang merupakan tempat yang penuh kedamaian dan
ketentraman bagi suku dayak. Didalamnya tinggal seratus bahkan sampai
dua ratus jiwa bersama-sama satu atap dengan saling menghargai dan
menghomati. mereka terpisah hanya dalam sekat-sekat pembatas antara
satu keluarga dengan keluarga yang lain. walaupun demikian, mereka
dapat hidup dengan aman, damai, dan tentram sekalipun dalam perbedaan.
Perbedaan yang ada tidak dijadikan alat pemecah diantara mereka.
Masuknya agama-agama baru seperti Hindu, Islam dan Kristen juga tidak
membuat mereka terpecah hingga meninggalkan Huma Betang, semua
tetap hidup bersama dengan rukun dan damai.
Didalam Huma Betang tidak ditemukan adanya strata sosial yang
membedakan satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Semua
memiliki hak dan kewajiban yang setara. hal ini membuat suku Dayak
terbiasa hidup penuh kebersamaan, kekeluargaan dan gotong royong. Bisa
dilihat dari proses pembangunan Huma Betang misalnya, dilakukan
dengan gotong royong. Selain itu dalam pekerjaan ladang, mereka
bercocok tanam juga dengan bersama-sama. Jika ada perselisihan yang
terjadi antar keluarga didalam Huma Betang, akan diselesaikan dengan
damai melalui musyawarah yang dipimpin oleh Bakas Lewu
Mereka hidup secara tradisional ditandai dengan kehidupan
komunal, yaitu suatu kehidupan yang menjaga tali-temali keluarga yang
masih memiliki ikatan darah di Huma Betang. Ciri-ciri utamanya,
kentalnya budaya gotong royong. Salah satu cara mereka untuk
mempererat hubungan adalah perkawinan dengan cara dijodohkan. Cara
ini dilakukan untuk menjaga warisan leluhur dalam upaya menaati adat
istiadat yang mereka warisi dari nenek moyang.
2.3 Hubungan Nilai-Nilai Huma Betang dengan Falsapah Pancasila
Pancasila selain merupakan dasar negara, juga merupakan pandangan
hidup, jiwa dan kepribadian bangsa, cita-cita dan tujuan bangsa, serta
falsapah hidup yang mempersatukan bangsa yang perlu dimaknai oleh seluruh
komponen masyarakat. Jika kita pahami lebih dalam gambaran kehidupan

6
Suku Dayak di Huma Betang kita dapat merasakan roh Garuda yang
merupakan simbol Pancasila hidup didalamnya. Dalam Huma Betang terdapat
4 pilar falsafah hidup utama yaitu, kejujuran, kesetaraan, kebersamaan, dan
menjunjung tinggi hukum adat dan hukum nasional.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Huma Betang juga mempunyai
hubungan dengan falsafah Pancasila. Pertama, Garing Hatungku Tungket
Langit yg memiliki tiga arti “pegangan hidup seseorang yang bisa menjadi
seorang pemimpin”, (1) Kayu Gamalang Nyahu (Umat Manusia harus
beragama percaya kepada Tuhan) yang sesuai dengan Pancasila pada sila ke-
1, (2) Kayu Erang Tingang (harus punya adat istiadat sopan santun) sesuai
dengan Pancasila pada sila ke-2, (3) Kayu Pampang Seribu (hidup pintar
harati), sesuai dengan Pancasila pada sila ke-2.
Kedua, Isen Mulang yang berasal dari bahasa sangen (bahasa dayak
kuno) “Ela buli manggetu hinting bunu panjang, Isen Mulang Manetes
Rantai Kamara Ambu”, memiliki arti “Jangan pulang sebelum memenangkan
perjuangan yang panjang, Pantang mundur sebelum memutuskan tali
kemiskinan, kebodohan dan kemelaratan. Hal ini sesuai dengan Pancasila
pada sila ke-3.
Ketiga, Hapungkal Lingu Nalatai Hapangajan Karendem
Malempang, memiliki arti “Bersatu dalam menyelesaikan suatu masalah
dengan cara mufakat sehingga segala sesuatunya dapat mencapai kesepakatan
bersama”. Sesuai dengan Pancasila pada sila ke-4.
Keempat, Belom Bahadat yang memiliki arti hidup beradat.
Ketentuan Belom Bahadat tersebut berlaku bagi setiap warga masyarakat
Kalimantan Tengah sesuai dengan Pancasila pada sila ke-5.1 Sebab inilah
Kalimantan Tengah dideklarasikan sebagai Bumi Pancasila pada 11 Juni 2011
di Tugu Soerkarno karena falsafah Pancasila yang tertanam kuat dalam nilai-
nilai kehidupan suku Dayak di Huma Betang.

1
AS Pelu, Ibnu Elmi dan Tarantang, Jefry. Interkoneksi Nilai-Nilai Huma Betang
Kalimantan Tengah dengan Pancasila. 2018 hlm 123

7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Huma Betang di Kalimantan Tengah adalah perilaku hidup yang
menjunjung tinggi kejujuran, kesetaraan, kebersamaan dan toleransi serta taat
pada hukum (hukum negara, hukum adat dan hukum alam). Dalam Huma
Betang tersebut terdapat empat pilar palsafah hidup utama yaitu: Kejujuran,
kesetaraan, kebersamaan dan menjunjung tinggi Hukum adat dan Hukum
nasional dengan menjunjung tinggin prinsip hidup “Belom Bahadat” (artinya
hidup bertata krama dan beradab) dan “Belom Penyang Hinje Simpei” (hidup
dalam kedamaian, kebersamaan, kesetaraan, keharmonisan, toleransi,
menjunjung tinggi hukum dan kerja sama untuk meraih kesejahteraan
bersama).
Palsafah Huma Betang yang merupkan pilar kehidupan masyarakat
Dayak Kalimantan Tengah berkaitan erat dan sesuai dengan palsafah
Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal
Ika. Interkoneksi nilai-nilai Huma Betang dengan Pancasila meliputi nilai
untuk hidup saling tolong menolong, rukun, saling menjaga keamanan dan
pertahanan,serta saling menghargai dan memberi kebebasan beragama dalam
konteks kehidupan berbangsa dan beragama.
3.2 Saran
Huma Betang adalah warisan dari suku Dayak yang sangat perlu
untuk kita lestarikan lebih khususnya nilai-nilai kehidupan suku dayak
didalamnya. Walaupun saat ini mayoritas suku Dayak tidak lagi menetap di
Huma Betang, kita harapkan nilai-nilai kehidupan di Huma Betang yang
berkaitan dengan palsafah Pancasila tetap terawat dalam alam pikir dan
perilaku suku Dayak dalam pola huniannya saat ini. Tetap rawatlah Roh
Garuda yang ada di Huma Betang dan bawa dalam kehidupan sehari-hari
berbangsa dan bernegara, jangan tinggalkan dia disana hingga hanya menjadi
cerita bagi anak cucu kita.

8
DAFTAR PUSTAKA
Riwut, Tjilik. Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan. Yogyakarta: NR
Publishing. 2007
Rusan, Ahim S dkk. Sejarah Kalimantan Tengah. Palangka Raya: Program
Pengelolaan Kekayaan Budaya Provinsi Kalimantan Tengah. 2006
Riwut, Tjilik. Maneser Panatau Tatu Hiang Menyelami Kekayaan Leluhur.
Palangka Raya: Pusakalima. 2003

Anda mungkin juga menyukai