Suku Pantar, Etnis Dia'ang/ Dei'ing di Kab. Alor merupakan penduduk asli yang mendiami
Pulau Pantar, Pura dan Pulau Alor, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Alor
terdiri atas 5 kecamatan yang terdiri dari Kecamatan Alor Timur, Alor Barat Laut, Alor Barat
Daya, alor Selatan dan Pantar. Daerah ini merupakan daerah yang berbukit dan bergunung
dengan berbagai kemiringan.
Suku ini memiliki banyak ragam bahasa atau dialek, diantaranya Belagar, Denebang, Deing,
Mauta, Lemma, Alor, Kabola, Abui,Kawel, Kemang, Kelong, Maneta, Wuwuli, Seboda, Malua,
Kramang, Wersin dan Kui. Pada abad ke 17-18 di pulau Alor dan Pentar saja terdapat sembilan
keranjaan kecil. Ada beberapa variasi dari setiap ras, seperti Mongoloid, Negroid dan Polinesia.
1. Berambut keriting
2. Kulit hitam
3. Bahu agak melebar
4. Tubuh relatif pendek
Mata pencarian orang Alor ini pada umumnya adalah bertani ladang dengan sistem tebang
bakar. Tanaman yang di tanam di ladang tersebut contohnya jagung, padi, ubi kayu, sorgum dan
kacang-kacangan. Selain bertani, suku Alor juga menangkap ikan sebagai mata pencarian.
Mayoritas kepercayaan penduduk Alor adalah Islam, Kristen Protestan dan Kristen Katolik,
tetapi tidak sedikit pula dari masyarakat Alor yang menganut paham animisme dan dinamisme
yang menyembah:
Berbagai macam adat serta kebudayaan di kabupaten Alor, mulai dari tarian, koleksi bersejarah,
dan suku tradisional yang masih lekat dengan tradisinya. Salah satu tarian dari Alor yang
terkenal adalah tarian Lego-Lego yang disebut Sohhe / Darriz merupakan tarian tradisional Alor.
[4]
Tarian ini dilakukan secara massal di mana satu dengan lainnya saling bergandengantangan
membentuk melingkar sambil mengelilingi tiga batu bersusun yang disebut mesbah dengan
mengumandangkan lagu pantun dalam bahasa adat. Biasanya tarian ini dilakukan semalaman
dengan diiringi gong dan moko. Tambahan juga dalam setiap ritual maupun ceremonial, suku
alor biasanya menyajikan makanan khas yaitu jagung bose dan jagung titi.
Lagu asal suku Alor adalah lagu Eti lola, Handek dan Heelora.
Alor mempunyai alat musik khas yang mirip gendang yang disebut dengan Moko. Alat musik
ini biasanya digunakan sebagai alat upacara. Dan merupakan hasil kebudayaan zaman perunggu.
Selain itu juga biasa moko dijadikan sebagai belis, mahar atau mas kawin.
Masyarakat Alor sangat percaya bahwa moko berasal dari tanah dan hanya dimiliki para
bangsawan karena nilainya yang sangat tinggi. Oleh karena itu hampir bisa dipastikan tidak ada
masyarakat adat di Nusantara yang mengoleksi moko dalam jumlah banyak seperti suku-suku di
Alor.
1. Perkawinan dengan pembayaran belis secara kontan, yang diawali dengan perminangan.
2. Perkawinan dengan belis yang tidak dibayar kontan
3. Perkawinan tukar gadis
4. Perkawinan larii bersama
5. Perkawinan dengan melarikan sang gadis
6. Perkawinan untu adalah perkawinan terikat