Anda di halaman 1dari 71

ANALISIS TRADISI TOLAK BALA DALAM TINJAUAN

SOSIOLOGI DI GAMPONG BLANG BARO


KECAMATAN KUALA KABUPATEN
NAGAN RAYA

SKRIPSI

OLEH

SAFRIZAL
NIM : 10C20210002

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Sosial
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas teuku Umar
Meulaboh

KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH
ACEH BARAT
2014

i
i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual keagamaan yang

di laksanakan dan di lestarikan oleh masing-masing pendukungnya. Ritual

keagamaan tersebut mempunyai bentuk atau cara melestarikan serta maksud dan

tujuan yang berbeda-beda antara kelompok masyarakat yang satu dengan

masyarakat yang lainnya. Hal ini di sebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan

tempat tinggal, adat serta tradisi yang di wariskan secara turun temurun. Upacara

keagamaan dalam kebudayaan Suku Bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan

yang paling tampak lahir. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ronald

Robertson, (1988, h. 30) bahwa agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran

tertinggi dan mutlak tentang tingkah laku manusia dan petunjuk-petunjuk untuk

hidup selamat di dunia dan di akhirat (setelah mati), yakni sebagai manusia yang

bertakwa kepada Tuhannya, baradab, dan manusiawi yang berbeda dengan cara-

cara hidup hewan atau mahluk gaib yang jahat dan berdosa. Namun dalam agama-

agama lokal atau primitif ajaran-ajaran agama tersebut tidak di lakukan dalam

bentuk tertulis tetapi dalam bentuk lisan sebagaimana terwujud dalam tradisi-tradisi

atau upacara-upacara.

Tradisi adalah sebuah kata yang sangat akrab terdengar dan terdapat di

segala bidang. Tradisi menurut etimologi adalah kata yang mengacu pada adat atau

kebiasaan yang turun temurun, atau peraturan yang dijalankan masyarakat. Tradisi

1
2

Tolak Bala atau Rabu Abeh adalah hari Rabu terakhir di bulan Safar, yang mana

pada bulan Safar Allah SWT banyak menurunkan berbagai bentuk macam Bala di

muka bumi. Menurut pandangan masyarakat, bahwa “Uroe Rabu Abeh‟‟ memang

diindentik dengan Bulan Bala, dan harus dilakukan prosesi untuk menghindari

malapetaka yang lebih besar dengan melakukan proses “Tolak Bala‟‟ yang

dirayakan pada hari Rabu terahir dalam Bulan Safar. Bulan Safar adalah salah satu

bulan di dalam kalender Hijriah yang diindentik dengan cuaca pancaroba atau

suasana yang tidak menentu serta beraura kurang baik terhadap kebugaran fisik

maupun psikis yang membuat manusia menjadi rentan oleh ganguan berbagai jenis

penyakit sehingga di Aceh sering juga di sebut sebagai “ Bulan Panas‟‟ atau buleun

seum‟‟ Bulan Safar bagi masyarakat Aceh Gampong Blang Baro Kecamatan Kuala

Kabupaten Nagan Raya diindentik dengan Bulan “Turun Bala‟‟ dari sang pencipta

ke bumi. Pada masa Rasulullah SAW Tolak Bala ini tidak ada, demikian juga pada

masa sahabat. oleh karena itu tidak ada sedikitpun hadits yang menerangkan tolak

bala tersebut.

Menurut Kriyantono (2007, h. 23) Globalisasi budaya (globalisasi kultural)

terjadi di mana-mana antara dua belahan dunia yaitu dunia Barat dengan dunia

Timur. Globalisasi budaya terus-menerus sampai ke pelosok dunia, bahkan Aceh

sebelum dunia mengenal istilah globalisasi secara gamblang, Aceh sudah pernah

mengalami globalisasi budaya, di mana Aceh sebelum perkembangan budaya Islam

sudah terlebih dahulu dikuasai oleh budaya Hindu. Sehingga akibat peristiwa

tersebut terjadilah akulturasi budaya antara budaya Hindu dengan budaya Islam,

yaitu salah satu di antaranya Tradisi Tolak Bala. Para Mubaliq Islam yang
3

menyebarkan agama Islam di Aceh, sangat menghormati budaya Hindu yang

terlebih dahulu memasuki Aceh salah satunya adalah Tradisi Tolak Bala.

Menurut Mohd. Harun (2009, h. 12) Pada masa penganut Hindu-Budha

Tradisi mereka dalam Ritual Tolak Bala adalah dengan berbondong-bondong

masyarakat pergi ke sungai dengan menghanyutkan sesajen yang didalamnya berisi

seperti kepala kerbau, ayam jantan, nasi dan bermacam-macam lainya. Maka

setelah datangnya Islam di Aceh Ulama menganti Ritual tersebut dengan cara

berdoa dibibir sungai secara berjama‟ah, seperti mengucapkan doa Tolak Bala,

Dalail Khairat, Yasin, dan doa-doa lainnya. Tradisi ini masih berlaku di Aceh

khususnya di Gampong Blang Baro Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya.

Maka dari itu dilaksanakanya upacara tolak bala untuk menghindar dari berbagai

musibah. Sebagai manusia kadang kala kita sering lupa diri, sehingga dengan

seenaknya baik disadari maupun tidak manusia itu telah berbuat bathil. Apabila hal

yang demikian terus berlanjut, maka Allah SWT pun sering memperingatkan

manusia itu dengan berbagai bentuk dan cara. Baik itu musibah penyakit,

kebakaran besar, angin kencang, dan kemarau berkepanjangan. Apabila itu telah

menimpa dan tidak bias dihindari maka jalan satu-satunya adalah berdoa kepada

Allah SWT , dan memohon ampunan maka diadakanlah kenduri Tolak Bala ini.

Dalam rangka masyarakat melaksanakan aktifitas untuk memenuhi

kebutuhan hidup biasanya dipengaruhi oleh adanya kepercayaan dan nilai-nilai

yang dianutnya seperti nilai budaya, hukum, norma-norma maupun aturan-aturan

khusus lainnya. Demikian pula dengan anggapan masyarakat Gampong Blang Baro

terhadap Tradisi Tolak Bala merupakan suatu bentuk tindakan sekaligus sebagai

wujud dari ekspresi jiwa mereka dalam menjalin hubungan vertikal dengan
4

penghuni dunia gaib. Penyelenggaraan Tradisi Tolak Bala mempunyai kandungan

nilai yang penting bagi kehidupan masyarakat Gampong Blang Baro, karena

dianggap sebagai suatu nilai budaya yang dapat membawa keselamatan diantara

sekian banyak unsur budaya yang ada pada masyarakat. Analisis Tradisi Tolak Bala

sampai saat ini masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat Gampong Blang Baro.

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang: Analisis

Tradisi Tolak Bala dalam tinjauan Sosiologi di Gampong Blang Baro

Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan diatas, maka yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah persepsi masyarakat Gampong Blang Baro terhadap analisis

Tradisi Tolak Bala?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Gampong Blang

Baro melakukan Tradisi Tolak Bala?

1.2 Fokus Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, maka yang menjadi fokus kajian

dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Persepsi masyarakat Gampong Blang Baro terhadap analisis Tradisi Tolak

Bala di Aceh.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Gampong Blang Baro

melakukan Tradisi Tolak Bala.


5

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan fokus penelitian, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat Gampong Blang Baro terhadap

analisis Tradisi Tolak Bala.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Gampong

Blang Baro melakukan Tradisi Tolak Bala.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Dengan penelitian ini penulis mampu mengetahui mengenai hakikat ke-

benaran tentang Tradisi Tolak Bala Masyarakat Aceh di Gampong Blang

Baro, serta bisa menemukan pandangan baru dari implementasi budaya

yang tersebar di tengah-tengah masyarakat. Sehingga dapat mengetahui

Persepsi Masyarakat Gampong Blang Baro terhadap analisis tradisi Tolak

Bala. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Gampong Blang

Baro melakukan Tradisi Tolak Bala.

2. Dapat memberikan masukkan kepada pemerintah atau lembaga selaku

penentu kebijakan agar tetap membina, mengembangkan atau melestarikan

nilai-nilai luhur yang terkandung dalam analisis Tradisi Tolak Bala yang

bermuatan positif.

3. Melalui penelitian ini diharapkan mampu memperkaya bahan penelitian dan

sumber bacaan di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)

Universitas Teuku Umar (UTU) khususnya Jurusan Sosiologi.


6

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui persepsi masyarakat Gampong

Blang Baro terhadap Analisi Tradisi Tolak Bala dan mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi masyarakat Gampong Blang Baro melakukan tradisi Tolak Bala.

1.5 Sistematika Pembahasan

Untuk menggambarkan rumusan jalan pikiran dalam pembahasan skripsi

ini, penulis membagi sistematika pembahasan kedalam lima Bab, maka

penulisannya mulai dari :

BAB I Berisi pendahuluan yang meliputi tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Penulis menguraikan tentang tinjauan pustaka (kerangka teori) yang

meliputi pengertian tradisi, Pengertian kebudayaan, Manusia Sebagai

Pencipta dan Penguna Kebudayaan, Pengaruh budaya terhadap

lingkungan, Tradisionalisme Berubah Ke Arah Modernisme, Pengertian

Adat, konsep upacara adat tradisional, Pengertian Tolak Bala,

Pengertian Masyarakat, Masyarakat Perdesaan (Rural Community) dan

Masyarakat Perkotaan (Urban Community), Pengertian Aceh,

Pengertian Gampong.

BAB III Metodologi Penelitian.

Bab ini terdiri dari Metode penelitian, sumber data dan teknik

pengumpulan data, teknik analisis data, dan pengujian kredibilitas data.


7

BAB IV Penulis menguraikan tentang hasil penelitian, dan pembahasan.

BAB V Merupakan Bab penutup sebagai intisari materi skripsi secara umum

dapat mengetahui persepsi masyarakat Gampong Blang Baro terhadap

Analisis Tradisi Tolak Bala dan mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi masyarakat Gampong Blang Baro melakukan Tradisi

Tolak Bala.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Terdahulu

Sejauh yang peneliti ketahui kajian sosiologi mengenai Tradisi Tolak Bala

belum ada. Istilah Tolak Bala yang peneliti ketahui adalah tradisi yang ada di

daerah Aceh sebagai adat dan tradisi tahunan, hingga kini masih banyak amalan

yang secara tidak langsung masih diamalkan oleh masyarakat Aceh pada umumnya

Kajian mengenai Tradisi Tolak Bala di beberapa kampus terdekat dengan

keberadaan istilah memang sudah ada. Namun kajian mengenai kebudayaan dan

tradisi masyarakat Aceh memang sudah banyak. Dalam penelitian ini dikemukakan

beberapa kajian yang berkaitan dengan kebudayaan dan Tradisi Masyarakat Aceh.

Diantara kajian dari Universitas Negeri Medan (UNIMED) dilakukan oleh Eka

Darliana. Kajian Kedua dari Universitas Syiah Kuala dilakukan Oleh Rahmi

Fartiwi. Kajian Ketiga dari Darman yang mengkaji tentang pengaruh Adat dan

keselarasan dalam kebudayaan Masyarakat Aceh.

Kajian pertama Oleh Eka Darliana dari Universitas Negeri Medan

(UNIMED), Eka mengkaji tentang Ritual Tolak Bala pada masyarakat melayu di

desa air masin kecamatan Seruway Aceh tamiang. Tujuan penelitian Eka Darliana

untuk mengetahui persepsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat

melayu desa air masin Kecamatan Seruway Aceh Tamiang dalam melakukan ritual

Tolak Bala.

Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode Kuantitatif. Adapun

hasil penelitiannya adalah Masyarakat melayu desa Air Masin Kecamatan Seruway

Aceh Tamiang menganggap Ritual Tolak bala merupakan ritual yang berasal dari
9

nenek moyang yang harus tetap dijaga dan dilestarikan, karena masyarakat

menganggap bahwa dengan melakukan Ritual Tolak Bala dapat mengusir roh-roh

jahat dan menghidarkan diri dari segala penyakit.

Kajian Kedua Oleh Rahmi Fartiwi dari Universitas Syiah Kuala, Rahmi

mengkaji tentang kebudayaan masyarakat Aceh dari sudut pandang historis.

masyarakat Gampong Blang Bintang. Tujuan penelitian Rahmi Fartiwi untuk

mengetahui perubahan sosial, Kebudayaan dan keagamaan dalam masyarakat

masyarakat Gampong Blang Bintang dan faktor-faktor yang mempengaruhi

peribadi dan sikap dalam kehidupan Modern.

Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode observasi. Adapun

hasil penelitiannya adalah banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

sosial kebudayaan dan keagamaan masyarakat Gampong Blang Bintang.

Perkembangan jaman yang semakin maju, teknologi yang semakin tinggi juga

sangat mempengaruhi kehidupan dan tradisi masyarakat Gampong Blang Bintang.

Kajian Ketiga dari Darman yang mengkaji tentang pengaruh adat dan

keselarasan dalam kebudayaan masyarakat Aceh, tujuan Penelitian Darman adalah

untuk mengetahui pengaruh adat bagi kehidupan masyarakat aceh. Metode

penelitian yang dipergunakan adalah metode sejarah. Adapun hasil penelitiannya

adalah pada kehidupan modern seperti sekarang, di Gampong Teupin Dayah, adat

masih sangat dipertahankan. Hal-hal yang selalu menjadi adatdi gampong Teupin

dayah selalu dijadikan pijakan dan pedoman dalam kehidupan masyarakat

Gampong Teupin Dayah. Adat masih sangat menjadi salah satu hal yang harus sll

dijunjung tinggi dalam mencapai keselarasan hidupdi Gampong Teupin Dayah.


10

2.2. Pengertian Tradisi

Berdasarkan kepada kepercayaan terhadapat nenek moyang dan leluhur

yang mendahului. Tradisi adalah berasal dari kata ”traditium‟‟ pada dasarnya

berarti segala sesuatu yang diwarisi dari masa lalu. Menurut Jujiansyah Noor (2001,

h. 43) Tradisi merupakan hasil karya cipta dan karya manusia objek material,

kepercayaan khayalan, kejadian, atau lembaga yang diwariskan dari sesuatu

generasi ke generasi berikutnya. Seperti misalnya Tradisi Tolak Bala. Sesuatu yang

diwariskan tidak berarti harus diterima, dihargai, diasimilasikan atau disimpan

sampai mati. Bagi para pewaris setiap apa yang mereka warisi tidak dilihat sebagai

“Tradisi‟‟. Tradisi yang diterima akan menjadi unsur yang hidup didalam

kehidupan para pendukungnya. Ia menjadi bagian dari masa lalu yang di

pertahankan sampai sekarang dan mempunyai kedudukan yang sama dengan

inovasi-inovasi baru.

Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah

berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun temurun dimulai dari

nenek monyang. Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam

berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian

yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan

menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu

Negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari

tradisi adalah informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis

maupun lisan, karena tampa adanya ini suatu Tradisi dapat punah. Selain itu,

tradisi juga dapat diartikan sebagai kebiasaan bersama dalam masyarakat, secara

otomatis akan mempengaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-hari para
11

anggota masyarakat itu. (http:// tasikuntan.compasiana.com/2012/11/30/pengertian-

tradisi).

2.3. Pengertian kebudayaan

Soerjono Soekanto (2009, h. 150) Kata kebudayaan berasal dari kata

Sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata ‟‟ buddhi‟‟ yang

berati budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai ‟‟hal-

hal yang bersangkutan dengan budi atau akal‟‟ Adapun istilah culture yang

merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari

kata latin ‟‟ colere‟‟ yang berati mengelola atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah

atau bertani. Dari arti tersebut yaitu ‟‟colere‟‟ kemudian ‟‟culture‟‟, diartikan

sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

E.B. Tylor dalam Soerjono Soekanto (2009, h. 150) Pernah memberikan definisi

mengenai kebudayaan sebagai berikut: kebudayaan adalah kompleks yang

mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, Adat-istiadat, dan

lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh

manusia sebagai anggota masyarakat.

2.4. Manusia Sebagai Pencipta dan Penguna Kebudayaan

Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi

antara manusia dengan dengan segala isi alam raya ini. Manusia yang telah

dilengkapi tuhan dengan akal dan pikirannya menjadikan mereka khalifah dimuka

bumi dan diberikan kemampuan yang disebut oleh Supartono dalam Erlly. Dkk

(2010, h. 36).

Sebagai daya manusia, Manusia memiliki kemampuan daya antara lain akal,

perasaan, dan perilaku. dengan sumber-sumber kemapuan daya manusia tersebut


12

nyatanya bahwa manusia menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika

antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun

manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan ada

karena ada manusia penciptanya dan manusia dapat hidup di tengah kebudayaan

yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai

pendukungnya.

2.5. Pengaruh budaya terhadap lingkungan

Budaya yang dikembangkan oleh manusia akan berimplikasi pada

lingkungan tempat kebudayaan itu berkembang. Suatu kebudayaan memancarkan

suatu ciri khas dari masyarakatnya yang tampak dari luar, artinya orang asing.

Dengan menganalisis pengaruh akibat budaya terhadap lingkungan sesorang dapat

mengetahui, mengapa suatu lingkungan tertentu akan berbeda dengan lingkungan

lainnya dan menghasilkan kebudayaan yang berbeda pula. Cultural Social

Envirinment, meliputi aspek-aspek kebudayaan beserta proses sosialisasi seperti

norma-norma, Adat istiadat, dan nilai-nilai. Dengan demikian dapat dikatakan,

bahwa kebudayaan yang berlaku dan dikembangkan dalam lingkungan tertentu

berimplikasi terhadap pola tata laku, norma, nilai dan aspek kehidupan lainnya

yang akan menjadi ciri khas suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Elly.

(2010, h. 38-39)

2.6. Tradisionalisme Berubah Ke Arah Modernisme

Selo Soemardjan (1993, h. 103-104) Masyarakat yang kebudayaannya

diwarnai oleh tradisionalisme, cenderung untuk menengok ke masa yang lampau

apabila harus memecahkan suatu masalah di dalam hidupnya. Tradisi, atau di

Indonesia lebih umum dinamakan Adat, menjadi pedoman di dalam mengatur tata
13

hidupnya, baik tata hidup di dalam keluarga, di dalam masyarakat, dalam

hubungannya dengan Pemerintah, dan dalam hubungannya dengan orang-orang lain

dari luar masyarakatnya.

Dengan berpegangan pada Adat maka masyarakat dapat mengatur

kehidupannya dengan mantap dan kuat sehingga kehidupan itu menjadi stabil. Adat

itu menjadi bertambah kuat oleh karena menurut pendapat masyarakat mengandung

„„restu‟‟ dari para leluhurnya, baik yang masih ada di dunia fana maupun yang

sudah pindah ke dunia baka.

2.7. Pengertian Adat

Adat berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari (adah), yang berarti

"cara", "kebiasaan". Di Indonesia kata adat baru digunakan sekitar akhir abad 19.

Sebelumnya kata ini hanya di kenal pada masyarakat Melayu setelah pertemuan

budayanya dengan agama Islam sekitar abad 15-an. Kata ini antara lain dapat

dibaca pada Undang-Undang Negeri Melayu. (Jalaluddin Tusam, 1660.

http://id.wikipedia.org/diakses 20 Januari 2014).

Adat berasal dari bahasa Arab „adah‟ yang berarti „kebiasaan‟ atau „praktik‟.

Secara teoritis, adah (‘urf) tidak pernah menjadi sumber resmi hukum Islam.

Namun dalam praktiknya, ia sering dimasukkan kedalam salah satu rujukan hukum.

Adat terkadang digunakan ketika sumber-sumber utama hukum Islam (Al-Qur‟an,

Hadits, Qias dan Ijmak) meskipun adah bertentangan dengan spirit Islam seprti

yang tertuang di dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Adah sering berperan sebagai satu-

satunya rujukan yang terbaik yang digunakan ketika muncul interprestasi yang

beragam tentang ayat-ayat Al-Qur‟an. Dalam hal ini, rujukan kepada hukum adat

merupakan refleksi dari waktu dan tempat tertentu Amirul Hadi (2010, h. 173).
14

Menurut Badrsuzzaman dalam Mohd Harun (2009, h. 119) Orang Aceh

mengenal empat macam Adat, yaitu :

1. Adat tullah, yaitu aturan atau ketentuan yang didasarkan pada hukum syariah

yang bersumber Al-Quran dan Hadits.

2. Adat tunnah, yaitu adat-istiadat sebagai manifestasi dari qanun (undang-

undang) dan reusam (kebiasaan atau tradisi di suatu tempat) yang mengatur

kehidupan masyarakat.

3. Adat muhakamah, yaitu adat yang dimanisfestasikan pada asas musyawarah

dan mufakat.

4. Adat Jahiliyah, yaitu adat-istiadat atau kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang

tidak sesuai dengan ajaran Islam, tetapi masih dipertahankan oleh sebagian

kecil masyarakat.

Sebagaimana diketahui adat-istiadat merupakan kebiasaan atau tradisi yang

turun-temurun dipraktekkan oleh masyarakat Aceh dan diwarisi oleh para

pelaksana hukum, di samping sebagai landasan berperilaku dan tuntutan hidup dari

leluhur yang diturunkan secara kontinyu kepada generasi selanjutnya. Artinya adat

di sini suatu yang tertulis dan tidak tertulis, yang menjadi pedoman di dalam

masyarakat Aceh. Adat yang dipahami adalah titah dari pada pemimpin dan para

pengambil kebijakan guna jalannya sistem masyarakat itu sendiri. Dalam

masyarakat Aceh adat atau hukum adat tidak boleh bertentangan dengan agama.

Sesuatu yang telah diputuskan oleh para pemimpin atau para ahli tersebut harus

seirama dengan ketentuan syariat.


15

2.8. Konsep Upacara Adat Tradisional

Menurut Arjono Suryono (1985: h. 4) bahwa adat merupakan kebiasaan

yang bersifat magis religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi

kebudayaan, norma dan aturan-aturan yang saling berkaitan dan kemudian menjadi

suatu sistem atau pengaturan tradisional. Upacara Adat Tradisional masyarakat

merupakan perwujudan dari sistem kepercayaan masyarakat yang mempunyai nilai-

nilai universal yang dapat menunjang kebudayaan nasional.

Upacara Tradisional ini bersifat kepercayaan dan dianggap sakral dan suci.

Dimana setiap aktifitas manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan yang ingin

dicapai, termasuk kegiatan-kegiatan yang bersifat religious. Dengan mengacu pada

pendapat ini maka Upacara Adat Tradisional merupakan kelakuan atau tindakan

simbolis manusia sehubungan dengan kepercayaan yang mempunyai maksud dan

tujuan untuk menghindarkan diri dari gangguan roh-roh jahat. Dari beberapa

pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa upacara adat tradisional merupakan

suatu bentuk tradisi yang bersifat turun temurun yang dilaksanakan secara teratur

dan tertib menurut adat kebiasaan masyarakat dalam bentuk suatu permohonan,

atau sebagai dari ungkapan rasa terima kasih.

2.9. Pengertian Tolak Bala

Setiap tahun pada hari Rabu di akhiri Bulan Safar pada kalender Hijriyah,

orang aceh berdunyun-dunyun ke pantai. Mereka percaya, bulan safar merupakan

bulan yang cuacanya panas. Banyak penyakit yang mengintai manusia, mulai dari

demam, panas, batuk, dan penyakit lain. Hari yang di sebut Uroe Tulak Bala atau

juga dikenal dengan sebutan Rabu Abeh itu merupakan tradisi turun-temurun yang

secara sadar dilakukan oleh sebagian masyarakat Aceh terutama yang berdomisili
16

di kampung-kampung. (http://sosbud.kompasiana.com/2012/01/25/tradisi-uroe-

tulak-bala-di-aceh 433431.html/ diakses 20 januari 2014.

Sebenarnya Tradisi ini punya nilai tersendiri bagi masyarakat yang tinggal

diperdesaan. Selain sebagai ritual doa bersama, juga bisa menjadi ajang refreshing

yang menarik. Nagan Raya, salah satu daerah di aceh yang masyarakatnya masih

melestarikan Tradisi Tolak Bala. Sangat mudah untuk menemui tempat-tempat

yang dikerumui orang di daerah ini. Salah satu tempatnya adalah Sungai Blang

Baro.

2.10. Pengertian Masyarakat

Masyarakat adalah persekutuan hidup orang-orang yang menepati wilayah

tertentu dan membina kehidupan bersama dalam berbagai aspek atas dasar norma

sosial tertentu. Setiap masyarakat lahir karena adanya kerja sama di antara

warganya yang saling terikat dalam suatu norma tertentu. Unsur pokok dalam

masyarakat terdiri atas hal-hal berikut.

1. Manusia yang cenderung yang bersifat heterogen dalam berbagai aspek,

dalam jumlah besar yang saling berinteraksi, antar individu maupun

kelompok sehingga menjadi satu kesatuan sosial budaya.

2. Kerja sama yang terjadi secara otomatis pada setiap warga masyarakat

dalam berbagai aspek.

3. Wilayah dengan batas tertentu yang merupakan wahana berlangsungnya

suatu tata kehidupan bersama

4. Norma sosial yang berfungsi sebagai pedoman dalam sistem tata kelakuan

dan hubungan warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Norma


17

sosial biasanya bersumber dari sistem tata nilai yang tumbuh dan kembang

di dalam masyarakat.

2.11. Masyarakat Perdesaan (Rural Community) dan Masyarakat Perkotaan


(Urban Community)

Dalam masyarakat yang modern, sering dibedakan antara masyarakat

perdesaan ’’rural community’’ dengan masyarakat perkotaan ’’urban community’’.

Perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian

masyarakat sederhana, oleh karena dalam masyarakat-masyarakat modern,

betapapun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Sebaliknya

pada masyarakat-masyarakat sederhana pengaruh dari kota secara relative tidak

ada. Soerjono Soekanto (2009, h. 136).

2.12. Pengertian Aceh

Aceh adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di barat laut pulau

sumatera (Wikipedia.org). suku bangsa yang tinggal di Aceh konon merupakan

keturunan orang-orang Timur Tengah Arab, Melayu, Protugis, dan lain-lain.

Mungkin ini yang menyebabkan wajah-wajah orang Aceh agak berbeda dengan

orang Indonesia lainya. Sebagai contoh, didaerah lamno (Aceh Jaya), masih dengan

mudah kita jumpai wajah-wajah Aceh bercampur Protugis berkulit putih dan

bermata biru. Di Aceh sendiri terdapat beberapa suku, diantaranya Aceh, Aneuk

Jamee, Kluet, Gayo, Alas, Simeulue, dan beberapa suku lainya. Di Aceh sendiri

suku-suku ini hidup saling berdampingan, tidak pernah mempermasalahkan

perbedaan yang ada diantara mereka. Dalam pergaulan, orang Aceh yang bukan

bersuku Aceh asl, pun lebih senang menyebut diri mereka orang Aceh.
18

Berbicara soal budaya Aceh, tidak pernah terlepas kaitannya dengan islam.

Selain karena moyaritas masyarakat Aceh memang memeluk islam, Aceh sendiri

juga mempunyai sejarah keislaman yang kuat dimasalalu. Hal ini dpat dilihat dari

peninggalan sejarah kerajaan Samudera pasai (peureulak) yang merupakan kerajaan

islam pertama di nusantara. Namun, adat dan budaya Aceh yang dikenal dengan

nuansa islam itu, masih dipengaruhi oleh tradisi Hindu. Hal ini disebabkan jauh

sebelum islam masuk, agama hindu telah lebih dulu berkembang di Aceh. Dan

setelah islam masukpun, masih ada unsur-unsur tradisi Hindu yang dipertahankan

oleh masyarakat Aceh sekarang.

Walau saat ini islam telah kuat, bahkan aceh telah berjuluk Serambi Mekkah

dan menerapkan hukum Syariat Islam, namun masih ada sebagian dari tradisi

Hindu yang terus melekat pada masyarakat Aceh. Seperti pada acara Kanduri Laot

(Kenduri laut), yang dilakukan oleh para nelayan. Dahulu, pada acara Kanduri Laot

ini, darah kerbau ditampung, asoe dalam (organ dalam) kerbau tersebut beserta

kepala, dibungkus kembali dengan ikatnya dan kemudian dihanyutkan ke tengah

laut sebagai persembahan kepada penghuni laut. Selain itu, “peusijuk” baran-

barang berharga yang baru dibeli seperti mobil atau motor, dengan mengunakan

berbagai jenis rumput. Dengan akar rumput tadi yang telah diikat, air dipercikkan

ke barang berharga yang di “peusijuk” tersebut, disertai juga dengan tepung tawar,

dan berbagai atribut lainnya. Konon upacara ini juga dipengaruhi oleh tradisi Hindu

zaman dahulu. Sekarang, tradisi ini biasanya dilakukan dibarengi dengan

pembacaan doa, oleh pembuka adat atau pembuka agama. Selain pada barang-

barang berharga, upacara “peusijuk” juga dilakukan pada orang-orang yang baru
19

sembuh dari penyakit, pulang dari perantauan, meraih suatu kesuksesan, akan

menikah, dan lain-lain sebagai berikut.

Begitu juga dengan Tradisi Tolak Bala semacam upacara untuk menolak

bala bencana dalam upacara ini masyarakat berkumpul di suatu tempat (biasanya di

tanah lapang di pinggiran sungai), mendirikan tenda untuk melakukan doa bersama.

Tapi, jelas ini adalah salah satu bentuk kebudayaan Aceh yang mengakar kepada

peninggalan Hindu di zaman dulu, yang sudah mengalami perubahan seiring

perkembangan dan kedudukan Islam yang begitu kuat dalam masyarakat Aceh.

(http://senjadirantau.compasiana.com/2011/10/tradisi-hindu-dalam-budaya

masyarakat.html/

2.13. Pengertian Gampong

Gampong adalah pembagian wilayah administratif di Provinsi Aceh,

Indonesia. Gampong berada dibawah Mukim. Gampong merupakan kesatuan

masyarakat hukum yang mimiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul

dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia. (http://id.wikipedia.org/wiki/gampong/

diakses 20 Januari 2014).

Gampong dapat dipahami sebagai kesatuan hidup orang-orang dalam suatu

wilayah administratif tertentu yang kecil dan berada di bawah Pemerintah

Kecamatan. dibeberapa daerah khususnya di Aceh terdapat unit kepemimpinan

sosio-kultural yang disebut mukim dan berada dibawah Pemerintah Kecamatan

(sub-district) yang didasarkan pada sistem pemerintah Aceh masa lampau.

Betapapun, Gampong merupakan unit Pemerintah terkecil pada level terendah


20

(elementer) dalam konteks suatu Negara. Secara umu, istilah atau konsep gampong

(village, rural area) itu, boleh jadi, adalah ruang bagian kota (urban area) dimana

kelompok orang atau keluarga hidup biasanya dengan penghasilan yang relative

rendah. Sejarah perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan perubahan social

bergerak dari komunitas (yang bercirikan rural, homogeny-tertutup, particular,

tradisional, atau mekanis) menuju masyarakat (yang bercirikan urban, universal,

heterogen-terbuka, rasional, atau organis).

Dalam literatur ilmu-ilmu sosial dikemukakan bahwa cara-cara (means) dan

orientasi hidup (ends) orang-orang atau keluarga di kawasan gampong itu masih

cenderung terbelakang. Artinya, sebagian besar mereka belum memungkinkan

untuk memenuhi ukuran-ukuran kehidupan yang lebih efisien dan efektif (rational)

modern. Misalnya, tata cara hidup yang lebih menekankan pada upacara-upacara

(ritual, kekhasan lokal, adat-istiadat yang kurang memperhitungkan rasionalitas)

sering sekali mengikat mereka satu sama lain untuk tidak memungkinkan

melakukan perubahan (modifikasi, redefinisi, atau profanisasi) atau kemajuan. Oleh

karena itu, melalui proses urbanisasi yang terjadi secara alamiah dan terencana

diharapkan dapat membawa serta orang-orang dan keluarga gampong kepada

perubahan atau kemajuan social, budaya, ekonomi, dan politik yang semakin

menyeluruh.(http://salehsjafei.kompasiana.com/2010/09/bagaimana-membangun-

desa-secara-damai.html/ diakses 20 Januari 2014).

2.14. Teori Kearifan Lokal

Pengertian kearifan lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia terdiri dari 2

kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom

sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami
21

sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (lokal)

yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti

oleh anggota masyarakatnya. Jadi kearifan lokal merujuk pada lokalitas dan

komunitas tertentu.

Menurut Putu Oka Ngakan dalam Andi M. Akhmar dan Syarifudin (2007,

h. 43) kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal

dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Maka dari itu

kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang

berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya

berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan

lingkungan maupun sosial.

Sementara itu Keraf (2002, h. 46) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah

semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat

kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam

komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan,

diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola

perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib.

Menurut Antariksa (2009, h. 23), kearifan lokal merupakan unsur bagian

dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian

yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan)

dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan itu dapat dilihat

bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan

dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum
22

implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak

dan mengajarkan tentang bagaimana „membaca‟ potensi alam dan menuliskannya

kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya

dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan

cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan.

Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang

baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu

kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya

yang ada di dalam wilayah tersebut. Berdasarkan beberapa definisi di atas penulis

juga membuat definisi tentang pengertian kearifan lokal. Menurut pendapat penulis,

kearifan lokal adalah sebagian bentuk dari tradisi dan budaya yang mempunyai

nilai-nilai luhur dan sudah diajarkan sejak lama secara turun temurun.

Kearifan lokal (local wisdom) dalam disiplin sosiologi dikenal juga dengan

istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama

dikenalkan oleh Quaritch Wales. (Ayatrohaedi, 1986, h. 18). Para ahli membahas

secara panjang lebar pengertian local genius ini. Antara lain Haryati Soebadio

mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian

budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan

mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi,

1986, h. 18-19).

Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986, h. 40-41) mengatakan

bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai localgenius karena telah teruji

kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-ciri kearifan lokal tersebut

adalah sebagai berikut:


23

a. mampu bertahan terhadap budaya luar,

b. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,

c. mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam

budaya asli,

d. mempunyai kemampuan mengendalikan,

e. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Dalam Sibarani (2012, h. 112-113) juga dijelaskan bahwa kearifan lokal

adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai

luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal

juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk

mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. Jadi, dapat

dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat

setempat berkaitan dengan kondisi geografis dalam arti luas.

Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-

menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang

terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. Kearifan lokal merupakan

pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi

bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah

dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam

masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari

sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan

damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-

laku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan

masyarakat yang penuh keadaban.


24

Masyarakat dengan pengetahuan dan kearifan lokal telah ada di dalam

kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman prasejarah sampai

sekarang ini, kearifan tersebut merupakan perilaku positif manusia dalam berhu-

bungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-

nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat (Wietoler,

2007, h. 21), yang terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat

untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya, perilaku ini berkembang

menjadi suatu kebudayaan di suatu daerah dan akan berkembang secara turun-

temurun, secara umum, budaya lokal atau budaya daerah dimaknai sebagai budaya

yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya adalah budaya suku-suku

bangsa yang tinggal di daerah itu.

Nababan (2003, h. 46) menyatakan bahwa masyarakat Adat umumnya

memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal yang diwariskan dan

ditumbuh-kembangkan terus-menerus secara turun temurun. Pengertian masyarakat

adat disini adalah mereka yang secara tradisional tergantung dan memiliki ikatan

sosio-kultural dan religius yang erat dengan lingkungan lokalnya.

Menurut Ataupah (2004, h. 54) kearifan lokal bersifat historis tetapi positif.

Nilai-nilai diambil oleh leluhur dan kemudian diwariskan secara lisan kepada

generasi berikutnya lalu oleh ahli warisnya tidak menerimanya secara pasif dapat

menambah atau mengurangi dan diolah sehingga apa yang disebut kearifan itu

berlaku secara situasional dan tidak dapat dilepaskan dari sistem lingkungan hidup

atau system ekologi/ekosistem yang harus dihadapi orang-orang yang memahami

dan melaksanakan kearifan itu. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kearifan tercermin

pada keputusan yang bermutu prima. Tolak ukur suatu keputusan yang bermutu
25

prima adalah keputusan yang diambil oleh seorang tokoh/sejumlah tokoh dengan

cara menelusuri berbagai masalah yang berkembangdan dapat memahami masalah

tersebut. Kemudian diambil keputusan sedemikian rupa sehingga yang terkait

dengan keputusan itu akan berupaya melaksanakannya dengan kisaran dari yang

menolak keputusan sampai yang benar-benar setuju dengan keputusan tersebut

2.15 Teori Difusi Sosial

Perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat, dapat terjadi karena

proses penyebaran (difusi) dari individu yang satu ke individu yang lain. hal ini

dikarenakan, proses perubahan sosial tidak saja berasal melalui proses evolusi,

namun juga dapat terjadi melalui proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan antar

masyarakat. melalui proses difusi tersebut, suatu penemuan baru (inovasi) yang

telah diterima oleh suatu masyarakat nantinya dapat disebarluaskan ke masyarakat

yang lain.

Menurut Robert Sibarani (2002, h. 56) Difusi adalah salah satu bentuk

penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lainnya.

Penyebaran ini biasanya dibawa oleh sekelompok manusia yang melakukan migrasi

ke suatu tempat. Sehingga kebudayaan mereka turut melebur di daerah yang

mereka tuju. Penemuan baru tersebut pada akhirnya dapat diterima dan diterapkan

pada kondisi masyarakat yang berbeda-beda. gerak difusi tidak selalu mengikuti

garis lurus atau berpola linier, dari tempat asalnya ke tempat yang baru yang

menjadi penerima. Perpindahan tersebut melalui bisa proses berantai atau tidak

langsung.

Bentuk Penyebaran kebudayaan juga dapat terjadi dengan berbagai cara.

Antara lain:
26

a. Adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur

kebudayaannya ke tempat yang jauh. Misalnya para pelaut. Mereka pergi

hingga jauh ke suatu tempat dan mereka mendifusikan budaya-budaya

mereka.

b. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang dilakukan oleh individu-idividu

dalam suatu kelompok dengan adanya pertemuan antara individu-individu

kelompok yang lain. Disinilah terjadi proses difusi budaya dimana mereka

saling mempelajari dan saling memahami antara budaya mereka masing-

masing.

Menurut lauer (2001, h. 87), difusi merupakan pola perubahan yang penting.

masalahnya adalah, kadangkala aspek kebudayaan dapat merupakan hasil inovasi

maupun hasil difusi, atau dapat pula merupakan hasil modifikasi maupun hasil

pemindahan. teknik modifikasi tersebut tidak hanya menyangkut unsur kebudayaan

materiil, melainkan juga menyangkut unsur kebudayaan nonmateriil. Permasalahan

lainnya adalah mengenai faktor yang mempermudah serta faktor yang

memperlambat difusi. Menurut roger (2003, h. 32) mengemukakan ada empat unsur

penting dalam proses difusi :

a. inovasi itu sendiri.

b. komunikasi inovasi.

c. sistem sosial tempat terjadinya proses difusi.

d. aspek waktu.

Inovasi berkaitan dengan unsur apa saja, baik berupa model pakaian, bentuk

tarian baru, perkembangan teknologi, bahkan gerakan sosial. aspek komunikasi

merupakan proses penyebaran inovasi melalui manusia yang mengkomunikasikan


27

ide baru kepada orang lain. tanpa komunikasi, ide-ide baru tidak akan menyebar ke

orang lain.

Sistem sosial menurut Roger merupakan sekumpulan individu-individu

yang berbeda fungsinya dan terlibat dalam kegiatan menyelesaikan masalah

kolektif. aspek penting sistem sosial di antaranya adalah norma, status dan

pimpinan yang akan mempengaruhi jalannya proses penyebaran dan penerimaan

suatu inovasi. penyebaran dan penerimaan inovasi ini secara pasti terjadi sepanjang

waktu, bahwa suatu masyarakat senantiasa menerima informasi tentang inovasi

baru melalui proses komunikasi dan respons masyarakat dapat bersifat menerima

ataupun menolak inovasi. menurut harper, keberhasilan proses difusi dipengaruhi

oleh gejala berikut :

1. Bilamana unsur baru dianggap mempunyai relevansi dengan struktur dan

nilai-nilai kebudayaan penerima.

2. Bilamana unsur kebudayaan tersebut bersifat materil.

3. Bilamana ada sejumlah besar warga masyarakat melakukan kontak lintas

budaya.

4. Bilamana kualitas kontak budaya tersebut bersifat pertemuan, bukan

permusuhan.

5. Bilamana kontak antara dua masyarakat menghubungkan para elit dan

berkaitan dengan unsur-unsur utama daripada unsur-unsur marginal atau

periperi dari kedua masyarakat tersebut.

Difusi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu difusi intra masyarakat

dan difusi antar masyarakat. Difusi intra masyarakat dipengaruhi oleh beberapa

faktor (Soekanto, 1999, h. 23) :


28

1. Adanya pengakuan bahwa suatu unsur baru mempunyai kegunaan.

2. Ada tidaknya unsur kebudayaan yang memengaruhi diterima atau

ditolaknya unsur baru tersebut.

3. Unsur baru yang berlawanan dengan fungsi unsur lama, kemungkinan tidak

akan diterima.

4. Kedudukan dan peran sosial individu yang menemukan sesuatu yang baru

itu akan mempengaruhi apakah hasil penemuannya itu dengan mudah dapat

diterima atau tidak.

5. Pemerintah dapat membatasi proses difusi ini.

Difusi antar masyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor :

a. Terjadinya kontak antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

b. Kemampuan dalam mendemonstrasikan manfaat dari unsur yang baru

tersebut.

c. Adanya pengakuan atas penemuan baru tersebut.

d. Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang menyaingi unsur-unsur

penemuan baru tersebut.

e. Peranan masyarakat yang menyebarkan penemuan baru di dunia ini.

f. Paksaan dapat juga dipergunakan untuk menerima suatu penemuan baru.

Ada tiga bentuk difusi, yaitu difusi ekspansi, difusi relokasi, dan difusi

bertingkat (cascade).

1. Difusi ekspansi adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur baru, di mana

informasi atau materi menjalar dari satu daerah ke daerah lain yang semakin

lama semakin meluas.


29

2. Difusi relokasi adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur baru, di mana

informasi atau materi pindah meninggalkan daerah asal menuju ke daerah

baru.

3. Difusi bertingkat (cascade) adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur

baru, di mana penjalaran informasi atau materi melalui tingkatan dari atas

ke bawah dan dari bawah ke atas.

Unsur-unsur difusi sebagai penyebaran ide-ide baru adalah:

1. Inovasi

Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh

seseorang di mana kebaruannya itu bersifat relatif. Tidak menjadi soal, sejauh

dihubungkan dengan tingkah laku manusia, apakah ide itu betul-betu baru atau

tidak jika diukur dengan selang waktu sejak digunakannya atau diketemukannya

pertama kali. Kebaruan inovasi itu diukur secara subjektif, menurut pandangan

individu yang menangkapnya. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka

ia adalah inovasi (bagi orangitu). “Baru” dalam ide inovatif yang tidak berarti harus

baru sama sekali. Suatu inovasi mungkin telah lama diketahui oleh seseorang

beberapa waktu yang lalu (yaitu ketika ia „kenal‟ dengan ide itu) tetapi ia belum

mengembangkan sikap suka atau tidak suka terhadapnya, apakah ia menerima atau

menolaknya.

Setiap ide/gagasan pernah menjadi inovasi. Setiap inovasi pasti berubah

seiring dengan berlalunya waktu. Hal yang demikian ini juga berkenaan dengan

produk-produk material, gerakan sosial, ideologi dan sebagainya yang

dikualifikasikan sebagai inovasi. Ini tidak berarti bahwa semua inovasi perlu

disebarluaskan dan diadopsi. Inovasi yang tidak cocok bagi seseorang atau
30

masyarakat bisa mendatangkan bahaya dan tidak ekonomis.Semua inovasi punya

komponen ide, tetapi banyak inovasi yang tidak punya wujud fisik misalnya

ideologi. Sedangkan inovasi yang mempunyai komponen ide dan komponen objek

(fisik) misalnya traktor, insektisida, baygon dan lain sebagainya. Inovasi yang

memiliki komponen ide saja tidak dapat diadopsi secara fisik, pengadopsiannya

hanyalah berupa keputusan simbolis. Sebaliknya inovasi yang memiliki komponen

ide dan komponen objek, pengadopsannya diikuti dengan keputusan tindakan

(tingkah laku nyata).

2. Saluran komunikasi

Seperti dinyatakan sebelumnya, difusi merupakan bagian dari riset

komunikasi yang berkenaan dengan ide-ide baru. Inti dari proses difusi adalah

interaksi manusia dimana seseorang mengomunikasikan ide baru kepada seseorang

atau beberapa orang lainnya. Pada hakekatnya, difusi terdiri dari:

a. Ide baru.

b. Seorang A yang memiliki pengetahuan tentang inovasi.

c. Seorang B yang belum tahu tentang ide baru itu, dan

d. Beberapa bentuk saluran komunikasi yang menghubungkan dua orang itu.

Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu

memperhatikan tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik penerima. Jika

komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak

yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat

dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk

mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi

yang paling tepat adalah saluran interpersonal.


31

3. Kurun Waktu Tertentu

Proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai

memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap

keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Waktu merupakan salah satu

unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam proses difusi,

berpengaruh dalam hal:

a. Proses keputusan inovasi, yaitu tahapan proses sejak seseorang menerima

informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi;

b. Keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe

adopter (adopter awal atau akhir);

c. Rata-rata adopsi dalam suatu sistem, yaitu seberapa banyak jumlah anggota

suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu.

4. Sistem Sosial

Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem

sosial. Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung

dalam suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan.

Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal,

organisasi dan atau sub sistem. Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial

ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen

perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.


32

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metodelogi penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari

peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian. Ditinjau dari sudut filsafat,

metodelogi penelitian merupakan epistemologi penelitian. Yaitu yang menyangkut

bagaimana kita mengadakan penelitian (Husaini Usman, 2009, h. 41)

Creswell (1998, h.11) menyatakan penelitian kualitatif sebagai suatu

gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden,

dan melakukan studi pada situasi yang dialami. Penelitian kualitatif merupakan

riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan

pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam

penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus

penelitian sesuai dengan fakta dilapangan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Kualitatif.

Penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan tentang bagaimana Analisis

tradisi Tolak Bala dalam tinjauan Sosiologi di Gampong Blang Baro

3.2. Sumber Data

Dalam memperoleh data dan informasi penulis menggunakan data primer

dan data sekunder. Berikut diuraikan data tersebut:

1. Data Primer

Data Primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung oleh

peneliti pada lokasi penelitian. Data primer merupakan data yang diperoleh secara
33

langsung dari objek penelitian baik perorangan, kelompok, data primer diperoleh

melalui wawancara dan observasi.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui studi

pustaka yang terdiri dari:

a. Studi Pustaka

Dilakukan dengan cara mempelajari, mendalami, mengutip teori-teori dan

konsep dari sejumlah literature, buku, jurnal, Koran atau karya tulis lainnya.

Data Sekunder yaitu data yang didapat langsung berupa data Gampong

Blang Baro kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya dan juga dilengkapi

dengan jurnal, studi pustaka, buku dan artikel

b. Studi Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis,

yang diperoleh dari buku referensi, internet, makalah, gambar, foto atau

tesis yang berhubungan dengan kajian penelitian yang diteliti oleh penulis.

3.3 Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Observasi

Pengumpulan data dengan Observasi. Menurut Sutrisno dalam (Sugiono,

2009, h. 203) mengemukakan observasi adalah suatu proses yang komplek, suatu

proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis, dua diantara

yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Observasi tidak

terstuktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa
34

yang akan diobservasi. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data dengan

jalan melakukan pengamatan dan keterlibatan langsung dilokasi yang diteliti

(Participan Observasi). Instrumen yang dapat digunakan itu lembar pengamatan,

panduan pengamatan, ruang (tempat, pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian

atau peristiwa, waktu dan perasaan (Sugiyono, 2009, h. 205)

b. Wawancara mendalam (indepth Interview)

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai tetapi dapat juga

diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain.

Wawancara mendalam adalah suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan

informan atau orang yang diwawancara, dengan atau tanpa menggunakan pedoman

(guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan

sosial yang relatif lama.

Bentuk komunikasi antara dua orang melibatkan seseorang yaitu ingin

memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2001, h. 180). Baik secara

langsung maupun tidak langsung, dengan member daftar pertanyaan untuk dijawab

pada kesempatan lain.

Menurut Mulyana (2001, h. 180) wawancara tidak terstruktur. Wawancara

ini sering disebut sebagai wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara

kualitatif dan wawancara terbuka. Peneliti melakukan wawancara yang dilakukan

subjek atau responden. Beberapa tips saat melakukan wawancara yaitu mulai

dengan pertanyaan yang mudah, mulai dengan informasi fakta, hindari pertanyaan
35

Multiple, ulang kembali jawaban untuk di klarifikasi, berikan kesan positif dan

kontrol emosi negatif (Juliansyah Noor, 2011, h. 138) Dalam Penelitian ini, yang

diwawancarai adalah Keuchik, Imum Mesjid, Tokoh adat (Tuha Peut, Kejrun

Blang, dan Masyarakat).

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah sejumlah fakta dan data tersimpan dalam bahan yang

berbentuk komunikasi. Sebagian besar data yang tersedia yaitu surat, laporan.

Dokumentasi sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. Metode

observasi, wawancara yang sering dilengkapi dengan kegiatan dokumentasi.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang sangat mendukung analisis

dan interpentasi data.

Dokumentasi bisa berbentuk publik, misalnya laporan polisi, surat kabar,

transkrip, atau acara telivisi dan lainnya” ( Kriyantono, 2007, h. 116). Penulis disini

akan mengambil atau mengaitkan masalah dan memecahkannya dengan masalah

yang sedang diangkat dan dokumen-dokumen yang berhubungan langsung dengan

penelitian.

3.4 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan Purposif

Sampling. Purposif sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu. Pemilihan sampel dengan memilih responden yang benar-benar

mengetahui atau memiliki kompetensi dengan topik penelitian (Nanang Martono,

2007, h. 71)
36

3.5. Instrumen Penelitian

Penelitian yang menggunakan metode kualitatif adalah suatu metode

penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang dialami, maka

peneliti adalah sebagai instrument kunci (Moleong, 2002, h. 4)

Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian guna mendapatkan data

yang valid dan realible. Namun untuk membantu kelancaran dalam pelaksanaannya

peneliti juga didukung oleh instrument pembantu seperti panduan wawancara.

Adapun langkah-langkah penyusunan wawancara yaitu, peneliti melakukan hal-hal

sebagai berikut:

a. Menetapkan informan yang ingin diwawancarai

b. Menyiapkan topik-topik masalah yang akan jadi pembicaraan.

c. Membuka atau mengawali wawancara

d. Melangsungkan wawancara.

e. Mengkonfirmasi inti sari dan wawancara dan mengakhirinya.

f. Menuliskan wawancara kedalam catatan lapangan

g. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah peneliti peroleh.

Dalam instrument penelitian ini alat bantu yang digunakan antara lain

kamera, alat perekam, catatan lapangan dan panduan wawancara.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang terpenting dalam suatu penelitian,

karena dengan analisis, data yang diperoleh dapat diberi arti dan makna yang akan

digunakan dalam memecahkan masalah yang timbul dalam penelitian yang

dilakukan. Teknik analisis data, penyampaian data dan penarikan kesimpulan

analisis yang dilakukan sepanjang proses penelitian.


37

3.7 Pengujian Kredibilitas Data

Untuk memastikan keasahan data dan memastikan apakah data yang

diperoleh merupakan data yang realibel, maka perlu dilakukan beberapa uji

kredibilitas data, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan, dirasakan data yang diperoleh

masih kurang memadai. Menurut Moleong (2011, h. 327) perpanjangan

pengamatan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai titik kejenuhan

pengumpulan data tercapai.

b. Pelibatan teman sejawat

Pemeriksaan sejawat berarti pemeriksaan yang dilakukan dengan jalan

mengumpulkan rekan-rekan yang sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang

sama tentang apa yang sedang diteliti. Sehingga bersama mereka peneliti dapat me-

review persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan. Apabila hal itu

dilakukan maka hasilnya adalah menyediakan pandangan kritis, mengetes hipotesis

kerja (temuan-teori substantif), membantu mengembangkan langkah berikutnya,

dan melayani sebagai pembanding ( Moleong 2011, h. 334).

c. Triangulasi

Menurut Moleong (2011, h. 331) “ Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagaipembanding terhadap data itu. Teknik

triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber

lainnya”.
38

Mengutip pernyataan Patton, lebih lanjut Moleong (2011, h. 331)

menjelaskan mengenai proses atau teknik triangulasi yang digunakan dalam

penelitian, yaitu “triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek

balik derajad kepercayaan suatu informan yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda dalam penelitian kualitatif”. Hal itu dapat di capai dengan jalan

membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikatakan secara pribadi. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang

situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. Membandingkan

keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang

seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada,

orang pemerintahan, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

yang berkaitan.

3.8 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Gampong Blang Baro Kecamatan Kuala

Kabupaten Nagan Raya. Peneliti memilih tempat ini sebagai lokasi penelitian

karena melihat tradisi tolak bala Gampong Blang Baro Kecamatan Kuala

Kabupaten Nagan Raya.

3.9 Jadwal Penelitian

Waktu dan tempat penelitian akan dilaksanakan kurang lebih empat bulan

yakni mulai Mei 2014 sampai dengan juni 2014 berlokasi di gampong Blang Baro

Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya. Adapun secara rinci dapat dilihat

sessuia tabel di bawah ini:


39

Tabel 3.1 : Rancangan penelitian tentang aktivitas dan waktu

No
Aktivitas Tanggal penelitian
1.
Pengurusan Ijin Penelitian 14 mei 2014
2.
Pembuatan Instrumen Interview 15-17 Mei 2014
3.
Pembuatan IstrumenObservasi 18-22 Mei 2014
4.
observasi 23-25 Mei 2014
5.
Interview 26-28 Mei 2014
6.
Uji Kredibilitas Data 29 Mei-2 Juni 2014
7.
Reduksi Data Penelitian 3-5 juni 2014
8. Data Display dan pembahasan
6-7 Juni 2014
9.
Verifikasi/Penarikan Kesimpulan 8-10 Juni 2014
10.
Penyusunan Laporan 11-18 Juni 2014
40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Letak Gampong

Gampong Blang Baro adalah salah satu Gampong dalam Kecamatan Kuala

Kabupaten Nagan Raya. Yang memiliki jarak akses dari provinsi 300 Km, dari ibu

kota kabupaten 15 Km dan dari Ibu Kota Kecamatan 4 Km. Luas wilayah Gampong

Blang Baro memiliki + 1280 Ha, Meliputi 4 dusun, dari tiap-tiap dusun dipimpin

oleh seorang Kadus (Kepala Dusun). Dengan sebagian besar luas tanahnya adalah

persawahan dimana mayoritas masyarakat Gampong Blang Baro adalah petani.

Gampong Blang Baro terdiri dari 4 (empat) dusun, yaitu Dusun Aman, Dusun

Cahaya Mata, Dusun karya Tani dan Dusun Karya Usaha. Penduduknya homogen

antara salah satu Dusun dengan Dusun yang lain dan juga tidak jauh bedanya

dengan daerah lain yang sama sukunya yaitu suku Aceh. Menurut catatan resmi

RPJMG Gampong Blang Baro tahun 2009-2013, penduduk berjumlah 691 jiwa,

yang terdiri dari laki-laki 381 jiwa dan Perempuan berjumlah 310 jiwa, terdiri dari

208 Kartu Keluarga (KK).

Ditinjau dari segi geografis Gampong Blang Baro Kecamatan Kuala

Kabupaten Nagan Raya merupakan Gampong yang berdekatan dengan Gampong

Blang Muko, dan Ujong Sikuneng. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel

berikut:
41

Tabel 4.1
Jarak Gampong dengan Pemerintahan dan sarana Vital
NO Ibu kota Provinsi 287 Km Keterangan
1. Ibu kota Kabupaten 15 Km Nagan Raya
2. Ibu Kota kecamatan 4 Km Kuala
3. Puskesmas 1 Km Kuala
4. Rumah Sakit Umum 4 Km Kuala
5 SPBU 1 Km Kuala
Sumber Data : Ringkasan RPJMG 2013 Gampong Blang Baro

2. Batasan Gampong

Gampong Blang Baro merupakan salah satu Gampong di Kecamatan Kuala

yang berbatasan dengan beberapa Gampong lain yang masih dalam satu

Kecamatan. Adapun batas Gampong adalah;

- Sebelah Utara : Gampong Blang Muko

- Sebelah Selatan : Gampong Ujong Sikuneng

- Sebelah Timur : PT. Sofindo

- Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Barat

3. Pembagian wilayah

Gampong Blang Baro dipimpin oleh seorang Keuchik yang bernama

Abubakar Has. Dalam menjalankan pemerintahan, Keuchik Abubakar Has dibantu

oleh perangkat Gampong lainnya yaitu seorang sekretaris Gampong dan 5 orang

perangkat desa lainnya. Adapun nama pemerintahan Gampong yaitu sebagai

berikut:

Keuchik : Abubakar Has

Sekretaris Gampong : Efendi

Kaur Pembangunan : Hamdani

Kaur Kesra : Adi Ananda

Kaur Pemerintahan : Tayeb Darma


42

Dalam menjalankan roda pemerintahannya aparat Gampong Blang Baro selalu

bekerja sama dengan Tuha Peut atau badan perwakilan desa yang diketuai oleh

Ibnu Ali.

Gampong Blang Baro terbagi menjadi 4 (empat) dusun, yaitu Dusun Aman,

Dusun Cahaya Mata, Dusun karya Tani, dan Dusun Karya Usaha

4. Penduduk

Jumlah Penduduk Gampong Blang Baro berdasarkan data dinamis akhir

Tahun 2013 secara keseluruhan dengan Kepala Keluarga 208 KK dari jumlah

tersebut terdiri dari 691 jiwa dengan perincian 381 jiwa penduduk laki-laki dan 310

penduduk perempuan. Jumlah penduduk Gampong Blang Baro berdasarkan

kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2
Keadaan Penduduk Menurut Golongan Umur

NO UMUR JUMLAH JIWA PERSENTASE


1. 0-5 tahun 145 21,0 %
2. 6-15 tahun 175 25,3 %
3. 16- 49 tahun 173 25,0 %
4. 50- tahun keatas 198 28,7 %
Jumlah 691 100 %
Sumber Data : Ringkasan RPJMG 2013 Gampong Blang Baro

5. Kondisi Sosial dan ekonomi

Mengetahui kondisi sosial ekonomi suatu wilayah sangat penting, agar kita

mengetahui berbagai potensi yang dimiliki wilayah tersebut. Selain itu bagi pihak

Pemerintah dengan sendirinya dapat dijadikan dasar guna menyusun kebijaksanaan

pemerintah setempat. Masing-masing aspek sosial dan ekonomi suatu daerah pada

hakikatnya menunjukkan tingkat keberhasilan dan kemajuan daerahnya di dalam

melaksanakan pembangunan.
43

Nilai-nilai sosial dan budaya di Gampong Blang Baro sampai saat ini masih

berjalan dan terpelihara. Hal ini terbukti dan terlihat pada setiap kegiatan-kegiatan

sosial masyarakat dilakukan bersama-sama, sekalipun kegiatan yang dimaksud

bersifat pribadi akan tetapi rasa peduli sesama masih terbangun erat di Gampong

Blang Baro. Selain itu bila dilihat dari lembaga-lembaga sosial yang ada ditengah-

tengah masyarakat berjalan dengan baik walaupun ada kendala-kendala teknis

dalam pelaksanaannya seperti kekurangan fasilitas, sarana dan prasarana. Gotong

royong masih rutin dilaksanakan walaupun waktunya tidak ditentukan secara pasti

tergantung kesiapan.

Disegi Adat dan Istiadat Gampong, didalam Gampong Blang Baro ada yang

masih berjalan dan ada juga sebagian yang sudah mulai hilang. Seperti contoh, pada

acara orang yang musibah/ meninggal masyarakat Blang Baro masih sangat peduli

dan membantu bersama-sama demikian juga pada acara-acara lain, seperti pesta

perkawinan dan juga turun mandi. Pemuda juga masih aktif dalam setiap kegiatan

sosial digampong, hal ini terbukti dengan berbagai kegiatan sosial dan budaya yang

tumbuh dan berkembang dikalangan masyarakat.

Adapun keadaan sosial dan ekonomi di wilayah Gampong Blang Baro dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Bidang Ekonomi

Untuk mengetahui aktivitas yang dijalani sehari-hari oleh suatu wilayah

dalam bidang ekonomi umumnya dapat ditunjukkan melalui mata pencaharian

penduduknya. Disamping itu dengan melihat mata pencaharian penduduk kita dapat

mengetahui pula tingkat tinggi rendahnya taraf hidup masyarakat. Untuk Lebih
44

Jelasmya dibawah ini disajikan tabel mengenai penduduk Gampong Blang Baro

menurut mata pencaharian.

Tabel 4.3
Keadaan Mata Pencaharian Masyarakat

NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH PERSENTASE


1. Petani 175 25,3 %
2. Pedagang 116 16,8 %
3. Peternak 89 12,9 %
4. PNS 10 1,5 %
5. Honorer 26 3,8 %
6. Lain-Lain 275 39,7 %
Jumlah 691 100 %
Sumber Data : Ringkasan RPJMG 2009-2013 Gampong Blang Baro

Pada Tabel 4.3 mata pencaharian utama masyarakat Gampong Blang Baro

pada umumnya adalah Petani, selebihnya Pedagang, Peternak, Pedagang, Pegawai

Negeri Sipil (PNS) dan honorer. Para petani di Gampong Blang Baro menanam

padi setahun dua kali, sebagian masyarakat juga bekerja di kebun untuk menutupi

kebutuhan primer sehari-hari.

2. Bidang Pendidikan

Pendidikan adalah wajib bagi manusia karena melalui pendidikan akan

merubah nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, yaitu merubah nilai-nilaitidak

baik menuju kearah yang lebih baik. Berdasarkan Gambar 4.3 jelas mayoritas

masyarakat Gampong Blang Baro berprofesi sebagai petani. Dalam kaitannya

dengan peningkatan mutu Pendidikan formal dan non formal lihatlah Tabel 4.4

berikut ini:
45

Tabel 4.4
Keaadan Pendidikan

NO LEMBAGA PENDIDIKAN JUMLAH


1. SD/MIN 134
2. SMP/MTsN 115
3. SMA/MA 163
4. Perguruan Tinggi 19
5. Pesantren 14
Jumlah 445
Sumber Data : Ringkasan RPJMG 2009-2013 Gampong Blang Baro

Umumnya masyarakat Gampong Blang Baro kurang menyadari betapa

pentingnya arti Pendidikan, padahal Pendidikan merupakan salah satu faktor

terpenting dalam melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai berbagai macam

perubahan kearah kemajuan dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan

makmur. Namun seiring berkembangnya zaman, masyarakat sudah menyadari

tentang arti pendidikan. Perubahan yang nyata bisa dilihat dari partisipasi

masyarakat dalam bidang Pendidikan.

Partisipasi masyarakat Gampong Blang Baro terhadap Pendidikan pada

dewasa ini telah berubah, mayoritas masyarakat sudah memahami tentang

pentingnya Pendidikan terhadap keberlansungan hidup dirinya dan generasi muda.

Masyarakat juga sudah menyadari pentingnya Pendidikan untuk mewujudkan

kehidupan yang baik, dan layak untuk menuju masyarakat yang adil dan sejahtera.

Hal ini bukan berarti tidak ditemukan lagi orang dewasa yang buta huruf dan anak-

anak yang putus sekolah, orang dewasa yang buta huruf dan anak-anak yang putus

sekolah masih ditemukan namun jumlahnya sangat sedikit.

Mutu Pendidikan non formal khususnya Pendidikan agama tidak jauh

berbeda bila di bandingkan dengan Pendidikan formal, hal ini terbukti bahwa di

Kecamatan Kuala sudah banyak Pesantren-Pesantren, tetapi para generasi muda


46

yang berasal dari Gampong Blang Baro masih sedikit yang meminati pendidikan di

pesantren dan bahkan generasi muda belum ada yang tamat belajar di pesantren,

namun masih dalam proses belajar di pesantren.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat masih kurang memahami

tentang masalah pendidikan agama, padahal pendidikan agama mutlak

diperlakukan secara kontinyu dari manusia lahir kepermukaan bumi sampai

manusia kembali kehadirat Ilahi (meninggal dunia). Pada umumnya agama yang

dianut oleh masyarakat Gampong Blang Baro 100 % agama Islam, meskipun itu

hanya sebagai pengakuan. Masyarakat awam yang sangat fanatik terhadap agama,

meskipun belum melaksanakan sepenuhnya tuntutan ajaran Islam, hal ini mungkin

juga sama dengan masyarakat Gampong lain yang ada di daerah Aceh.

Kehidupan beragama di Gampong Blang Baro sangat besar pengaruhnya

dalam kehidupan masyarkat, walaupun kenyataan pengamalan ajaran Islam belum

sebagaimana diharapkan, namun shalat berjamaah lima waktu di Mesjid sudah

terlaksana dengan teratur walaupun hanya sedikit jamaah yang ikut untuk

memakmurkan Mesjid.

Perkembangan agama Islam di Gampong Blang Baro dapat disaksikan

melalui upacara keagamaan, Adat-Istiadat dan perkembangan tempat-tempat ibadah

upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh masyarakat selalu erat kaitannya

dengan Islam seperti upacara peringatan Maulid, Israk Mi‟raj, menyambut tahun

baru Hijriah, Nuzul Qur‟an diperingati setiap tahunnya oleh seluruh masyarakat.

Permasalahan agama yang sedang dipikul oleh masyarakat dewasa ini hanyalah

masalah regenerasi yang kurang memahami terhadap ajaran agama Islam,

disebabkan generasi muda yang kurang berminat terhadap pendidikan di pesantren,


47

sehingga dewasa ini masih sedikit anak-anak yang sedang menuntut ilmu agama di

pesantren, yaitu ada empat orang anak yang sedang menuntut ilmu di pesantren,

sedangkan yang sudah menjadi alumni pesantren belum ada kecuali generasi tua

yang sudah aktif dalam bidang agama.

Semua penduduk Gampong Blang Baro pemeluk agama Islam, semua itu

dapat di buktikan bahwa baik dilihat dari segi pengetahuan, pengamalan ajaran

agama masyarakat relatif masih rendah dan yang di ukur hanya kualitas bangunan

fisik saja. Memang sudah berdirinya Mesjid begitu besar, namun Mesjid yang ada

itu belum difungsikan secara efisien sebagai sentral pengamalan ajaran agama

Islam yang sempurna menurut ketentuan syariah yang sebenarnya.

Pada umumnya Gampong Blang Baro terdiri dari 4 (empat) dusun, yaitu

Dusun Aman, Dusun Cahaya Mata, Dusun karya Tani dan Dusun Karya Usaha.

Dari empat dusun tersebut mempunyai adat-istiadat dan tata cara kehidupan yang

homogen antara satu dusun dengan dusun lain dan juga tidak jauh berbeda dengan

daerah lain yang ada di Aceh.

Adat Istiadat yang berkembang sangat erat hubungannya dengan ajaran

Islam, karena adat Aceh pada umumnya dan khususnya di Gampong Blang Baro

tidak terlepas kaitannya dengan ajaran Islam.

Upacara-upacara yang ada dilaksanakan oleh masyarakat memang erat

hubungannya dengan ajaran Islam, karena upacara yang dilakukan merupakan

bagian dari adat Aceh yang sudah diislamisasikan dan juga budaya orang Islam.

Namun dalam proses pelaksanaannya mayoritas masyarakat melupakan hal-hal

yang wajib untuk dilakukan. Misal, ketika pelaksanaan Upacara Maulid mayoritas
48

masyarakat menyukai Upacara Maulid, namun tibanya waktu shalat asar sedikit

orang yang mau menunaikan kewajibannya

4.1.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Tolak Bala

Sesuai dengan metode yang ditetapkan dalam Bab sebelumnya, maka dalam

mengumpulkan data peneliti menggunakan wawancara mendalam atau indept

interview, observasi dan kajian pustaka. Untuk mempermudah wawancara, peneliti

telah menyusun instrumen berupa interview guide atau panduan wawancara.

Panduan wawancara tersebut berisi sembilan pertanyaan yang mengungkapkan

tentang persepsi atau pandangan masyarakat terhadap Tradisi Tolak Bala dan

Analisis Tradisi Tolak Bala.

Selama Penelitian yang dilakukan di Gampong Blang Baro dengan teknik

penentuan informan menggunakan Purposif Sampling, maka ditentukan beberapa

informan yang dapat diwawancarai. Wawancara peneliti berdasarkan interview

Guide atau panduan wawancara yang telah disusun, dengan menggunakan rumusan

masalah dan teori yang dipergunakan. Berkaitan dengan persepsi atau pandangan

masyarakat tentang tradisi Tolak Bala ini difokuskan pada tanggapan masyarakat

tentang Tolak Bala yang masih menjadi tradisi dalam masyarakat.

Sesuai dengan teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini,

maka data lapangan telah direduksi. Selama proses reduksi, didapatkan data-data

yang dipilih untuk disajikan dalam penelitian ini. Berkaitan dengan persepsi

masyarakat tentang Analisis tradisi Tolak Bala terdiri dari 9 (sembilan) pertanyaan.

Adapun jawaban masyarakat yang menjadi informan sebagaimana paragaraf

berikut.
49

Pertanyaan pertama mengenai pengetahuan informan mengenai tradisi

Tolak Bala menunjukkan keseragaman. Data ini menunjukkan arti bahwa

masyarakat mengetahui apa dan bagaimana tradisi Tolak Bala. Hal ini sebagaimana

dikatakan oleh Abu Bakar Has Selaku Keuchik Gampong Blang Baro.

“Iya, saya tau tentang tradisi Tolak Bala. Tradisi Tolak Bala atau
Rabu Abeh merupakan tradisi yang dilaksanakan masyarakat
dengan membuang sial ke Sungai (wawancara 23 Mei 2014)

Jawaban yang sama juga disampaikan oleh Abdul Karim dan M. Daud.

Kedua informan tersebut memiliki jawaban yang sama dengan Abu Bakar Has.

Dalam hal ini persamaan terletak pada kegiatan masyarakat pada setiap

memperingati Tolak Bala pergi kesungai, dan melepaskan sesajian kedalam sungai

untuk membuang sial.

Jawaban Informan yang sedikit berbeda adalah jawaban sebagaimana

dikemukakan oleh Tgk. Ismail selaku Imum Mesjid Gampong Blang Baro. Hal ini

tampak pada pernyataan berikut ini :

“Iya, saya sudah lama mengetahui tradisi Tolak Bala. Pelaksananan


Tradisi Tolak yang berkembang selama ini bukan berasal dari
Islam. Peringatan yang dianggap menghindari musibah ini dan
harus membuang semua musibah, kesialan kesungai. (wawancara
23 Mei 2014)

Pernyataan ini sangat mirip dengan pernyataan informan sebelumnya, tetapi

jika diperhatikan Nampak perbedaan jawaban informan tersebut yakni terletak pada

keterlibatan masyarakat dalam tradisi Tolak Bala dalam melaksanakan Tradisi

Tolak Bala Tersebut.

Pernyataan masyarakat tentang waktu dilaksanaakannya tradisi Tolak Bala

semua informan mengatakan dilaksanakan di hari Rabu Abeh. Salah satu jawaban
50

itu sebagaimana dikatakan oleh M. Daud selaku Kejrun Blang Gampong Blang

Baro berikut ini :

“Tradisi Tolak Bala dilaksanakan pada hari Rabu Abeh atau hari
Rabu penghabisan setiap Bulan Safar. Dan dalam waktu
pelaksanaannya, waktu selesai dilaksanakannya Tradisi Tolak Bala
adalah watu siang menjelang sore hari. (wawancara 23 Mei 2014)

Ketidakjelasan kapan waktu berakhirnya pelaksanaan Tradisi Tolak Bala

tersebut juga dikemukakan oleh A. Karim selaku masyarakat Gampong Blang Baro

berikut ini:

“Dan dalam waktu pelaksanaannya, tidak ada jam yang pasti dalam
menentukan waktu selesai dilaksanakannya Tradisi Tolak Bala.
Biasanya pelaksanaan dilaksanakan dari pagi hingga siang
menjelang sore hari. (wawancara 23 Mei 2014)

Pandangan masyarakat tentang asal muasal keberadaan Tradisi Tolak Bala

semua informan mengatakan tidak bisa menjelaskan secara pasti karena mereka

tidak mengetahuinya. Jawaban para informan hanya menggambarkan sejak zaman

dahulu dan sudah lama ada. Tidak ada jawaban yang menyebutkan dan memastikan

asal muasal Tradisi Tolak Bala ini terus muncul dan selalu diperingati di Gampong

Blang Baro. Salah satu jawaban itu sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ali selaku

Tuha Peut Gampong Blang Baro sebagai berikut:

“Asal muasal Tradisi Tolak Bala tidak dijelaskan dalam buku-buku


tentang Adat Istiadat masyarakat Aceh, namun Tradisi ini sudah
ada dan terus dilaksanakan sampai sekarang. (wawancara 25 Mei
2014)

Berdasarkan jawaban informan diatas dapat dipastikan bahwa memang tidak

ada yang mengetahui sama sekali asal muasal Tradisi Tolak Bala. Pernyataan

tentang tujuan dan manfaat dilaksanakan Tolak Bala A. Karim memperjelas tujuan

Tolak Bala sebagai berikut:


51

“Pelaksanaan Tradisi Tolak Bala ketika masyarakat yang tertimpa


musibah atau naas untuk membersihkan semua dari musibah maka
masyarakat pergi kesungai untuk membuang sial, (wawancara 23
Mei 2014).

Pernyataan serupa juga dikatakan informan lainnya seperti M. Daud yaitu

sebagai berikut:

“Tujuan dan manfaat dilaksanakan Tradisi Tolak Bala adalah untuk


membersihkan diri dari kesialan dan musibah dengan cara pergi
kesungai untuk melepaskan sesajian yang dihanyutkan kesungai
(wawancara 24 Mei 2014)

4.1.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi masyarakat Gampong Blang Baro


melakukan tradisi Tolak Bala

Pernyataan tentang keiikutsertaan informan dalam melaksanakan tradisi

Tolak Bala, semua informan mengatakan pernah ikut serta melaksanakan tradisi

Tolak Bala. Dan pernyataan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat

Blang Baro dalam melaksanakan Tradisi Tolak Bala, ada beberapa faktor,

sebagaimana yang dikatakan oleh M. Daud sebagai berikut:

“Banyak faktor yang memperngaruhi masyarakat dalam


melaksanakan tradisi Tolak Bala. Masyarakat beranggapan jika
tidak ikut melaksanakan Tolak Bala akan mendapat kesialan dan
musibah pada diri dan keluargfanya. Ada juga masyarakat yang
beranggapan pada pelaksanaan Tolak Bala itu merupakan ajang
untuk sosialisasi antara masyarakat Gampong. (wawancara 24 Mei
2014)

Hal berbeda disampaikan oleh A.Karim selaku masyarakat Gampong Blang

Baro sebagai berikut:

“ Faktor yang mempengaruhi masyarakat ikut melaksanakan tradisi


Tolak bala adalah karena tradisi tersebut merupakan tradisi rutin
yang terus menerus dilaksanakan oleh masyarakat setiap tahunnya,
apabila tidak ikut memperingati Tolak Bala timbul rasa malu
kepada masyarakat yang lain, dan juga akan menimbulkan rasa
resah akan terjadinya musibah dikemudian hari karena sudah
menjadi sugesti bagi masyarakat yang tidak melaksanakan Tradisi
Tolak Bala akan mendapatkan kesialan dan musibah. (wawancara
23 Mei 2014)
52

Pernyataan tentang prosesi pelaksanaan Tradisi Tolak Bala, semua informan

menyatakan hal yang serupa. Pernyataan tersebut seperti yang dikatakan oleh Tgk.

Ismail sebagai berikut:

“Prosesi pelaksanaan Tolak Bala, adalah dengan menyiapkan


sejajian yang berupa nasi dan lauk pauknya yang akan dibawa
kesungai untuk dihanyutkan. Pada pelaksanaannya makanan yang
dibawa juga untuk dinikmati oleh semua masyarakat layaknya
seperti acara rekreasi atau makan-makan. (wawancara 25 Mei
2014).

Pernyataan tentang persepsi Tradisi Tolak Bala. Bermacam-macam.

Diantaranya seperti yang disampaikan oleh A. Karim sebagai berikut:

‟Pandangan saya mengenai Tradisi Tolak Bala ini boleh saja terus
dilestarikan selama pelaksanaannya selalu diniatkan dengan niat
yang baik dan tidak melanggar norma-norma agama (wawancara
23 Mei 2014)

Hal yang berbeda disampaikan oleh Ibnu Ali selaku Tuha Peut Gampong

Blang Baro sebagai berikut

“Pandangan saya tentang tradisi Tolak Bala ini harus terus


dilaksanakan untuk menambah rasa solidaritas masyarakat
Gampong dan juga menambah keakraban antara masyarakat
Gampong. Karena pada pelaksanaan Tolak Bala menjadi ajang
silaturahmi antara masyarakat Gampong (wawancara 23 Mei 2014)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Tolak Bala

Sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan analisis Tradisi Tolak Bala

yang diajukan peneliti mendapatkan jawaban dari informan, interaksi hubungan-

hubungan sosial yang menyangkut hubungan antar individu, individu (seseorang)

dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interkasi sosial

maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial adalah suatu

interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antar manusia yang
53

berlangsung sepanjang hidupnya didalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto

(2006, h. 58) Proses Sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat

dilihat jika individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta

menentukan sistem dan bentuk hubungan social.

Homans (dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu

kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain

diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu

lain yang menjadi pasangannya.

Berkaitan dengan interaksi antara msyarakat dengan Tradisi Tolak Bala

telah Nampak dari beberapa pernyataan dari informan dalam menjawab pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Demi mengetahi interaksi masyarakat

dengan Tradisi Tolak Bala, pertanyaan pertama berkaitan dengan apakah

masyarakat mengetahui tentang Tradisi Tolak Bala. Masyarakat sangat mengetahui

tentang Tradisi Tolak Bala, dan pertanyaan selanjutnya tentang waktu, tujuandan

manfaat Tradisi Tolak Bala dilaksanakan. Masyarakat menyatakan waktu

pelaksanaan Tradisi Tolak Bala pada hari Rabu Abeh, atau hari Rabu terakhir di

Bulan Safar. Tujuan dan manfaat dilaksanakan tradisi Tolak Bala ini adalah untuk

menghidari musibah dan membuang kesialan dengan cara melepaskan sesajian

kedalam sungai.

Mayoritas masyarakat mempersepsikan Tradisi Tolak Bala adalah adat

warisan nenek moyang, selain itu masyarakat juga mempersepsikan Tradisi Tolak

Bala terjadi difusi melalui proses akulturasi budaya dan ada masyarakat yang ragu-

ragu mempersesikannya karena tidak ada pengetahuan tentang itu sehinggga


54

Tradisi Tolak Bala dilakukan karena ikut-ikutan dan malu dengan masyarakat

lainnya.

Mayoritas masyarakat mempersepsikan ragu-ragu tentang pelaksaan Ritual

Tradisi Tolak Bala karena itu tergantung pada ilmu pengetahuan dan tingkat

kepercayaan yang dimilikinya. Sangat sedikit persepsi masyarakat tentang Tradisi

Tolak Bala dapat membawa dampak apapun dan Tradisi Tolak Bala dapat

menimbulkan dampak bagi individu yang melaksanakannya. Tradisi Tolak Bala

sebagai tradisi mayoritas masyarakat Aceh, maka pelaksanaannya hanya sebagai

upaya memelihara Adat Aceh.

Masyarakat melaksanakan Tradisi Tolak Bala karena sebagai upaya untuk

memelihara Adat Aceh, hal ini didasarkan pada kondisi historis Tradisi Tolak Bala

sebagai Adat warisan leluhur yang pantas dipelihara sebagai suatu kearifan lokal.

Di samping itu masyarakat melakukan bukan sebagai upaya memelihara Adat

Aceh, namun hanya sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang ikut-ikutan, sehingga

terhindar dari rasa malu dengan masyarakat apabila tidak melaksanakan Tradisi

Tolak Bala.

4.2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi masyarakat Gampong Blang Baro


melakukan tradisi Tolak Bala

Dalam membahas data ini sebenarnya adalah proses analisis sebagai

kelanjutan dari dta display atau penyajian data setelah diredusi. Pada sub Bab

sebelumnya telah disajikan data-data hasil wawancara dan observasi yang telah

direduksi sebelumnya. Berikut ini pembahasan data yang diaplikasiikan dalam teori

Kearifan lokal dan Teori difusi sosial.

Sesuai dengan teori kearifan Lokal menurut Ataupah (2004, h. 54) kearifan

lokal bersifat historis tetapi positif. Nilai-nilai diambil oleh leluhur dan kemudian
55

diwariskan secara lisan kepada generasi berikutnya lalu oleh ahli warisnya tidak

menerimanya secara pasif dapat menambah atau mengurangi dan diolah sehingga

apa yang disebut kearifan itu berlaku secara situasional dan tidak dapat dilepaskan

dari sistem lingkungan hidup atau system ekologi/ekosistem yang harus dihadapi

orang-orang yang memahami dan melaksanakan kearifan itu.

Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-

menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang

terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. Kearifan lokal merupakan

pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi

bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah

dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam

masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari

sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan

damai.

Menurut lauer (2001, h. 87), difusi merupakan pola perubahan yang penting.

masalahnya adalah, kadangkala aspek kebudayaan dapat merupakan hasil inovasi

maupun hasil difusi, atau dapat pula merupakan hasil modifikasi maupun hasil

pemindahan. teknik modifikasi tersebut tidak hanya menyangkut unsur kebudayaan

materiil, melainkan juga menyangkut unsur kebudayaan nonmateriil.

Sistem sosial menurut roger merupakan sekumpulan individu-individu yang

berbeda fungsinya dan terlibat dalam kegiatan menyelesaikan masalah kolektif.

aspek penting sistem sosial di antaranya adalah norma, status dan pimpinan yang

akan mempengaruhi jalannya proses penyebaran dan penerimaan suatu inovasi.

Penyebaran dan penerimaan inovasi ini secara pasti terjadi sepanjang waktu, bahwa
56

suatu masyarakat senantiasa menerima informasi tentang inovasi baru melalui

proses komunikasi dan respon masyarakat dapat bersifat menerima ataupun

menolak inovasi.

Menurut masyarakat setempat yang menjadi faktor utama munculnya

Tradisi Tolak Bala dikalangan masyarakat yaitu Tradisi Tolak Bala merupakan

Adat warisan nenek moyang yang tidak boleh ditinggalkan proses pelaksaannya

oleh masyarakat Aceh, faktor munculnya Tradisi Tolak Bala juga disebabkan oleh

akulturasi budaya antara agama Islam dan Hindu dan pengetahuan masyarakat yang

kurang sehingga masyarakat ikut-ikutan dalam melaksanakan Tradisi Tolak Bala.

Berdasarkan faktor-faktor yang dikemukakan oleh masyarakat terhadap

perkembangan pelaksanaan Tradisi Tolak Bala, maka penulis mengklasifikasikan

menjadi tiga faktor lainnya yang memicu munculnya Ritual Tradisi Tolak Bala,

yaitu : faktor adat, perasaan tidak enak pada masyarakat dan fanatik.

1. Faktor adat

Faktor adat merupakan suatu faktor utama yang mendorong masyarakat

untuk melaksanakan Tradisi Tolak Bala, karena setiap orang Aceh mengaku Tradisi

Tolak Bala merupakan Adat Aceh yang sulit untuk ditinggalkan oleh masyarakat.

Masyarakat menganggap bahwa tradisi Tolak Bala sebagai adat Aceh memang

sudah sejak dahulu dilaksanakan oleh para ulama-ulama Aceh dalam proses

adaptasi para ulama dengan masyarakat yang menganut agama Hindu.

2. Faktor perasaan tidak enak pada masyarakat

Faktor perasaan tidak enak pada masyarakat merupakan suatu faktor

masyarakat merasa tidak enak apabila tidak melaksanakan Tradisi Tolak Bala,

Untuk mehindari perbedaan dalam masyarakat maka ikut-ikutan dalam melaksakan


57

Tradisi Tolak Bala. Ikut-ikutan tersebut karena masyarakat kurang memahami

mengenai Tradisi Tolak Bala

3. Faktor fanatik

Melalui faktor fanatik, seoalah-olah Tradisi Tolak Bala dapat

mempengaruhi masyarakat dalam proses pelaksanaannya. Masyarakat turun

temurun melaksanakan Ritual tersebut. Pengaruh turun-temurun tersebut

masyarakat menganggap Tradisi Tolak Bala itu baik apabila dilaksanakan, ataupun

Tradisi Tolak Bala itu tidak baik. Itu tergantung pada orang yang menilainya antara

besar manfaat ataupun mudharatnya.

Dari tiga faktor tersebut, masyarakat sulit meninggalkan Tradisi Tolak Bala,

walaupun ada yang mengatakan tidak di benarkan melakukan Tradisi Tolak Bala

karena dapat mengundang kesesatan, namun Tradisi tolak Bala tetap dilakukan di

berbagai lapisan masyarakat dalam acara tertentu. Adapun pandangan masyarakat

terhadap Tradisi Tolak Bala yaitu bisa membawa umat manusia kepada keberkatan

dan bisa pula menjerumuskan umat manusia kepada kemusrikan atau juga tidak

menimbulkan pengaruh apapun terhadap kehidupan umat manusia selama masih

menjaga aqidah yang dianutnya.

Hubungan antara Agama Islam dengan tradisi Tolak Bala bisa menimbulkan

tiga kemungkinan besar, yaitu tidak bertentangan, harmonis, dan bertentangan.

1. Hubungan antara agama Islam dengan Ritual Tradisi Tolak Bala tidak

bertentangan

Hubungan antara agam Islam dengan Tradisi Tolak Bala dikatakan tidak

bertentangan karena selama ini masyarakat menerima pendidikan terhadap tradisi

Tolak Bala itu dari lingkungan tempat ia tinggal. Kemudian Tradisi Tolak Bala
58

dilaksanakan oleh masyarakat dipandu oleh Teungku dan diiringi dengan doa-doa

yang sering digunakan dalam ajaran Islam, dan Tradisi Tolak Bala sudah menjadi

sebagian dari kehidupan masyarakat Aceh yang belum pernah ditinggalkan,

walaupun dikalangan masyarakat yang bertentangan dengan tradisi Tolak Bala.

Sehingga masyarakat menganggap Tradisi Tolak Bala tidak bertentangan dengan

Agama Islam.

2. Hubungan antara agama Islam dengan Ritual Tradisi Tolak Bala harmonis

Masyarakat menganggap keharmonisan hubungan antara agama Islam

dengan tradisi Tolak Bala selama ini karena masyarakat belum pernah menyaksikan

terjadinya perdebatan atau konflik atas perselisihan pendapat terhadap tradisi Tolak

Bala di lingkungan tempat ia tinggal. Sementara Tradisi Tolak Bala selama ini

nampak harmonis dengan agama Islam dikalangan masyarakat karena masyarakat

belum memahami tentang kemudharatan dari Tradisi Tolak Bala tersebut.

3. Hubungan antara agama Islam dengan Tradisi Tolak Bala bertentangan

Hubungan agama Islam terhadap Tradisi Tolak Bala bertentangan karena

sebagian masyarakat mengkhawatirkan jika Tradisi Tolak Bala tetap dipertahankan

dalam kehidupan masyarakat, maka masyarakat yang belum mampu mengenal

antara Adat dan aqidah akan terjerumus kepada kemusrikan. Hal ini disebabkan

seolah-olah tradisi Tolak Bala dapat membawa keuntungan, jika tidak mengikuti

dan merayakan Tradisi Tolak Bala maka akan menimbulkan bencana. Dari

anggapan tersebut justru mengundang kesesatan bagi umat manusia sehingga

memudahkan umat manusia mempersekutukan Tuhan yang Maha Esa (Allah,

SWT).
59

Masyarakat Gampong Blang Baro sampai saat ini masih melaksanakan

tradisi Tolak Bala sebagaimana mestinya dilaksanakan pada masa lalu, memang

saat ini arus perkembangan zaman sangat pesat dan masyarakat mengkhawatirkan

tradisi Tolak Bala akan hilang dari kehidupannya. Anggapan masyarakat jika

Tradisi Tolak Bala itu dihilangkan dari kehidupan maka sedikit orang yang

merespon terhadap hal tersebut karena masyarakat sudah sibuk dengan hal-hal yang

modernisasi dengan mudah memperoleh kenyataan. Disamping itu ada pula

masyarakat yang bertindak netral ketika ada orang yang mau menghilangkan Ritual

tradisi Tolak Bala, dan ada sekelompok kecil yang masih mau peduli terhadap adat

warisan leluhur ini.

Walaupun ada upaya sebagian masyarakat untuk menghilangkan Tradisi

Tolak Bala di tengah-tengah kehidupan, maka sekelompok kecil ini mengambil

tindakan agar masyarakat memahami tentang Tradisi Tolak Bala yang sebenarnya.

Sekelompok kecil ini tidak mengusir sekelompok lainnya yang ingin

menghilangkan Tradisi Tolak Bala, namun hanya sebatas tidak setuju saja dan

mensosialisasikan Tradisi Tolak Bala merupakan adat Aceh yang patut dipelihara

kepada masyarakat yang ingin menghilangkannya.

Keberadaan Tradisi Tolak Bala kemudian dipahami dan dipersepsikan lebih

Lanjut oleh para masyarakat. Sehingga dalam konteks ini masyarakat mencoba

menghubungkan faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melaksanakan

Tradisii Tolak Bala. Sebenarnya sebagian masyarakat ada yang sudah tidak mau

melaksanakan Tradisi Tolak Bala. Namun karena beranggapan bahwa jika tidak

ikut serta dalam melaksanakan Tradisi Tolak Bala akan mendapatkan musibah.

Masyarakat sudah sangat percaya tentang hal tabu yang terus menerus berkembang
60

tentang efek yang timbul dikemudian hari jika tidak ikut melaksanakan Tolak Bala.

Walaupun musibah dikemudian hari diakibatkan oleh faktor lain, namun sering

sekali musibah yang timbul tersebut dikaitkan dengan akibat tidak mengikuti Tolak

Bala. Pada dasarnya ini hanya tentang kepercayaan mitos.


61

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Analisis Tradisi Tolak Bala

masyarakat Gampong Blang Baro Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya,

melalui metode penelitian kualitatif, maka dapat disampaikan kesimpulan sebagai

berikut:

1. Persepsi masyarakat terhadap Tradisi Tolak Bala adalah bahwa masyarakat

memandang Tradisi Tolak Bala merupakan Tradisi yang dilaksanakan pada

hari Rabu Abeh atau hari Rabu terakhir di bulan Safar dengan membawa

sesajian yang berupa makanan kesungai untuk dihanyutkan laut dengan

tujuan membuang sial atau menolak musibah.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melaksanakan Tradisi

Tolak Bala adalah faktor internal yang timbul akibat kecemasan atau

ketakutan akan efek yang timbul akibat tidak ikut melaksanakan Tradisi

Tolak Bala. Walaupun musibah dikemudian hari diakibatkan oleh faktor

lain, namun sering sekali musibah yang timbul tersebut dikaitkan dengan

akibat tidak mengikuti Tolak Bala. Pada dasarnya ini hanya tentang

kepercayaan mitos.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, penting untuk disampaikan beberapa saran

demi terciptanya kebudayaan yang selaras dengan keagamaan.


62

1. Penulis menyarakan, agar menganggap perbedaan persepsi terhadap Tradisi

Tolak Bala bukanlah suatu masalah yang dapat menimbulkan konflik, tetapi

anggaplah itu sebagai perbedaan pandangan yang dapat memicu persatuan

dalam hidup bermasyarakat dengan cara perbedaan yang ada direspon

dengan kepala dingin sehingga mampu melahirkan solusi yang paling

efektif dalam melaksanakan Tradisi Tolak Bala. Kemudian hati-hatilah

dalam mempersepsi tradisi Tolak Bala karena jika salah persepsi akan

menimbulkan suatu permasalahan yang dapat merusak Aqidah yaitu

terjerumus kepada kesesatan. Yang perlu disosialisasikan kepada generasi

muda Tradisi Tolak Bala itu merupakan bagian dari Adat, dan bukan bagian

dari syariat.

2. Berkenaan dengan era globalisasi yang penuh dengan kemajuan diberbagai

bidang, termasuk kemajuan dibidang budaya yang sering terjadi pergeseran

sewaktu-waktu, karena Tradisi Tolak Bala sebagai suatu nilai kearifan lokal

yang sudah menjadi Adat Istiadat patut dipelihara, dan menjunjung tinggi

nilai-nilai filosofinya. Untuk menjaga dari arus perkembangan zaman, maka

dalam mensosialisasikan Tradisi Tolak Bala dengan ilmiah kepada para

generasi muda agar para generasi muda tidak salah persepsi.

3. Pemerintah khususnya tokoh agama perlu melakukan sosialisasi tentang

tradisi Tolak Bala yang selama ini terus berkembang dalam masyarakat.

Masyarakat harus lebih selektif dalam mengikuti Tradisi yang harus

diselaraskan dengan agama.


63

4. Tokoh-tokoh kebudayaan dan tokoh agama harus mempunyai program yang

jelas dalam pelestarian kebudayaan dan Adat Istiadat yang berkembang

dalam masyarakat.
64

DAFTAR PUSTAKA

Ataupah, 2004. Peluang Pemberdayaan Kearifan Lokal Dalam Pembangunan


Kehutanan . Kupang: Persada Gafindo

Andi M, Akhmar dan Syarifuddin, 2007. Mengungkap Kearifan Lingkungan


Sulawesi Selatan, PPLH Regional Sulawesi, Maluku dan Papua,
Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI. Makasar : Masagena Press,

Ayatrohaedi, (Ed). 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta:


Pustaka Jaya

Cresswell, 1998. Penelitian Kualitatif, Eresco, Bandung,

Elly M, Setiadi, Dkk. 2010. Ilmu Sosial Budaya & Dasar. Jakarta: Penerbit Prenada
Media Group.

Hadi, Amirul. 2010. Aceh, Sejarah, Budaya, dan Tradisi. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia: Jakarta.

Harun, Mohd. 2009. Memahami Orang Aceh. Perdana Mulya Sarana: Medan.

Lauer, R.H. 2001. Perspektif tentang perubahan sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Nababan, A. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Adat.


Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. Bogor: Pusat
Penelitian Lingkungan Hidup IPB.

Noor Juliansyah, 2001, Pengantar Ilmu Sosiologi, PT. Gramedia, Jakarta.

Kriyantono, 2007. Pengantar Publik Relations, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Martono, Nanang 2007. Metode-Metode Penelitian, PT. Persada Utama, Jakarta

Mulyana, 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu


Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: Pt remaja rosdakarya

Moleong, 2002. Instrumen Penelitian, Cipta Karya, Bandung.

Moleong, 2011 Uji Kredibilitas Data, Cipta Karya, Bandung.

Roberston, Ronald, 1988. Agama Dalam Analisis dan Interprestasi sosiologi.


Jakarta: penerbit Rajawali.

Rogers, M.Everett, 2003. Diffusion of Innovation 5th Edition,Free Press, New Yok
65

Sibarani, Robert 2012. Kearifan Lokal: Hakikat, Peran dan Metode Tradisi Lisan.
Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik. Medan: Poda.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Soerjono Soekanto, 2009. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Penerbit Rajawali


Pers.

Suryono, Arjono, 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Penerbit Persindo.


Budhisantoso.

Selo Soemardjan, 1993. Masyarakat dan Manusia Dalam Pembangunan. Jakarta:


Penerbit Pustaka Sinar Harapan.

Usman Husaini, 2009. Metodelogi Penelitian, Sembaran Cipta, Jakarta.

Wiettoler, 2007. Landasan keilmuan kearifan lokal ( IBDA). Purwokerto. Fajar


Putra

Internet

Artikel Ilmiah. http://tasikuntan. kompasiana.com/ pengertian-tradisi. Diakses


pada tanggal 20 Januari 2014, jam 10:15.

Artikel Ilmiah. http://id.wikipedia.org /diakses 20 januari 2014, jam 10:25.

Artikel Ilmiah. http://sosbud.kompasiana.com/2012/01/25/tradisi-uroe-tulak-bala-


di-aceh 433431.html/ Diakses pada tanggal 20 Januari 2014, jam 10: 45.

Artikel Ilmiah. (http://senjadirantau. kompasiana..com/2011/10/tradisi-hindu-


dalam-budaya-masyarakat.html/ Diakses pada tanggal 20 Januari 2014, jam
10: 50.

Artikel Ilmiah. (http://id.wikipedia.org/wiki/gampong/ Diakses 20 Januari 2014,

Artikel Ilmiah. http://hulumahakam. kompasiana.com/2012/12/05/banggeris-


bentuk-nyata-kearifan-lokal-masyarakat-dayak-dalam-pelestarian-hutan/
jam 10: 55.
66

Artikel Ilmiah. (http://salehsjafei. kompasiana.com/2010/09/bagaimana-


membangun-desa-secara-damai.html/ Diakses 20 Januari 2014 Jam 10: 60.

Artikel Ilmiah Antariksa, 2009a. Pemahaman Tentang Sosio-Antropologi


Perkotaan. http://antariksaarticle. kompasiana.com. (Diakses 17 Juni 2014)

Artikel Ilmiah, Antariksa, 2009b. Peradaban Dalam Sejarah


Perkotaan.http://antariksaarticle. kompasiana.com. (Diakses 17 Juni 2014)
DAFTAR PUSTAKA

Ataupah, 2004. Peluang Pemberdayaan Kearifan Lokal Dalam Pembangunan


Kehutanan . Kupang: Persada Gafindo

Andi M, Akhmar dan Syarifuddin, 2007. Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi


Selatan, PPLH Regional Sulawesi, Maluku dan Papua, Kementerian Negara
Lingkungan Hidup RI. Makasar : Masagena Press,

Ayatrohaedi, (Ed). 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta:


Pustaka Jaya

Cresswell, 1998. Penelitian Kualitatif, Eresco, Bandung,

Elly M, Setiadi, Dkk. 2010. Ilmu Sosial Budaya & Dasar. Jakarta: Penerbit Prenada
Media Group.

Hadi, Amirul. 2010. Aceh, Sejarah, Budaya, dan Tradisi. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia: Jakarta.

Harun, Mohd. 2009. Memahami Orang Aceh. Perdana Mulya Sarana: Medan.

Lauer, R.H. 2001. Perspektif tentang perubahan sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Nababan, A. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Adat.


Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. Bogor: Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup IPB.

Noor Juliansyah, 2001, Pengantar Ilmu Sosiologi, PT. Gramedia, Jakarta.

Kriyantono, 2007. Pengantar Publik Relations, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Martono, Nanang 2007. Metode-Metode Penelitian, PT. Persada Utama, Jakarta

Mulyana, 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi


dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: Pt remaja rosdakarya
Moleong, 2002. Instrumen Penelitian, Cipta Karya, Bandung.

Moleong, 2011 Uji Kredibilitas Data, Cipta Karya, Bandung.

Roberston, Ronald, 1988. Agama Dalam Analisis dan Interprestasi sosiologi. Jakarta:
penerbit Rajawali.

Rogers, M.Everett, 2003. Diffusion of Innovation 5th Edition,Free Press, New Yok

Sibarani, Robert 2012. Kearifan Lokal: Hakikat, Peran dan Metode Tradisi Lisan.
Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik. Medan: Poda.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Soerjono Soekanto, 2009. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers.

Suryono, Arjono, 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Penerbit Persindo. Budhisantoso.

Selo Soemardjan, 1993. Masyarakat dan Manusia Dalam Pembangunan. Jakarta:


Penerbit Pustaka Sinar Harapan.

Usman Husaini, 2009. Metodelogi Penelitian, Sembaran Cipta, Jakarta.

Wiettoler, 2007. Landasan keilmuan kearifan lokal ( IBDA). Purwokerto. Fajar Putra

Internet

Artikel Ilmiah. http://tasikuntan. kompasiana.com/ pengertian-tradisi. Diakses pada


tanggal 20 Januari 2014, jam 10:15.

Artikel Ilmiah. http://id.wikipedia.org /diakses 20 januari 2014, jam 10:25.

Artikel Ilmiah.
http://sosbud.kompasiana.com/2012/01/25/tradisi-uroe-tulak-bala-di-aceh
433431.html/ Diakses pada tanggal 20 Januari 2014, jam 10: 45.
ArtikelIlmiah.(http://senjadirantau.
kompasiana..com/2011/10/tradisi-hindu-dalam-budaya-masyarakat.html/
Diakses pada tanggal 20 Januari 2014, jam 10: 50.

Artikel Ilmiah. (http://id.wikipedia.org/wiki/gampong/ Diakses 20 Januari 2014,

Artikel Ilmiah. http://hulumahakam.


kompasiana.com/2012/12/05/banggeris-bentuk-nyata-kearifan-lokal-masyarak
at-dayak-dalam-pelestarian-hutan/ jam 10: 55.

Artikel Ilmiah. (http://salehsjafei.


kompasiana.com/2010/09/bagaimana-membangun-desa-secara-damai.html/
Diakses 20 Januari 2014 Jam 10: 60.

Artikel Ilmiah Antariksa, 2009a. Pemahaman Tentang Sosio-Antropologi Perkotaan.


http://antariksaarticle. kompasiana.com. (Diakses 17 Juni 2014)

Artikel Ilmiah, Antariksa, 2009b. Peradaban Dalam Sejarah


Perkotaan.http://antariksaarticle. kompasiana.com. (Diakses 17 Juni 2014)

Anda mungkin juga menyukai