Anda di halaman 1dari 15

KURIKULUM MERDEKA

TRADISI
SUMATERA
UTARA
APAKAH TRADISI ITU ???

Kata Tradisi berasal Dari bahasa Latin,


Traditio Yang artinya kabar Atau
penerusan, sehingga tradisi Dapat Berarti
Hal yang dikabarkan Atau diteruskan dari
generasi Ke generasi berikutnya. Tradisi
juga Dipahami sebagai adat kebiasaan
Turun temurun yang Masih dijalankan di
dalam masyarakat. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1988 : 959)
PENJELASAN SINGKAT SUMATERA UTARA

Sumatera Utara adalah provinsi dengan ibukota Medan, berada


di Pulau Sumatera berdekatan dengan Provinsi Aceh. Suku
bangsa di Sumatera Utara adalah Batak, kemudian suku batak
memiki beraneka ragam antara lain: Batak (Batak Toba, Karo,
Mandailing, Simalungun, Pak-Pak, Angkola), Nias, Melayu,
Tionghoa, Minangkabau, Banjar, dan lain-lain.Nama suku
bangsa bangsa “ Batak “ itu sebenarnya bukan terjadi begitu
saja, didalam buku “hang tuah” cetakan ke III yang diterbitkan
oleh Balai Pustaka (1956) disebutkan bahwa perkataan
“Negeri Batak” telah dijumpai juga ditanah melayu (mungkin
sebelum ada terjadi kesultanan Malaka). “Bataha” adalah salah
satu diantara kampong atau negeri dibunna siam dahulu yaitu
negeri asal orang batak sebelum berkembang ke kepulauan
Nusantara. Maka dari kata “Bataha” inilah berubah menjadi
Batak
MACAM – MACAM TRADISI DI
SUMATERA UTARA

01 LOMPAT BATU

UPACARA SIPAHA LIMA 02

MANGULOSI DALAM
03
PERNIKAHAN ADAT BATAK
1. TRADISI LOMPAT BATU

Suku nias mendiami Pulau Nias yang terletak


di sebelah barat Pulau Sumatera.
Bersama dengan beberapa pulau kecil di
sekitarnya. Daerah ini sekarang termasuk ke
dalam Wilayah Kabupaten Nias, Provinsi
Sumatera Utara

Penduduk asli pulau itu menamakan diri


mereka Ono Niha, Artinya “Anak Manusia”
dan menyebut pula mereka Tano Niha artinya
“Tanah Manusia”. Pupulasi suku bangsa ini
diperkirakan berjumlah sekitar 480.000 Jiwa
Fahombo, Hambo Batu atau dalam Bahasa Indonesia “Lompat Batu” adalah
Olahraga Suku Nias yang merupakan tradisi pendewasaan Suku Nias ini banyak dilakukan
di Pulau Nias dan menjadi objek wisata tradisional. Batu yang harus dilompati dalam
Fahombo berbentuk seperti sebuah monumen piramida dengan permukaan datar,
Tingginya tidak kurang dari 2 Meter, dengan lebar 90 Cm, dan Panjangnya 60 Cm
Pada masa lampau, Pemuda Nias akan mencoba untuk melompati batu setinggi
lebih dari 2 meter, dan jika mereka berhasil mereka akan menjadi lelaki dewasa dan dapat
bergabung sebagai prajurit untuk berperang dan menikah. Sejak usia 10 Tahun, anak lelaki
di Pulau Nias akan bersiap untuk melakukan giliran “Fahombo” Mereka
Sebagai tradisi, Fahombo dianggap sangat serius dalam adat Nias. Anak lelaki akan
melompati batu tersebut untuk mendarat status kedewasaan mereka, menandakan bahwa
mereka telah siap bertempur dan memikul tanggung jawab laki –laki dewasa.
Pelompat tidak hanya harus melompati tumpukan batu tersebut, tetapi juga harus
memiliki teknik untuk mendarat, karena jika dia mendarat dengan posisi yang salah, dapat
menyebabkan cedera otot atau patah tulang. Pada masa lampau, di atas papan batu bahkan
ditutupi dengan paku dan bambu runcing, yang menunjukkan betapa seriusnya ritual ini di
mata Suku Nias
Seiring berkembangnya jaman tradisi ini turut berubah fungsinya yaitu jaman
sekarang mereka sudah tidak berperang lagi maka tradisi lompat batu ini digunakan bukan
untuk berperang lagi melainkan unttuk ritual dalamsebagai simbol budaya orang Nia.
Sebelum memulai Famboho, biasanya ada ritual yang disebut Famokai (Pembukaan).
Famokai dilakukan oleh seseorang yang berlari menuju Hombo batu dan berhenti tepat
tarahoso tanpa melewati hombo batu tersebut.
G A M B A R A N P R A K T E K L O M PAT B AT U
2. TRADISI UPACARA
SIPAHA LIMA
Tradisi Sipaha Lima merupakan warisan budaya yang
dibawa oleh seorang tokoh nasional dari Sumatera Utara,
Raja Sisingamangaraja XII. Masyarakat Batak Parmalim
biasa menyebut upacara ini dengan Parriaan Bolon Sipaha
Lima, yang secara harafiah berarti sebuah perayaan besar di
bulan kelima. Sipaha Lima adalah salah satu ritual atau
upacara suci dalam tradisi masyarakat suku Batak di
Sumatera Utara, khususnya bagi mereka yang menganut
kepercayaan Malim (Permalim). Tradisi Sipaha Lima ini
dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas apa yang
mereka dapatkan kepada sang pencipta. Tradisi ini biasanya
dilaksanakan setahun sekali sesuai dengan kalender
masyarakat Batak. Upacara besar suku batak ini, akan
dilaksanakan dengan tiga serangkaian kegiatan, yang
tentunya memiliki peraturan yang wajib dipatuhi dan sudah
menjadi tradisi turun temurun yang diwariskan oleh leluhur.
Seperti halnya kaum pria yang diwajibkan memakai
penutup kepala lengkap dengan kain ulos. Dalam
penyelenggaraanya juga dilakukan pemberian sesajen, yang
diletakkan di beberapa lokasi tempat berlangsungnya upacara.
Sesajen berupa jenis makanan-makanan khas suku Batak Toba
termasuk ternak lembu yang akan disembelih. Tidak tertinggal
juga pemberian berkat kepada umat melalui tarian budaya
suku Batak Toba yaitu tor-tor serta diiringi alat musik gondang
bolon. Dari setiap rangkaian acara yang dilaksanakan,
pemberian persembahan dianggap paling sakral atau dalam
istilah bahasa batak dikenal dengan Panattion. Sedangakan dua
acara lainnya adalah penyampaian keluh kesah atau
parasadatan, dan acara penutup dikenal dengan istilah
Panggokhion. Dengan berpakaian khas Batak lengkap, umat
Parmalim menggelar Persahadatan sebagai pembuka Sipaha
Lima . Mereka akan berikrar untuk ikhlas menjalankan Sipaha
Lima serta memohon kelancaran acara. Selain itu, upacara ini
juga merupakan wujud rasa syukur kepada Maha Pencipta atas
hasil pertanian yang diperoleh.
3. TRADISI MANGULOSI DALAM
PERNIKAHAN ADAT BATAK

Mangulosi artinya Adalah memberikan ulos


Sebagai lambang kehangatan dan berkat bagi yang
menerimanya, dalam hal mangulosi ada Aturan
yang harus ditaati yaitu : Hanya orang yang
dituakan yang dapat memberikan Ulos.
Misal : Orang tua mangulosi anaknya, tetapi
seorang anak tidak bisa mangulosi orang tuanya.
Tradisi mangulosi dalam pernikahan adat batak :

Pada saat anak laki – paki melaksanakan pesta


pernikahan, dia akan menerima Ulos Hela dari
mertuanya (Orang tua dari pihak wanita)
Mangulosi sebagai salah satu bagian dari proses
pernikahan masyarakat Batak Toba hanya boleh dilakukan
ketika acara pesta tertentu. Masyarakat non Batak Toba dapat
melakukan traidisi Mangulosi pada saat menikah secara adat,
namun terlebih dahulu mendapatkan marga Batak Toba.

Filsafat nilai merupakan ilmu pengetahuan yang


berusaha menyelidiki hakikat nilai secara rasional, koheren,
kritis, sistematis, konseptual, radikal dan komprehensip.

Mangulosi mengandung beberapa nilai diantaranya:


Nilai Spiritual, Materi, Nilai Ekonomi, Nilai Moral, Nilai Sosial
dan Nilai Estetika. Mangulosi cukup relevan untuk
direalisasikan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba karena
memberikan dampak positif terhadap perkembangan
kehidupan masyarakat Batak Toba.
BERIKUT ADALAH PROSES MENGULOSI PADA PERNIKAHAN ADAT BATAK :

1. Memberikan ulos pada orang tua pengantin pria


Proses mangulosi diawali dengan memberikan ulos kepada orang tua pengantin pria. Prosesi ini dinarasikan sebagai
penyerahan pengantin wanita kepada keluarga pengantin pria agar dapat diterima dan diperlakukan dengan penuh kasih
sayang. Adapun nama dari ulosnya adalah ulos passamot dengan pilihan motif ulos ragidup, ulos ragi hotang, atau ulos
sadum.
2. Memberikan ulos pada kedua pengantin
Setelah memberikan ulos kepada orang tua pengantin pria maka dilanjutkan dengan pemberian ulos kepada kedua
pengantin. Adalah orang tua pengantin wanita yang memberikan ulos kepada kedua pengantin. Prosesi ini biasanya akan
terasa begitu haru karena menjadi simbol orang tua pengantin wanita melepaskan anaknya dengan penuh doa. Mangulosi
akan dilakukan dengan gondang Batak atau lagu Batak yang penuh dengan pesan-pesan orang tua mengantarkan anaknya
memasuki fase pernikahan. Adapun jenis ulos yang diberikan kepada pengantin adalah ulos hela. Dinamakan ulos hela
karena orang tua pengantin wanita memberikan ulos kepada menantu laki-lakinya atau dalam bahasa Batak disebut
hela.Orang tua pengantin biasanya akan memutari kedua pengantin terlebih dahulu lalu menyelimuti kedua pengantin
dengan ulos hela sambil mengikat kedua ujung ulos. Ini menjadi simbol bahwa kedua pengantin sudah resmi “diikat”
menjadi pasangan suami-istri dan orangtua menyelimuti keduanya dengan doa-doa kebaikan.Selain ulos, orang tua
pengantin wanita juga memberikan mandar atau sarung kepada pengantin pria. Sarung ini akan dipakai ketika keluarga
pengantin wanita akan menggelar acara adat lainnya, maka menantu laki-laki berperan sebagai parhobas. Adapun jenis
ulos yang dapat diberikan kepada pengantin pada prosesi ini adalah ulos ragi hotang atau ulos sadum.
3. Pemberian ulos kepada saudara lelaki pengantin pria yang sudah menikah
Pemberian ulos dilanjutkan oleh keluarga pengantin wanita kepada saudara laki-laki pengantin pria yang sudah menikah.
Ulosnya dinamai ulos pamarai dan jenis ulos yang dapat diberikan adalah ulos ragi hotang. Keluarga pengantin wanita
juga memberikan ulos kepada saudara laki-laki dari ayah pengantin pria dan ulosnya dinamai ulos sijalobara. Adapun
jenis ulos yang diberikan adalah ulos ragi hotang. Keluarga pengantin wanita kemudian melanjutkan dengan memberi
ulos si hutti ampang kepada saudara wanita pengantin pria. Jika pengantin pria tidak memiliki saudara kandung wanita
maka diberikan kepada tantenya. Jenis ulos yang diberikan adalah ulos sadum.
4. Pemberian ulos pada pengantin oleh saudara pria dari ibu pengantin pria
Setelah itu pemberian ulos kembali diberikan kepada pengantin oleh saudara pria (Tulang atau paman)
dari ibu pengantin pria. Ulos yang diberikan dinamakan ulos tintin marangkup. Karena dalam budaya
Batak, idealnya pengantin pria menikahi anak perempuan dari Tulangnya. Maka pemberian ulos Tulang
kepada pengantin menjadi simbol bahwa pengantin wanita telah dianggap sebagai anaknya sendiri.
5. Pemberian ulos holong
Pemberian ulos-ulos tersebut bisa dibilang adalah inti dari prosesi mangulosi yang kemudian akan
dilanjutkan kepada pemberian ulos keluarga pengantin pria. Tapi sebelum ke keluarga pengantin pria,
pemberian ulos dilanjutkan dengan ulos holong. Ini adalah ulos yang diberikan keluarga besar
pengantin wanita kepada kedua pengantin. Biasanya akan disepakati berapa banyak yang akan
memberikan ulos holong ini.
6. Pemberian ulos tonun sodari
Baru kemudian diberikan ulos tonun sodari kepada keluarga pengantin pria yang belum mendapatkan
ulos dari keluarga pengantin wanita. Selain berbentuk ulos, pemberian tonun sodari juga bisa berbentuk
uang dalam amplop yang kemudian disebut sebagai pengganti ulos. Meski daftar mangulosi menjadi
panjang tapi bisa dibilang prosesinya berlangsung sangat meriah. Sambil menunggu giliran biasanya
mereka yang akan mendapatkan atau memberikan ulos akan menikmati alunan gondang atau musik
yang mengiringi setiap urutan pemberian ulos dilakukan.

Jadi ulos tidak hanya dimaknai sebagai pemberi kehangatan tapi juga proses memberi serta menerimanya
dalam pernikahan adat Batak dilakukan dengan penuh kemeriahan.
VIDEO TRADISI MANGULOSI DALAM
P E R N I K A H A N A D AT B ATA K

https://youtu.be/lnyYLu1Xk7w?si=AY8Erqa4F_z9esPc
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai