Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK

DINAMIKA KELOMPOK

PENYUSUN :

KELOMPOK 4

APRILIA C. KONDA : 2019071014165


GEOFFREY ALVIAN ONA : 2019071014101
HOLLAN W. SOINDEMI : 20180711014315
ELSA MAMBRASAR : 2019071014477
WEMFRI WEYA :
MARTHA :

PROGRAM STUDI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antropologi lahir karena adanya perhatian kalangan ilmuan di Eropa


kepada masyarakat yang masih dianggap primitive atau terbelakang di
Asia, Afrika, dan Oceania yang di dorong oleh banyaknya tulisan dari
petualang, penyebar agama atau para industrialis yang melakukan
perjalanan untuk mencari pengembangan industri dan daerah
pemasarannya. Antropologi memandang manusia sebagai sesuatu yang
kompleks dari segi fisik, emosi, social, dan kebudayaannya. Antropologi
sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusia dan kebudayaan

Secara umum, antropologi dibedakan ke dalam dua bidang kajian


besar, pertama adalah kajian yang mengarah pada unsur fisik dari manusia
disebut antropologi fisik atau antropologi ragawi. Kedua adalah kajian
yang mengarah pada unsur sosial budaya yang disebut antropologi sosial
budaya. Dalam uraian selanjutnya akan dikemukakan pembagian
antropologi yang disampaikan oleh beberapa ahli. Selain itu, juga akan
dijelaskan hubungan Antropologi dengan ilmu sosial lainnya, seperti
dengan sosiologi, ilmu politik, dan ilmu ekonomi.

Etnologi adalah studi mengenai ragam budaya etnis yang berbeda


(Sa’u, 2006). Adapun dengan kajian etnologi atau antropologi budaya ini
mencoba memberi jawban mengenai pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan manusia sebagai makhlluk sosialatau sebagai
makhluk hidup dalam kelompok atau masyarakat tertentu (ihromi,2015).
Dengan kata lain kajian antropologi budaya menyangkut tingkah laku dan
ide serta mempelajari apa yang sebenarbya dibuat dan dipikirkan manusia
sehingga seyogyanya antropologi budaya memberikan kontribusi pada
filsafat dan teologi (prior, 1993).
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian jaman Ethnologi
b. Apa hubungan Antropologi dengan Ethnologi
c. Bagaimana penerapan Ethnologi dalam masyarakat
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian Ethnologi
b. Untuk mengetahui hubungan Antropologi dengan Ethnologi
c. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Ethnologi dalam
Mayarakat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Ethnologi
Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas-asas manusia melalui
kajiannya terhadap sejumlah kebudayaan suku bangsa yang tersebar di
seluruh dunia. Seperti Anda lihat pada bagan 2 di atas, ilmu ini dibedakan
menjadi 2 bagian atas dasar perbedaan fokus kajiannya. Pertama, ilmu
yang lebih memfokuskan diri pada kajian bidang diakronik (kajian dalam
rentang waktu yang berurutan), yang tetap menggunakan nama etnologi.
Kedua, ilmu yang lebih menekankan perhatiannya pada bidang sinkronik
(kajian dalam waktu yang bersamaan), yang lebih akrab dengan sebutan
antropologi sosial. Di antara ahli antropologi yang mengembangkan teori-
teori antropologi sinkronik adalah A.R. Radcliffe-Brown. Ia adalah
seorang ahli antropologi Inggris yang mencoba mencari asas-asas
kebudayaan dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan masyarakat.
Menurutnya, para ahli antropologi harus berbuat lebih dari yang dilakukan
oleh para ahli pada fase kedua, yaitu yang hanya puas dengan mempelajari
kebudayaan hanya untuk mengetahui sejarah dan persebaran kebudayaan-
kebudayaan di muka bumi ini.

B. Hubungan Antropologi dan Ethnologi


Sejalan dengan Koentjaraningrat, Haviland (1991) memperlihatkan
bahwa cabang antropologi secara umum dibagi ke dalam 2 cabang besar,
yaitu antropologi fisik (physical anthropology) dan antropologi budaya
(cultural anthropologi). Antropologi budaya terbagi lagi ke dalam
arkeologi, antropologi linguistik, dan etnologi.
Bagan 1.1

Ilmu – ilmu Bagian dari Antropologi

1. Etnologi dan Antropologi Sosial


Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas-asas manusia melalui
kajiannya terhadap sejumlah kebudayaan suku bangsa yang tersebar di
seluruh dunia. Seperti Anda lihat pada bagan 2 di atas, ilmu ini dibedakan
menjadi 2 bagian atas dasar perbedaan fokus kajiannya. Pertama, ilmu
yang lebih memfokuskan diri pada kajian bidang diakronik (kajian dalam
rentang waktu yang berurutan), yang tetap menggunakan nama etnologi.
Kedua, ilmu yang lebih menekankan perhatiannya pada bidang sinkronik
(kajian dalam waktu yang bersamaan), yang lebih akrab dengan sebutan
antropologi sosial.
Di antara ahli antropologi yang mengembangkan teori-teori
antropologi sinkronik adalah A.R. Radcliffe-Brown. Ia adalah seorang ahli
antropologi Inggris yang mencoba mencari asas-asas kebudayaan dan
kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan masyarakat. Menurutnya, para
ahli antropologi harus berbuat lebih dari yang dilakukan oleh para ahli
pada fase kedua, yaitu yang hanya puas dengan mempelajari kebudayaan
hanya untuk mengetahui sejarah dan persebaran kebudayaan-kebudayaan
di muka bumi ini.

C. Penerapan Ethnologi dalam Mayarakat


Contoh penerapan Ethnologi yang berada di masyarakat yaitu
“Tradisi Sriatan di Desa Wonokarto Kabupaten Pacitan dan Desa Bekiring
Kabupaten Ponorogo”
Salah satu kebudayaan lokal yang masih bisa dijumpai yakni
Tradisi Sriatan. Tradisi ini masih sering diadakan dan dipercayai pada
sebagian besar masyarakat di Kabupaten Pacitan dan Kabupaten
Ponorogo, khususnya di Desa Wonokarto Kabupaten Pacitan dan Desa
Bekiring Kabupaten Ponorogo. Tradisi tersebut merupakan warisan
leluhur yang berkaitan dengan orang yang sedang sakit. Tradisi Sriatan di
Desa Wonokarto Kabupaten Pacitan bertujuan sebagai pemberian harapan
yang ditujukan kepada orang yang sedang sakit, khususnya sakit liya-liyu.
Liya-liyu merupakan sakit kepala yang disebabkan hilangnya nafsu
makan. Ada beberapa penggolongan dalam liya-liyu sesuai dengan umur
seseorang yang akan disriati, di antaranya saat ngrusak taman, kemlewer,
wayah angon, dsb. Tidak hanya itu, untuk melangsungkan tradisi ini perlu
adanya perhitungan weton terlebih dahulu hingga menemukan titik kosong
atau dikatakan hitungan wetonnya terputus. Titik kosong tersebut diyakini
sebagai waktu sehat yang telah ditetepakan oleh Tuhan untuk
kesembuhannya. Lain halnya dengan Tradisi Sriatan di Desa Bekiring
Kabupaten Ponorogo, di sini Tradisi Sriatan diselenggarakan dengan
tujuan menepati janji yang diucapkan dari orang tua kepada orang yang
sedang sakit. Oleh karena itu, ketika dirasa orang yang sakit tersebut lekas
sembuh, tradisi ini baru bisa dilakukan. Selain memiliki tujuan yang
berbeda, Tradisi Sriatan di dua wilayah ini juga memiliki persamaan yang
terletak pada nama tradisi, pelaku tradisi, dan kepercayaan yang diyakini
oleh masyarakat setempat. Wujud komparasi ini melambangkan identitas
dari kelompok masyarakat di mana kebudayaan tersebut berada.
Berdasarkan pembagian wilayah tersebut, Desa Wonokarto Kabupaten
Pacitan termasuk dalam wilayah kebudayaan Mataraman. Wilayah
kebudayaan Mataraman merupakan wilayah yang terletak di sebelah barat
Provinsi Jawa Timur dan masih berkaitan dengan budaya dan tradisi
Kerajaan Mataram yang berasal dari Yogyakarta dan Surakarta (Fuad,
2019:15). Sedangkan Desa Bekiring Kabupaten Ponorogo termasuk dalam
wilayah Panaragan. Sesuai dengan pembagian wilayah kebudayaan, hal ini
menandakan bahwa kebudayaan yang terdapat di dua daerah tersebut jelas
memiliki perbedaan.
Tradisi Sriatan merupakan tradisi yang dilakukan berkaitan dengan
orang yang sedang sakit. Di Desa Wonokarto Kabupaten Pacitan tradisi ini
diselenggarakan dengan tujuan memberikan harapan kepada orang yang
mengalami liya-liyu atau sakit kepala karena hilangnya nafsu makan. Lain
halnya dengan Tradisi Sriatan di Desa Bekiring Kabupaten Ponorogo,
tradisi ini bertujuan menepati janji kepada orang sakit. Adanya tujuan
tersebut tidak terlepas dari cerita awal mula Tradisi Sriatan yang
berkembang di kedua tempat. Tumbuh dan berkembangnya Tradisi Sriatan
di Desa Wonokarto Kabupaten Pacitan memiliki keterkaitan dengan Mbah
Kerto, seseorang yang memberi nama tempat tersebut dan senantiasa
memberikan pertolongan pada masyarakat setempat, salah satunya kepada
orang yang mengalami liya-liyu. Begitu halnya dengan awal mula Tradisi
Sriatan di Desa Bekiring, tradisi ini bermula ketika anak Raden
Jayengrana yang mengalami sakit keras dan tidak bisa disembuhkan
dengan obat-obatan apapun, hingga salah seorang sesepuh desa bernama
Mbah Kiring memberikan saran agar keluarga Raden Jayengrana
memberikan janji kepada sang anak dan menepatinya. Peristiwa tersebut
lantas dinamakan Sriatan
Awal mula Tradisi Sriatan di Desa Wonokarto Kabupaten Pacitan
ini berkaitan dengan seseorang yang berhasil menamai hutan tersebut
dengan nama Wonokarto yang bermakna tempat yang memberikan
kesejahteraan. Seseorang tersebut berasal dari Desa Tembayat (Klaten)
yang termasuk dalam wilayah kekuasaan Mataram Islam. Saat itu,
keberadaan agama Islam di Mataram sedang berada di puncak kejayaan,
sehingga para masyarakat dan keturunan dari Kerajaan Mataram Islam
berlomba-lomba untuk menyebarkan agama Islam. Seperti yang dilakukan
Mbah Kerto yang mengembara ke arah selatan dengan tujuan mencari
tempat yang cocok untuk mendekatkan diri dengan Allah. Kemudian,
sampailah Mbah Kerto pada suatu tempat yang masih sepi dan sesuai yang
diinginkan. Di hutan tersebut, masyarakatnya masih belum terkena
pengaruh dari luar sehingga masih menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme. Mbah Kerto prihatin melihat keadaan seperti itu, sehingga
beliau memiliki harapan bisa menyebarkan agama Islam di tempat
tersebut. Selain menyebarkan agama Islam, Mbah Kerto juga memberikan
bantuan kepada masyarakat, salah satunya kepada masyarakat yang sedang
mengalami sakit. Sakit yang dimaksud mengarah kepada sakit yang
disebabkan oleh hilangnya nafsu makan atau dinamakan liya-liyu. Pada
waktu itu masyarakat masih belum mengenal adanya dokter, sehingga
pengobatan hanya dilakukan ala kadarnya dan dampaknya orang yang
mengalami liya-liyu tidak kunjung sembuh. Oleh sebab itu dengan ilmu
yang dimiliki Mbah Kerto, beliau memiliki cara untuk memberikan
harapan agar orang liya-liyu tersebut tidak merasakan sakit yang teramat
sakit dan bisa pulih seperti keadaan semula. Cerita mengenai Mbah Kerto
ini sesuai dengan cuplikan wawancara di bawah ini: “....Mbah Kerto kuwi
sing mbabad alas lan menehi jeneng ‘Wonokarto’. Sawijine dina
masyarakat kene ana sing lara liya-liyu, awake lemes,ora gelem mangan.
Wong-wong bingung merga ditambani apa wae ora mari. Banjur kanthi
dhawuhe Mbah Kerto, wong liya-liyu kasebut diaringi-aringi karo jenang
abang, golong siji, semaya,lan ingkung. Wekasane wong liya-liyu kuwi
bisa pulih waras maneh. Wongwong percaya yen Mbah Kerto nduweni
kekuwatan kang pinunjul. Wong Desa Wonokarto njur paring kurmat
marang panjenengane...”
Sedangkan awal mula Tradisi Sriatan di Desa Bekiring Kabupaten
Ponorogo ini bermula ketika Ponorogo masih tersohor dengan nama
Wengker. Wengker yaitu nama sebelum proses Islamisasi, yang berasal
dari kereta basa ‘wewengkon kang angker’ artinya tempat yang
menakutkan (Nurdianto, 2018:7). Bagian ini menandakan bahwa Tradisi
Sriatan sudah ada saat Ponorogo masih mendapat pengaruh agama
Hindhu-Budha. Tradisi Sriatan di Desa Bekiring Kabupaten Ponorogo
dimulai ketika anak Raden Jayengrana mengalami sakit keras. Seluruh
upaya telah diusahakan, mulai dari cara tradisional sampai dibawa ke
tabib, tetapi tidak berhasil. Raden Jayengrana sebagai pemimpin Pulung
Merdika bingung menyaksikan sang anak seperti itu, hingga datanglah
sesepuh Pulung Merdika yang bernama Mbah Kiring. Beliau menyarankan
agar Raden Jayengrana sekeluarga memberikan janji kepada sang anak
jika ingin sang anak segera pulih. Bagian ini sesuai dengan hasil
wawancara di bawah ini: “.... Kawusanane Raden Jayengrana bingung
banjur ana sesepuh kanthi asma Mbah Kiring menehi panyaruwe supaya
Raden Jayengrana sekeluarga ngujar-ujari kanthi ujar kaya mangkene:
“Ngger, yen sok awakmu mari saka penyakitmu. Bakal tak segung karo
jenang abang, ingkung, mule metri, lan golong siji. Mula, enggal maria ya
Ngger” (Wawancara Mbah Soirin, 5 Desember 2020) Berdasarkan petikan
tersebut bisa diambil simpulan bahwa Raden Jayengrana sekeluarga
memiliki janji kepada Tuhan dan para leluhurnya jika sang anak sembuh
dari penyakitnya akan ditepati sesuai perkataan yang telah dilontarkan
sebelumnya. Maka dari itu, berkat saran dari Mbah Kiring menjadikan
anak Raden Jayengrana bisa sehat dan pulih seperti semula. Dengan
mengadakan segungan tersebut, artinya keluarga dari orang yang sakit
telah menepati janjinya kepada Tuhan dan leluhurnya. Berawal dari
kejadian itu, tindakan memberikan janji kepada orang sakit di Desa
Bekiring Kabupaten Ponorogo dinamakan Sriatan. Seperti itu awal mula
Tradisi Sriatan di Desa Wonokarto Kabupaten Pacitan dan Tradhisi
Sriatan di Desa Bekiring Kabupaten Ponorogo.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas-asas manusia melalui


kajiannya terhadap sejumlah kebudayaan suku bangsa yang tersebar di
seluruh dunia. Seperti Anda lihat pada bagan 2 di atas, ilmu ini dibedakan
menjadi 2 bagian atas dasar perbedaan fokus kajiannya. Pertama, ilmu
yang lebih memfokuskan diri pada kajian bidang diakronik (kajian dalam
rentang waktu yang berurutan), yang tetap menggunakan nama etnologi.
Kedua, ilmu yang lebih menekankan perhatiannya pada bidang sinkronik
(kajian dalam waktu yang bersamaan), yang lebih akrab dengan sebutan
antropologi sosial.

Koentjaraningrat, Haviland (1991) memperlihatkan bahwa cabang


antropologi secara umum dibagi ke dalam 2 cabang besar, yaitu
antropologi fisik (physical anthropology) dan antropologi budaya (cultural
anthropologi). Antropologi budaya terbagi lagi ke dalam arkeologi,
antropologi linguistik, dan etnologi.

Tradisi Sriatan di Desa Wonokarto Kabupaten Pacitan dan Tradisi


Sriatan yang berada di Desa Bekiring Kabupaten Ponorogo merupakan
salah satu kebudayaan lokal yang tumbuh dan berkembang karena adanya
kepercayaan dan kearifan lokal dalam masyarakatnya. Cerita tentang awal
mula Tradisi Sriatan di kedua wilayah berwujud lisan dan diceritakan
turun-temurun. Cerita tersebut berkembang sesuai dengan wilayah
kebudayaan yang dianut pada masing-masing wilayah. Awal mula Tradisi
Sriatan di Desa Wonokarto Kabupaten Pacitan dipengaruhi oleh
kebudayaan Mataraman dikarenakan tradisi ini memang dibawa oleh
seseorang dari Kerajaan Mataram dan dalam rangkaian tradisinya banyak
nilai simbolis tertentu. Begitupun dengan Tradisi Sriatan di Desa Bekiring
Kabupaten Ponorogo, yang terdapat ciri khas dari kebudayaan Panaragan
itu sendiri. Perbedaan lainnya selain terletak pada cerita awal mulanya
juga bisa ditemukan dalam tujuan diadakannya tradisi tersebut, tata laku,
dan ubarampe. Tujuan diadakannya Tradisi Sriatan di Desa Wonokarto
Kabupaten Pacitan yaitu sebagai sarana memberikan harapan kepada
orang yang mengalami liya-liyu. Liya-liyu merupakan sakit yang dialami
karena hilangnya nafsu makan. Sedangkan tujuan adanya Tradisi Sriatan
di Desa Bekiring Kabupaten Ponorogo sebagai sarana menepati janji yang
ditujukan kepada orang yang mengalami sakit. Selain itu, tata laku dan
ubarampe Tradisi Sriatan di Desa Wonokarto Kabupaten Pacitan tersusun
dengan sistematis, penuh dengaan nilai-nilai simbolik dan filosofis serta
sebagai wujud adanya Tuhan Maha Esa

B. Saran

Kita sebagai pembaca harus bisa menafsirkan ilmu Ethonologi


yang merupakan cabang ilmu dari Antropologi, dengan begitu kita dapat
memahami lebih dalam tentang Ethonologi (kebudayaan-kebudayaan yang
ada pada masyarakat yang telah ada sejak dahulu kala yang diwariskan
hingga saat ini).

Setiap kebudayaan dan adat istiadat serta kepercayaa yang telah


ada dari jaman nenek moyang hingga saat ini dapat kit lestarikan karena
itu merupakan warisan dari para leluhur dan juga agar generasi mudah
dapat belajar lagi tentang kebudayaan-kebuudayaan yang berada pada
daerah masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Absari, S. D., & Andriyanto, O. D. Tradisi Sriatan di Kabupaten Pacitan dan


Kabupaten Ponorogo (Kajian Etnologi Budaya).

Waruwu, P. (2022). PERBEDAAN-PERBEDAAN ALIRAN ANTROPOLOGI


HUKUM DAN TITIK TAUTNYA.

RAHMA, M. (2021). Aliran Antropologi Hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai