Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH NILAI NORMA DAN KEBUDAYAAN LOKAL

PENDIDIKAN LOKAL DAN KEARIFAN LOKAL


(RAGAM NILAI BUDAYA LOKAL SEBAGAI KHAZANAH BUDAYA NASIONAL
INDONESIA)

Disusun oleh:
Ahmad Naufal Alghifari
Selvi Hoirun Nisa
Hanifah Amalina
Anisa Wahyu Candrika
Helen Selvia Dewi
Aksela Dian Fista
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,

dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Nilai Norma

dan Kebudayaan Lokal Pendidikan Etika dan Kearifan Lokal ( Ragam nilai budaya lokal
Sebagai khazanah budaya Indonesia)’. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini.
Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Gedong Meneng, 02 September 2023

penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………………..


KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………………
1.1. Latar Belakang ………………………………………………………………………………..
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………………………………….
1.3. Tujuan ………………………………………………………………………………………....
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………… ……………………………..
2.1. Ragam Nilai Budaya …………………………..………………………………………………
2.1.1 Tata Moral…………………..…….…………………………………………………………..
2.1.2 Kelompok Masyarakat……………….…………………………………………………….....
2.2. pengaruh ragam nilai budaya dalam berbagai bidang sosial kemasyarakatan di lampung
………………………………………………...…………………………………………………….
2.3. Masyarakat Lampung dalam Dimensi Akulturasi Budaya ………………..
……………………………………………………………………………………..
2.4. Harmonisasi Budaya, Hukum, dan Masyarakat …………………......
………………………………………………………………………………..
BAB III PENUTUPAN ……………………………………………………………………………
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………………..
3.2 Saran……………………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSAKA………………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah salah satu makhluk yang hidup berdampingan secara kolektif dengan
banyak makhluk sejenis lain dalam suatu kesatuan sosial dan kemudian membentuk pola
kehidupan sehingga terbentuklah format kerja dan tatanan hingga akhirnya terbentuklah
sasaran akhir yaitu pemenuhan tujuan hidupnya. Salah satunya adalah hidup berdampingan
secara damai yang terwujud dalam sejumlah tatanilai, norma dan budaya masyarakat.
Pertemuan ragam tata nilai diantara manusia satu dengan manusia lainnya, antara masyarakat
satu dengan masyarakat lainnya harus terwujud secara harmonis.

Ragam nilai budaya local juga bisa menjadi salah satu acauan dalam memmenuhi tujuan
hidup ini. Karena memiliki fungsi sebagai nilai identitas suatu kelompok yang sangat penting
(khazanah) untuk memahami dan mengkhormati kekayaan budaya untuk mencapai tujuan
bersama.

1.2 Rumusan Masalah


1. apa itu ragam nilai budaya di lampung
2. apa pengaruh ragam nilai budaya dalam berbagai bidang sosial kemasyarakatan
3. apa saja pola-pola masyarakat lampung dalam dimensi akulturasi budaya
4. dan proses harmonisasi budaya, hokum, dan masyarakat di lampung
1.3 Tujuan
1. mengetahui apa itu ragam nilai budaya dan aspek-aspeknya
2. dapat memaparkan pengaruh ragam nilai budaya dalam berbagai bidang sosial
kemasyarakatan di lampung
3. menjelaskan pola-pola masyarakat lampung dalam dimensi akulturasi budaya
4. serta dapat mengetahui proses harmonisasi budaya, hokum, dan masyarakat di lampung
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ragam Nilai Budaya
Nilai budaya adalah seperangkat aturan yang disepakati dan tertanam dalam suatu
masyarakat, lingkup organisasi, atau lingkungan masyarakat, yang telah mengakar pada
kebiasaan, kepercayaan (helieve), dan simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang bisa
dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau
sedang terjadi.
Nilai-nilai budaya akan terlihat pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu
yang tampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan sosial atau organisasi sosial
Adapun definisi nilai budaya menurut para ahli, antara lain:
1. Koentjaraningrat (dalam Warsito 2012), Nilai budaya merupakan nilai yang terdiri atas
konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat
dalam hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu
masyarakat menjadi orientasi dan rujukan dalam bertindak bagi mereka. Oleh sebab itu,
nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam mengambil alternatif,
cara-cara, alat-alat dan tujuan-tujuan pembuatan yang tersedia.
2. Clyde Kluckholn (dalam Warsito 2012), Definisi nilai budaya ialah sebagai konsepsi
umum yang terorganisasi, berpengaruh terhadap perilaku yang berkaitan dengan alam,
kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal-hal yang
diingini dan tidak diingini yang mungkin berkaitan dengan hubungan orang dengan
lingkungan dan sesama manusia.
3. Sumaatmadja (dalam Koentjaraningrat, 2000), Arti nilai budaya merupakan nilai-nilai
yang melekat dalam masyarakat yang mengatur keserasian, keselarasan, serta
keseimbangan berdasarkan pada perkembangan penerapan budaya dalam kehidupan.
Nilai budaya memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan bermasyarakat, diantaranya, yaitu:
1. Sebagai salah satu pedoman bagi perilaku manusia di masyarakatSebagai faktor
pendorong munculnya pola berpikir masyarakat
2. Sebagai salah satu sumber tatanan cara berperilaku yang cukup penting, misalnya: hukum
adat dan kebiasaan, aturan mengenai sopan santun, dan lain sebagainya
sebagai ciri khas yang membedakan suatu kelompok masyarakat di suatu tempat dengan
kelompok masyarakat lainnya maka nilai budaya memiliki karakteristik dibbandinkan dengan
yang lain. Antaralain;
1. Nilai budaya bukan merupakan bawaan dari lahir, melainkan sesuatu yang perlu
dipelajari
2. Nilai budaya bisa diwariskan dari satu orang ke oranglainnya, atau dari suatu
kelompok ke kelompok lainnya, bahkan bisa diwariskan pula antar generasi manusia.
3. Nilai budaya memiliki symbol yang menjadi ciri khas suatu budaya
4. Nilai yang bermakna dalam sifat budaya akan senatiasa dinamis, sehingga akan terus
berubah seiring berjalannya waktu.
5. Nilai budaya bersifat selektif dan merepresentasikan perilaku manusia secara terbatas
6. Berbagai unsur kebudayaan saling berkaitan dengan nilai budaya.
7. Adanya anggapan bahwa nilai budaya sendiri memiliki kelebihan jika dibandingkan
dengan nilai budaya yang lain
Adapun 3 konsep dari nilai budaya itu tersendiri yaitu:
1. Symbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kasat mata
2. Sikap, tingkah laku, gerak-gerik yang muncul sebagai akibat adanya slogan atau motto
tersebut
3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang telah mengakar dan menjadi kerangka
acauan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ragam nilai budaya adalah beragamnya keyakinan,
norma, dan pandangan yang dipegang oleh berbagai kelompok dalam masyarakat,
mencerminkan perbedaan dalam cara pandang dan perilaku di antara mereka.
Dalam ragam nilai budaya terdapat 2 aspek yang sangat penting dalam masyarakat yaitu
tata moral dan kelompok masyarakat.
2.1.1 Tata Moral
Moral merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan diperlukan dalam hidup manusia.
Moral tersendiri ialah tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan yang digunakan
dalam tumbuh kembang individu atau kelompok sosial untuk mencapat kematangan. Moral
tersendiri bertujuan mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa (remaja) sehingga
ia tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pandangan masyarakat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tata moral merupakan seperangkat aturan atau prinsip
yang mengatur perilaku individu atau kelompok dalam masyarakat, didasarkan pada nilai-nilai
etika dan norma-norma yang diterima oleh suatu budaya atau agama.
Dalam masyarakat lampung tata moral yang ada disebut dengan piil pasenggiri
Pi'il Pesenggiri (Pasunggiri, Pusanggiri) merupakan pandangan hidup dari masyarakat Suku
Lampung. Konsep dari arti piil pesenggiri dari satu individu dengan individu lainnya. Pi'il
pesenggiri ini dijadikan sebagai landasan berpikir, bertindak dan berperilaku oleh masyarakat
Lampung dimanapun mereka berada. Pi'il pesenggiri terdapat nilai-nilai dan norma yang
mengatur tata hidup masyarakat Lampung. pill pesenggiri ini terdapat nilai-nilai luhur dan hakiki
yang menunjukkan kepribadian serta jati diri dari masyarakat Lampung, karena nilai-nilai luhur
yang ada di dalam falsafah hidup tersebut sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat Lampung.
Piil Pesenggiri sendiri terdiri dari empat pilar yang saling menopang, yaitu Bejuluk Baedak,
Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, dan Sakai Sambayan.
1.Bejuluk Beadek
Bejuluk Beadek merupakan salah satu unsur yang ditanamkan dalam nilai-nilai penting
piil pesenggiri. Masyarakat lampung sangat menjunjung tinggi nilai-nilai yang ada pada piil
pesenggiri tersebut. Bejuluk Beadek memiliki makna bahwa setiap orang harus senantiasa
menjaga nama baiknya dalam wujud prilaku dan tutur kata di kehidupan masyarakat sehari-
hari.
Contoh aplikasi/implementasi sikap "Bejuluk Beadek" yang perlu dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari kita seperti, selalu menjadi pribadi yang menyenangkan bagi banyak
orang, mau bertegur sapa, ramah, tidak sombong, tidak pelit, dan mau berbaur dengan
sesama. Bejuluk Beadek juga mengharuskan untuk tidak mencemari nama baik dengan
melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri dan masyarakat seperti korupsi, kolusi,
nepotisme, rasis, radikal, etnosentrisme,sukuisme, dan lain sebagainya.
2. Nemui Nyimah
Nemui Nyimah merupakan salah satu bagian dari unsur piil pesenggiri masyarakat
Lampung. Sikap ini tentu saja harus tertanam sejak dini dan hingga dewasa sehingga dapat
menuntun jalan hidup seseorang pada sesuatu hal yang baik. Nemui Nyimah memiliki makna
bahwa setiap orang harus memiliki rasa kepedulian sosial kepada sesama dan
kesetiakawanan yang tinggi. Nemui Nyimah juga menuntut untuk menjaga etika dan adab
dalam berkomunikasi dengan tamu atau oranglain yang datang berkunjung. Masyarakat
lampung akan menyediakan makanan atau minuman yang lezat dan menawarkan tempat
tidur yang nyaman dan bersih.
Contoh aplikasi/sikap yang menunjukkan unsur Nemui Nyimah dalam piil pesenggiri
masyarakat Lampung: mempunyai sikap kesetiakawanan yang tinggi, tidak menjadi musuh
dalam selimut, menjaga nama baik teman di sekitar.
3. Nengah Nyappur/Nyampur
Nengah Nyappur berarti mudah berbaur dalam masyarakat atau lingkungan yang
berbeda. Nengah Nyappur merupakan salah satu unsur piil pesenggiri (harga diri) bagi
masyarakat adat/suku Lampung. Nengah Nyappur bermakna bahwa setiap orang harus
menjunjung tinggi prinsip/sikap musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan serta
menyelesaikan suatu konflik/masalah tertentu dengan menggunakan kepala dingin, sehingga
semua keputusan hasil rapat adalah final berdasarkan upaya-upaya musyawarah yang
dilakukan secara kelompok dalam suatu bidang tertentu.
Nengah nyappur ini sebenarnya memenuhi unsur dalam sila ke-4 pancasila yang
berbunyi "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan". Dan prinsip hidup nengah nyappur ini harus tertanam dalam diri setiap pribadi
sehingga akan meminimalisir konflik atau masalah di tengah-tengah masyarakat.
Contoh implementasi nengah nyappur dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi
masyarakat provinsi Lampung: selalu bersikap bijaksana dalam menyelesaikan suatu
permasalahan tertentu di tengah-tengah masyarakat
4. Sakai Sambayan
Sakai Sambayan bermakna bahwa stiap individu/kelompok harus saling tolong-menolong
dan bersikap saling menghargai/menghormati antar sesama.
Adapun aplikasi/implementasi sikap "Sakai Sambayan" dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat provinsi Lampung antara lain: menolong teman, kerabat atau saudara yang
sedang tertimpa musibah baik itu sakit, kekurangan materi/finansial, meninggal dunia dan
lain sebagainya.

4.1.1 Kelompok Masyarakat


Kelompok ialah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi
satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu dengan yang lain, dan
memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Sedangkan masyarakat adalah kelompok manusia yang telah cukup lama dan bekerja
sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan
sosial dengan batas tertentu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok masyarakat merupakan sejumlah individu
yang memiliki ciri-ciri atau kepentingan bersama, dan biasanya berinteraksi secara teratur
dalam konteks yang lebih luas dari suatu masyarakat.
Di lampung tersendiri memiliki dua kelompok masyarakat yaitu lampung pepadun
lampung pesisir.

2..1.2.1 Lampung Pepadun


Kelompok masyarakat lampung pepadun merupakan salah satu kelompok masyarakat
yang mendiami daerah pedalaman atau daerah dataran tinggi Lampung, ditandai dengan upacara
adat pengambilan gelar kedudukan adat dengan menggunakan alat upacara yang disebut
Pepadun. Masyarakat biasanya menempati daerah Kotabumi, tulang bawang, way kanan,way
seputih.
Lampung pepadun memiliki adat cakak pepadun. Cakak Pepadun merupakan proses
pelaksanaan penobatan sultan (Punyimbang) ditentukan melalui rapat prowatin yang merupakan
majelis yang tertinggi dari pada masyarakat hukum adat. Singkatnya, cakak pepadun merupakan
upacara pemberian gelar untuk adat pepadun, atau lebih jelasnya adalah suatu peristiwa
pelantikan atau pemberian gelar penyimbang menurut adat istiadat masyarakat Daerah Lampung
Pepadun, yang biasa dikenal dengan upacara pemberian gelar untuk adat Pepadun.
Pada proses pemberian Gelar adat Lampung. seseorang yang akan mendapatkan gelar
yaitu sebagai berikut :
Pertama : Suttan
Kedua : Raja
Ketiga : Pangeran
Keempat : Dalom, dan lain-lain
Biasanya proses pemberian gelar Cakak Pepadun, dilaksankaan bersamaan dengan
upacara perkawinan adat istiadat Budaya Lampung, pepadun adalah suatu bangku atau singgsana
kayau yang menjadi simbol status sosial tertentu dalam keluarga Adat Budaya Lampung.
Proses dalam Cakak Pepadun, berlangsung dimulai ketika prosesi sebagai berikut :
1.Ngakuk Maju yaitu suatu proses mengambil mempelai wanita, kemudian dengan begawi.
2.Tahap ini adalah tahap utama dalam proses Cakak Pepadun, yaitu musyawarah adat atau bisa
dikenal dengan istilah Upacara Merwatin.
3.Proses penyerahan siger (tempat sirih) yang berisi galang siri atau uang.
4.Proses ini adalah proses pemotongan kerbau untuk menjamu para tamu - tamu penyimbang
adat.
5.Bertabuh musik khas tradisional Budaya Lampung,
6.Diiringi dengan arak - arakan penyimbang dari pihak mempelai Pria menuju ketempat
mempelai wanita.
7.Proses ini, kita dapat menikmati aksi - aksi kesenian seperti pencak silat.
8.Berdialog dan menyerahkan barang bawaan dari pihak mempelai pria kepada mempelai wanita
9.Proses menyuapi kedua mempelai dengan diiringi musik tradisional budaya Lampung
10.Kemudian mulailah Tari Cangget hingga Cakak Pepadun calon Penyimbang adat duduk di
singga sana
Adapun budaya lampung pepadun, yaitu:
1. Penyimbang
Masyarakat adat Lampung khususnya adat Lampung pepadun Kecamatan Bumi Agung,
Kabupaten Way Kanan. Masih terdapat stratifikasi sosial berdasarkan sistem keturunan yang
disebut dengan tingkat kekuasaan dari yang terendah sampai yang tertinggi seperti
Penyimbang Marga, Penyimbang Tiuh, Penyimbang Suku dan Penyimbang Saka.
Penyimbang dalam adat Lampung menepati lapisan atas, Penyimbang Marga memiliki
wewenang dalam marganya Penyimbang Marga berhak memutuskan semua keputusan adat,
Penyimbang Tiuh mempunyai kekuasaan dalam keluarganya mengatur kehidupan dan
penghidupan anggota keluarganya dan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar masalah
yang menyangkut tiuh diselesaikan oleh para Penyimbang Tiuh di laporkan kepada
Penyimbang Marga. Sedangkan Penyimbang Suku dan Penyimbang Saka dalam
melaksanakan tugasnya penyimbang dibantu oleh Penyimbang Suku dan Penyimbang Saka.
Penyimbang Suku dan penyimbang Saka merupakan kepercayaan atau tangan kanan
Penyimbang Tiuh yang rtugas mengatur atau mengurus pelaksanaan adat dan memastikan
acara adat berjalan dengan sesuai apa yang ditetapkan. Penyimbnag Suku bisa menaikkan
tahtanya menjadi Penyimbang Tiuh dengan cara melakukan begawi cakak pepadun
sedangkan Penyimbang Marga dan Penyimbang Tiuh tahtanya tidak bisa diturunkan karena
kekuasaan tersebut didapatkan dari keturunan ayahnya Dengan adanya lapisan-lapisan dalam
masyarakat adat pepadun sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan lapisan antar para
penyimbang.

2. Pernikahan endogamy dan pengangkongan anak


Masyarakat Lampung Pepadun dahulu mengenal dengan adanya perkawinan
Endogami, dimana seseorang warga adat lampung diharuskan mencari calon suami atau
istri dalam lingkungan kerabatnya sendiri dan dilarangmencari ke luar dari lingkungan
kerabat. Dengan perkenbangan zaman maka masyarakat adat Lampung Pepadun
diperbolehkan menikah dengan luar sukunya dengan syarat diadakan pengangkonan
terlebih dahulu.

Pengangkonan Anak sudah sejak Tahun 1827 ( berdasarkan data – data yang ada
di Meseum Lampung , Pengangkonan Anak i ni terjadi setelah adanya Emugrasi /
Transmigrasi orang jawa ke Lampung, dan masuknya pedagang Bugis sehingga terjadilah
pernikahan dua suku yang berbeda.

Pengangkonan harus dilakukan apabila orang Lampung Pepadun ingin menikah


dengan orang yang berlainan suku atau berbeda buay (keturunan), namun masyarakat
adat Lampung Pepadun Desa Negeri Sakti memiliki ketentuan tersendiri yaitu, seseorang
harusmelakukan pengangkonan diperuntukkan hanya pada orang yang berlainan
sukusaja.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pelaksanaan Pengangkonan
pada masyarakat Lampung Pepadun dan untuk mengetahu ikedudukan seseorang yang
telah diangkon dalam masyarakat adat Lampung Pepadun.

Proses Pengangkonan Anak dimulai dari pengangkatan bapak angkat sampai


dengan pembayaran uno (uang adat) sebagai penentu terleksananya ngangkon.
Pelaksanaan perkawinan pada masyarakat adat Lampung Pepadun dilaksanakan melalui
beberapa tahapan yaitu :

Pertama, upacara lamaran(pineng) yag ditandai dengan pemberian sejumlah uang


kepada pihak perempuan,
Kedua, upacara penjemputan mempelai yakni pengantin wanita akan dibawa
kekediaman calon penganti pria untuk melangsungan pernikahan dikediaman pengantin
pria,

Ketiga, upacara cuak mengan yakni merupakan tindakan pemberitahuan kepada


seluruh kerabat dan masyarakat umum bahwa pihak yang melaksankan acara tersebut
telah mengambil seorang calon pengatin,

Keempat,pelaksanaan upacara perkawinan dan upacara manjau pedem yaitu


sebagai akhir dari acara perkawinan yang telah dilakukan.

Kedudukan menantu dapat diaku idalam adat dan sah menjadi warga adat
Lampung. Upacara ngangkon dilakukan sebelum upacara perkawinan dilangsungkan
secara adat, karena kegiatan ini merupakan suatu rangkaian yang harus dilakukan apabila
menikah dengan orangyang berlainan suku, guna mendapatkan pengakuan secara sah dari
majelis perwatin dan masyarakat adat

2.1.2.2 Lampung Saibatin


Suku Saibatin mendiami daerah pesisir Lampung yang membentang dari timur,
selatan, hingga barat. Wilayah persebaran Suku Saibatin mencakup Lampung Timur,
Lampung Selatan, Bandar Lampung, Pesawaran, Tanggamus, dan Lampung Barat
, Suku Saibatin atau Peminggir juga menganut sistem kekerabatan patrilineal,
yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis keturunan ayah. Meski demikian, Suku
Saibatin memiliki tatanan masyarakat dan tradisi yang khas.Suku Saibatin tidak memiliki
upacara tertentu yang dapat mengubah status sosial seseorang di dalam masyarakat.
“Saibatin” bermakna satu batin atau memiliki satu junjungan. Hal ini
sesuai,dengan tatanan sosial di dalam Suku Saibatin yang hanya menerapkan satu orang
raja adat di setiap generasi kepemimpinan.
Ciri lain dari Suku Saibatin dapat dilihat dari perangkat yang digunakan di dalam
ritual adat. Salah satunya adalah bentuk siger (sigekh) atau mahkota pengantin yang
memiliki tujuh lekuk atau pucuk (sigokh lekuk pitu). Tujuh pucuk ini melambangkan
tujuh adok, yaitu suttan, raja raja jukuan atau depati, batin, radin, minak, kimas, dan mas.
Selain itu, ada pula yang disebut awan gemisir (awan gemisikh) yang diduga digunakan
sebagai bagian dari arak-arakan adat.
Adapun adat dari lampung saibatin yaitu:
1. Tradisi pangan balak
Tradisi Pangan Balak ini merupakan tradisi masyarakat Lampung Pesisir
(Saibatin). Biasanya digelar pada saat upacara adat Nayuh. Nayuh yaitu
merupakan pesta adat suku Lampung Pesisir yang dilaksanakan saat pernikahan
maupun sunatan. Biasanya nayuh dilaksanakan selama 3-5 hari dengan berbagai
prosesi yang harus dilewati. Warna seprai yang digunakan tidak sembarangan.
Biasanya menggunakan seprai warna putih, kuning dan ungu. Warna putih hanya
digunakan oleh para Saibatin (para pemangku adat) dan keturunannya. Sementara
warna kuning digunakan untuk Pangikhan dan warna ungu untuk khadin. Setelah
kain panjang itu dibentangkan biasanya para Butting Nabai (keluarga dari pihak
ayah mempelai lelaki) bertugas mengurus segala keperluan dapur.
Sedangkan kepala Battu (pihak dari ibu mempelai pria) yang bertugas menata,
menyusun dan menyiapkan segala keperluan konsumsi selama Nayuh
berlangsung akan menyiapkan hidangan. Kondisi persiapan upacara adat ini kerap
menjadikan kerjasama antar keluarga begitu terlihat hingga saling mempererat
rasa kekeluargaan.
2. Tradisi Ngakhak
Tradisi Ngakhak Saibatin adalah salah satu tradisi budaya yang berasal dari
masyarakat Lampung, Indonesia. Dalam tradisi ini, "Ngakhak" berarti "berbicara"
atau "mengungkapkan" sementara "Saibatin" adalah sebutan untuk orang tua atau
orang yang lebih tua. Jadi, secara harfiah, Ngakhak Saibatin dapat diartikan
sebagai "berbicara dengan orang tua" atau "mengungkapkan kepada orang tua."
Tradisi Ngakhak Saibatin Lampung adalah bentuk komunikasi dan
penyampaian pesan antara generasi yang lebih muda dengan generasi yang lebih
tua dalam masyarakat Lampung. Tradisi ini memiliki peran penting dalam
menjaga nilai-nilai budaya, adat istiadat, dan norma sosial di kalangan masyarakat
Lampung. Biasanya, Ngakhak Saibatin dilakukan dalam suasana yang formal dan
diatur dengan protokol tertentu.
Selama acara Ngakhak Saibatin, generasi yang lebih muda akan
mengungkapkan penghargaan, harapan, atau permohonan kepada generasi yang
lebih tua. Generasi yang lebih tua kemudian memberikan nasehat, arahan, atau
jawaban terhadap pertanyaan atau permohonan yang diajukan oleh generasi yang
lebih muda. Ini adalah cara untuk menjaga komunikasi antar-generasi dan
memastikan bahwa nilai-nilai budaya dan pengetahuan turun temurun.
Adapun budaya saibatin yaitu:
1. Aristokratis
Lampung saibatin bersifat aristokratis, artinya kedudukan adat hanya
dapat diwariskan melalui garis keturunan. Berbeda dengan Suku Pepadun,
Suku Saibatun tidak memiliki upacara tertentu yang dapat mengubah
status sosial seseorang di dalam masyarakat.

2. Piil Pasenggiri
Lampung Saibatin adalah piil pesenggiri dengan elemen budaya
juluk adek, nemui nyimah, nengah nyappur, dan sakai sambayan. Piil
pesenggiri berfungsi sebagai pedoman perilaku pribadi dan masyarakat
dalam kehidupan mereka. Sebagai warga masyarakat berkewajiban untuk
menjaga nama baik dan perilakunya agar terhindar dari sikap serta
perbuatan tercela.

2.2 pengaruh ragam nilai budaya dalam berbagai bidang sosial kemasyarakatan di lampung
Dalam membina kehidupan dan penghidupan yang wajar diperlukan rambu rambu
sebagai pedoman untuk berperilaku. Rambu rambu dan pedoman itu berwujud ketentuan
ketentuan, yang berisi larangan (cepalo) dan keharusan (adat) yang bersifat ajeg.
Terbentuknya sikap demikian akan menciptakan suatu ketentraman dan kedamaian hidup
bermasyara¬kat. Masyarakat Lampung juga mempunyai strata (tingkatan) baik berdasarkan
status genealogis (keturunan, umur), maupun status sosial dalam adat (punyimbang tiuh, suku,
dsb). menimbulkan hak dan kewajiban masing masing pada strata atau tingkatan itu.
Dalam strata status sosial (adat) seseseorang dapat merupakan filter bagi diri pribadinya
untuk bersikap dan berperilaku. seseorang yang berstatus tinggi tersebut akan menen¬tukan
sikap perilakunya dalam menghayati nemui nyimah, nengah nyappur dan sakai sambayan,
hingga tingkat hukuman (sanksi) apabila yang bersangkutan melanggar larangan (cepalo).

2.3 Masyarakat Lampung dalam Dimensi Akulturasi Budaya


Akulturasi budaya adalah proses interaksi antara dua atau lebih kelompok budaya yang
berbeda, di mana mereka saling memengaruhi satu sama lain, mengadopsi elemen-elemen
budaya dari kelompok lain, dan menciptakan bentuk baru dari budaya. Dalam proses akulturasi
budaya, ada beberapa dimensi atau aspek yang dapat dianalisis dan dipahami untuk memahami
bagaimana budaya-budaya berinteraksi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dimensi akulturasi budaya ialah pemahaman di mana
elemen-elemen dari dua atau lebih budaya yang berbeda berinteraksi dan saling mempengaruhi
satu sama lain.
Dalam dimensi akulurasi budaya, Lampung memiliki dua pola dalam melaksanakannya,
yaitu:
1. Pola Distribusi
Pola distribusi masyarakat adalah merujuk pada cara di mana individu dan
kelompok masyarakat tersebar di suatu wilayah geografis agar populasi terorganisir dan
terdistribusi Dalam faktor jarak, Bentuk lahan, dan sosial ekonomi.
Di lampung tersendiri pola distribusi terbagi menjadi dua yaitu pada era
kolonialisme dan era transmigrasi.

Pada era kolonialisme dimulai sejak masa Kolonial tahun 1905. Oleh
pemerintahan Hindia Belanda, telah ditempatkan 155 kepala keluarga (KK) transimigran
asal Bagelen (Kedu) Jawa Tengah. Konon, program transmigrasi pertama di Provinsi
Lampung. Gelombang pertama tahun 1905 hingga 1911. Gelombang kedua tahun 1911
hingga tahun 1939.

Sedangkan pada era transmigrasi dimulai pada tahun 1950-1969 perpindahan


penduduk ke Lampung mencapai 53.263 keluarga atau sebanyak 221.035 jiwa.
Memasuki era Pembangunan Lima Tahun (Pelita), Lampung mendapat lagi tambahan
penduduk sebanyak 22.362 kepala keluarga asal Jawa, Madura, dan Bali. Gencarnya
perpindahan penduduk itu berdampak pada terjadinya ledakan penduduk. Kalau pada
tahun 1905 penduduk Lampung kurang dari 150 ribu dan didominasi suku asli Lampung,
kini orang Jawa di Lampung mencapai sekitar 60 persen dari total penduduk Lampung
sebanyak 7 juta jiwa.

Jumlah penduduk Lampung hingga tahun 2010 mencapai 7.596.115 orang atau
hanya 3% dari jumlah penduduk nasional. Berdasarkan hasil sensus penduduk oleh
Badan Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.556.363 jiwa.

2. Pola Budaya
Pola budaya adalah seperangkat aturan yang mengatur perilaku sekelompok orang
yang terorganisir, berdasarkan tradisi, kebiasaan, kebiasaan, kepercayaan, lokasi
geografis dan pengalaman mereka, untuk membentuk model perilaku.

Budaya mendukung kedekatan antara individu yang hidup dalam masyarakat


yang sama, yang mengidentifikasi satu sama lain dengan mendengarkan lagu, dengan
mencicipi makanan, dengan melihat gaun, tarian, mendengar cerita, ucapan, kepercayaan,
dll, karena mereka dikenal.
Semua aspek ini untuk dibagikan oleh sekelompok orang, membentuk budaya
masyarakat, ditentukan oleh semua kebiasaan, tradisi, dan cara berinteraksi dengan
lingkungan mereka untuk hidup dalam komunitas..

Budaya dilihat dari konsep yang lebih luas, mencakup total generasi manusia
yang telah hidup selama bertahun-tahun, bersama dengan cara-cara khusus mereka dalam
berkomunikasi dan berinteraksi di antara mereka.

Dari banyaknya pola kebudayaan yang terjadi di masyarakat, mengakibatkan cara


pandang masing-masing:
1. Variatif; Kebudayaan meliputi semua aspek yang terdapat dalam kehidupan
manusia. Sehubungan dengan hal ini maka kebudayaan dibagi menjadi tujuh
unsur: peralatan dan perlengkapan hidup, sistem mata pencaharian, sistem
kemasyarakatan, bahasa, ilmu pengetahuan, kesenian dan religi.

2. Relatif (relativisme kebudayaan);Kebudayaan yang bersifat umum dapat


mengakibatkan terbentuknya budaya yang berbeda, yang tergantung pada
pengalaman pendukung kebudayaan itu sendiri. Semua kebudayaan dalam
tanda kutip baik atau tidak baik menurut etika estetika, mempunyai hak yang
sama untuk dipelajari dan dihargai. Tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi
ataupun lebih rendah atau kebudayaan yang bagus atau tidak bagus, hal ini
dikenal dengan relativisme kebudayaan.

Dengan berpatokan pada relativisme budaya sebagai tempat berpijak, yang


ada hanya kebudayaan kompleks, yang dapat digunakan untuk beradaptasi
dengan lingkungan asing.Relativisme budaya sendiri mengemban pesan
bahwa kebudayaan pada setiap suku bangsa yang terwujud dalam kebudayaan
mereka merupakan sesuatu yang luhur.
3. Universal; beberapa aspek dari kebudayaan merupakan adat istiadat dan
kegiatan yang umum pada masyarakat.
4. Counter culture: kelompok yang dengan sadar berusaha membuang
kepercayaan, nilai, dan norma dari mayoritas. Counter culture inilah yang
melahirkan sub-kebudayaan yaitu kelompok-kelompok yang kepercayaan,
norma, dan nilai-nilainya berbeda dari mayoritas, seperti fenomena
homoseksual, dll.

Sehingga -pola dalam interaksi budaya masyarakat memiliki arti penting,


setidaknya alasannya sebagai berikut:
a. Adanya kecenderungan perbedaan secara global. Seiring perkembangan yang menuju
apa yang disebut sebagai Global Village memberikan implikasi tentang adanya
hubungan-hubungan yang meningkat sehingga menimbulkan kesadaran untuk
mempelajari masalah komunikasi antar budaya ini. Hal ini terjadi karena masalah
pertemuan antar budaya yang terjadi seringkali muncul permasalahan karena banyak
pihak yang tidak saling memahami pihak lain yang berbeda dalam hal-hal tertentu.
b. .Adanya kecenderungan perbedaan domestik. Selain dalam lingkup internasional juga
terjadi perubahan di kalangan domestik dengan munculnya subbudaya-subbudaya yang
beragam di lingkup domestik.
c. Adanya kesempatan mempelajari mengenai interpersonal atau dengan kata lain
kesadaran pribadi. Dengan komunikasi antar budaya akan memberikan pemahaman yang
kaya tentang perbedaan makna yang berkonsentrasi pada kerja manusia dan kemauan kita
untuk mengekplorasi dan memahami perbedaan budaya dan segala kompleksitasnya yang
akan memperkaya pengalaman hidup kita dalam kerangka kehidupan sosial masyarakat.
2.4 Harmonisasi, Budaya, Hukum, dan Masyarakat
Dalam mewujudkan harmonisasi budaya hokum dan masyarakat lampung diperlukan proses
proses yaitu:
1. Proses Evolusi
Merupakan pola perkembangan kebudayaan yang dimulai dari bentuk yang
rendah sampai ke bentuk yang tinggi..Morgan berpendapat bahwa kemajuan kebudayaan
sejalan dengan perkembangan teknologi, semakin meningkatnya kontrol manusia atas
teknologi baru maka semakin berkembang kebudayaannya.
Pendekatan evolusi lain ditemukan oleh Julian Steward, yang menciptakan
gagasan mengenai evolusi menurut garis lurus banyak atau evolusi multilinier.
Pendekatan tersebut dibagi menjadi 3:
(1) perkembangan teoritis evolusi kuno dan teori yang menganggap perkembangan
evolusi menurut garis lurus
(2) pendekatan teoritis "relativitas kebudayaan" yang melihat perkembangan kebudayaan
itu pada dasarnya berbeda dan mengidentifikasi ciri yang membedakan antara masyarakat
satu dengan lainnya
(3) pendekatan evolusi multilinier, melihat adanya keteraturan persilangan kebudayaan
yang berarti.

2. Proses Difusi
Kebudayaan sebagai akibat dari proses difusi merupakan akibat migrasi manusia.
Manusia melakukan migrasi dalam rangka mencari kehidupan yang lebih baik dari satu
tempat ke tempat lain yang disertai pula dengan menyebarnya unsur-unsur kebudayaan.
Biasanya dilakukan oleh para penyebar agama maupun pedagang.

3. Proses Akulturasi.
Akulturasi mengacu pada pengaruh satu kebudayaan terhadap kebudayaan lain.
Akulturasi sebagai fenomena yang dihasilkan ketika dua kelompok yang mempunyai
kebudayaan berbeda mulai melakukan kontak langsung, yang kemudian diikuti dengan
perubahan pola kebudayaan asli salah satu atau kedua kelompok tersebut.
Interaksi antar budaya yang berhasil adalah didasarkan pada komunikasi yang
efektif.Komunikasi yang efektif akan mencapai sasaran timbulnya harmonisasi budaya
hukum dan masyarakat.
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Bahwa ragam Nilai Budaya Lampung adalah beragam nilai, norma, kepercayaan,
adat istiadat, dan tradisi yang dipegang dan dilestarikan oleh masyarakat suku
Lampung di Indonesia. Nilai-nilai ini mencerminkan warisan budaya khas Lampung
dan meliputi berbagai aspek kehidupan sehari-hari, termasuk agama, adat istiadat,
seni, dan sejarah mereka. Hal ini mencakup tata moral dari budaya lampung yan
disebut piil pasenggiri yang mempunyai empat pilar yang saling menopang, yaitu
Bejuluk Baedak, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, dan Sakai Sambayan. dimana
pengaplikasiannya digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat lampungg.
Dilengkapi juga dari adat dan budaya dari masing-masing kelompok masyarakat
lampung seperti Lampung Pepadun dan Lampung Saibatin. Hal ini menambah corak
ragam budaya di Lampung sebagai khazanah budaya nasional Indonesia.

Selain itu ragam nilai budaya lampung dalam bidang sosial kemasyarakatan bisa
di implementasikan melalui rambu-rambu dan pedoman dimana di dalamnya terdapat
larangan (cepalo) dan keharusan (adat) serta strata atau tingkatan sosial untuk
mengatur kehidupan sosial dalam masyarakat lampung.

Di aspek dimensi akulturasi budaya tersendiri, masyarakat lampung memiliki dua


pola dalam mencapainya. Yaitu dengan pola distribusi, yang melibatkan perpindahan
populasi dari masyarakat Jawa ke Lampung yang terjadi baik pada era kolonialisasi
maupun era transmigrasi, ataupun pola budaya, dengann mempelajari budaya satu
sama lain.

Dalam harmonisasi budaya, hokum, dan masyarakat di Lampung, terjadi dengan


memenuhi proses seperti proses evolusi, divusi, dan akulturasi

3.2 Saran
Ragam nilai budaya di lampung perlu di lestarikan dan di implementasikan nilai
nilai budaya dan tata moralnya dalam kehidupan sehari-hari supaya identitas
masyarakat lampung tetap terjaga. Selain itu pengenalan dan pertukaran budaya itu
penting sifatnya supaya terjadi harmonisasi antara aspek nilai kehidupan sehari-hari
dalam bermasyarakat dengan nilai budaya local yang ada.
DAFTAR PUSAKA
https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/masyarakat-adat-lampung-saibatin/ diakses pada 02
September 2023 pukul 10.27.
https://www.bongkarselatan.com/2023/02/ngarak-tradisi-adat-budaya-lampung-agar.html diakses
pada 02 September 2023 pukul 11.00
https://raiyani.net/blog/tradisi-pangan-balak-masyarakat-lampung/ diakses pada 02 September
2023 pukul 12.00.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/pengangkonan-anak/ diakses pada 02 September
2023 pukul 13.00.
https://onesearch.id/Record/IOS4198.333/TOC diakses pada 02 September 2023 pukul 13.30.
http://repository.radenintan.ac.id/2365/#:~:text=Cakak%20Pepadun%20adalah%20proses
%20pelaksanaan,menjadi%20kebiasaan%2C%20wisdom%20yang%20telah diakses pada 02
September 2023 pukul 14.00.
https://www.infokyai.com/2016/11/pengertian-cakak-pepadun-sejarah-dan.html diakses pada 02
September 2023 pukul 14.30.
https://eprints.uny.ac.id/52803/2/TAS%20BAB%20I%2010401244042.pdf diakses pada 02
September 2023 pukul 15.00.
https://www.scribd.com/document/499444423/nilai-budaya diakses pada 02 September 2023
pukul 15.30.
https://www.scribd.com/document/542520341/Modul-2-Nilai-Norma-dan-Budaya-Lokal diakses
pada 02 September 2023 pukul 16.30.

Anda mungkin juga menyukai