Anda di halaman 1dari 11

TUGAS RIVIEW (ANTROPOLOGI) PENGANTAR ILMU SOSIAL

Nama : Radya Amalia


NIM : 0309213035
Program Studi : Tadris IPS-3 Semester 1
Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Sosial
Dosen Pengampu : Nuriza Dora, M.Hum
Sumber : Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd dan Jurnal

Senin, 15 November 2021


RIVIEW

A. Spesialisasi Ilmu Antropologi


1. Antropologi Kuliner
Kuliner adalah salah satu unsur kebudayaan yang dicintai banyak orang.
Karenanya, antropologi pun memperhatikan bagian makanan mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh kehidupan manusia. Salah satu contoh hubungan antara makanan
dan kehidupan sehari-hari manusia adalah makanan cepat saji cenderung lebih
banyak menjamur di tempat-tempat yang tingkat aktivitas warganya sangat tinggi,
di kota-kota besar misalnya, makanan cepat saji termasuk makanan di warung-
warung dan rumah makan Padang (ya, mereka memang cepat saji! Cepat saji bukan
hanya untuk makanan sejenis McD atau KFC) biasanya menjadi pilihan di kalangan
mereka yang sangat sibuk dan hanya memiliki sedikit waktu untuk makan. Kajian
yang mengenai makanan, kebiasaan makan dan gizi, terutama aspek sosial, budaya
dan ekonomi makanan pada berbagai kelompok manusia bukanlah hal yang baru
dalam sejarah antropologi penelitian yang dilakukan oleh Audrey Richarda pada
orang Bantu, Afrika Selatan, boleh dikatakan penelitian awal yang cukup populer.
Hasil penelitian yang telah dipublikasikan dalam bukunya berjudul Hunger and
Work in a Savage Society (1932) tersebut dimulai dengan pernyataan Richard
bahwa nutrisi sebagai suatu proses biologis dalam sebuah kebudayaan diatur jauh
lebih mendasar dari pada urusan seks (bandingkan dengan Bates (1958) 3 dan fox,
1994).

1
Audery Richard berusaha mendeskripskan bagaimana semua aspek
kebudayaan yang ada (termasuk proses-proses ekonomi) mempengaruhi konsumsi
makan orang Bantu. Studi klasik Audery Richards tentang Bemba (sekarang
Zambia) di Rhodesia Utara menyimpulkan bahwa alasan masyarakat Bemba tidak
mau menjadi pekerja keras (terutama perhatian terhadap pertambangan British
(Inggris) dan minat ekonomi lainnya) bukanlah semua pertanyaan yang berkaitan
dengan kemalasan namun berkaitan dengan persoalan kurang gizi. Semenjak laki-
laki bekerja keras di tambang, perempuan-perempuan merasa sangat sulit
melakukan tugas pembukaan hutan yang berat yang secara tradisional biasanya
dilakukan oleh laki-laki. Selama masa itu bertahun-tahun ketika perempuan lebih
membutuhkan makanan bergizi untuk mendukung tenanga dalam membersihkan
dan menanam dilahan, supplai makanan amat sedikit. Kemdudian, akhirnya mereka
terlibat dalam siklus yang terus menurus dalam kondisi kurang produksi dan kurang
gizi (Messer, 1984).

2. Antropologi Maritim
Antropologi maritim merupakan ilmu yang mengkaji atau mempelajari
manusia, yang mencakup manusia sebagai pelaku dalam aktivitas kehidupan di
wilayah maritim dan system kebudayaannya, yaitu sikap-sikap, aktivitas, kebiasaan
dan kehidupan sosial yang berlaku dalam wilayah maritim (pesisir pantai). Tidak
hanya manusia sebagai subjek kajian antropologi maritim, tetapi juga wilayah
maritim itu sendiri, di lihat dari aspek luas perairan laut, jenis dan jumlah ikan di
laut, morfologi dasar laut dan warisan dalam laut (harta karun, kapal karam, dll).
Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai kekayaan alam melimpah.
Luas lautan yang lebih luas dari daratan menyebabkan Indonesia memiliki potensi
alam berupa hasil laut. Kebijakan politis terkait perekonomian yang lebih condong
pada sector industri dan pertanian terutama pada masa pemerintah Orde Baru
menjadikan kehidupan nelayan kurang di perhatikan,
Pembangunan tempat pelelangan ikan terbatas pada daerah-daerah tertentu, hal
ini suatu ironi dengan luas lautan Indonesia yang seharusnya menjadi suatu orientasi
ekonomi yang potensial. Ketidakberdayaan pada sector kelautan dan perikanan
nasional turut diperparah dengan maraknya kasus pencurian oleh nelayan dari
negara asing yang menggunakan peralatan lebih memadai dibandingkan dengan
peralatan melaut nelayan Indonesia. Masyarakat nelayan di Indonesia tergolong

2
masyarakat yang termarjinalkan, jika di lihat dari perekonomian terutama pada
sector pendapatan dan masalah hutang yang didukung dengan gaya hidup subsisten.
Namun, jika kita lihat dari ruang jelajah dan penguasaan pengawasan laut, bebrapa
suku bangsa di Indonesia dikenal sebagai orang laut yang handal dan mempunyai
kebudayaan khas seperti orang Bajo, Bugis, Makasar, orang suku laut di Riau dan
Madura. Orang bajo dikenal dengan sebutan manusia perahu, nelayan Bugis
Makasar pandai dalam membuat perahu tradisional yang dinamakan perahu Pinishi,
orang suku laut di Riau di kenal sebagai suku sampan atau Gipsi laut dari Melayu,
nama lain dari orang suku laut adalah sea nomads, sea folk, sea hunters and
gatherers (Sopher, 1977: 47 dalam Chou, 2003: 2)

3. Antropologi Pembangunan
Antropologi pembangunan adalah suatu kegiatan manusia dalam rangka
menyelesaikan berbagai permasalahan dan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Manusia melakukan serangkaian kegiatan (membangun sesuatu) sebagai respom
dari proses adaptasi terhadap lingkungan. Seperti, manusia membangun sebuah
pondok atau rumah yang nyaman untuk melindungi dari hujan, panas, serangan
binatang buas, dan serangan di luar dirinya. Antropologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang manusia melalui kebudayaannya. Banyak ahli telah
memberikan definisi kebudayaan, salah satu bahwa kebudayaan merupakan hasil
cipta, karya, dan karsa manusia. Koentjaraningrat memperkenalkan kita dengan
konsep tujuh unsur kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan menggambarkan
bahwa kebudayaan sangat erat kaitannya dengan segala yang dilakukan manusia
untuk menyelesaikan permasalahan hidup, termasuk dalam hal pembangunan.
Konsep “pembangunan” pada mula dan dasarnya, diacukan kepada pengertian
pembangunan ekonomi.
Dari sudut ilmu ekonomi, pembangunan berarti suatu proses di mana real
percapita income dari suatu negara meningkat dalam suatu masa panjang, dan
dalam bersamaan jumlah penduduk yang “ di bawah garis kemiskinan” tidak
bertambah (Meier, 1989). Dari sudut ilmu-ilmu sosial ”pembangunan” seringkali
diartikan sangat umum, yaitu pembangunan sosio-kultural yang direncanakan
(Arensberg dan Niehoff, 1964). Yang dimana dimensi sosiokultural mempunyai
keterlibatan dalam hal pembangunan. Secara umum beberapa teori pembangunan
yang harus di pelajari oleh ahli-ahli sosial, termasuk ahli antropologi. Ada beberapa

3
teori pembangunan yaitu: Teori Ekonomi Pembangunan (Pertumbuhan Ekonomi),
Teori Modemisasi, Teori Dependensi (pendekatan sistem global). Dan Teori
peranan daya psikokultural. Diantara teori pembangunan tersebut, yang lebih di
tekankan dalam kajian antropologi pembangunan yaitu teori psikokultural.

4. Antropologi Gender
Dalam perspektif gender, menurut Hidjadi (Jurnal Perempuan edisi 17, 2001:
9). “Stereotip perempuan adalah pekerja tradisional, yang tidak jauh dari pekerjaan
menjahit, memasak, membuat kue dan sebagainya”. Gender itu berasal dari bahasa
latin “GENUS” yang berarti jenis atau tipe. Gender adalah sifat dan perilaku yang
di letakkan kepada laki-laki dan perempuan yang di bentuk secara sosial maupun
budaya. Menurut ilmu sosiologi dan antropologi, gender itu sendiri adalah perilaku
atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan
atau dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu pula (Perspektif
Gender, oleh Mansur Fakih).
Dalam Women’s Studies Encyclopedia menjelaskan bahwa gender adalah suatu
konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran,
perilaku, ,mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan
yang berkembang dalam masyarakat. Hillary M. Lips dalam bukunya yang terkenal
Sex And Gender : An Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan
budaya terhadap laki-laki dan perempuan (Cultural expectations for woman and
men). Membahas permasalahan gender berarti membahas permasalahan laki-laki
dan perempuan dalam masyarakat.

5. Antropologi Visual
Antropologi visual yakni suatu sub-bagian dari disiplin antropologi yang dalam
penggunaannya menitikberatkan perhatian pada system visual dan budaya, visual
sebagai salah satu aplikasi lapangan penelitian antropologi. Morphy dan Banks
(1999) menerangkan bahwa sebenarnya terdapat dua focus perhatian dari
antropologi visual, diantaranya: Pertama, visual antropologi menyangkut
penggunaan materi visual dan penelitian antropologi. Kedua, visual antropologi
merupakan studi menegnai dan menggunakan hasil dari visual antropologi (Banks
dan Morphy, 1999).

4
B. Konsep-Konsep Ilmu Antropologi
Sebagimana ilmu-ilmu sosial lainnya, penggunaan konsep dalam antropologi
adalah penting karena pengembangan konsep yang terdefinisikan dengan baik
merupakan tujuan dari setiap disiplin ilmu. Antropolgi sebagai displin ilmu yang
relative baru terus berusaha mengidentifikasi dan mengembangkan konsep. Walaupun
tidak seprti ilmu-ilmu lainnya yang lebih dahulu sattle to stand up. Namun memang
tidak mudah untuk menyamakan suatu persepsi. Benar menurut Keesing (1958:152)
yang mengemukakan No two anthropologists think exactly alike, or use precisely the
same operating concepts or symbols. Contoh ekstremnya dapat diambil tentang konsep
kebudayaan yang paling umum, paling tidak terdapat tujuh kelompok pengertian
kebudayaan yaitu:
1. Kelompok kebudayaan sebagai keseluruhan kompleks kehidupan manusia;
2. Kelompok kebudayaan sebagai warisan sosial atau tradisi;
3. Kelompok kebudayaan sebagi cara dan aturan termasuk cita-cita, nilai-nilai, dan
kelakukan;
4. Kelompok kebudayaan sebagai keterkaitan dalam proses-proses psikologis;
5. Kelompok budaya sebagai hasil perbuatan atau kecerdesan manusia;
6. Kelompok kebudayaan sebagai hasil perbuatan atau kecerdesan manusia;
7. Kelompok kebudayaan sebagai sistem symbol;
Adapun yang merupakan contoh konsep-konsep antropologi, di antaranya:
1. Kebudayaan
2. Evolusi
3. Culture area
4. Enkulturasi
5. Difusi
6. Akulturasi
7. Etnosentrisme
8. Tradisi
9. Ras dan Etnik
10. Stereotip
11. Kekerabatan
12. Magis
13. Tabu, dan
14. Perkawinan

5
1. Kebudayaan
Istilah culture (kebudayaan) berasal dari bahasa latin, yakni cultura dari kata
dasar colere yang berarti berkembang tumbuh. Namun, secara umum pengertian
kebudayaan mengacu kepada kumpulan pengetahuan yang secara sosial
diwariskan dari satu generasi ke generasasi selanjutnya.
2. Evolusi
Secara sederhana, konsep evolusi mengacu pada sebuah transformasi yang
berlangsung secara bertahap. Walaupun istilah tersebut merupakan istilah
umum yang dapat di pakai dalam berbagai bidang studi (McHenry, 2000:453).
Dalam pandangan para antropologi, istilah evolusi yang merupakan gagasan
bahwa bentuk-bentuk kehidupan berkembang dari suatu bentuk ke bentuk lain
melalui mata rantai transformasi dan modifikasi yang tidak pernah putus, pada
umumnya diterima sebagai awal landasan berpikir mereka.
3. Daerah Budaya (Culture Area)
Suatu daerah budaya (culture area) adalah suatu daerah geografis yang
memiliki sejumlah ciri-ciri budaya dan kompleksitas lain yang dimilikinya
(Banks, 1977:274). Menurut definisi diatas, suatu daerah kebudayaan pada
mulanya berkaitan dengan pertumbuhan kebudayaan yang menyebabkan
timbulnya unsur-unsur baru yang mendesak unsur-unsur lama kea rah pinggir,
sekeliling daerah pusat pertumbuhan tersebut.
4. Enkulturasi
Konsep enkulturasi mengacu kepada suatu proses pembelajaran kebudayaan
(Soekanto, 1993:167). Dengan demikian, pada hakikatnya setiap orang sejak
kecil sampai tua, melakukan proses enkulturasi, mengingat manusia sebagai
makhluk yang di anugrahi kemampuan untuk berpikir dan bernalar sangat
memungkinkan untuk setiap waktu mengingatkan kemampuan kongnitif,
efektif, dan psikomotornya.
5. Difusi
Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan secara meluas
sehigga melewati batas tempat di mana kebudayaan itu timbul (Soekanto,
1993:150). Dalam proses difusi ini erat kaitannya dengan konsep inovasi
(pembaharuan).
6. Akulturasi

6
Akulturasi adalah proses pertukaran ataupun saling memengaruhi dari suatu
kebudayaan asing yang berbeda sifatnya sehingga unsur-unsur kebudayaan
asing tersebut lambat laun diakomodasikan dan diintegrasikan kedalam
kebudayaan itu sendiri tanpa kehilangan kepribadiannya sendiri
(Koentjaraningrat, 1990:91).
7. Etnosentrisme
Tiap-tiap kelompok cenderung untuk berpikir bahwa kebudayaan dirinya itu
adalah superior (lebih baik dan lebih segalanya) dari pada semua budaya yang
lain, inilah yang disebut dengan etnosentrisme.
8. Tradisi
Tradisi adalah suatu pola perilaku atau kepercayaan yang telah menjadi bagian
dari suatu budaya yang secara turun temurun (Soekanto, 1993:520). Para siswa
perlu mempelajari tradisi sebab tidak sedikit dalam kajian tradisi mengandung
nilai-nilai keluhuran budi yang tinggi dan sering tidak tersentuh oleh agama
maupun budaya global.
9. Ras dan Etnik
Suatu ras adalah sekolompok orang yang memiliki sejumlah ciri biologi (fisik)
tertentu atau suatu populasi yang memiliki suatu kesamaan dalam sejumlah
unsur biologi atau fisik khas yang disebabkan oleh factor hereditas atau
keturunan (Oliver, 1964:153).
Sedangkan etnik menurut Marger (1985:7) are groups within a larger society
that display a unique set of cultures traits. Jadi, dalam kajian etnik lebih
menekankan sebagai kelompok sosial bagian dari ras yang me iliki ciri-ciri
budaya yang sifatnya unik.
10. Stereotip
Stereotip (stereotype) adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu
stereos yang berarti solid dan tupos yang berarti citra atau kesan. Suatu stereotip
mulanya adalah suatu rencana cetakan yang begitu terbentuk sulit diubah. Oleh
Walter Lippman, orang pertama yang mengartikulasikan teori congnitive miser
dalam bukunya public opinion (1992), kata ini diadaptasi untuk penggunaannya
yang sekarang, biasanya didefinisikan sebagai generalisasi yang relatif tetap
mengenai kelompok atau kelas manusia yang mejurus ke hal-hal negative
ataupun tidak menguntungkan, meskipun beberapa penulis juga memasukkan
konsep stereotip positif.

7
11. Kekerabatan (Kinship)
Istilah kekerabatan atau kinship menurut antropologi Robin Fox dalam
karyanya kinship and marriage (1969) merupakan konsep inti dalam
antropologi. Konsep kekerabatan tersebut merujuk kepada tipologi klasifikasi
kerabat (kin) menurut penduduk tertentu berdasarkan aturan-aturan keturunan
(descent) dan aturan-aturan perkawinan.
12. Magis
Konsep magis menurut seorang pendiri antropologi di Inggris E.B. Taylor
dalam primitive Culture (1871) merupakan ilmu pseudo dan salah satu khayalan
paling merusak yang pernah menggerogoti umat manusia. Kemudian, dari
antropolog J.G.Frazer dalam karyanya golden bough (1890), mengemukakan
bahwa magis merupakan penerapan yang salah pada dunia materiil dari hokum
pikiran dengan maksud untuk mendukung sistem palsu dari hokum alam.
13. Tabu
Istilah tabu berasal dari bahasa polinesia yang berarti terlarang. Secara spesifik,
apa yang dikatakan terlarang adalah persentuhan antara hal-hal duniawi dan hal
yang keramat, termasuk yang suci (misalnya, persentuhan dengan ketua suku)
dan yang cemar (mayat).
14. Perkawinan
Agak sulit untuk mendefinisikan perkawinan, karena setiap istilah perkawinan
tersebut memiliki banyak bentuk dan dipengaruhi oleh system nilai budaya
masing-masing. Namun, secara umum konsep perkawinan tersebut mengacu
kepada proses formal pemaduan hubungan dua individu yang berbeda jenis
(walaupun kaum lesbi pun terjadi, namun itu bagian kasus) yang dilalukan
secara serimonial-simbolis dan makin dikarakterisasi oleh adanya
kesederajatan, kerukunan, dan kebersamaan dalam memulai hidup baru dalam
hidup berpasangan.

C. Teori-Teori Ilmu Antropologi


Berbeda dengan ilmu-ilmu ragawi yang universal, ilmuwan sosial sering
dihadapkan pada masalah-masalah khusus dalam hal data yang ditanganinya. Bukan
hanya antropolog, orang-orang yang iya pelajari pun bekerja dalam kerangka atau
bingkai konseptual sendiri. Hal itu membuat antropolog menghadapi masalah tersendiri
karena konsep-konsep yang digunakan oleh orang yang dipelajarinya sering sangat

8
bebrbeda dengan konsep antropolog. Di situ timbul soal metodologis yang tidak
kunjung usai dalam antroplogi.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disajikan beberapa teori dalam antropologi
yang mengunjukkan bebrapa karakteristik teori.

1. Teori Orientasi Nilai Budaya dari Kluckhohn


Teori ini dirintis oleh sepasang suami istri antropolog Clyde Kluckhohn dan
Florence Kluckhohn yang diuraikan dalam serangkaian karangannya (Kluckhohn,
1951; 1953; 1956) kemudian secara mendalam dituangkan dalam karya Florence
Kluckhohn dan F.L. Strodtbeck dalam judul Variations in Value Orientation
(1961). Menurut teori tersebut, hal-hal yang paling tinggi nilainya dalam tiap
kebudayaan hidup manusia minimal ada lima hal, yaitu (a) human nature atau
makna hidup manusia; (b) man nature atau makna dari hubungan manusia dengan
alam sekitarnya; (c) time, yaitu persepsi manusia mengenai waktu; (d) acivity, yaitu
masalah makna dari pekerjaan, karya, dan amal dari perbuatan manusia; (e)
relation, yaitu hubungan manusia dengan sesame manusia. Lima manusia inilah
yang disebut value orientations atau orientasi nilai budaya.

2. Teori Evolusi Sosiokultural Pararel-Konvergen-Divergen Sahlins dan Harris


Istilah evolusi gagasan bahwa bentuk-bentuk kehidupan yang berkembang dari
suatu bentuk ke bentuk lain melalui mata rantai transformasi dan modifikasi yang
tidak pernah putus diperkenalkan oleh Charles Darwin dalam buku The Origin of
Species (1859), walaupun sebenarnya kata-kata itu sudah dikenal sejak zaman
Yunani kuno, dan sejumlah pemikir sejak masa itu telah membuat postulat yang
bersifat evolusioner (Sanderson, 1995: 29).

3. Teori Evolusi Kebudayaan Lewis H. Morgan


Lewis H. Morgan (1818-1881) adalah seorang perintis antropolog Amerika
terdahulu, pada awal kariernya adalah seorang ahli hukum yang banyak melakukan
penelitian suku Indian dihulu Sungai St. Lawrence dekat kota New York. Karya
terpentingnya berjudul Ancient Society (1987) yang memuat delapan tahapan
tentang evolusi kebudayaan secara universal. Adapun dari delapan tahapan tersebut
adalah sebagai berikut.

9
a. Zaman Liar Tua, merupakan zaman sejak adanya manusia sampai menemukan
api.
b. Zaman Liar Madya, merupakan zaman dimana manusia menemukan senjata
busur dan panah.
c. Zaman Liar Muda, dari zaman ini manusia persejataan busur dan panah sampai
mendaptkan barang-barang tembikar.
d. Zaman Barbar Tua, pada zaman ini sejak pandai membuat tembikar sampai
mulai beternak dan bercocok tanam.
e. Zaman Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia beternak dan bercocok tanam
sampai kepandaian membuat benda-benda atau alat-alat dari logam.
f. Zaman Barbar Muda, yaitu zaman sejak manusia memiliki kepandaian
membuat alat-alat dari logam samapi mengenal tulisan.
g. Zaman Pradaban Purba, menghasilakn beberapa peradaban klasik zaman batu
dan logam.
h. Zaman peradaban masa kini, sejak zaman peradaban tua atau klasik sampai
sekarang.

4. Teori Evolusi Animisme dan Magic dari Taylor dan Frazer


Edward Burnett Taylor (1832-1917) dan Sir James George Fraze (1854-1941)
adalah seorang perintis antropologi sosial budaya di Inggris (Taylor) dan seorang
lagi ahli folklore Skotlandia yang banyak menggunakan bahan etnografi yang
sekaligus termasuk kelompok evolusionisme (Frazer). Jika Taylor terkenal seorang
autodidak yang produktif dengan karyanya Research into the Early History of
Mankind and the Development of Cicilization (1865), kemudian Primitive Culture:
Research into the Development of Mythology, Philisophy, Religion, Language, Art,
and Custom (1871) yang menempatkannya sebagai ahli teori evolusi budaya dan
religi, sedangkan farzer dengan dua karyanya yang terkenal adalah Totemism and
Exogamy (1910) dan The Golden Bough (1911-1913).

5. Teori Evolusi Keluarga J.J. Bachoven


J.J. Bachoven adalah seorang ahli hukum Jerman yang banyak mempelajari
etnografi berbagai bangsa (Yunani, Romawi, Indian, termasuk juga Asia Afrika).
Karya monumentalnya ditulis dengan judul Das Mutterrecht atau Hukum ibu
(1967). Inti teori evolusi keluarga dari Bachoven tersebut bahwa seluruh keluarga

10
di seluruh dunia mengalami perkembangan melalui empat tahap (Koentjaraningrat,
1987: 38-39) sebagai berikut.
a. Tahap Promiskuitas, manusia hidup serupa binatang berkelompok, laki-laki dan
perempuan berhubungan dengan bebas dan melahirkan keturunannya tanpa
ikatan.
b. Lambat laun manusia sadar akan hubungan antara ibu dengan anaknya sebagai
suatu kelompok keluarga inti dalam masyarakat.
c. Tingkat berikutnya adalah system patriarchate,di mana ayah menjadi kepala
keluarga.
d. Pada tingkat yang terkahir, perkawinan tidak selalu dari luar kelompok
(exogami), tetapi dapat juga dari dalam kelompok yang sama (endogami).

6. Teori Upacara Sesaji Smith


W. Rebertson Smith (1846-1894) adalah seorang ahli teologi, ilmu pasti, serta
bahasa dan sastra semit yang berasal dari Universitas Cambridge. Tulisannya yang
terkenal berjudul Lectures on Regional of the Semites (1889). Isi pokok buku itu
erat kaitannya dengan teori sesaji. Menurut Koentjaraningrat (1987: 67-68) di
kemukakan bahwa pada umumnya terdapat tiga gagasan penting mengenai asas-
asas religi dan agama sebagai berikut.
a. Gagasan pertama, di samping sistem keyakinan dan doktrin, sistem upacara pun
merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi
analisis khusus.
b. Gagasan kedua, upacara religi atau agama tersebut, biasanya dilaksanakan oleh
banyak warga masyarakat (pemeluk religi atau agama) dan memiliki fungsi
sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat.
c. Pada prinsipnya, upacar sesaji, di mana manusia menyajikan sebagian dari
seekor binatang, terutama darahnya kepada dewa, kemudian memakan sendiri
sisa daging dan darahnya.

Senin, 15 November 2021

11

Anda mungkin juga menyukai