Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH SOSIOLOGI

KEHIDUPAN MASYARAKAT SUKU TANA TORAJA

DI SUSUN OLEH:
1. ASSYIFA NUR’AINI
2. INDAH RIANI
3. LILI NAFITONIA
4. MEI CUCU ASRIATIN
5. NUR WAHIDDIN NINGTYAS

KELAS XI A

TAHUN AJARAN 2016/2017


SKB AJIBARANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan atas Kehadirat Tuhan yang Maha Esa
karenanya penyusun telah selesai dalam pembuatan Makalah Sosiologi.Makalah
Sosiologi ini penyusun susun atas berbagai sumber yang penyusun anggap sudah
benar,yang isinya tentang bagaimana keadaan sosial masyarakat Suku Tana
Toraja, bagaimana keadaan kebudayaan masyarakat Suku Tana Toraja,serta
bagaimana tradisi masyarakat Suku Tana Toraja.
Penyusun ucapkan terima kasih kepada orang tua penyusun yang telah dan
selalu memberikan dukungan kepada penyusun,pada Ibu Rini Aryanti selaku
guru pengajar Sosiologi atas bimbingannya serta pada seluruh pihak yang telah
membantu terselesikannya makalah Sosiologi.
Makalah ini penyusun sajikan dalam rangka penyelesaian tugas
Sosiologi.Selain itu juga untuk materi belajar ,menambah wawasan serta
persembahan untuk orang tua dan sekolah.Saya berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.Saya akui masih banyak kekurangan ,maka dari
itu saya meminta kritik dan saran agar saya dapat memperbaiki makalah ini dan
dapat sebagai acuan dalam pembuatan makalah berikutnya.
Sekian mungkin hanya itu yang dapat saya sampaikan,mohon maaf atas
kekurangan yang ada.Terimakasih dan selamat membaca.

Ajibarang ,Februari 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 2
B. Rumusan Masalah ........................................................................
BAB II PEMBAHASAN MASALAH ...................................................
A.Bagaimana Keadaan Sosial Masyarakt Suku Tana Toraja ?..........
B.Bagaimana Kebudayaan Masyarakat Suku Tana Toraja ?.............
C.Bagaimana Tradisi Masyarakat Suku Tana Toraja ?......................
BAB III PENUTUP ................................................................................
A.KESIMPULAN .............................................................................
B.SARAN ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara dengan berbagai suku bangsa yang mendiaminya
dari bagian barat hingga timur. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki pola
kehidupan tersendiri. Pola kehidupan itu membuat Indonesia menjadi kaya
akan keberagaman itu termasuk identitas suku (aspek kesejarahan ), sistem
sosial, sistem kekerabatan,stuktur kelembagaan,adat-istiadat dan Kebudayaan
serta sistem kepercayaan yang dianut suku tersebut.
Di Indonesia bagian barat, kita mengenal suku Melayu, suku Kubu, Batak,
Mentawai yang memiliki kekhasan budaya.
Menyabrangi bagian barat, kita menemukan suku Badui,Jawa,Dayak,dengan
keanekaragaman kearifan lokal.
Di bagian Indonesia timur,kita memiliki suku Bima, Bugis ,Papua, Tana
Toraja yang masih memiliki keaslian budayanya. Bangsa yang Bijak adalah
bangsa yang menghargai hasil cipta, karya,dan karsa suku bangsa yang
mendalaminya. Dari sekian bagian suku bangsa yang ada Indonesia, ada suku
bangsa yang memiliki pola kehidupan yang unik. Yaitu pola kehidupan yang
terdapat pada masyarakat suku Tana Toraja.
Suku Tana Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara
Sulawesi Selatan, Indonesia.
Populasinya diperkirakan sekitar 650.000 jiwa, dengan 450.000 di antaranya
masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja.Mayoritas suku Toraja memeluk
agama Kristen,sementara sebagian menganut agama Islam dan kepercayaan
Animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah
mengakui kepercayaan ini sebagian dari Agama Hindu Dharma.
Seperti daerah-daerah yang lainya di Indonesia, daerah Tana Toraja memiliki
sejarah yang panjang dan tentu saja tidak diketahui oleh sebagian masyarakat
di Indonesia.termasuk pola kehidupan yang tidak kalah menarik dengan suku
suku lain yang ada di Indonesia. Tidak hanya peninggalan sejarah, namun
juga peninggalan budaya suku Tana Toraja sebagai suku bangsa yang tinggal
di Kabupaten Tana Toraja yang masih terjaga kelestarianya sampai saat ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana keadaan sosial masyarakat Suku Tana Toraja ?
2. Bagaimana keadaan kebuyaan masyarakat Suku Tana Toraja ?
3. Bagaimana tradisi masyarakat Suku Tana Toraja ?
BAB II
ISI
A. KEADAAN SOSIAL MASYARAKAT TANA TORAJA
1. Sistem kekerabatan atau keluarga suku Toraja
Masyarakat Toraja terbagi atas keluarga inti, penanggung jawab keluarga
adalah ayah dan diganti anak laki-laki bila meninggal sedangkan ibu hanya
mendidik anak dan menjaga nama baik keluarga. Masyarakat Toraja
mengikuti garis keturunan Bilateral. Keluarga adalah kelompok sosial dan
politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar.
Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa.
Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh
(sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat
hubungan kekerabatan.Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu
dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk
mencegah penyebaran harta.Hubungan kekerabatan berlangsung secara
timbal balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam
pertanian, berbagi dalam ritual kerbau, dan saling membayarkan hutang.
Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya. Anak,
dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk
tanah dan bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas dasar
kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan nama kerabat yang telah
meninggal. Nama bibi, paman dan sepupu yang biasanya disebut atas
nama ibu, ayah dan saudara kandung.
Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah kabupaten Tana
Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri. Dalam
situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani masalah
mereka sendiri, beberapa desabiasanya membentuk kelompok; kadang-
kadang, beberapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain Hubungan
antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan berbagi
rumah leluhur (tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau
dan babi dalam ritual. 
2. Ekonomi
Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian
dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan
pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga
dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau ,babi dan ayam yang
dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai
makanan.Satu-satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi
Jepang, Kopi Toraja.
Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai
berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan
minyak dan pertambangan Multinasional membuka usaha baru di Indonesia.
Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk
bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan
minyak, ke Papua untuk menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi dan
Jawa. Perpindahan ini terjadi sampai tahun 1985.
Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada
tahun 1984. Antara tahun 1984 dan 1997,masyarakat Toraja memperoleh
pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata,atau menjual
cenderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia
pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah
menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dikenal
sebagai tempat asal dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini terutama
dijalankan oleh pengusaha kecil.
3. Keluarga
Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja.
Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama
yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan
desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya)
adalah praktik umum yang memperkuat hubungan kekerabatan. Suku Toraja
melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga)
kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta.Hubungan
kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa keluarga
besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual kerbau, dan
saling membayarkan utang.
Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya.Anak mewarisi
berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk tanah dan bahkan utang
keluarga. Nama anak diberikan atas dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih
berdasarkan nama kerabat yang telah meninggal. Nama bibi, paman dan
sepupu yang biasanya disebut atas nama ibu, ayah dan saudara kandung.

3
Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah kabupaten Tana
Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri.
Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani
masalah mereka sendiri, beberapa desa biasanya membentuk kelompok
kadang-kadang, beberapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain.
Hubungan antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan
berbagi rumah leluhur (tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran
kerbau dan babi dalam ritual. Pertukaran tersebut tidak hanya membangun
hubungan politik dan budaya antar keluarga tetapi juga menempatkan
masing-masing orang dalam hierarki sosial siapa yang menuangkan tuak,
siapa yang membungkus mayat dan menyiapkan persembahan, tempat
setiap orang boleh atau tidak boleh duduk, piring apa yang harus digunakan
atau dihindari, dan bahkan potongan daging yang diperbolehkan untuk
masing-masing orang.
4. Kelas sosial
Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan
kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan
budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia
Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk
menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk
menikahi perempuan dari kelas yang lebih tinggi. Ini bertujuan untuk
meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari
Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat ini
karena alasan martabat keluarga.
Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di
tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana
(pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang
dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh
menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan
dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan
budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada
kekerabatan dan status keturunan, ada juga beberapa gerak sosial yang dapat
memengaruhi status seseorang, seperti pernikahan atau perubahan jumlah
kekayaan.Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki.
Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga.
Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan
membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang,
dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan
mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak
diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama
dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka.
Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati4
5. Agama
Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme
politeistik yang disebut aluk,atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai
"hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga
dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja
sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam
semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia
(bumi), dan dunia bawah.Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan
menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan
tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk
persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi
umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk
pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa
bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa
kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.
Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik
dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to
minaa (seorang pendetaaluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi
juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk
mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual
keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa
lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian
dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual
kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung
dengan ritual kehidupan.Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada
para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan
menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan
ritual kematian.Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga
saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.
6. Sistem ilmu pengetahuan suku Toraja
Masyarakat Toraja mempunyai Sistem pengetahuan waktu yang
berhubungan dengan hari yang baik atau bulan yang baik. Dalam kehidupan
masyarakat Toraja dikenal 3 waktu :
a. Pertanam ( Setahun Padi )
b. Sang Bulan ( 30 hari )
c. Sang Pasa ( Sepekan )
7. Peralatan hidup, teknologi, senjata Toraja
Pada masyarakat Toraja terdapat bermacam-macam teknologi yang
digunakan seperti: Alat Dapur
• La’ka sebagai alat belanga
• Pesangle yaitu sendok nasi dari kayu
• Kara kayu yaitu alat pembagi nasi
• Dulang yaitu cangkir dari tempurung
• Sona yaitu piring anyaman
• Pokti yaitu tempat sesajen
• Sepui yaitu tempat sirih
8. Aset budaya dan pariwisata suku Toraja
Pada tahun 1984, Kementerian Pariwisata Indonesia menyatakan Kabupaten
Toraja sebagai primadona Sulawesi Selatan. Tana Toraja dipromosikan
sebagai "perhentian kedua setelah Bali".Pariwisata menjadi sangat
meningkat,menjelang tahun 1985, terdapat 150.000 wisatawan asing yang
mengunjungi Tana Toraja (selain 80.000 turis domestik), dan jumlah
pengunjung asing tahunan tercatat sebanyak 40.000 orang pada tahun
1989.Suvenir dijual di Rantepao, pusat kebudayaan Toraja, banyak hotel
dan restoran wisata yang dibuka, selain itu dibuat sebuah lapangan udara
baru pada tahun 1981.
Para pengembang pariwisata menjadikan Toraja sebagai daerah petualangan
yang eksotis, memiliki kekayaan budaya dan terpencil. Wisatawan Barat
dianjurkan untuk mengunjungi desa zaman batu dan pemakaman purbakala.
Toraja adalah tempat bagi wisatawan yang telah mengunjungi Bali dan
ingin melihat pulau-pulau lain yang liar dan "belum tersentuh". Tetapi suku
Toraja merasa bahwa tongkonan dan berbagai ritual Toraja lainnya telah
dijadikan sarana mengeruk keuntungan, dan mengeluh bahwa hal tersebut
terlalu dikomersilkan. Hal ini berakibat pada beberapa bentrokan antara
masyarakat Toraja dan pengembang pariwisata, yang dianggap sebagai
orang luar oleh suku Toraja.
Bentrokan antara para pemimpin lokal Toraja dan pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan (sebagai pengembang wisata) terjadi pada tahun 1985.
Pemerintah menjadikan 18 desa Toraja dan tempat pemakaman tradisional
sebagai "objek wisata". Akibatnya, beberapa pembatasan diterapkan pada
daerah-daerah tersebut, misalnya orang Toraja dilarang mengubah
tongkonan dan tempat pemakaman mereka.
Hal tersebut ditentang oleh beberapa pemuka masyarakat Toraja, karena
mereka merasa bahwa ritual dan tradisi mereka telah ditentukan oleh pihak
luar. Akibatnya, pada tahun 1987 desa Kete Kesu dan beberapa desa lainnya
yang ditunjuk sebagai "objek wisata" menutup pintu mereka dari wisatawan.
Namun penutupan ini hanya berlangsung beberapa hari saja karena
penduduk desa merasa sulit bertahan hidup tanpa pendapatan dari penjualan
suvenir.Pariwisata juga turut mengubah masyarakat Toraja.
6
Dahulu terdapat sebuah ritual yang memungkinkan rakyat biasa untuk
menikahi bangsawan (Puang), dan dengan demikian anak mereka akan
mendapatkan gelar bangsawan. Namun, citra masyarakat Toraja yang
diciptakan untuk para wisatawan telah mengikis hirarki tradisionalnya yang
ketat, sehingga status kehormatan tidak lagi dipandang seperti sebelumnya.
Banyak laki-laki biasa dapat saja menyatakan diri dan anak-anak mereka
sebagai bangsawan, dengan cara memperoleh kekayaan yang cukup lalu
menikahi perempuan bangsawan.

B. KEADAAN KEBUDAYAAN SUKU TANA TORAJA


1. Tongkonan
Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan
kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata
"tongkonan" berasal dari bahasa Toraja tongkon ("duduk").
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang
berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan
spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan
ikut serta karena Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan
leluhur mereka.Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama dibangun
di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia
meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.
Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan dan biasanya
dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis tongkonan.
Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan
sebagai pusat "pemerintahan". Tongkonan pekamberan adalah milik
anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi
lokal sedangkan anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan batu.
Eksklusifitas kaum bangsawan atas tongkonan semakin berkurang seiring
banyaknya rakyat biasa yang mencari pekerjaan yang menguntungkan di
daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa pun
mampu membangun tongkonan yang besar.
2. Ukiran kayu
Bahasa Toraja hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Untuk
menunjukkan konsep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran
kayu dan menyebutnya Pa'ssura atau "tulisan". Oleh karena itu, ukiran
kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.
Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah hewan dan
tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti
gulma air dan hewan seperti kepiting dan kecebong yang melambangkan
kesuburan. di permukaan air. Hal Ini juga menunjukkan adanya kebutuhan
akan keahlian tertentu untuk menghasilkan hasil yang baik.
7
Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu
Toraja,selain itu ukiran kayu Toraja juga abstrak dan geometris. Alam
sering digunakan sebagai dasar dari ornamen Toraja, karena alam penuh
dengan abstraksi dan geometri yang teratur.Ornamen Toraja dipelajari
dalam ethnomatematika dengan tujuan mengungkap struktur
matematikanya meskipun suku Toraja membuat ukiran ini hanya
berdasarkan taksiran mereka sendiri.Suku Toraja menggunakan bambu
untuk membuat oranamen geometris.
3. Musik dan tarian
Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam
upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita,
dan untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena
sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat. Pertama-
tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu
sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual tersebut disebut
Ma'badong).Ritual tersebut dianggap sebagai komponen terpenting dalam
upacara pemakaman.Pada hari kedua pemakaman, tarian prajurit
Ma'randing ditampilkan untuk memuji keberanian almarhum semasa
hidupnya. Beberapa orang pria melakukan tarian dengan pedang, perisai
besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen
lainnya. Tarian Ma'randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari
lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman. Selama upacara,
para perempuan dewasa melakukan tarian Ma'katia sambil bernyanyi dan
mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma'akatia bertujuan untuk
mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum.
Setelah penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan
perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut
Ma'dondan.
Tarian Manganda' ditampilkan pada ritual Ma'Bua'.
Seperti di masyarakat agraris lainnya, suku Toraja bernyanyi dan menari
selama musim panen. Tarian Ma'bugi dilakukan untuk merayakan Hari
Pengucapan Syukur dan tarian Ma'gandangi ditampilkan ketika suku
Toraja sedang menumbuk beras ada beberapa tarian perang, misalnya
tarian Manimbong yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh
tarian Ma'dandan oleh perempuan. Agama Aluk mengatur kapan dan
bagaimana suku Toraja menari. Sebuah tarian yang disebut Ma'bua hanya
bisa dilakukan 12 tahun sekali. Ma'bua adalah upacara Toraja yang penting
ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling
pohon suci.
Alat musik tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa'suling.
Suling berlubang enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada
tarian Ma'bondensan.
8
Ketika alat ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari dengan
tidak berbaju dan berkuku jari panjang.
Suku Toraja juga mempunyai alat musik lainnya, misalnya Pa'pelle yang
dibuat dari daun palem dan dimainkan pada waktu panen dan ketika
upacara pembukaan rumah.
4. Bahasa
Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan
Toraja sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan
tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja.
Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' ,
Toala' , dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-
Polinesia dari bahasa Austronesia.Pada mulanya, sifat geografis Tana
Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu
sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa
dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses
transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah
penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.
Ciri yang menonjol dalam bahasa Toraja adalah gagasan tentang duka cita
kematian. Pentingnya upacara kematian di Toraja telah membuat bahasa
mereka dapat mengekspresikan perasaan duka cita dan proses berkabung
dalam beberapa tingkatan yang rumit.Bahasa Toraja mempunyai banyak
istilah untuk menunjukkan kesedihan, kerinduan, depresi, dan tekanan
mental. Merupakan suatu katarsis bagi orang Toraja apabila dapat secara
jelas menunjukkan pengaruh dari peristiwa kehilangan seseorang hal
tersebut kadang-kadang juga ditujukan untuk mengurangi penderitaan
karena duka cita itu sendiri.
5. Pakaian adat
Pakaian adat pria Toraja dikenal dengan Seppa Tallung Buku, berupa
celana yang panjangnya sampai di lutut. Pakaian ini masih dilengkapi
dengan asesoris lain, seperti kandaure, lipa', gayang dan sebagainya. Baju
adat Toraja disebut Baju Pokko' untuk wanita. Baju Pokko' berupa baju
dengan lengan yang pendek. Warna kuning, merah, dan putih adalah
warna yang paling sering mendominasi pakaian adat Toraja. Baju adat
Kandore yaitu baju adat Toraja yang berhiaskan Manik-manik yang
menjadi penghias dada, gelang, ikat kepala dan ikat pinggang
6. Peninggalan suku Toraja
Londa adalah sebuah kompleks kuburan kuno yang terletak di dalam gua.
Di bagian luar gua terlihat boneka-boneka kayu khas Toraja.
Boneka-boneka merupakan replika atau miniatur dari jasad yang
meninggal dan dikuburkan di tempat tersebut.
Miniatur tersebut hanya diperuntukkan bagi bangsawan yang memiliki
strata sosial tinggi, warga biasa tidak mendapat kehormatan untuk
dibuatkan patungnya.
Kuburan Gua londa Tana Toraja adalah kuburan pada sisi batu karang
terjal,salah satu sisi dari kuburan itu berada di ketinggian dari bukit
mempunyai gua yang dalam dimana peti-peti mayat di atur dan di
kelompokkan berdasarkan garis keluarga. Disisi lain dari puluhan tau-tau
berdiri secara hidmat di balkon wajah seperti hidup mata terbuka
memandang dengan penuh wibawah.

7. Makanan khas
Pa’piong merupakan makanan khas suku toraja yang mempunyai nama
cukup unik dan berbahan dasar daging babi atau biasanya juga bisa daging
ayam. Kalau biasanya daging babi atau ayam diolah di bakar atau di
goreng atau bisa juga di rebus, masyarakat Toraja mengolah daging-daging
tersebut dengan memasukkannya ke dalam bambu lalu di bakar. Seperti
pengolahan nasi bambu. Tapi setelah di masak dengan bambu makanan ini
kemudian diolah lagi dengan memanggang daging yang sudah dimasak
dengan bambu. Proses pembuatannya sebelum dimasukkan kedalam
bambu daging terlebih dahulu diolah dengan cara dicampurkan dengan
rempah rempah dan bumbu yang kemudian ditambahkan dengan cabai
local.
8. Seni bangunan
Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan
kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata
"tongkonan" berasal dari bahasa Toraja tongkon ("duduk").
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang
berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan
spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan
ikut serta karena Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan
leluhur mereka. Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama
dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke
bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.

C. TRADISI MASYARAKAT SUKU TANA TORAJA


1. Tradisi Mayat Berjalan di Tana Toraja
Upacara mayat berjalan di Tana Toraja yang sekaligus menjadi budaya
tersebut dikenal dengan nama Ma' Nene. Upacara adat tersebut dilakukan
dalam rangka mengganti pakaian mayat para leluhur.Terbilang unik dan
khas, mengingat ritual Ma'nene dilakukan khusus oleh masyarakat
Baruppu, di pedalaman Toraja Utara. Ritual Ma'nene dilakukan setiap tiga
tahun sekali dan biasanya dilakukan pada bulan Agustus.Hal tersebut
mengingat upacara Ma' Nene hanya boleh dilaksanakan setelah musim
panen yakni yang jatuh pada bulan Agustus.
Masyarakat adat Toraja percaya jika ritual Ma' Nene tidak dilakukan
sebelum masa panen, maka akan sawah-sawah dan ladang mereka akan
mengalami kerusakan dengan banyaknya tikus dan ulat yang datang tiba-
tiba.
Sejarah ritual Ma'nene ini berawal dari seorang pemburu binatang bernama
Pong Rumasek, yang datang ke hutan pegunungan Balla. Saat itu, Pong
menemukan sebuah jasad manusia yang telah meninggal dunia dengan
kondisi yang cukup memprihatinkan. Oleh Pong, jasad itu dibawanya dan
dikenakan pakaian yang layak untuk dikuburkan di tempat aman.
Semenjak dari itu, Pong berturut-turut mendapatkan berkah. Tanaman
pertanian miliknya panen lebih cepat dari waktu biasanya. Saat dia berburu
pun, Pong kerap kali mendapatkan perburuannya dengan mudah. Dan saat
berburu di hutan, Pong sering bertemu dengan arwah yang dirawatnya
yang kemudian arwah tersebut ikut membantu dalam perburuan Pong
sebagai petunjuk jalannya.
Dengan adanya peristiwa tersebut, Pong beranggapan bahwa jasad orang
yang telah meninggal sekalipun harus tetap harus dirawat dan dihormati,
meskipun jasad tersebut sudah tidak berbentuk lagi.
Pong lalu mewariskan amanahnya kepada penduduk Baruppu. Dan oleh
penduduk Baruppu, amanah Pong tetap terjaga dengan terus
dilaksanakannya ritual Ma' Nene tersebut.Sementara itu mayat-mayat utuh
pertama kali ditemukan di sebuah gua di Desa Sillanang. Saat ditemukan,
mayat tersebut tidak busuk. Uniknya, mayat utuh itu tidak dibalsem
maupun diberi ramuan alami.
Menurut masyarakat setempat, kemungkinan ada semacam zat di gua itu
yang khasiatnya bisa mengawetkan mayat manusia.
Prosesi Ma' Nene itu sendiri diawali dengan mengunjungi lokasi tempat
dimakamkan para leluhur masyarakat setempat yakni di pekuburan Patane
di Lembang Paton, Kecamatan Sariale, ibu kota Kabupaten Toraja Utara.
Sebelum dibuka dan di angkat dari peti, para tetua yang biasa dikenal
dengan nama Ne' Tomina Lumba, membacakan doa dalam bahasa Toraja
Kuno. Setelah itu, mayat tersebut diangkat dan mulai dibersihkan dari atas
kepala hingga ujung kaki dengan menggunakan kuas atau kain bersih.
Setelah itu, barulah mayat tersebut dipakaikan baju yang baru dan
kemudian kembali dibaringkan di dalam peti tadi.
Selama prosesi tersebut, sebagian kaum lelaki membentuk lingkaran
menyanyikan lagu dan tarian yang melambangkan kesedihan. Lagu dan
gerak tarian tersebut guna untuk menyemangati para keluarga yang
ditinggalkan.Lebih lanjut, tradisi Ma' Nene erat kaitannya dengan konsep
hidup masyarakat Toraja bahwa leluhurnya yang suci berasal dari langit
dan bumi. Sehingga tak semestinya orang yang meninggal dunia, jasadnya
dikuburkan dalam tanah. Bagi mereka hal itu akan merusak kesucian bumi
yang berakibat pada kesuburan bumi.
2. Upacara mayat Rambu Solo dan Rambu Tuka
Tana Toraja memiliki dua jenis upacara adat yang populer yaitu Rambu
Solo dan Rambu Tuka. Rambu Solo adalah upacara pemakaman Upacara
ini meliputi 7 (tujuh) tahapan,yaitu
a. Rapasan
b. Barata Kendek
c. Todi Balang
d. Todi Rondon.
e. Todi Sangoloi
f. Di Silli'
g. Todi Tanaan.
sedangkan Rambu Tuka adalah upacara atas rumah adat yang baru
direnovasi.
Upacara ini juga meliputi 7 (tujuh) tahapan, yaitu
a. Tananan Bua’
b. Tokonan Tedong
c. Batemanurun
d. Surasan Tallang
e. Remesan Para
f. Tangkean Suru
g. Kapuran Pangugan
Khusus Rambu Solo, masyarakat Toraja percaya tanpa upacara
penguburan ini maka arwah orang yang meninggal tersebut akan
memberikan kemalangan kepada orang-orang yang ditinggalkannya.
Orang yang meninggal hanya dianggap seperti orang sakit, karenanya
masih harus dirawat dan diperlakukan seperti masih hidup dengan
menyediakan makanan, minuman, rokok, sirih, atau beragam sesajian
lainnya.
Kerbau-kerbau yang dikorbankan pada upacara pemakaman Rambu Solo
di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Upacara pemakaman Rambu Solo adalah rangkaian kegiatan yang rumit
ikatan adat serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Persiapannya pun
selama berbulan-bulan. Sementara menunggu upacara siap, tubuh orang
yang meninggal dibungkus kain dan disimpan di rumah leluhur atau
tongkonan.
Puncak upacara Rambu Solo biasanya berlangsung pada bulan Juli dan
Agustus. Saat itu orang Toraja yang merantau di seluruh Indonesia akan
pulang kampung untuk ikut serta dalam rangkaian acara ini. Kedatangan
orang Toraja tersebut diikuti pula dengan kunjungan wisatawan
mancanegara.
Dalam kepercayaan masyarakat Tana Toraja (Aluk To Dolo) ada prinsip
semakin tinggi tempat jenazah diletakkan maka semakin cepat rohnya
untuk sampai menuju nirwana.
Bagi kalangan bangsawan yang meninggal maka mereka memotong
kerbau yang jumlahnya 24 hingga 100 ekor sebagai kurban (Ma’tinggoro
Tedong). Satu di antaranya bahkan kerbau belang yang terkenal mahal
harganya. Upacara pemotongan ini merupakan salah satu atraksi yang khas
Tana Toraja dengan menebas leher kerbau tersebut menggunakan sebilah
parang dalam sekali ayunan. Kerbau pun langsung terkapar beberapa saat
kemudian.
Masyarakat Toraja hidup dalam komunitas kecil di mana anak-anak yang
sudah menikah meninggalkan orangtua mereka dan memulai hidup baru di
tempat lain. Meski anak mengikuti garis keturunan ayah dan ibunya tetapi
mereka semua merupakan satu keluarga besar yang tinggal di satu rumah
leluhur (tongkonan).
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial Suku Toraja. Ritual yang
berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan
spiritual Suku Toraja. Oleh karena itu, semua anggota keluarga diharuskan
ikut serta sebagai lambang hubungan mereka dengan leluhur.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Seperti daerah-daerah lainnya di indonesia, daerah Tana Toraja memiliki
sejarah yang panjang dan layak diketahui. Termasuk pola kehidupan yang
tidak kalah unik dibanding suku-suku lainnya di indonesia. Tidak hanya
peninggalan sejarah, namun juga peninggalan budaya suku tana toraja yang
masih terjaga kelestariannya hingga saat ini.
B. SARAN
Untuk kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini kami selaku penyusun,
sangat terbuka untuk menerima berbagai kritik dan saran untuk perbaikan
kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja
http://suku-dunia.blogspot.co.id/2015/09/kebudayaan-suku-toraja-dan-
keunikannya.html
http://travel.kompas.com/read/2015/03/31/193800427/Rambu.Solo.Tradisi.P
emakaman.Unik.di.Tana.Toraja
http://lifestyle.liputan6.com/read/2072588/tradisi-mayat-berjalan-di-tana-
toraja
Tanggal : 10 febuari 2017 jam 11.00

Anda mungkin juga menyukai