Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan penelitian................................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................................2
1.5 Luaran yang diharapkan.....................................................................................3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Studi Etnografi...................................................................................................3
2.2 Kebudayaan Toraja............................................................................................4
2.3 Tradisi Rambu Solo’...........................................................................................5
2.4 Kepemimpinan dan Perannya Dalam Organisasi...............................................5
BAB 3. METODE PENELITIAN.........................................................................6
3.1 Metode Penelitian...............................................................................................6
3.2 Tahapan Penelitian.............................................................................................7
3.3 Lokasi Penelitian................................................................................................7
3.4 Teknik Pengumpulan Data.................................................................................7
3.5 Analisa Data.......................................................................................................8
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN.....................................................8
4.1 Anggaran Biaya..................................................................................................8
4.2 Jadwal Kegiatan.................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................9
LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................................................11
Lampiran 1. Biodata Ketua, Anggota, dan Dosen Pendamping............................
................................................................................................................................11
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan...........................................................17
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas.................. 19
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana.................................................... 20

i
1

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, arus globalisasi telah menyebar ke seluruh dunia tak terkecuali
Indonesia. Sejak dimulainya era reformasi pemerintahan pada tahun 1997, arus
globalisasi semakin kuat pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat dan mau
tidak mau harus tetap berada dalam alur yang telah dibuat oleh sistem globalisasi
itu sendiri (Scholte, 2005). Arus tersebut telah membawa instrumen-instrumen
pendukung globalisasi seperti teknologi informasi dan komunikasi serta budaya
individualisme barat, yang mana juga berpengaruh pada model kepemimpinan
yang banyak diterapkan di Indonesia saat ini. Hal ini ditandai dengan lahir dan
berkembangnya berbagai macam teori baru tentang kepemimpinan.
Di sisi lain, permasalahan utama saat ini adalah bangsa Indonesia terlalu
sering berorientasi pada konsep kepemimpinan bergaya Barat yang tentu saja
tidak sesuai dengan tradisi akar budaya ketimuran yang ada di Indonesia (Pekerti
& Sendjaya, 2010; Indrayanto, Burgess & Dayaram, 2014; Hatherell & Welsh,
2017). Akhirnya, pengaruh dari budaya Barat tersebut menjadikan masyarakat
Indonesia sebagai “tuan asing di rumah sendiri”. Asing dengan tradisi dan
budayanya sendiri karena terbius oleh konsep-konsep yang tidak sesuai dengan
budaya Indonesia (Charliyan, 2013). Di sisi lain, bangsa Indonesia juga kaya akan
kearifan lokal yang tersebar hampir di seluruh penjuru Indonesia. Berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik (2018), Indonesia memiliki 34 provinsi, 16.056
pulau, dan 1.331 suku bangsa yang tersebar mulai dari Sabang sampai Merauke
dan memiliki ciri khasnya tersendiri. Konsep dan pola kepemimpinan yang
mengacu pada kearifan bangsa ini pasti akan lebih membumi karena sudah
menjadi filosofi, tradisi, dan budaya yang mengakar dan teruji ratusan bahkan
ribuan tahun sesuai dengan geografis, situasi dan karakter masyarakat itu sendiri.
Toraja sebagai salah satu daerah di Indonesia, terkenal akan keindahan
bentang alam dan budaya yang khas. Tak hanya itu, masyarakat Toraja pun
berhasil merawat dan melestarikan tradisi serta kepercayaan mereka yang
diwariskan secara turun-temurun. Di Toraja, terdapat tradisi lisan yang dipercaya
turun dari langit dan mengatur tatanan hidup masyarakatnya. Beberapa di
antaranya ialah tradisi Ma’nene’, Sisemba’, Mangrara Banua, Rambu Tuka’,
Rambu Solo’ dan masih banyak lagi.
Rambu Solo’ atau lebih dikenal dengan Aluk Rampe Matampu’ merupakan
suatu upacara adat pemakaman khas masyarakat Toraja yang diwariskan sejak
puluhan abad yang lalu, yang bertujuan untuk menghormati dan menghantarkan
jiwa si orang mati menuju Puya atau surga. Upacara keagamaan (aluk) ini
mewajibkan keluarga untuk membuat sebuah pesta kedukaan sebagai tanda
penghormatan terakhir kepada yang meninggal itu. Ketentuan biaya dan jangka
waktu pelaksanaan upacara adat ini dilandaskan pada strata sosial dan perannya
dalam masyarakat. Jika si meninggal memiliki kedudukan yang sangat penting di
dalam suatu masyarakat, maka upacara pemakaman Rambu Solo’ bisa saja
terlaksana hingga seminggu lamanya dan memakan biaya hingga milyaran rupiah.
2

Besarnya alokasi dana dan lamanya pelaksanaan upacara adat Rambu Solo’
ini merupakan suatu hal yang unik dan menjadi ciri khas budaya ini sendiri.
Namun, kebanyakan orang menganggap bahwa kenunikan budaya ini hanya
terdapat pada upacara kematian atau prosesi penguburan saja. Padahal, jika hanya
melihat tingkat keunikan upacara kematian yang tinggi, ada banyak hal serupa di
tempat lain, seperti upacara pemakaman di Bali, Sumbawa, dan lainnya. Keunikan
budaya Toraja sesungguhnya terletak pada kepercayaan dan praktik-praktik
budaya dalam memperlakukan orang mati (Jumiaty, 2013). Misalnya berbagai
macam ritual yang terdapat dalam tradisi Rambu Solo’, seperti Ma’tudan
Mebalun, Ma’pasonglo’, Ma’pangngan, Ma’passilaga Tedong, Ma’badong, yang
sarat akan makna dan mengandung berbagai macam nilai-nilai kolektif kolegial
dalam masyarakat.
Terlaksananya upacara pemakaman Rambu Solo’ tak terlepas juga dari
peran seluruh lapisan masyarakat yang menghidupi nilai-nilai tradisi Rambu Solo’
ini secara kolektif. Nilai-nilai–serta aturan-aturan yang berlaku–itulah yang
senantiasa menjadi penggerak bagi masyarakat Toraja untuk bahu-membahu
melaksanakan upacara ini hingga sampai pada tujuannya. Hal yang sama pun
dirumuskan oleh Chester I. Barnard tentang definisi suatu organisasi, yaitu
organisasi adalah sebuah sistem dari kegiatan manusia yang bersifat kooperatif
(Winardi, 2012:46). Organisasi dipandang sebagai sebuah sistem dengan mengacu
pada rumusan bahwa sebuah sistem merupakan kumpulan elemen yang saling
berinteraksi untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu.
Menggali kebudayaan suatu suku bangsa akan selalu menemukan nilai inti
yang mampu menjembatani antargenerasi dan melintasi sekat ruang dan waktu.
Hal ini disebabkan kebudayaan yang selalu berisi inti gagasan dan khazanah
pengetahuan bagi masyarakat pendukungnya. Nilai inti dari gagasan suatu
kebudayaan memiliki fungsi yang dapat menjaga dan mengatur sistem kehidupan
dalam masyarakat. Berdasarkan paparan tersebut, penelitian ini hadir untuk
merumuskan model kepemimpinan yang berlandaskan pada nilai-nilai tradisi
Rambu Solo’ yang bukan saja berkearifan lokal, tetapi juga mampu menjawab
tantangan global.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah, yaitu
1. Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi upacara pemakaman
Rambu Solo’ itu?
2. Bagaimana model kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai tradisi
Rambu Solo’ itu?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Rambu Solo’ dan
implikasinya pada masyarakat Toraja
2. Mendeskripsikan model kepemimpinan berkearifan lokal yang
berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Rambu Solo’
1.4 Manfaat Penelitian
3

1. Turut melestarikan kebudayaan daerah dengan menambah khazanah


penelitian tentang tradisi upacara pemakaman Rambu Solo’
2. Sebagai media untuk melestarikan budaya tradisi Rambu Solo’
3. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan tentang model kepemimpinan
berkearifan lokal yang berlandaskan nilai-nilai tradisi Rambu Solo’
1.5 Luaran Yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat dihasilkan artikel
ilmiah, hak atas kekayaan intelektual, dan publikasi berupa jurnal dan seminar.
Tujuan dari publikasi tersebut ialah agar penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan mata kuliah dan bahan diklat pendampingan leadership dan organizational
training.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi Etnografi
Salah satu metode yang memiliki posisi yang sangat penting di antara
beberapa metode penelitian kualitatif dan ilmu sosial lainnya ialah etnografi.
Metode ini dikenal karena memiliki model penelitian yang khas dan mulai
berkembang pada pertengahan abad ke-20 dengan tokoh utama seperti E.B. Tylor,
J. Frazer dan L.H. Morgan. Secara harafiah, istilah etnografi berasal dari kata
ethno (bangsa) dan graphy (menguraikan atau menggambarkan). Jadi, etnografi
berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku-bangsa, yang ditulis oleh seorang
antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan, atau
sekian tahun (Spradley, 1997:xv). Dengan mempelajari etnografi, berarti belajar
juga inti dari ilmu antropologi, khususnya antropologi sosial.
Etnografi, dalam perkembangannya, bertransformasi menjadi suatu metode
penelitian dengan menggunakan landasan filsafat phenomenologi dengan melihat
cara berpikir, hidup dan perilaku suatu subyek. Etnografi tidak hanya untuk
memahami manusia, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan manusia serta
mensikronisasikan kedua manfaat penelitian tersebut (Spradley, 1997). Pekerjaan
utama dari etnografi adalah mendeskripsikan suatu kebudayaan secara holistik-
integratif, yaitu dari segi spiritual dan material aspek budaya tersebut. Caranya
ialah dengan memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang subjek yang
menjadi objek penelitian, yaitu penduduk asli. Sebagaimana diungkapkan oleh
Malinowski dalam Spradley (1997:3), tujuan etnografi adalah memahami sudut
pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan
pandangannya mengenai dunianya. Hal ini wajar untuk dipahami mengingat
fungsi utama etnografi itu untuk mengangkat dengan senyatanya keberadaan dari
suatu fenomena budaya. Namun, etnografi tidak hanya mempelajari masyarakat,
lebih dari itu etnografi berarti belajar dari masyarakat (Spradley, 1997:3). Jadi,
penelitian dengan etnografi dilakukan untuk memahami secara mendalam konteks
yang diteliti tanpa membawa prakonsep atau praduga atau teori yang dimilikinya
(Muhadjir, 2011).
Penelitian lapangan etnografi memiliki ciri khas. Ciri-ciri tersebut yakni
holistik-integratif, thick description, deskriptif, dan analisa kualitatif yang
bertujuan mendapatkan pandangan penduduk asli (Spradley, 1997). Pendapat
Mishler tentang etnografi serta pendapat Goetz dan LeCompte dalam bukunya
4

yang berjudul “Ethnography an Qualitative Design” juga searah dengan ciri khas
yang diungkapkan oleh Spradley. Menurut Mishler, etnografi menekankan
dipergunakannya metode kualitatif dan analisis holistis (Muhadjir, 2011).
Sedangkan Goetz dan LeCompte mengemukakan bahwa ilmu sosial yang
menggunakan model penelitian manapun, memfokuskan pada etnografi,
menekankan pembentukan teori berdasarkan data empirik atau teori yang
dikonstruksikan di lapangan (Muhadjir, 2011). Dari ciri-ciri tersebut, dapat
dipahami bahwa etnografi merupakan model penelitian yang khas (Endraswara,
2012:51). Kebudayaan dalam perspektif etnografi bukan semata-mata hanya
sebagai produk, tetapi sebuah proses. Sejalan dengan konsep Marvin Harris, yang
dikutip dalam Endraswara (2012:51), kebudayaan akan menyangkut nilai, motif,
peranan moral etik, dan maknanya sebagai sebuah sistem sosial. Dengan kata lain,
kebudayaan merupakan keseluruhan pranata hidup manusia. Oleh karena itu,
menurut Spradley (1997:5) etnografi harus menyangkut hakikat kebudayaan, yaitu
sebagai pengetahuan yang diperoleh, yang digunakan orang untuk
menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial. Itulah
sebabnya, studi etnografi akan mengungkap seluruh tingkah laku sosial budaya
melalui deskripsi yang holistik (Endraswara, 2012:52).
2.2 Kebudayaan Toraja
Budaya, yang berasal dari bahasa Sansekerta budhayah, merupakan bentuk
jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata
budaya berarti culture, yang berasal dari bahasa Latin colera yang berarti
mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).
Kemudian, pengertian ini pun berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala
daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Suratman,
Munir & Salamah, 2015:31). E.B. Taylor, dalam Suratman et al. (2015),
mendefinisikan budaya sebagai suatu keseluruhan kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Demikian pula dengan Murdowo, yang mengatakan bahwa kultur itu
mengenai nilai kerohanian, moral, etik, dan estetik yang telah dicapai oleh suatu
bangsa (Suratman et al., 2015:32). Dengan demikian, kebudayaan atau budaya
menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia yang menyangkut baik
material maupun non-material.
Pada tataran tertentu, budaya dapat digolongkan menjadi tiga dimensi
(Endraswara, 2012:5), yaitu: (1) dimensi kognitif (budaya cipta) yang bersifat
abstrak, berupa gagasan-gagasan manusia, pengetahuan tentang hidup, pandangan
hidup, wawasan kosmos; (2) dimensi evaluatif, artinya menyangkut nilai-nilai
norma dan budaya, yang mengatur sikap dan perilaku manusia dalam berbudaya,
lalu membuahkan etika budaya; dan (3) dimensi simbolik berupa interaksi hidup
manusia dan simbol-simbol yang digunakan dalam berbudaya. Dari dimensi-
dimensi tersebut, cukup jelas bahwa meneliti kebudayaan tidak lain mempelajari
manusia. Karena pemikiran manusia cenderung berubah-ubah, kebudayaan pun
akan berubah. Kebudayaan bukanlah suatu given (telah ada/jadi), melainkan
diciptakan dan berubah sesuai zamannya.
5

Asal mula kebudayaan Toraja pun demikian. Kebudayaan Toraja lahir dari
masyarakat Toraja yang menganut suatu sistem religi yang mereka sebut sebagai
Aluk To Dolo. Secara harafiah, Aluk To Dolo terdiri atas dua kata, yakni Alu’ atau
Aluk yang berarti agama; dan To Dolo yang berarti orang dulu. Jadi Aluk To Dolo
adalah agama asli nenek moyang Suku Toraja. Sejak tahun 1969, agama lokal
Toraja ini mendapatkan status resmi sebagai cabang dari agama Hindu Dharma,
dan sejak saat itulah ia dinamakan Alukta yang berarti agama kita. Menurut
kepercayaan Aluk To Dolo, Tuhan yang paling tinggi ialah “Puang Matua” atau
“Puang Ambe’” yang menciptakan manusia pertama dan alam dengan segala
isinya. Puang Matua dikenal juga dengan “Totumampata”. Untuk mengatur
kehidupan manusia, Puang Matua menurunkan Alu’ beserta persyaratan
hukumnya. Hukum yang dimaksud disebut “Pemali” yang harus dipatuhi oleh
para penganutnya. Jumlah Pemali, menurut Aluk To Dolo ada 100 yang disebut
“Aluk Sanda Saratu”. Apabila penganut Aluk To Dolo melakukan pelanggaran,
akan dikenakan hukuman sebagai sanksi. Berat ringannya sanksi tergantung pada
besar kecilnya pelanggaran yang dilakukannya. Pemali inilah yang mengatur dan
mengikat masyarakat Suku Toraja untuk melakukan berbagai upacara keagamaan,
seperti Rambu Solo’, Rambu Tuka’, Ma’nene’, Sisemba’, Mangrara Banua,
hingga saat ini sekalipun mereka bukanlah pemeluk agama Aluk To Dolo (Liku-
Ada’, 2014:3).
2.3 Tradisi Rambu Solo’
Rambu Solo’ atau disebut j u g a Aluk Rampe Matampu' adalah upacara
pemakaman dan kematian yang terikat dengan kepercayaan Aluk To Dolo.
Menurut kepercayaan Aluk To Dolo, bahwa orang mati itu hanya mengalami
perubahan proses hidup, tetapi rohnya tetap hidup di alam gaib, maka tetap
diperlakukan seperti orang hidup melalui upacara adat. Hewan yang dikurbankan,
pakaian yang dikenakan kepada mayat, dan seluruh peralatan dalam pelaksanaan
upacara akan dibawa serta arwahnya ke dalam "Puya" (dunia jiwa).
Para keluarga dekat yang ditinggalkan si meninggal, menjadi konsekuensi
tanggung jawab solider bagi mereka, memenuhi persyaratan agama dan adat,
dengan memberikan pengorbanan, di mana seluruh kehidupan masyarakat
penganut Aluk To Dolo diarahkan untuk upacara adat pemakaman, sesuai
kedudukan, status sosial dan kemampuan mereka.
2.4 Kepemimpinan dan Perannya Dalam Organisasi
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi perilaku seseorang
atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu.
Kepemimpinan merupakan masalah sosial yang di dalamnya terjadi interaksi antar
pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin untuk mencapai tujuan
bersama baik dengan cara memengaruhi, membujuk, memotivasi, dan
mengkoordinasi (Rivai, Bachtiar & Amar, 2014:5). Dari sini dipahami bahwa
tugas seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya tidak hanya
terbatas pada kemampuannya dalam melaksanakan program-program saja, tetapi
lebih dari itu, yaitu pemimpin harus mampu melibatkan seluruh lapisan
organisasinya, anggotanya atau masyarakatnya untuk ikut berperan aktif sehingga
mereka mampu memberikan kontribusi yang positif dalam usaha mencapai tujuan.
6

Faktor-faktor penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan, yakni


pendayagunaan pengaruh, hubungan antarmanusia, proses komunikasi dan
pencapaian suatu tujuan (Rivai et al., 2014:6)
Hollander menggambarkan aspek kerangka berpikir interaksional yang
digunakan dalam menganalisis kepemimpinan dalam tiga elemen (Hughes,
Ginnert & Curphy, 2015:16), yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi:
1) Pemimpin – elemen ini terutama menelaah tentang yang dibawa oleh
seorang pemimpin “sebagai seorang pribadi” kepada perumusan
kepemimpinannya. Hal ini dapat berupa pengalaman pribadi yang unik,
minat, sifat dan karakter, maupun motivasi. Hasil riset menunjukkan
pemimpin dapat dibedakan dari pengikutnya, dan pemimpin yang efektif
dapat dibedakan dengan pemimpin yang tidak efektif, dalam berbagai
macam sifat karakter, kemampuan kognitif, kecakapan, dan nilai-nilai.
2) Pengikut – kempemimpinan tidak terbatas pada pengaruh yang diberikan
oleh seorang dengan jabatan atau peran tertentu; para pengikut juga
merupakan bagian dari proses kepemimpinan. Para pengikut dapat
berkontribusi dalam proses kepemimpinan dengan menguasai kecakapan
untuk “memengaruhi atasan”. Mereka dapat memberikan informasi-
informasi yang dibutuhkan pemimpin, sehingga solusi yang baik dapat
dilaksanakan. Oleh karena itu, kepemimpinan harus dipahami dari aspek
pemimpin dan pengikut, dan interaksi antara keduanya.
3) Situasi – merupakan hal penting ketiga dari formula kepemimpinan.
Bahkan, kepemimpinan sering kali dapat dipahami dalam konteks cara
pemimpin dan pengikut berinteraksi dalam situasi tertentu. Namun,
menambahkan situasi dalam campuran variabel yang membentuk
kepemimpinan merupakan hal yang rumit. Situasi mungkin menadi aspek
yang paling ambigu dalam kerangka kepemimpinan, yang dapat mengacu
pada apa pun, mulai dari tugas tertentu yang dimiliki oleh sebuah
kelompok, hingga konteks situasional yang lebih luas.
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan etnografi komunikasi. Metode etnografi komunikasi
merupakan metode yang diterapkan untuk melihat pola-pola komunikasi
kelompok sosial. Menurut Zakiah (2008: 186) terdapat empat asumsi etnografi
komunikasi. Pertama, para anggota budaya akan menciptakan makna yang
digunakan bersama. Mereka menggunakan kode-kode yang memiliki derajat
pemahaman yang sama. Kedua, para komunikator dalam sebuah komunitas
budaya harus mengordinasikan tindakan-tindakannya. Oleh karena itu, di dalam
komunitas itu akan terdapat aturan atau sistem dalam berkomunikasi. Ketiga,
makna dan tindakan bersifat spesifik dalam sebuah komunitas, sehingga antara
komunitas yang satu dan lainnya akan memiliki perbedaan dalam hal makna dan
tindakan tersebut. Keempat, selain memiliki kekhususan dalam hal makna dan
tindakan, setiap komunitas juga memiliki kekhususan dalam hal cara memahami
kode-kode makna dan tindakan. Dengan melihat asumsi-asumsi tersebut, etnografi
7

komunikasi memiliki kemampuan untuk melihat variabilitas komunikasi. Selain


itu, etnografi komunikasi juga memiliki kelebihan untuk mengungkapkan jenis
identitas yang digunakan bersama oleh anggota komunitas budaya;
mengungkapkan makna kinerja publik yang digunakan bersama dalam komunitas;
dan mengungkapkan kontradiksi atau paradoks-paradoks yang terdapat dalam
sebuah komunitas budaya (Zakiah, 2008).
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat
deskriptif etnografi. Deskripsi data diharapkan dilakukan secara menyeluruh,
menyangkut berbagai aspek kehidupan untuk meninjau salah satu aspek yang
diteliti dan melukiskan fenomena budaya selengkap-lengkapnya (Endraswara,
2012:53). Menurut Koentjaraningrat dalam Endraswara (2012), deskripsi
etnografi sudah baku, yaitu meliputi unsur-unsur kebudayaan secara universal,
yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem
pengetahuan, kesenian dan sistem religi. Namun, peneliti hanya mengambil
beberapa unsur yang terdapat dalam pengertian tersebut.
3.2 Tahapan Penelitian
Langkah-langkah yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini diawali
dengan studi literatur, perencanaan sistem kerja, penyusunan instrumen penelitian,
pengumpulan data, analisis data, interpretasi data, penarikan kesimpulan, dan
penyusuan laporan hasil penelitian.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian tentang tradisi Rambu Solo’ dilaksanakan di Kecamatan
Sangalla’, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi penelitian
ini didasarkan pada status daerah ini yang terkenal sebagai kampung adat dan
objek wisata lokal, serta dijadikan sebagai objek penelitian tentang kebudayaan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Observasi Partisipatif
Teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dalam penelitan kualitatif
adalah observasi partisipatif. Menurut Ibrahim dalam Suherli (2017:61), observasi
partisipan adalah metode tradisional yang digunakan dalam antropologi dan
merupakan sarana untuk peneliti masuk ke dalam masyarakat yang akan
ditelitinya. Peneliti berusaha menemukan peran untuk dimainkan sebagai anggota
masyarakat tersebut, dan mencoba untuk memperoleh perasaan dekat dengan
nilai-nilai kelompok dan pola-pola masyarakat. Peneliti atau observer berusaha
untuk melakukan pengamatan dengan terjun langsung ke lokasi penelitian dengan
melakukan partisipasi terhadap aktivitas-aktivitas sosial budaya tradisi Rambu
Solo’ dalam masyarakat suku Toraja.
3.4.2 Wawancara Mendalam
Untuk memperoleh data yang objektif, peneliti berusaha untuk menggali
informasi yang terkait tentang tradisi Rambu Solo’ Toraja dengan melakukan
wawancara mendalam sebagai pembantu utama dari metode observasi. Menurut
Kuswarno dalam Suherli (2017:62), wawancara etnografi komunikasi yang paling
umum dan baik, adalah wawancara yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang
tidak memiliki alternatif respon yang ditentukan sebelumnya atau lebih dikenal
sebagai wawancara yang tidak berstruktur atau juga wawancara mendalam. Jenis
8

wawancara ini mendorong subjek penelitian untuk mendefinisikan dirinya sendiri


dan lingkungannya, untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai
objek penelitian.
3.4.3 Dokumentasi
Menurut Kuswarno dalam Suherli (2017:63), analisis dokumen dalam
penelitian kualitatif, sama artinya dengan mencoba menemukan gambaran
mengenai pengalaman hidup atau peristiwa yang terjadi, beserta penafsiran subjek
penelitian terhadapnya. Dokumen ini dapat berbentuk buku harian, kliping surat
kabar, surat-surat pribadi, dan sebagainya. Maka dari itu, peneliti menggunakan
media dalam bentuk foto, video, dan data yang relevan guna memperjelas sumber
informasi penelitian ini didapatkan. Dokumentasi ini berfungsi sebagai data
langsung yang dapat dijadikan bukti penelitian untuk melengkapi data dari hasil
observasi dan wawancara dengan para informan.
3.7 Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan data, langkah selanjutnya ialah dengan
menganalisis data yang telah terkumpulkan. Analisis data penelitian budaya
berupa proses pengkajian data dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi
yang telah terkumpul (Endraswara, 2012:215). Namun menurut Kuswarno dalam
Suherli (2017), pada dasarnya analisis data dalam etnografi berjalan bersamaan
dengan pengumpulan data. Ketika peneliti melengkapi catatan lapangan setelah
melakukan observasi, pada saat itu pula peneliti melakukan analisis data. Bagi
etnografi komunikasi, menemukan hubungan antara komponen komunikasi
merupakan analisis data yang utama, karena berdasarkan itulah pola terbentuk.
Analisis juga dapat dilakukan pada komponen kompetensi komunikasi untuk
mengetahui pengaruh dari aspek sosio kultural terhadap pola yang telah ada
(Suherli, 2017).
Creswell pun menyebutkan tiga teknis analisis data dalam penelitian
etnografi (Suherli, 2017), yaitu:
1. Deskripsi, menjadi tahapan awal bagi etnografer dalam menuliskan
laporan dan mempresentasikan hasil penelitiannya dengan
menggambarkan secara detil obyek penelitiannya.
2. Analisis, etnografer menemukan beberapa data akurat mengenai
penggambaran obyek penelitian yang biasanya melalui tabel, grafik,
diagram, dan model. Penjelasan pola-pola atau regularitas dari perilaku,
membandingkan obyek penelitian dengan obyek lain dan mengevaluasinya
dengan nilai umum yang berlaku, semua termasuk pada tahap ini.
3. Interpretasi, menjadi tahap akhir analisis data dalam penelitian etnografi.
Etnografer menggunakan kata orang pertama dalam penjelasannya, untuk
menegaskan bahwa penelitiannya murni hasil interpretasinya dan pada
tahap inilah etnografer mengambil kesimpulan dari hasil penelitiannya.
Setelah menyimak hal tersebut, peneliti pun menggunakan tiga teknis
analisis data tersebut dalam mengolah data hasil observasi dan wawancara.
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya
Ringkasan anggaran biaya disusun sesuai dengan format Tabel 4.1.
9

Tabel 4.1 Format Ringkasan Anggaran Biaya PKM-P


No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
.
1 Perlengkapan yang diperlukan Rp. 1.150.000
2 Bahan habis pakai Rp. 315.000
3 Perjalanan Rp. 9.240.000
4 Lain-lain Rp. 550.000
Jumlah Rp. 11.255.000

4.2 Jadwal Kegiatan


Tabel 4.2 Format Jadwal Kegiatan
No Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 Bulan ke-5
Jenis Kegiatan
. 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Diskusi bersama
1 dosen
pembimbing
Perencanaan
sistem kerja dan
2
penyusunan
pertanyaan
Survei lokasi
3
penelitian

4 Observasi

5 Wawancara

Analisis dan
6
interpretasi data

Monev dosen
7
pendamping

Penyusunan
8
laporan akhir
Monev dosen
9 pendamping

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Indonesia 2018.
Charliyan, H.A. 2013. Kepemimpinan Nasional Berbasis Kearifan Lokal Menuju
Masyarakat Tata Tentrem Kertaraharja. URL:
10

https://id.scribd.com/doc/169947244/Kepemimpinan-Nasional-Berbasis-Kearifan-
Lokal-Menuju-Masyarakat-Yang-Tatatentrem-Kertaraharja. Diakses tanggal 18
Oktober 2019.
Endraswara, S. 2012. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Hatherell, M. dan A. Welsh. 2017. Rebel wih a Cause: Ahok and Charismatic
Leadership in Indonesia. Asian Study Review. 41 (2):174-190.
Hughes, R.L., R.C. Ginnett dan G.J. Curphy. 2015. Leadership: Memperkaya
Pelajaran dari Pengalaman. Edisi ke-7. Salemba Humanika. Jakarta.
Indrayanto, A., J. Burgess dan K. Dayaram. 2014. A case study of
transformational leadership and para-police performance in Indonesia. Policing:
An International Journal of Police Strategies & Management. 37 (2):373-388.
Jumiaty. 2013. Makna Simbolik Tradisi To Ma’badong Dalam Upacara Rambu
Solo’ di Kabupaten Tana Toraja. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Liku-Ada’, J. 2014. Aluk To Dolo Menantikan Kristus: Ia Datang agar Manusia
Mempunyai Hidup dalam Segala Kelimpahan. Batu Silambi’ Publishing. Toraja.
Muhadjir, N. 2011. Metodologi Penelitian. Edisi ke-6. Rake Sarasin. Yogyakarta.
Mudjiyanto, B. 2018. Tipe Penelitian Eksploratif Komunikasi: Exploratory
Research In Communication Study. Jurnal Studi Komunikasi dan Media. 22
(1):65-74.
Pekerti, A.A. dan S. Sendjaya. 2010. Exploring servant leadership across cultures:
comparative study in Australia and Indonesia. The International Journal of
Human Resource Management. 21 (5):754-780.
Rivai, V., Bachtiar dan B.R. Amar. 2014. Pemimpin dan Kepemimpinan dalam
Organisasi. Edisi ke-1. Rajawali Pers. Jakarta.
Scholte, J.A. 2005. Globalization: A Critical Introduction. Edisi ke-2. Palgrave
Macmillan. New York. USA.
Suherli. 2017. Dinamika Interaksi Sosial Pada Komunitas Marginal di Pedesaan
(Studi Etnografi Komunikasi Masyarakat Tallas di Desa Samasundu Sulawesi
Barat). Skripsi. Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri
Alauddin, Makassar.
Suratman, M.B.M., Munir dan U. Salamah. 2015. Ilmu Sosial Budaya Dasar.
Intimedia. Malang.
Spradley, J.P. 1997. Metode Etnografi. Tiara Wacana. Yogyakarta.
Winardi, J. 2012. Manajemen Perilaku Organisasi. Edisi revisi. Kencana. Jakarta.
Zakiah, K. 2008. Penelitian Etnografi Komunikasi: Tipe dan Metode. Mediator. 9
(1):181-188.
11
12
13
14
15
16
17

Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan


Harga
1. Perlengkapan Yang Diperlukan Volume Nilai (Rp)
Satuan (Rp)
 Sewa Alat Rekam Suara 1 buah 250.000 250.000

 Sewa Handycam 1 buah 100.000 800.000

 Sewa Memory card 1 buah 100.000 100.000

SUB TOTAL (Rp) 1.150.000


Harga
2. Bahan Habis Pakai Volume Nilai (Rp)
Satuan (Rp)
 Kertas A4 70 gram 2 rim 50.000 100.000

 Bolpoin 1 lusin 15.000 15.000

 Spidol 1 lusin 40.000 40.000

 Papan dada 2 buah 15.000 30.000

 Map dokumen 4 5.000 20.000

 Paper clip 1 10.000 10.000

 Fotokopi referensi 200 500 100.000

SUB TOTAL (Rp) 315.000


Harga
3. Perjalanan Volume Nilai (Rp)
Satuan (Rp)
2 kali
 Perjalanan ke Makassar
perjalanan x 1.150.000 6.900.000
(Pergi-Pulang)
3 orang
2 kali
 Transportasi ke Surabaya perjalanan x 100.000 600.000
3 orang
2 kali
 Transportasi Makassar-
perjalanan x 150.000 900.000
Toraja (Pergi-Pulang)
3 orang
1 motor x 4
 Rental motor 60.000 240.000
hari
 Akomodasi 2 300.000 600.000

SUB TOTAL (Rp) 9.240.000


Harga
4. Lain-lain Volume Nilai (Rp)
Satuan (Rp)
 Biaya berlangganan internet
4 100.000 400.000
(bulanan)
18

 Biaya pemakaian pulsa 3 50.000 150.000

SUB TOTAL (Rp) 550.000

TOTAL (Rp) 11.255.000

(SEBELAS JUTA DUA RATUS LIMA PULUH LIMA RIBU RUPIAH)


19

Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas

Alokasi
N Program Bidang Waktu
Nama/NIM Uraian Tugas
o Studi Ilmu (jam/min
ggu)
1. Penanggung
jawab penelitian
2. Koordinasi
dengan pihak
terkait
Adrianus Dimitri
Sosial 3. Pengambilan
1 Pai Akuntansi 10
Ekonomi data penelitian
195020307111060
4. Analisa dan
interpretasi data
5. Penulisan
laporan
penelitian
1. Monitoring dana
2. Pengambilan
data penelitan
I Fhadil
Ilmu Sosial 3. Analisa dan
2 Muhammad Yuda 10
Ekonomi Ekonomi interpretasi data
195020107111007
4. Penulisan
laporan
penelitan
1. Pengambilan
data penelitan
Syahri Ramadhan Sosial 2. Dokumentasi
3 Manajemen 10
185020201111004 Ekonomi 3. Penulisan
laporan
penelitian
20

Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana

Anda mungkin juga menyukai