Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

NILAI BUDAYA DAN NORMA SOSIAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Sosiologi dan Antropologi Kesehatan

Dosen Pengajar:
Novia Handayani, SKM, MA, M.Kes.

Disusun oleh:
1. Afanin Karin Z./ 25000119140324
2. Gemah Ayu Nazhira/ 25000119140244
3. Muhammad Naufal/ 25000119140368
4. Vina Grace Jesika/ 25000119140382
5. Didan Dwiky Darmawan/ 25000119140354
6. Sellyna Andiani/ 25000119130118
Kelas: E (2019)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................2

1.1 Latar Belakang.......................................................................................2

1.2 Perumusan Masalah................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1 Pengertian Nilai......................................................................................4
2.2 Pengertian Budaya..................................................................................4
2.3 Nilai Budaya...........................................................................................5
2.4 Norma Sosial..........................................................................................5
2.4.1 Pengertian Norma.........................................................................5
2.4.2 Jenis-jenis Norma.........................................................................6
2.4.3 Unsur-unsur Pembentuk Norma...................................................8
2.5 Pengaruh Nilai Budaya dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan
Masyarakat..........................................................................................10
2.6 Pranata Sosial ......................................................................................11
2.6.1 Pengertian Pranata Sosial...........................................................11
2.6.2 Kelas-kelas dalam Pranata Sosial...............................................11
2.6.3 Fungsi Pranata Sosial.................................................................12
2.6.4 Unsur-unsur yang Terkandung dalam Konsep Paranata Sosial. 13
BAB III PENUTUP .............................................................................................14
3.1 Kesimpulan .........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................15

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk sosial dimana manusia masih harus membutuhkan
peran orang lain. Dengan adanya manusia yang termasuk makhluk sosial,
berinteraksi dengan manusia lain adalah salah satu tujuan makhluk sosial bertahan
hidup, tetapi semua berlandaskan oleh norma dan nilai kebudayaan masing-
masing nilai dan norma mempunyai kaitan yang erat dalam rangka mempengaruhi
perilaku masyarakat agar bisa terciptanya keteraturan yang berlandaskan pada
sistem budaya masing-masing masyarakat. Norma sosial dibuat untuk
melaksanakan nilai-nilai yang dianggap baik dan benar oleh masyarakat. Oleh
sebab itu, norma jika dilanggar kita bisa mendapatkan sanksi-sanksi sebagai
bentuk ikatan bagi semua masyarakat untuk mematuhinya.
Nilai dan norma dalam masyarakat berkembang sesuai dengan peradaban
masyarakat yang berubah. Makin maju suatu masyarakat, maka norma dan nilai
semakin bersifat tegas dan mempunyai jenis yang bermacam-macam untuk
mengatur secara detail berbagai kelangsungan hidup masyarakat. Nilai merupakan
standar penilaian baik-buruk ataupun benar-salah dalam suatu kehidupan
bermasyarakat. Nilai dan norma tersebut biasanya dinyatakan oleh masyarakat
dalam bentuk kebiasaan, adat istiadat, tata kelakuan, maupun hukum adat secara
tertulis maupun tidak tertulis.
Dengan mengetahui berbagai macam nilai budaya dan norma sosial dalam
suatu masyrakat, dapat membantu tercapainya kenaikan derajat kesehatan
masyarakat dimana masyarakat adalah sasaran tercapainya derajat kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian dari nilai budaya?
2. Apa saja norma-norma yang terdapat di masyarakat?
3. Bagaimana nilai budaya dapat mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat?

2
4. Apa yang dimaksud dengan pranata sosial?
5. Bagaimana perilaku kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan nilai
budaya dan norma sosial?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengatahui pengertian dari nilai budaya.
2. Untuk mengatahui jenis-jenis norma yang terdapat di masyarakat.
3. Untuk mengetahui bagaimana nilai budaya dapat mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat.
4. Untuk mengetahui tentang pranata sosial.
5. Untuk mengetahui perilaku kesehatan dalam masyarakat yang berkaitan
dengan nilai budaya dan norma sosial.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Nilai


Nilai (value) adalah harga, penghargaan, atau taksiran. Dengan kata lain,
nilai adalah harga/penghargaan yang melekat pada sesuatu. Menurut Babang
Daroeso (1986), nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu,
yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang (cahyo, dkk., 2020).
Nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif. Dalam sudut pandang nilai
bersifat subjektif, nilai-nilai merupakan berbagai reaksi yang diberikan oleh
individu sebagai pelaku (Bagus, 2002). Sebagai contoh, sampah botol plastik yang
sudah tidak terpakai merupakan barang yang biasa bagi kebanyakan orang.
Namun, bagi pemulung botol plastik merupakan sumber mata pencahariaannya.
Selanjutnya, nilai bersifat objektif berarti nilai intrinsic yang melekat pada objek
tersebut. sebagai contoh, penggunaan handphone (HP) menjadi wajar dan umum
di masyarakat sekarang ini, meskipun HP memiliki pengaruh positif dan negatif
bagi pembentukkan pola pikir individu maupun masyarakat (cahyo, dkk., 2020).
Nilai tercipta secara sosial, bukan secara biologi atau bawaan sejak lahir.
Artinya, nilai tercipta melalui interaksi dari para anggota masyarakat. Nilai
merupakan hasil interaksi yang dipelajari berdasarkan pengalaman dan merupakan
sesuatu yang timbul setelah ada proses sosial di antara anggotanya. Proses belajar
dan pencapaian nilai-nilai dimulai sejak kanak-kanak dalam keluarga melalui
sosialisasi. Sistem nilai bervariasi anatara kebudayaan satu dengan yang lain,
sesuai dengan harga relative yang diperlihatkan oleh setiap kebudayaan terhadap
pola-pola aktivitas dan tujuan serta sasarannya. Selain itu, nilai juga melibatkan
emosi serta nilai-nilai juga berasal dari keyakinan beragama individu/masyarakat
yang bersangkutan (Noorkasiani, Heryati, dan Rita Ismail, 2009).

4
2.2 Pengertian Budaya
Pengertian kebudayaan dapat ditinjau secara umum dan menurut beberapa
ahli. Secara umum, kata ‘kebudayaan’ berasal dari kata Sansekerta buddhayah,
yaitu bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Dengan demikian, kebudayaan
berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Kata budaya di sini merupakan
suatu singkatan dari kebudayaan dengan arti yang sama. Menurut
Koentjaraningkrat, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia
yang harus dibiasakan dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi
pekertinya. Selain itu kebudayaan menurut Kroeber dan C. Kluckhohn dalam
bukunya yang berjudul Culture, A Critical Review of Concepts and Definitions
adalah menifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya
(Noorkasiani, Heryati, dan Rita Ismail, 2009).

2.3 Nilai Budaya


Menurut Koentjaraningkrat, nilai budaya merupakan tingkat yang paling
tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Nilai budaya merupakan konsep
mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga
masyarakat, mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting
dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah
dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi.
Nilai budaya biasanya sulit diubah dalam waktu yang singkat karena nilai
budaya sudah tertanam dalam diri dan jiwa individu maupun kelompok
masyarakat yang diajarkan atau diberitahu semenjak kecil oleh lingkungan
disektiarnya. Nilai budaya juga bisa menjadi pedoman atau petunjuk bagi suatu
masyarakat atau individu dalam bertingkah laku baik-buruk (Cahyo, dkk., 2020).

2.4 Norma Sosial


2.4.1 Pengertian Norma
Norma Adalah aturan yang memberikan petunjuk mengenai perbuatan yang
harus dilakukan dan perbuatan yang harus dihindari dalam kehidupan
bermasyarakat. Norma memberikan arahan kepada manusia bagaimana dia harus

5
berperilaku, agar kepentingan bersama dalam kesatuan sosial dapat terjamin
(Rifai, 2008).
Ada tiga elemen yang termuat dalam setiap norma, yakni nilai (value),
penghargaan (rewards), dan sanksi (punishment). Nilai pada dasarnya bersifat
abstrak tentang ide-ide yang relative disukai, disenangi, dan dicapai oleh
masyarakat. Oleh karena itu, nilai memuat ide-ide yang penting bagi dan oleh
masyarakat. Sedangkan reward dan punishment atau Sanction relatif konkrit
karena langsung menentukan perilaku manusia (Rose, et al., 1982).
Normal berkaitan erat dengan sanksi. Sanksi adalah hukuman yang akan
diterima apabila norma tidak dilakukan. Tanpa sanksi, norma tidak akan berjalan.
Norma merupakan patokan perilaku dalam kelompok masyarakat tertentu, yang
disebut juga peraturan sosial yang menyangkut perilaku-perilaku yang pantas
dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Norma berisi perintah maupun
larangan yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama dan bermaksud untuk
mengatur setiap perilaku manusia dalam mesyarakat guna mencapai kedamaian.
Pada umumnya, norma itu tidak tertulis (lisan) dan merupakan hasil dari
kesepakatan masyarakat. Norma sosial kadang-kadang bisa menyesuaikan
perubahan sosial, sehingga norma sosial dapat mengalami perubahan (Cahyo,
dkk., 2020).

2.4.2 Jenis- jenis Norma


Norma-norma yang berlaku di masyarakat dapat diklasifikasikan dalam 4
jenis yaitu sebagai berikut (Maryati dan Suryawati, 2001):
1. Norma agama
Norma agama adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran atau kaidah
agama. Norma ini bersifat mutlak dan mengharuskan ketaatan bagi para
pemeluk atau penganutnya. Yang taat akan diberikan keselamatan di
akhirat, sedangkan yang melanggar akan mendapat hukuman di akhirat.
Contoh:
 Salah satu norma dalam agama Islam adalah kewajiban
melaksanakan rukun Islam dan rukun iman.

6
 Dalam agama Kristen diwajibkan untuk menjalankan sepuluh
perintah Allah.
 Dalam agama Hindu, terdapat kepercayaan terhadap reinkarnasi,
yaitu adanya kelahiran kembali bagi manusia yang telah meninggal
sesuai dengan karmanya atau sesuai dengan kehidupannya di masa
lalu.
2. Norma kesusilaan
Norma kesusilaan didasarkan pada hati nurani atau akhlak manusia.
Norma ini bersifat universal, yaitu setiap orang di dunia ini
memilikinya, hanya bentuk dan perwujudannya saja yang berbeda.
Sanksi yang diterima dari pelanggaran norma ini adalah ditolak atau
dikucilkan oleh masyarakat.
Contoh: pemerkosaan, pembunuhan, dan pengkhianatan.
3. Norma kesopanan
Norma kesopanan adalah norma yang berpangkal dari aturan tingkah
laku yang berlaku di masyarakat, seperti cara berpakaian cara bersikap
dan berperilaku dalam pergaulan, dan berbicara. Norma ini bersifat
relatif, yaitu penerapanya berbeda di berbagai tempat, lingkungan, dan
waktu. Misalnya, menentukan kategori pantas dalam berpakaian antara
tempat yang satu dengan yang lainnya terkadang berbeda. Sanksi dari
norma ini adalah perasaan bersalah atau tidak enak hati terhadap diri
sendiri dan orang lain.
Contoh:
 Tidak memakai perhiasan mencolok saat suasana berkabung.
 Mengucapkan terima kasih ketika mendapatkan pertolongan atau
bantuan.
 Meminta maaf saat berbuat kesalahan atau membuat orang lain
kesal.
4. Norma hukum
Norma hukum adalah himpunan petunjuk hidup atau perintah dan
larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat (negara).
Sanksi norma hukum bersifat mengikat dan memaksa. Sanksi ini

7
dilaksanakan oleh suatu lembaga yang memiliki kedaulatan, yaitu
negara. Norma hukum memiliki ciri- diakui oleh masyarakat sebagai
ketentuan yang sah dan terdapat penegak hukum sebagi pihak
berwenang untuk memberikan sanksi. Sanksi dari norma hukum adalah,
penjara, denda, sampai hukuman mati.
Contoh:
 Mencuri, membunuh, dan menipu.
 Tidak membayar pajak

2.4.3 Unsur-unsur Pembentuk Norma


Dalam membentuk sebuah norma, terdapat unsur-unsur yang berkaitan satu
sama lain, yaitu (Cahyo, dkk., 2020):
1. Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan merupakan suatu cara yang lazim, wajar, dan diulang-
ulang dalam melakukan sesuatu oleh sekelompok orang untuk
memenuhi kebutuhan tertentu. Generasi baru meniru kebiasaan sesuai
dengan kebiasaan lama yang dapat disesuaikan dengan perkembangan
kebudayaan saat ini. Hal yang menjadi pedoman kebiasaan yang bisa
menjadi patokan unsur pembentuk norma adalah tidak ada individu
yang dirugikan dengan adanya perubahan budaya baru tersebut.
terdapat dua golongan kebiasaan yaitu sebagai berikut:
a. Hal-hal yang harusnya diikuti sebagai sopan santun dan perilaku
sopan. Contohnya seperti budaya saling menyapa ataupun tegur
sapa, dan budaya saling memberi satu sam lain.
b. Hal-hal yang harus diikuti kerena kebiasaan itu penting untuk
kesejahteraan masyarakat, seperti gotong royong, musyawarah
masyarakat desa, dan lainnya.
2. Tata kelakuan (mores)
Tata kelakuan adalah suatu kebiasaan yang diakui oleh maysrakat
sebagai norma pengatur dalam setiap berperilaku. Tata kelakuan lebih
memperlihatkan sebagai fungsi pengawasan perilaku oleh suatu
kelompok kepada anggotanya. Pelanggaran terhadap tata kelakuan atau

8
mores dapat menimbulkan bencana. Mores didasari pada hubungan
sebab dan akibat yang murni dari sebuah tindakan seperti, pembunuhan,
bullying, freesex, perseturuan adat, incest, dan lain sebagainya. Bentuk
dari sanksi yang diberikan jika melanggar biasanya seperti dikucilkan
dari pergaulan, bahkan hingga pengusiran dari sebuah kelompok
masyarakat.
3. Lembaga sosial (Social Institution)
Lembaga sosial atau social institution adalah hubungan sosial yang
terorganisir, yang mewujudkan nilai-nilai dan tata cara umum tertentu
guna memenuhi kebutuhan dasar masyarakat tertentu. Terdapat lima
lembaga sosial dasar di masyrakat, yaitu:
a. Kehidupan keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyrakat, tetapi memiliki
peran penting dalam memberi sosialisasi tentanng norma-norma
sosial.
b. Lembaga agama
Keyakinan atau kepercayaan seseorang atau masyarakat dalam
memilih kebabasan beragama merupakan keyakinan hakiki setiap
individu. Semua agama selalu mengajarkan aturan-aturan kebaikan
hidup dan interaksi antara manusia ke manusia dan antara manusia
dengan Tuhannya. Ajaran dalam agama juga mempunyai hubungan
timbal balik dengan norma-norma sosial di masyarakat.
c. Lembaga pemerintahan
Pemerintahan termasuk lembaga formal yang mengatur kehidupan
bernegara serta bermasyarakat. Pemerintah lebih fokus terkait pada
perlindungan terhadapa hak sosial dan menegakkan kewajiban
sosial masyarakat.
d. Lembaga Pendidikan
Pendidikan memberikan standarisasi informasi yang menjadi
pegangan hidup masyarakat dalam menjalanakan norma.
e. Organisasi ekonomi

9
Kegiatan ekonomi dapat mendukung sumber dana untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam menjalankan norma kehidupan.
Kegiatan ekonomi dapat memnuhi kebutuhannya dengan pekerjaan
dan usaha yang sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
4. Hukum adat istiadat (custom law)
Hukum merupakan perangkat norma yang berfungsi atau
digunakan sebagai penegak norma di masyarakat. Adat istiadat adalah
tata kelakuan yang berupa aturan-aturan yang mempunyai sanski lebih
keras. Pelanggaran akan dikenai sanksi hukuman, baik formal maupun
informal. Seperti pelaku pemerkosaan, selain mendapatkan hukuman
KUHP, juga akan mendapatkan hukuman dari masyrakat berupa
cemooh atau dikucilkan.
5. Nilai (value)
Nilai adalah gagasan mengenai apakah sebuah pengalaman hidup
itu berarti atau tidak. Norma dan nilai tidak bisa dipisahkan. Nilai lebih
mengarah kepada perilaku/pertimbangan orang, sehingga antara satu
orang dengan orang lain akan berbeda.

2.5 Pengaruh Nilai Budaya dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan


Masyarakat
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
masyarakat, salah satunya adalah perilaku dari masyarakat itu sendiri. Perilaku
tersebut dapat disebabkan oleh faktor sosial dan budaya. Pengaruh nilai budaya
maupun sosial dapat memberikan peran penting pada masyarakat karena itu bisa
menjadi sebuah tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah
mengalami perkembangan berpikir.
Hubungan budaya dengan kesehatan sangatlah erat. Sebagai contoh, sebuah
desa memiliki AKI yang cukup tinggi. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh
salah satu faktor, yaitu tingginya perilaku persalinan tidak aman. Persalinan tidak
aman disini merujuk kepada persalinan yang dilakukan di rumah dan ditolong
oleh dukun. Perilaku persalinan di perdesaan 52,4% dilakukan di rumah dan

10
20,5% ditolong oleh dukun. Hal tersebut menunjukkan masyarakat di desa masih
hal-hal mistis dibandingkan dengan pertolongan dari tenaga kesehatan (Widodo,
dkk., 2017). Untuk mengatasi hal tersebut, tenaga kesehatan dapat melakukan
pendekatan ke dukun melalui petinggi desa atau orang yang dihormati di desa
tersebut. Pendekatan ini dilakukan sekaligus untuk memberi tahu cara-cara
persalinan yang benar, cara menstrerilkan alat, dan hal-hal apa saja yang dapat
membuat proses bersalin menjadi aman.
Selain itu terdapat mitos-mitos yang masih berkembang di suatu daerah,
seperti ibu yang sudah mendekati hari kelahiran tidak diperbolehkan untuk berada
di rumah karena dapat menghilangkan kesaktian dari suaminya. Untuk mengatasi
hal tersebut, tenaga kesehatan dapat mengambil keuntungan dengan memberitahu
sang suami agar sang ibu dapat melahirkan di puskesmas atau rumah sakit saja
agar proses bersalin menjadi lebih aman dan tetap menghargai kepercayaan akan
mitos tersebut.
Dengan perkembangan zaman, terdapat ilmu yang mempelajari tentang
pengobatan dengan kebudayaan, salah satunya adalah Ethnomedicine.
Ethnomedicine merupakan cabang dari ethnobotani atau antropologi kesehatan
yang mernpelajari pengobatan tradisional, tidak hanya yang berhubungan dengan
sumber-sumber tertulis (contohnya pengobatan tradisional cina, Ayurveda) tetapi
juga pengetahuan dan praktik yang secara oral diturunkan selama beberapa abad.
Dalam ilmu pengetahuan, Etnomedicine pada umumnya ditandai dengan
pendekatan antropologi yang kuat atau pendekatan biomedikal yang kuat,
terutama dalam program penemuan obat (Isniati, 2013).

2.6 Pranata Sosial


2.6.1 Pengertian Pranata Sosial
Menurut Koentjaraningkrat (1979), pranata sosial adalah sistem-sistem yang
menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi
menurut pola-pola atau sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada
aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam
kehidupan masyarakat (Cahyo, dkk., 2020). Menurut George Ritzer, dalam
paradigma fakta sosial memahami pranata sosial dalam dua perpektif, yaitu (1)

11
pranata sosial yang sebagai immaterial seperti nilai dan norma, dan (2) pranata
sosial sebagai materiel seperti adanya wadah atau lembaga (institusi). Namun,
keduanya dapat dipahami sebagai wujud yang utuh dan kompleks atau meteriel
entities (Bahri, 2005).

2.6.2 Kelas-kelas dalam Pranata Sosial


Pranata sosial atau biasa juga disebut institusi sosial, maupun Lembaga
kemasyarakatan” memiliki kelas-kelas. Adapun kelas-kelas dalam pranata sosial
adalah sebagai berikut (Cahyo, dkk., 2020).
1. Domestic institution,
Kelas pranata sosial ini berfungsi untuk memenui kehidupan
kekerabatan, tolong menolong, pengasuhan anak, dan lain-lain, biasa
disebut keluarga.
2. Economic institution
Kelas ini berfungsi untuk memenuhi keperluan mata pencaharian hidup,
pertanian, peternakan, kooperasi, perbankan, insudtri, dll.
3. Educational institution
Kelas ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan
penerangan, misalnya pengasuhan anak, pemberantasan buta huruf,
pendidiakan dasar, menengah, dan lain-lainnya.
4. Sciencetific institution
Kelas ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ilmiah, seperti penelitian,
Pendidikan, dan lain-lain.
5. Aesthetic&recretonal institution
Kelas ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan atau keperluan dalam
penghayatan rasa keindahan, seperti senirupa, seni tari, olahraga, dan
lain-lain.
6. Religious institution
Kelas ini berfungsi untuk memenuhi keperluan berbakti kepada Tuhan
atau alam ghaib, seperti doa-doa, kenduri, upacara keagamaan, dan lain-
lain.
7. Political instution

12
Kelas ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan mengatur keimbangan
kekuasaan dalam masyarakat, pemerintahan, demokrasi, partai,
kehakiman, ketentaraan, dan lain-lain.
8. Somatic institution
Kelas ini berfungsi untuk memenuhi keperluan fisik dan kenyamanan
hidup, seperti perawatan atau pemeliharaan kecantikan, kesehatan,
kedokteran, dan lainnya.

2.6.3 Fungsi Pranata Sosial


Dalam hal kesehatan, tenaga kesehatan dapat berkerjasama dengan institut
formal maupun non-formal untuk melakukan promosi kesehatan. Setiap manusia
hidup di lingkungan yang berpranta karena tingkah lakunya diharapkan sesuai
dengan aturan yang telah disepakati bersama. Adapun fungsi pranata sosial dalam
masyarakat adalah sebagai berikut (Soekanto, 1990).

a. Pedoman masyarakat dalam bertingkah laku dan bersikap.


b. Upaya untuk menjaga keutuhan masyarakat.
c. Pegangan masyarakat untuk mengendalikan sosial (social control).

2.6.4 Unsur-unsur yang Terkandung dalam Konsep Paranata Sosial


Terdapat unsur-unsur yang terkandung dalam konsep pranata sosial, yaitu:
a. Berkaitan kebutuhan pokok manusia dalam hidup bermasyarakat.
b. Merupakan organisasi yang relatif tetap dan tidak mudah berubah.
c. Organisasi yang memiliki struktur, misalnya adanya status dan peran.
d. Merupakan cara bertindak yang mengikat.

2.7 Perilaku Kesehatan dalam Masyarakat yang Berkaitan dengan Nilai


Budaya dan Norma Sosial
Di Indonesia sendiri masih banyak suku yang bisa ditemukan dengan
mudah. Adanya banyak suku atau ras menimbulkan banyak tata cara adat ataupun
nilai budaya yang dilahirkan dari beberapa suku. Dari berbagai macam budaya
dan adat istiadat yang ada di Indonesia, ada perilaku-perilaku kesehatan atau
contoh hal-hal mengenai kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat yang didasari

13
oleh kebiasaan atau nilai budaya yang ada di masyarakat, yang dimana dalam
dunia kesehatan ada beberapa perilaku tersebut dipandang kurang benar.
Contohnya seperti pada desa Tanjung Limau di Kalimantan Timur beberapa ibu
hamil masih mempercayai adanya budaya tidak boleh memakan cumi-cumi
karena jikalau makan cumi-cumi yang ditakutkan dapat menyebabkan plasenta
atau tembuni lengket. Selain itu di desa Tanjung Limau selain memakan cumi-
cumi beberapa buah juga dipercaya menjadi pantangan untuk dimakan ibu hamil
seperti jeruk nipis. Jeruk nipis disebutkan dapat menyebabkan kesulitan dalam
persalinan, nanas muda dan durian dianggap dapat menyebabkan keguguran.
Diamana padahal buah-buahan itu baik untuk dikonsumsi ibu hamil. Selain
pantangan makanan ada juga pantangan perilaku, seperti pantangan perilaku
tersebut terutama terkait dengan kepercayaan bahwa perilaku ibu selama
kehamian akan berpengaruh terhadap keselamatan dan kesempurnaan bayi yang
sedang dikandung. Seorang wanita hamil tidak boleh melilitkan handuk di leher
karena akan mengakibatkan bayi lahir dengan terlilit plasenta. Dari beberapa
contoh yang sudah disampaikan bisa disimpilkan bahwa nilai budaya masih
berperan besar dalam kehidupan masyarkat.

Menurut G.M. Foster (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan


seseorang antara lain adalah :

1. Pengaruh tradisi, banyak tradisi yang mempengaruhi perilaku kesehatan


dan status kesehatan misalnya tradisi merokok bagi orang laki-laki maka
kebanyakan laki-laki lebih banyak yang menderita penyakit paru
dibanding wanita. Tradisi wanita habis melahirkan tidak boleh makan ikan
karena ASI akan berbau amis, sehingga ibu nifas akan pantang makan
ikan.
2. Sikap fatalistis, sikap fatalistis arti sikap tentang kejadian kematian dari
masyarakat. Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi
perilaku kesehatan. Contoh, beberapa anggota masyarakat di kalangan
kelompok tertentu (fanatik) percaya bahwa anak adalah titipan Tuhan, dan
sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk

14
segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit, tetapi
lebih memilih pasrah.
3. Sikap ethnosentris, sikap ethnocentris yaitu sikap yang memandang
bahwa budaya kelompok adalah yang paling baik, jika dibandingkan
dengan kebudayaan pihak lain. Misalnya orang-orang barat merasa bangga
terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang dimilikinya, dan selalu
beranggapan bahwa kebudayaannya paling maju, sehingga merasa
superior terhadap budaya dari masyarakat yang sedang berkembang.
Tetapi dari sisi lain, semua anggota dari budaya lainnya menganggap
bahwa yang dilakukan secara alamiah adalah yang terbaik. Oleh karena
itu, sebagai petugas kesehatan harus menghindari sikap yang menganggap
bahwa petugas adalah orang yang paling pandai, paling mengetahui
tentang masalah kesehatan, karena pendidikan petugas lebih tinggi dari
pendidikan masyarakat setempat sehingga tidak perlu mengikut-sertakan
masyarakat tersebut dalam masalah kesehatan masyarakat. Dalam hal ini
memang petugas lebih menguasai tentang masalah kesehatan, tetapi
masyarakat dimana mereka bertempat tinggal lebih mengetahui keadaan di
masyarakatnya sendiri. Contoh lainnya seorang perawat atau dokter
menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan, sehingga merasa
dirinya berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak.
4. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya, sikap perasaan bangga atas
perilakunya walaupun perilakunya tidak sesuai dengan konsep
kesehatan. hal tersebut berkaitan dengan sikap ethnosentrisme. Contoh,
dalam upaya perbaikan gizi, di suatu daerah pedesaan tertentu, menolak
untuk makan daun singkong, walaupun mereka tahu kandungan
vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat
beranggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan
mereka menolaknya karena status mereka tidak mau dan tidak
dapat disetarakan dengan kambing.
5. Pengaruh norma, norma dalam masyarakat sangat mempengaruhi
perilaku masyarakat di bidang kesehatan, karena norma yang mereka
miliki diyakininya sebagai bentuk perilaku yang baik. Contoh, upaya

15
untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami
hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang
memberikan pelayanan dengan ibu hamil sebagai pengguna pelayanan.
6. Pengaruh nilai, nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh
terhadap perilaku kesehatan dan perilaku individu masyarakat, kerena apa
tidak melakukan nilai maka dianggap tidak berperilaku “pamali” atau
“saru “. Nilai yang ada di masyarakat tidak semua mendukung perilaku
sehat. Nilai-nilai tersebut ada yang menunjang dan ada yang merugikan
kesehatan. Nilai yang merugikan kesehatan misalnya arti dari memiliki
anak yang banyak akan membawa rejeki sendiri sehingga tidak perlu lagi
takut dengan anak banyak. Nilai yang mendukung kesehatan, tokoh
masyarakat setiap tutur katanya harus wajib ditaati oleh kelompok
masyarakat, hal ini tokoh masyarakat dapat di pakai untuk membantu
sebagai key person dalam program kesehatan.
7. Pengaruh unsur budaya, yang dipelajari pada tingkat awal dari proses
sosialisasi terhadap perilaku kesehatan. Kebiasaan yang ditanamkan sejak
kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada seseorang ketika ia
dewasa. Misalnya saja, anak harus mulai diajari sikat gigi, buang air besar
di kakus, membuang sampah ditempat sampah, cara makan dan berpakaian
yang baik  sejak awal, dan kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai anak
tersebut dewasa dan bahkan menjadi tua.kebiasaan tersebut sangat
mempengaruhi perilaku kesehatan yang sangat sulit untuk diubah ketika
dewasa.
8. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan, tidak
ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan
selalu dinamis artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua,
ketiga dan seterusnya. apabila seorang pendidik kesehatan ingin
melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat,maka yang harus
dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan
perubahan, menganalisis faktor-faktor yang terlibat atau berpengaruh
terhadap perubahan dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang
akan terjadi dengan perubahan tersebut, apabila ia tahu budaya masyarakat

16
setempat dan apabila ia tahu tentang proses perubahan kebudayaan, maka
ia harus dapat mengantisipasi reaksi yang muncul yang mempengaruhi
outcome dari perubahan yang telah direncanakan. Artinya seorang petugas
kesehatan kalau mau melakukan perubahan perilaku kesehatan harus
mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan
bahwa petugas kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih
sehat, bahkan diyakini  bahwa perilaku kesehatan yang baik adalah hanya
petugas kesehatan yang benar.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai budaya merupakan
konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga
masyarakat, mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting
dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah
dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat. Terdapat empat norma
yang berada di masyarakat, yaitu norma hukum, norma kesusilaan, norma agama,
dan norma kesopanan. Keempat norma tersebut memiliki fungsi yang hampir
sama, tetapi memiliki sanksi masing-masing.
Nilai budaya dan norma sosial tidak dapat dipisahkan, karena nilai norma
harus dijalankan agar hidup bermasyarakat menjadi tertib. Dalam hal kesehatan
pun tidak bisa dijauhkan dengan nilai kebudayaan yang masih melekat pada
tradisi suatu masyarakat, karena suatu kebudayaan bisa saja menjadi suatu
kebiasaan yang terus menerus dilakukan dan sulit diubah. Selanjutnya pranata
sosial merupakan suatu sistem tata kelakuan dalam hubungan yang berpusat pada
aktivitas-aktivitas untuk memenuhi berbagai kebutuhan khusus dalam masyarakat.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Bahri, Zuhri, dkk. 2004. Jaringan Strategis Pranata Sosial: Pengembangan Pola
dan Penguatan Ketahanan Sosial. Jakarta: Pusat Pengembangan
Ketahanan Sosial Masyarakat, Balatbang Depsos RI.
Cahyo, Kusyogo, dkk. 2020. Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan.
Semarang: FKM Undip Press.
Isniati. 2013. “Kesehatan Modern dengan Nuansa Budaya,” Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 7(1).
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2001. Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas X.
Jakarta: Erlangga.
Noorkasiani, Heryani, dan Rita Ismail. 2009. Sosiologi Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Rifai, Bahar. 2008. Get Smart PKn. Bandung: Grafindo.
Rose, Peter I, et al. 1982. SOCIOLOGY, Inquiring Into Society. New York: St.
Martin’s Press.
Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru Keempat.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Widodo, Yekti, dkk. 2017. “Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya
terhadap Perilaku Persalinan di Perdesaan Daerah Angka Kematian Ibu
Rendah dan Tinggi,” Jurnal Kesehatan Reproduksi, 8(1).
Nurrachmawati, Ike. 2010. “Tradisi Kepercayaan Masyarakat Pesisir Mengenai
Kesehatan Ibu Di Desa Tanjung Limau Muara Badak Kalimantan Timur
2008,” Jurnal Kesehatan Reporduksi, 1(1).

19

Anda mungkin juga menyukai