DI SUSUN OLEH:
1. ASSYIFA NUR’AINI
2. INDAH RIANI
3. LILI NAFITONIA
4. MEI CUCU ASRIATIN
5. NUR WAHIDDIN NINGTYAS
KELAS XI A
Puji syukur penyusun panjatkan atas Kehadirat Tuhan yang Maha Esa
karenanya penyusun telah selesai dalam pembuatan Makalah Sosiologi.Makalah
Sosiologi ini penyusun susun atas berbagai sumber yang penyusun anggap sudah
benar,yang isinya tentang bagaimana keadaan sosial masyarakat Suku Tana
Toraja, bagaimana keadaan kebudayaan masyarakat Suku Tana Toraja,serta
bagaimana tradisi masyarakat Suku Tana Toraja.
Penyusun ucapkan terima kasih kepada orang tua penyusun yang telah dan
selalu memberikan dukungan kepada penyusun,pada Ibu Rini Aryanti selaku
guru pengajar Sosiologi atas bimbingannya serta pada seluruh pihak yang telah
membantu terselesikannya makalah Sosiologi.
Makalah ini penyusun sajikan dalam rangka penyelesaian tugas
Sosiologi.Selain itu juga untuk materi belajar ,menambah wawasan serta
persembahan untuk orang tua dan sekolah.Saya berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.Saya akui masih banyak kekurangan ,maka dari
itu saya meminta kritik dan saran agar saya dapat memperbaiki makalah ini dan
dapat sebagai acuan dalam pembuatan makalah berikutnya.
Sekian mungkin hanya itu yang dapat saya sampaikan,mohon maaf atas
kekurangan yang ada.Terimakasih dan selamat membaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 2
B. Rumusan Masalah ........................................................................
BAB II PEMBAHASAN MASALAH ...................................................
A.Bagaimana Keadaan Sosial Masyarakt Suku Tana Toraja ?..........
B.Bagaimana Kebudayaan Masyarakat Suku Tana Toraja ?.............
C.Bagaimana Tradisi Masyarakat Suku Tana Toraja ?......................
BAB III PENUTUP ................................................................................
A.KESIMPULAN .............................................................................
B.SARAN ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara dengan berbagai suku bangsa yang mendiaminya
dari bagian barat hingga timur. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki pola
kehidupan tersendiri. Pola kehidupan itu membuat Indonesia menjadi kaya
akan keberagaman itu termasuk identitas suku (aspek kesejarahan ), sistem
sosial, sistem kekerabatan,stuktur kelembagaan,adat-istiadat dan Kebudayaan
serta sistem kepercayaan yang dianut suku tersebut.
Di Indonesia bagian barat, kita mengenal suku Melayu, suku Kubu, Batak,
Mentawai yang memiliki kekhasan budaya.
Menyabrangi bagian barat, kita menemukan suku Badui,Jawa,Dayak,dengan
keanekaragaman kearifan lokal.
Di bagian Indonesia timur,kita memiliki suku Bima, Bugis ,Papua, Tana
Toraja yang masih memiliki keaslian budayanya. Bangsa yang Bijak adalah
bangsa yang menghargai hasil cipta, karya,dan karsa suku bangsa yang
mendalaminya. Dari sekian bagian suku bangsa yang ada Indonesia, ada suku
bangsa yang memiliki pola kehidupan yang unik. Yaitu pola kehidupan yang
terdapat pada masyarakat suku Tana Toraja.
Suku Tana Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara
Sulawesi Selatan, Indonesia.
Populasinya diperkirakan sekitar 650.000 jiwa, dengan 450.000 di antaranya
masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja.Mayoritas suku Toraja memeluk
agama Kristen,sementara sebagian menganut agama Islam dan kepercayaan
Animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah
mengakui kepercayaan ini sebagian dari Agama Hindu Dharma.
Seperti daerah-daerah yang lainya di Indonesia, daerah Tana Toraja memiliki
sejarah yang panjang dan tentu saja tidak diketahui oleh sebagian masyarakat
di Indonesia.termasuk pola kehidupan yang tidak kalah menarik dengan suku
suku lain yang ada di Indonesia. Tidak hanya peninggalan sejarah, namun
juga peninggalan budaya suku Tana Toraja sebagai suku bangsa yang tinggal
di Kabupaten Tana Toraja yang masih terjaga kelestarianya sampai saat ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana keadaan sosial masyarakat Suku Tana Toraja ?
2. Bagaimana keadaan kebuyaan masyarakat Suku Tana Toraja ?
3. Bagaimana tradisi masyarakat Suku Tana Toraja ?
BAB II
ISI
A. KEADAAN SOSIAL MASYARAKAT TANA TORAJA
1. Sistem kekerabatan atau keluarga suku Toraja
Masyarakat Toraja terbagi atas keluarga inti, penanggung jawab keluarga
adalah ayah dan diganti anak laki-laki bila meninggal sedangkan ibu hanya
mendidik anak dan menjaga nama baik keluarga. Masyarakat Toraja
mengikuti garis keturunan Bilateral. Keluarga adalah kelompok sosial dan
politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar.
Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa.
Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh
(sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat
hubungan kekerabatan.Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu
dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk
mencegah penyebaran harta.Hubungan kekerabatan berlangsung secara
timbal balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam
pertanian, berbagi dalam ritual kerbau, dan saling membayarkan hutang.
Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya. Anak,
dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk
tanah dan bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas dasar
kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan nama kerabat yang telah
meninggal. Nama bibi, paman dan sepupu yang biasanya disebut atas
nama ibu, ayah dan saudara kandung.
Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah kabupaten Tana
Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri. Dalam
situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani masalah
mereka sendiri, beberapa desabiasanya membentuk kelompok; kadang-
kadang, beberapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain Hubungan
antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan berbagi
rumah leluhur (tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau
dan babi dalam ritual.
2. Ekonomi
Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian
dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan
pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga
dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau ,babi dan ayam yang
dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai
makanan.Satu-satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi
Jepang, Kopi Toraja.
Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai
berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan
minyak dan pertambangan Multinasional membuka usaha baru di Indonesia.
Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk
bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan
minyak, ke Papua untuk menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi dan
Jawa. Perpindahan ini terjadi sampai tahun 1985.
Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada
tahun 1984. Antara tahun 1984 dan 1997,masyarakat Toraja memperoleh
pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata,atau menjual
cenderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia
pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah
menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dikenal
sebagai tempat asal dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini terutama
dijalankan oleh pengusaha kecil.
3. Keluarga
Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja.
Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama
yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan
desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya)
adalah praktik umum yang memperkuat hubungan kekerabatan. Suku Toraja
melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga)
kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta.Hubungan
kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa keluarga
besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual kerbau, dan
saling membayarkan utang.
Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya.Anak mewarisi
berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk tanah dan bahkan utang
keluarga. Nama anak diberikan atas dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih
berdasarkan nama kerabat yang telah meninggal. Nama bibi, paman dan
sepupu yang biasanya disebut atas nama ibu, ayah dan saudara kandung.
3
Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah kabupaten Tana
Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri.
Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani
masalah mereka sendiri, beberapa desa biasanya membentuk kelompok
kadang-kadang, beberapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain.
Hubungan antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan
berbagi rumah leluhur (tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran
kerbau dan babi dalam ritual. Pertukaran tersebut tidak hanya membangun
hubungan politik dan budaya antar keluarga tetapi juga menempatkan
masing-masing orang dalam hierarki sosial siapa yang menuangkan tuak,
siapa yang membungkus mayat dan menyiapkan persembahan, tempat
setiap orang boleh atau tidak boleh duduk, piring apa yang harus digunakan
atau dihindari, dan bahkan potongan daging yang diperbolehkan untuk
masing-masing orang.
4. Kelas sosial
Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan
kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan
budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia
Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk
menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk
menikahi perempuan dari kelas yang lebih tinggi. Ini bertujuan untuk
meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari
Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat ini
karena alasan martabat keluarga.
Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di
tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana
(pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang
dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh
menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan
dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan
budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada
kekerabatan dan status keturunan, ada juga beberapa gerak sosial yang dapat
memengaruhi status seseorang, seperti pernikahan atau perubahan jumlah
kekayaan.Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki.
Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga.
Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan
membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang,
dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan
mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak
diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama
dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka.
Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati4
5. Agama
Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme
politeistik yang disebut aluk,atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai
"hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga
dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja
sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam
semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia
(bumi), dan dunia bawah.Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan
menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan
tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk
persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi
umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk
pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa
bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa
kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.
Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik
dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to
minaa (seorang pendetaaluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi
juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk
mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual
keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa
lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian
dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual
kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung
dengan ritual kehidupan.Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada
para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan
menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan
ritual kematian.Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga
saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.
6. Sistem ilmu pengetahuan suku Toraja
Masyarakat Toraja mempunyai Sistem pengetahuan waktu yang
berhubungan dengan hari yang baik atau bulan yang baik. Dalam kehidupan
masyarakat Toraja dikenal 3 waktu :
a. Pertanam ( Setahun Padi )
b. Sang Bulan ( 30 hari )
c. Sang Pasa ( Sepekan )
7. Peralatan hidup, teknologi, senjata Toraja
Pada masyarakat Toraja terdapat bermacam-macam teknologi yang
digunakan seperti: Alat Dapur
• La’ka sebagai alat belanga
• Pesangle yaitu sendok nasi dari kayu
• Kara kayu yaitu alat pembagi nasi
• Dulang yaitu cangkir dari tempurung
• Sona yaitu piring anyaman
• Pokti yaitu tempat sesajen
• Sepui yaitu tempat sirih
8. Aset budaya dan pariwisata suku Toraja
Pada tahun 1984, Kementerian Pariwisata Indonesia menyatakan Kabupaten
Toraja sebagai primadona Sulawesi Selatan. Tana Toraja dipromosikan
sebagai "perhentian kedua setelah Bali".Pariwisata menjadi sangat
meningkat,menjelang tahun 1985, terdapat 150.000 wisatawan asing yang
mengunjungi Tana Toraja (selain 80.000 turis domestik), dan jumlah
pengunjung asing tahunan tercatat sebanyak 40.000 orang pada tahun
1989.Suvenir dijual di Rantepao, pusat kebudayaan Toraja, banyak hotel
dan restoran wisata yang dibuka, selain itu dibuat sebuah lapangan udara
baru pada tahun 1981.
Para pengembang pariwisata menjadikan Toraja sebagai daerah petualangan
yang eksotis, memiliki kekayaan budaya dan terpencil. Wisatawan Barat
dianjurkan untuk mengunjungi desa zaman batu dan pemakaman purbakala.
Toraja adalah tempat bagi wisatawan yang telah mengunjungi Bali dan
ingin melihat pulau-pulau lain yang liar dan "belum tersentuh". Tetapi suku
Toraja merasa bahwa tongkonan dan berbagai ritual Toraja lainnya telah
dijadikan sarana mengeruk keuntungan, dan mengeluh bahwa hal tersebut
terlalu dikomersilkan. Hal ini berakibat pada beberapa bentrokan antara
masyarakat Toraja dan pengembang pariwisata, yang dianggap sebagai
orang luar oleh suku Toraja.
Bentrokan antara para pemimpin lokal Toraja dan pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan (sebagai pengembang wisata) terjadi pada tahun 1985.
Pemerintah menjadikan 18 desa Toraja dan tempat pemakaman tradisional
sebagai "objek wisata". Akibatnya, beberapa pembatasan diterapkan pada
daerah-daerah tersebut, misalnya orang Toraja dilarang mengubah
tongkonan dan tempat pemakaman mereka.
Hal tersebut ditentang oleh beberapa pemuka masyarakat Toraja, karena
mereka merasa bahwa ritual dan tradisi mereka telah ditentukan oleh pihak
luar. Akibatnya, pada tahun 1987 desa Kete Kesu dan beberapa desa lainnya
yang ditunjuk sebagai "objek wisata" menutup pintu mereka dari wisatawan.
Namun penutupan ini hanya berlangsung beberapa hari saja karena
penduduk desa merasa sulit bertahan hidup tanpa pendapatan dari penjualan
suvenir.Pariwisata juga turut mengubah masyarakat Toraja.
6
Dahulu terdapat sebuah ritual yang memungkinkan rakyat biasa untuk
menikahi bangsawan (Puang), dan dengan demikian anak mereka akan
mendapatkan gelar bangsawan. Namun, citra masyarakat Toraja yang
diciptakan untuk para wisatawan telah mengikis hirarki tradisionalnya yang
ketat, sehingga status kehormatan tidak lagi dipandang seperti sebelumnya.
Banyak laki-laki biasa dapat saja menyatakan diri dan anak-anak mereka
sebagai bangsawan, dengan cara memperoleh kekayaan yang cukup lalu
menikahi perempuan bangsawan.
7. Makanan khas
Pa’piong merupakan makanan khas suku toraja yang mempunyai nama
cukup unik dan berbahan dasar daging babi atau biasanya juga bisa daging
ayam. Kalau biasanya daging babi atau ayam diolah di bakar atau di
goreng atau bisa juga di rebus, masyarakat Toraja mengolah daging-daging
tersebut dengan memasukkannya ke dalam bambu lalu di bakar. Seperti
pengolahan nasi bambu. Tapi setelah di masak dengan bambu makanan ini
kemudian diolah lagi dengan memanggang daging yang sudah dimasak
dengan bambu. Proses pembuatannya sebelum dimasukkan kedalam
bambu daging terlebih dahulu diolah dengan cara dicampurkan dengan
rempah rempah dan bumbu yang kemudian ditambahkan dengan cabai
local.
8. Seni bangunan
Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan
kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata
"tongkonan" berasal dari bahasa Toraja tongkon ("duduk").
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang
berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan
spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan
ikut serta karena Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan
leluhur mereka. Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama
dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke
bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.