Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

“Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Budaya Minangkabau”

Disusun Oleh

Kelompok 5 :

1. Anggi Fradila (2518016)


2. Fadel Muhammad Syah (2518018)

Kelas : PTIK 5A

Dosen Pengampu : Suci Agustia Putri, M.Pd

PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
yang telah diberikan penulis dapat menyusun Makalah yang berjudul “Kepemimpinan
dalam Masyarakat Minangkabau” dengan lancar. Dan terima kasih pada teman-teman
yang telah membantu sehingga Makalah ini dapat diseslesaikan.

Adapun tujuan penulisan Makalah ini untuk memenuhi tugas dengan mata kuliah
Budaya Minangkabau. Semoga apa yang ditulis dalam Makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan, untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang berguna untuk kesempurnaan
Makalah ini. Penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Pariaman, 25 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang .............................................................................................. 1

B. Rumusan masalah ......................................................................................... 1

C. Tujuan penulisan.............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Kepemimpinan dalam Masyarakat Minangkabau ........................... 2

B. Jenis-jenis Pemimpin dalam Masyarakat Minagkabau................................... 3

C. Kaitan Pemimpin dengan Tanah Ulayat dalam Masyarakat Minangkabau.... 4

D. Perubahan Kedudukan dan Fungsi Pemimpin dalam Masyarakat


Minangkabau…………………………………………………………………5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .....................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Minangkabau merupakan salah satu etnis terbesar di Indonesia dengan sistem
kekerabatan yang berbeda. Masyarakat Minangkabau memiliki adat yang unik dengan
menganut sistem matrilineal. Adat istiadat Minangkabau mengatur tatanan masyarakatnya
baik secara individu, kelompok maupun sosial. Tatanan kehidupan yang telah diatur
tersebut menjadi pegangan hidup masyarakat Minangkabau. Navis (1982: 88-89)
mengemukakan bahwa adat merupakan kebudayaan secara utuh yang dapat berubah.
Namun ada adat yang tidak dapat berubah, seperti kata pepatah “kain dipakai usah, adaik
dipakai baru” (kain dipakai usang, adat dipakai baru). Pepatah tersebut bermakna bahwa
pakaian ketika dipakai terus, lama kelamaan akan usang. Tetapi ketika adat dipakai terus
menerus akan senantiasa awet/langgeng.
Kepemimpinan secara prinsip merupakan upaya memengaruhi banyak orang melalui
komunikasi untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan juga merupakan suatu kegiatan dalam
membimbing suatu kelompok sehingga tercapai tujuan bersama yang telah disepakati.
Kepemimpinan juga bermakna sekumpulan/ serangkaian kemampuan dan sifat-sifat
kepribadian individu--pemimpin, termasuk di dalamnya kewibawaan untuk dijadikan
sebagai sarana dalam rangka meyakinkan individu/kelompok yang dipimpin agar mereka
mau melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela hati,
bersemangat dan kegembiraan batin (Kompri, 2015: 307). Keberhasilan berbagai
kelompok sangat bergantung pada kualitas pemimpin yang terdapat dalam kelompok
masyarakat bersangkutan (Siagian, 1991: 2). “Penghulu” atau “Datuak” adalah sebutan
atau gelar yang diberikan kepada pemimpin adat dalam masyarakat Minangkabau.
Penghulu merupakan orang yang dituakan, dipilih dan dipercayakan untuk memimpin
masyarakat dengan gelar “Datuak”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Konsep Kepemimpinan dalam Masyarakat Minangkabau?
2. Apa saja Jenis-jenis Pemimpin dalam Masyarakat Minangkabau?
3. Apa Kaitan Pemimpin dengan Penguasaan Tanah Ulayat dalam Masyarakat
Minangkabau?
4. Bagaimana Perubahan Kedudukan dan Fungsi Pemimpin dalam Masyarakat
Minangkabau?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk Mengetahui Apa Konsep Kepemimpinan dalam Masyarakat Minangkabau.
2. Untuk Mengetahui Apa saja Jenis-jenis Pemimpin dalam Masyarakat Minangkabau.
3. Untuk Mengetahui Apa Kaitan Pemimpin dengan Penguasaan Tanah Ulayat dalam
Masyarakat Minangkabau.
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Perubahan Kedudukan dan Fungsi Pemimpin dalam
Masyarakat Minangkabau.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Kepemimpinan dalam Masyarakat Minangkabau


“Penghulu” adalah sebutan atau gelar yang diberikan kepada pemimpin adat dalam
masyarakat Minangkabau. Penghulu merupakan orang yang dituakan, dipilih dan
dipercayakan untuk memimpin masyarakat. Dahulunya penghulu digunakan dalam
struktur pemerintahan di wilayah Minangkabau, di samping sebagai pemangku adat
dengan gelar “Datuak” (Suryani, 2014: 208). Singkatnya, penghulu adalah orang yang
memimpin, memerintah, dan membawahi masyarakat, termasuk anak dan kemenakan.
Jamrah (2019: 8-10) mengemukakan bahwa dalam proses pemilihan “penghulu”/”datuak”,
seseorang harus memiliki kriteria, yakni:

1. Memenuhi 4 sifat Nabi: Siddiq, Tabligh, Amanah, dan Fathanah.


a. Siddiq, yaitu benar dan tidak merubah yang benar kepada yang salah,
b. Tablig, yaitu seorang pemimpin menyampaikan hukum syarak (agama) kepada
seluruh kaum kerabatnya,
c. Amanah, yaitu memegang teguh kepercayaan yang telah diterima untuk
dilaksanakan sepenuhnya pada kaum kerabatnya,
d. Fathanah, yaitu cerdik dan kuat dalam bekerja sehingga memberikan manfaat yang
terbaik bagi masyarakat yang dipimpinnya. Di samping itu, dapat menyelesaikan
benang kusut atau rmasalah yang timbul di tengah-tengah masyarakat.

2. Loyalitas yang tinggi terhadap kaum, suku, anak kemenakan dan “nagari”.
3. Berilmu pengetahuan tentang adat dan agama dan lain lain.
4. Adil dalam memimpin anak kemenakan dan keluarga.
5. Adil dalam memimpin anak kemenakan dan keluarga.
6. Taat menjalankan ajaran agama dan adat.
7. Tidak cacat moral di mata masyarakat dalam nagari.

Martabat seorang pemimpin/datuak antara lain terletak pada 1) berakal dan kuat
pendirian, 2) berilmu, berpaham, berma’rifat ujud yakin, tawakal pada Allah, 3) kaya dan
miskin pada hati dan kebenaran, 4) murah dan mahal pada laku dan perangai yang
berpatutan., 5) hemat dan cermat, mengenai awal dan akhir, 6) ingat dan ahli pada adat.
Dengan martabat yang melekat pada diri seorang penghulu/datuak, sangat wajar jika
dalam masyarakat Minangkabau seorang penghulu/datuak sangat disegani dan dihormati,
terutama oleh kaumnya.

Pemimpin menurut adat Minangkabau hanya ditinggikan sarantiang dan didahulukan


salangkah sehingga masyarakat masih bisa menjangkaunya dengan tangan dan masih
dapat mengingatkannya. Pemimpin itu bagaikan “tinggi sarantiang jombo-jomboan
sarangguik, runtuah badaram, didahulukan salangkah bajarak tungkai-tungkaian
sahambua lompeklah tibo sadatiak wakatu nampak satitiak salah basuo baitu ukua jo
jangko di dalam alam Minangkabau”.

2
Itulah sebabnya pemimpin disebut dengan “Bak kayu gadang ditangah koto ureknyo
tampek baselo batangnyo tampek basanda dahannyo tampek bagantuang daun
rimbunnyo tampek bataduah, tampek bahimpun hambo rakyat, pai tampek batanyo
pulang tampek babarito, sasek nan kamanyapo tadorong nan kamanyintak, tibo dikusuik
kamanyalasai tibo dikaruah mampajaniah, mahukum adia bakato bana”.

B. Jenis-jenis Pimpinan dalam Masyarakat Minangkabau


Ada tiga jenis kepemimpinan dalam masyarakat Minangkabau yaitu dapat diuraikan
sebagai berikut :

1. Kepemimpinan Penghulu
Penghulu sejak era Datuak Perpatih Nan Sabatang dan Datuak Ketumanggungan,
berfungsi sebagai pemimpin dalam kaum sukunya. Ia sebagai leader melindungi
kepentingan anak kemenakan (masyarakat) yang dipimpinnya. Ia bertanggung jawab
kepada kaumnya, karena ia dipilih oleh kaumnya (ninik mamak kaum dan mandeh/
perempuan dalam kaum) dengan kriteria antara lain: baligh, berakal sehat, sopan
santun, ramah tamah, rendah hati, punya keteladanan, punya gezah/ kharisma, punya
harta dsb. Proses kader secara informal adat calon penghulu sudah teruji dalam
memimpin mulai pengalaman berharga dalam memimpin lingkungan mamak rumah
(adik-kakak- kapanakan saparuik), se-jurai, sampai ke kaum suku dan dihormati suku
lain di nagari.

Penghulu di dalam adat Minangkabau disebut penghulu dengan panggilan sehari-


hari “Datuak“. Penghulu itu hulu (ketua) dalam kaum suku di nagari. Tugasnya luas
meliputi segala persoalan dan masalah yang terkait dengan anak kemenakan dan
kaumnya, maka datuk itu sebenarnya ketua Ninik Mamak. Penghulu dalam
menjalankan tugasnya dibantu oleh beberapa perangkat yang disebut dengan
pemangku adat, yakni manti, malim dan dubalang di samping wakilnya langsung
disebut panungkek.

Panungkek dapat mewakili penghulu dalam tugas-tugas umum masyarakat adat


seperti alek (pesta/ kenduri) kaum sukunya, menghadiri ucok/ ucapan (undangan) alek
di luar paruik, jurai dan atau di luar alek sukunya di nagari. Menghadiri suatu rapat
(musyawarah) dan dalam tugas yang prinsipil seperti memimpin rapat “urang nan
ampat jinih” atau mengambil keputusan dalam suku/ kaum penghulu tidak boleh
diwakili oleh panungkek.

2. Kepemimpinan Mamak
Mamak adalah saudara laki-laki dari pihak ibu. Semua saudara laki-laki ibu baik
adik maupun kakaknya yang sudah dewasa/ menikah disebut mamak. Secara khusus
mamak bukanlah sekedar saudara laki-laki ibu akan tetapi mamak adalah seseorang
yang dituakan dan dianggap cakap dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan
sistim matrilineal di Minangkabau.

Di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau laki-laki memiliki dua fungsi, yaitu


sebagai kepala keluarga/ rumah tangga (tunganai) dan sebagai mamak. Artinya laki-
laki itu juga menjadi pemimpin dari adik-adik dan kapanakannya. Sebagai seorang
mamak ia diharapkan mengawasi adik dan kemenakannya yang perempuan serta
mengurus dalam hal-hal yang berhubungan dengan tata cara bernagari atau
bermasyarakat, hal ini menjadi tanggung jawab mamak, seperti mamang adat berikut:

3
Pucuak paku kacang balimbiang
Ambieak tampuruang lenggang-lenggokkan
Bawo manurun ka saruaso
Tanamlah siriah di ureknyo
Anak dipangku kemanakan dibimbiang
Urang kampuang dipatenggangkan
Tenggang nagari jan binaso
Tenggang sarato jo adatnyo

Artinya jadi seorang mamak itu di samping memelihara anak-anaknya (sebagai ayah
di rumah anaknya) juga harus membimbing kemenakan (di dalam kaum sukunya),
memelihara kampung jan binaso.

3. Kepemimpinan Tungku Tigo Sajarangan (Tali Tigo Sapilin)


“Tungku tigo sajarangan” alam yang sesungguhnya adalah 3 tungku disusun di
atasnya dijarangkan periuk/ belanga/ kuali dijarangkan dan di dalamnya ada makanan/
minuman yang mau dimasak. “Tali tigo sapilin” adalah 3 jurai tali yang dijalin menjadi
satu tali dan kuat. Tungku itu panas, di situ kayu bersilang, api dihidupkan dengan
bahan bakar kayu, di saat itu pula nasi menjadi masak. Fakta empiris kekuatan susunan
3 tungku sajarangan itu bersinergi dengan energi panas api yang dihidup karena kayu
disilang-silangkan di dalamnya.

Basilang kayu dalam tungku


Di situ makonyo api hiduik

Filosofinya, ketiga unsur kepemimpinan Minang itu bila bermusyawarah dapat


menghasilkan keputusan yang bulat dan punya kekuatan menghadapi persoalan yang
di hadapi. Sistim tungku tigo sajarangan dan tali tigo sapilin adalah (1) anggo anggo,
(2) raso jo pareso, dan (3) alua jo patuik (hukum). Kepemimpinan Minangkabau dalam
sistem tungku tigo sajarangan itu merupakan kepemimpinan gabungan dari tiga
kekuatan tiga tuanku yakni mereka yang berada dalam tiga lembaga (1) lembaga
niniak mamak, (2) lembaga alim ulama dan (3) lembaga cadiak pandai ( Yunus 2015:
294)

C. Kaitan Pemimpin dengan Penguasaan Tanah Ulayat dalam Masyarakat


Minangkabau

Pola kepemilikan tanah di Minangkabau tidaklah bersifat individual, melainkan milik


komunal yaitu milik suku, kaum, dan nagari. Tanah ulayat adalah pusaka yang
diwariskan turun-temurun, yang haknya berada pada perempuan, namun sebagai
pemegang hak atas tanah ulayat adalah mamak kepala waris. Penguasaan dan pengelolaan
tanah ulayat dimaksudkan untuk melindungi dan mempertahankan kehidupan serta
keberadaan masyarakat (eksistensi kultural). Selain itu, tanah ulayat juga mengandung
unsur religi, kesejarahan dan bahkan unsur magis serta bertujuan memakmurkan rakyat di
dalamnya.

4
Tanah ulayat adalah tanah milik komunal yang tidak boleh dan tidak dapat
didaftarkan atas nama satu atau beberapa pihak saja. Penelitian Jamal et al menemukan
bahwa seluruh tanah di wilayah Minangkabau, yang persis berhimpit dengan areal
administratif Provinsi Sumatera Barat, merupakan "tanah ulayat" dengan prinsip
kepemilikan komunal, yang penggunaan dan pendistribusian penggunaannya tunduk
kepada pengaturan menurut hukum adat. Pendapat Singgih Praptodihardjo, tanah ulayat
adalah warisan dari mereka yang mendirikan nagari, tanah tersebut bukan saja kepunyaan
umat yang hidup sekarang tetapi menjadi hak generasi yang akan datang, yang hidup
kelak dikemudian hari.

Hak ulayat merupakan hak tertinggi di Minangkabau yang terpegang dalam tangan
penghulu, nagari, suku, kaum atau beberapa nagari. Tanah ulayat diwarisi secara turun
menurun, yang diwarisi dari nenek moyang ke generasi berikutnya dalam keadaan utuh,
tidak terbagi-bagi. Sebagaimana dalam fatwa adat menyatakan bahwa birik-birik tabang
ka sawah (Birik-birik terbang kesawah), dari sawah tabang ka halaman (dari sawah
terbang ke halaman), basuo ditanah bato (bertemu ditanah bata), dari niniak turun
kamamak (dari ninik turun ke mamak), dari mamak turuk ka kamanakan (dari mamak
terun kemanakan), patah tumbuah hilang baganti (patah tumbuh hilang berganti) dan
pusako baitu juo (pusaka begitu juga ).

Sasaran utama pemanfaatan tanah ulayat adalah untuk meningkatkan kesejahteraan


dan kemakmuran masyarakat adat. Pemanfaatan tanah ulayat dilakukan dengan prinsip
saling menguntungkan dan berbagi resiko dengan kaedah “ adat diisi limbago dituang”
melalui musyawarah mufakat.

Tanah ulayat di Minangkabau disebut sebagai harta pusaka. Sistem pemilikan harta
atau cara seseorang mendapatkan harta tersebut yaitu Pusako (pusaka), Tambilang Basi
(tembilang besi), yaitu memperoleh harta dengan usaha sendiri, misalnya manaruko.
Manaruko yaitu membuka lahan yang belum ada pemiliknya atau hutan yang belum
mempunyai pemilik, hal ini merupakan salah satu usaha dan kebiasaan nenek moyang
orang Minangkabau pada zaman dahulu, Tambilang Ameh (tembilang emas) yaitu
memiliki harta dengan cara membeli dan Hibah (pemberian).

Tanah ulayat di Minangkabau diatur pimpinan adat yang disebut ampek jinih,
penghulu manti, dubalang dan malin yang berkedudukan di kaum dan atau di suku dan
atau di nagari. Orang ampek jinih itu ibarat empat badan satu nyawa. Artinya, sistem
kepemimpinannya satu atap atau satu kotak. Rusak satu rusak yang lainnya.

D. Perubahan Kedudukan dan Fungsi Pemimpin dalam Masyarakat Minangkabau

Dilihat dari sistem kepengurusan dalam pemerintahan adatnya dapat dibedakan dari
dua keselarasan yaitu laras Bodi-Caniago dan laras Koto-Piliang. Tata adat keselarasan
Bodi-Caniago dihubungkan pada tokoh legendarisnya Datuak perpatih nan sabatang,
yang menunjukkan corak kepribadian melayu yaitu pemerintahan demokrasi terbuka,
dimana para penghulunya mementingkan musyawarah dan mufakat sesuai peribahasa
“Duduk sama rendah berdiri sama tinggi”.

Jadi kedudukan para penghulu andiko itu sejajar yang satu dengan yang lain dalam
menetapkan keputusan. Sedangkan menurut tata-adat keselarasan Koto-Piliang yang

5
dihubungkan dengan tokoh legendarisnya datuak katumanggungan yang agak dipengaruhi
oleh adityawarman yang pernah menjadi maha mantri di Majapahit dan penegak kerajaan
pagaruyung, menunjukkan corak yang otokrasi, atau demokrasi yang terkendali. Jadi
kepenghuluan di laras Koto-Piliang tidak dipilih seperti di laras Bodi-Caniago, mereka
tetap sebagai penghulu yang turun temurun menurut sub-klennya masing-masing.

Penghulu dalam adat minangkabau adalah pemimpin yag harus bertanggung jawab
kepada masyarakat (anak kemanakan yang dipimpinnya). Pada pribadi seoarang penghulu
melekat lima macam fungsi kepemimpinannya yaitu :

1) Sebagai anggota yang dituakan.

2) Sebagai seorang bapak dalam keluarganya sendiri.

3) Sebagai seorang pemimpin (mamak) dalam kaumnya.

4) Sebagai seorang sumando diatas rumah istrinya.

5) Sebagai seorang niniak mamak dalam nagarinya.

Jika dilihat dari artinya, kata penghulu berasal dari kata “Hulu” yang artinya pangkal.
Dari penjelasan diatas sudah jelas bagi kita semua bahwa penghulu berarti kepala kaum.
Semua penghulu bergelar datuk. Datuk artinya orang berilmu yang dituakan. Kedudukan
penghulu dalam nagari tidak sama atau kedudukan penghulu bertingkat-tingkat seperti
kelarasan Koto-Piliang dan ada juga kedudukan penghulu yang sama seperti kelarasan
Bodi-Caniago. Dalam pepatah adat Disebutkan :

“Luhak-bapanghulu”

“Rantau-barajo”

Hal ini berarti bahwa penguasa tertinggi pengaturan masyarakat adat didaerah luhak
nantigo, berada ditangan para penghulu. Jadi penghulu memegang peranan utama dalam
kehidupan masyarakat adat.

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
“Penghulu” adalah sebutan atau gelar yang diberikan kepada pemimpin adat dalam
masyarakat Minangkabau. Penghulu merupakan orang yang dituakan, dipilih dan
dipercayakan untuk memimpin masyarakat. Dahulunya penghulu digunakan dalam
struktur pemerintahan di wilayah Minangkabau, di samping sebagai pemangku adat
dengan gelar “Datuak” (Suryani, 2014: 208). Singkatnya, penghulu adalah orang yang
memimpin, memerintah, dan membawahi masyarakat, termasuk anak dan kemenakan.

Ada tiga jenis kepemimpinan dalam masyarakat Minangkabau yaitu dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Kepemimpinan Penghulu
2. Kepemimpinan Mamak
3. Kepemimpinan Tungku Tigo Sajarangan (Tali Tigo Sapilin)

Tanah ulayat di Minangkabau diatur pimpinan adat yang disebut ampek jinih,
penghulu manti, dubalang dan malin yang berkedudukan di kaum dan atau di suku dan
atau di nagari. Orang ampek jinih itu ibarat empat badan satu nyawa. Artinya, sistem
kepemimpinannya satu atap atau satu kotak. Rusak satu rusak yang lainnya.

Penghulu dalam adat minangkabau adalah pemimpin yag harus bertanggung jawab
kepada masyarakat (anak kemanakan yang dipimpinnya). Pada pribadi seoarang penghulu
melekat lima macam fungsi kepemimpinannya yaitu :

1) Sebagai anggota yang dituakan.

2) Sebagai seorang bapak dalam keluarganya sendiri.

3) Sebagai seorang pemimpin (mamak) dalam kaumnya.

4) Sebagai seorang sumando diatas rumah istrinya.

5) Sebagai seorang niniak mamak dalam nagarinya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Alauddin. 2020. Bundo Kanduang Minangkabau Vs Kepemimpinan. (http://journal.uin-


alauddin.ac.id/index.php/sipakalebbi/article/download/15523/9240). Diakses 25
Oktober 2020.

Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo. 2009. Sistim Kepemimpinan Minangkabau.


(https://wawasanislam.wordpress.com/2009/03/06/sistim-kepemimpinan-
minangkabau). Diakses 25 Oktober 2020

Siti Raga Fatmi. 2018. Permohonan Tanah Ulayat di Minangkabau.


https://jurnal.unej.ac.id/index.php/eJLH/article/download/8291/6326/. Diakses 04
November 2020.

(https://www.academia.edu/8146811/FUNGSI_DAN_PERANAN_PENGHULU_DALAM_
KEPEMIMPINAN_ADAT_di_MINANGKABAU). Diakses 7 November 2020

Anda mungkin juga menyukai