Anda di halaman 1dari 21

A.

Latar Belakang
1. Pengertiaan hidangan khusus

Hidangan dalam kamus besar Indonesia berart i sajian, dipamerkan, dihidangkan


secara lengkapunt uk dinikmat i. Dalam hal ini berart i serangkaian makanan dan m inuman
yang disajikan pada suat u acara t ert ent u yang t ujuannya unt uk dinikmat i bersama, at au
dengan kat a lain dengan sengaja disajikan dan dinikmat i. Kesempat an khusus disebut juga
dengan acara special. Acara ini mengacu pada w akt u t ert ent u. Biasanya diadakan paling t
idak sekali dalam set ahun at au sekali dalam seumur hidup. Bila suat u acara diadakan
seminggu sekali at au sebulan sekali bukan t ermasuk acara khusus akan t et api sudah masuk
dalam acara rut init as. Indonesia merupakan Negara dengan berbagai acara budaya, agama,
maupun acara suku. Karena it u bukan t idak mungkin jika akan banyak sekali acara khusus
dari masing-masing daerah dengan keragaman acara dan keragaman hidangan yang akan
disajikan. M ulai dari hidangan yang akan dinikmat i bersama maupun yang hanya disajikan
unt uk para leluhur. Akan t et api hanya daerah-daerah t ert ent u yang masih melakukan
acara khusus karena dengan seiring berjalannya w akt u, bahkan t erkadang acara t radisional
dirubah menjadi acara dengan konsep modern karena mengikut i dengan jaman yang ada.

2. Ciri-ciri dari hidangan kesempatan khusus

Hidangan kesempat an berbeda dengan hidangan yang disajikan dengan hidangan rut
init as, berikut ciri-ciri dari hidangan kesempat an khusus : d. Hidangan yang disajikan
cenderung dipengaruhi oleh adat at au dari mana acara t ersebut diadakan e. Bumbu bahan
yang digunakan merupakan racikan khusus f. M engandung filosofi sesuai adat yang ada pada
acara t ersebut g. Diadakan paling t idak sekali dalam set ahun h. Dalam suat u hidangan
memiliki ciri-ciri t ersendiri

3. Acara atau kesempatan hidangan khusus

Berikut beberapa acara at au kesempat an khusus yang sering diadakan di Indonesia :


1. Peringat an hari hari besar nasional Sepert i hari besar kemerdekaan, hari kart ini, hari ibu,
dan lain-lain. Acara sepert i Ini hanya diadakan dalam set ahun dan merupakan acara
nasional. Yait u acara yang dirayakan oleh seluruh masyarakat di Indonesia t anpa
membedakan agama, adat , maupun jenis kelamin. Peringat an hari besar kemerdekaan
biasanya diadakan at au dirayakan dengan t ujuan unt uk mengenang jasa para pahlaw an di
Indonesia. Biasanya beberapa daerah mengadakan lomba dan membuat t umpeng dengan t
ujuan agar Indonesia menjadi Negara yang makmur dan panjang umur. 2. Peringat an hari
besar keagamaan Peringat an hari raya besar dirayakan bagi pemeluk agama yang sedang
melaksanakan. Orang islam t idak mungkin t urut merayakan hari nat al begit u pula
sebaliknya. Karena at uran-at uran agama yang mengikat sehingga t idak semua masyarakat
dapat merayakan peringat an agama t ert ent u. Cara merayakannya pun berbeda-beda. M
isalnya pada perayaan nat al, masyarakat nasrani memakan daging babi, namun bagi
masyrakat islam hal it u dilarang sehingga t idak dapat ikut sert a dalam menikmat i hidangan
t ersebut. 3. Hari kelahiran Cont oh acaranya sepert i upacara 7 bulanan, upacara t edhak sint
hen, ulang t ahun, dan lain-lain. Acara t ersebut lebih merujuk pada adat ist iadat masing-
masing daerah. M isalnya unt uk masyarakat jawa biasanya merayakan syukuran 7 bulanan
bagi ibu yang sedang mengandung biasanya dengan disajikan t umpeng dan berebut perabot
an rumah. Akan t et api bagi masyarakat Indonesia w ilayah lain mereka t idak melaksanakan
acara tersebut karena dalam t radisi mereka acara t ersebut t idak diadakan at au t idak
mengenal acara tersebut 4. Rangkaian pernikahan Acara lamaran, seserahan, siraman,
midodareni, pesta perkawinan, merupakan acara yang cukup sacral karena t idak hanya t
erjadi sekali dalam set ahun namun hanya t erjadi sekali dalam seumur hidup. Rangkaian acar
pernikahan t ergant ung pada adat ist iadat masing-masing daerah. Namun unt uk acara pest a
pernikahan modern lebih mengacu pada gaya pernikahan Negara barat at au nasional dengan
acara yang cukup simple dan dilakukan sesuai kemauan pemilik acara. 5. Acara khusus
lainnya Diet penyakit khusus, hajat an sunat an, w isuda, syukuran rumah. Lebih mengacu
pada kebut uhan pribadi masing-masing individu. Biasanya t idak t erkait dengan suku
maupun agama namun lebih condong pada gaya hidup orang yang melaksanakan acara t
ersebut . Akan t et api ada beberapa yang masih menganut agama dan adat

Dalam masyarakat Tana Toraja terdapat banyak sekali adat istiadat yang dapat
dijumpai di sana, sehingga Tana Toraja memiliki potensi wisata yang cukup mengagumkan
khususnya pada kebudayaan daerah setempat. Kebudayaan yang beragam di Tana Toraja
memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan daerah lain yang terkadang memiliki
kesamaan dengan daerah lainya. Adapun keragaman adat istiadat yang terdapat didaerah
Tana Toraja yaitu upacara Kematian dimana orang yang sudah mati diperlakukan berbeda
sesuai dengan usianya dan cara penguburan yang berbeda, upacara Meroek yaitu upacara
penghormatan kepada Dewi Pelindung masyarakat, upacara perkawinan.

Di wilayah Kab. Tana Toraja terdapat dua upacara adat yang amat terkenal , yaitu
upacara adat Rambu Solo (upacara untuk pemakaman) dengan acara Sapu Randanan, dan
Tombi Saratu, serta Manene, dan upacara adat Rambu Tuka. Upacara-upacara adat tersebut
di atas baik Rambu Tukamaupun Rambu Solo diikuti oleh seni tari dan seni musik khas
Toraja yang bermacam-macam ragamnya. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen,
sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animism yang dikenal sebagai Aluk To
Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama
Hindu Dharma. Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi
Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 600.000 jiwa. Mereka juga menetap di
sebagian dataran Luwu dan Sulawesi Barat.

Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis. Sidenreng dan dari Luwu. Orang
Sidenreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti
Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan, sedang orang Luwu menyebutnya To
Riajang yang artinya adalah orang yang berdiam di sebelah barat. Ada juga versi lain bahwa
kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang
besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti
negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja.
Wilayah Tana Toraja juga digelar Tondok Lilina Lapongan Bulan Tana Matariallo arti
harfiahnya adalah Negri yang bulat seperti bulan dan matahari. Wilayah ini dihuni oleh satu
etnis (Etnis Toraja).
Suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara jelas mengenai diri mereka sebagai
sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20. Sebelum penjajahan Belanda dan masa
pengkristenan, suku Toraja, yang tinggal di daerah dataran tinggi, dikenali berdasarkan desa
mereka, dan tidak beranggapan sebagai kelompok yang sama. Meskipun ritual-ritual
menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak keragaman dalam dialek, hierarki
sosial, dan berbagai praktik ritual di kawasan dataran tinggi Sulawesi. "Toraja" (dari bahasa
pesisir ke, yang berarti orang, dan Riaja, dataran tinggi) pertama kali digunakan sebagai
sebutan penduduk dataran rendah untuk penduduk dataran tinggi.

Akibatnya, pada awalnya "Toraja" lebih banyak memiliki hubungan perdagangan


dengan orang luarseperti suku Bugis dan suku Makassar, yang menghuni sebagian besar
dataran rendah di Sulawesi daripada dengan sesama suku di dataran tinggi. Kehadiran
misionaris Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan kesadaran etnis Toraja di wilayah
Sa'dan Toraja, dan identitas bersama ini tumbuh dengan bangkitnya pariwisata di Tana
Toraja. Sejak itu, Sulawesi Selatan memiliki empat kelompok etnis utama suku Bugis (kaum
mayoritas, meliputi pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar (pedagang dan pelaut), suku
Mandar (pedagang dan nelayan), dan suku Toraja (petani di dataran tinggi).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian diatas maka dapatlah dirumuskan permasahan dalam


penulisan makalah ini sebagai berikut :

1. Apa sistim Pernikahan bagi masyarakat Toraja ?

2. Bagaimana histori dan pelaksanaan Upacara Adat Pernikahan di Toraja ?

3. Pandangan Adat, Budaya dan Agama terhadap Upacara Pernikahan di Toraja ?

B. Adat dan Upacara Perkawinan

1. Pengertian perkawinan

Perkawinan adalah membentuk keluarga dengan lawan jenis. Dalam Islam


perkawinan merupakan akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan
kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan
mahram.

Tentang perkawinan di Tana Toraja (siala atau sipada ine) mengandung banyak aturan
dan dalam melaksanakannya sangata bersahaja, yang dinamakan pertunangan sebenarnya
kurang dijumpai di negeri ini, karena perkawinan sedemikian itu biasanya timbul dari cinta
yang begitu saja, diperoleh dari kedua belah pihak.

Untuk mengadakan perkawinan perlu restu (izin) orang tua dahulu. Bila peraturan
tersebut dilanggar, maka si lelaki atau si perempuan itu diasingkan (tak diakui lagi sebagai
anak) oleh orang tuanya, tetapi tak lama kemudian tetap pula seperti biasa. Untuk mengetahui
apakah permintaan laki-laki itu dapat diterima baik, maka dimintanya orang tuanya atau
keluarga pergi ke orang tua perempuan itu menyampaikanmaksud tadi. Bilamana
permintaannya diterima baik, lalu keluarga laki-laki tersebut mengirim utusan yaitu orang-
orang yang dipercayainya dengan segala keperluan upacara adat seperti sirih tersebut
diterima baik, maka dilanjutkan dengan upacara perkawinan.

Pada waktu melamar ada disebut tentang ganti kerugian, dan ini ucapkan juga pada
waktu upacara peresmian perkawinan. Hal ini tergantung dari derajat orang yang kawin.
Pembayaran kerugian/hukum denda (kappa) dibayar pada waktu bercerai sebagai hokuman
bagi yang bersalah. Pembayaran tersebut dinilai dengan kerbau, seperti yang telah diuraikan.
Jadi mas kawin tidak ada kecuali bila seorang perempuan mau kawin dengan seorang lelaki
yang tidak disetujui oleh orang tua si perempuan. Dalam hal ini si lelaki harus membayar mas
kawin yang terdiri dari :

1. Untuk perempuan golongan Puang 1-12 ekor kerbau.

2. Untuk perempuan golongan Tumakaka 1-3 ekor kerbau.

3. Untuk perempuan golongan hamba 1 ekor kerbau.

Adat dan upacara perkawinan di Tator adalah sangat sederhana jika dibandingkan
dengan upacara perkawinan di daerah Bugis, Makassar, dan Mandar. Upacara perkawinan
dapat berlangsung hanya beberapa hari, tetapi sebaliknya dengan upacara kematian di Tator
berlangsung lama dan menelan biaya yang besar. Adat dan upacara perkawinan di Tana
Toraja dapat bagi dalam tiga tingkatan, tingkatan ini tidak terikat dengan suatu ketentuan
tetapi hanyalah diatur menurut kemampuan dan keinginan dari pihak yang mengadakan
perkawinan atau orang tua dipihak yang mengadakan perkawinan.

Menurut sejarah perkawinan di Tana Toraja dengan dasar pemikiran menurut


pandangan hidup aluk Todolo, bahwa seseorang yang akan kawin baru mau memasuki rumah
tangga belum mempunyai apa-apa, makanya upacara perkawinannya sedapat mungkin
sederhana saja, tetapi setelah perkawinan sudah mendapat berkah dan sudah mendapat anak,
maka barulah mereka mengadakan pengucapan syukur dengan kurban kerbau sesuai
kemampuan.
Tingkat-tingkat perkawinan di Tana Toraja lasimnya dilakukan menurut kasta atau
tana dari kedua belah pihak yang dikawinkan itu tetapi pada dasarnya harus tunduk pada
dasar atau kedudukan sang perempuan umpamanya seorang laki-laki berasal dari Tana'
Bulaan dan kawin dengan perempuan asal Tana' Bassi, maka yang menjadi patokan dalam
perkawinan ini adalah Tana' dari pada perempuan dan nilai hukumnya adalah Tana' Bassi
dengan 6 (enam) ekor kerbau Sangpala.

Oleh sebab itu tingkatan upacara perkawinan adat Toraja ini ada, tetapi tingkatan
sangat sederhana saja pelaksanaannya yakni sebagai berikut :

1. Perkawinan dengan cara sederhana yang dinamakan Bobo Bannang yaitu


perkawinan yang dilakukan pada malam harinya dengan tamu-tamu hanya
dijamu dengan lauk-pauk ikan-ikan saja, dan umumnya hanya pengantar laki-
laki saja dua atau tiga orang yang juga sebagai saksi dalam perkawinan itu.
Ada kalanya dipotong pula satu dua ekor ayam untuk jamuan dari pengantar
laki-laki.
2. Perkawinan yang menengah yang dinamakan Rampo Karoenartinya
perkawinan dilakukan pada sore harinya di rumah perempuan dengan
mengadakan sedikit acara pantun-pantun perkawinan setelah malam pada
waktu hendak makan dari wakil-wakil kedua belah pihak dihadapan saksi-
saksi adat yang mendengar pula keputusan hukum dan ketentuan-ketentuan
perkawinan yang selalu berpangkal dari nilai hukum tana yang sudah
dikatakan diatas. Pada perkawinan Rampo Karoen ini dipotong seekor babi
untuk menjadi lauk pauk para tamu-tamu yang hadir dan pemerintah adat itu
disamping ayam sesuai dengan kemampuan dan banyaknya yang hadir.
3. Perkawinan yang tinggi dengan acara yang dinamakan Rampo Alloyaitu
perkawinan yang diatur atau dilaksanakan pada waktu matahari masih
kelihatan sampai malam dengan mengurbankan 2 (dua) ekor babi dan ayam
seadanya sebagai syarat tetapi boleh juga lebih dari pada itu sesuai dengan
kemampuan dari keluarganya.Perkawinan yang dikatakan Rampo Allo itu
memakan waktu agak lama tidak sama dengan cara perkawinan yang
disebutkan diatas, maka perkawinan demikian itu umumnya dilakukan oleh
keluarga Tana' Bulaan yang berkesanggupan tetapi kasta Tana' Bassi sangat
jarang melakukannya apalagi Tana' Karurung dan Tana' Kua-Kua.[5]

Sebelum sampai kepada hari inti perkawinan jikalau cara Rampo Allo, harus
melaksanakan beberapa hal sebagai acara pendahuluan dalam perkawinan ini masing-masing:

1. Palingka Kada, artinya mengutus utusan dari pihak laki-laki kepada pihak
perempuan untuk berkenalan dan mencari tahu apakah ada ikatan perempuan itu,
dan menyampaikan akan ada hajat melamar
2. Umbaa Pangngan artinya mengatur dan mengantar sirih pinang dengan mengirim
utusan laki-laki yang membawa sirih pinang tersebut yang dibungkus dalam satu
tempat yang dinamakan Solong (pelepah pinang), yang mula-mula diantao oleh tiga
orang perempuan yang langsung disampaikan pada ibu atau nenek dari sang
perempuan. Cara mengantar sirih pinang ini dilakukan 3 kali baru mendapat
kepastiannya yang jalannya sebagai berikut:
a. Mengutus 4 (empat) orang dengan 3 (tiga) perempuan sebagai pernyataan
lamaran.
b. Mengutus 8 (delapan) orang sebagai pernyataan pelamar datang menunggu
jawaban pinangan.
c. Mengutus 12 (dua belas) orang sebagai tanda bahwa lamaran yang sudah
diterima dan utusan datang atas nama keluarga akan membicarakan waktu dan
tanggal perkawinan, dan pada waktu itu utusan sudah boleh datang di rumah
pengantin perempuan.
3. Urrampan Kapa artinya membicarakan tana perkawinan untuk menentukan
besarnya hukuman yang akan dijatuhkan sesuai dengan tana keduanya jikalau ada
yang merusak rumah tangga dibelakang hari yang dinamakan kapa.
4. Dinasuan / dipandanni langngan artinya perkawinan sudah berjalan dan sudah
memakan makanan pada rumah masing-masing keduanya berganti-ganti dan telah
mengadakan pengiriman makanan dalam dua buah bakul dan dipikul dengan
penggali, dan bakul ini dinamakan Bakku Barasang. Pada kesempatan ini wakil
dari laki-laki yang dinamakan To Umbongsoran Kapa hadir bersama-sama dengan
wakil dari perempuan yang dinamakan To Untimangan Kapa. Kedua belah pihak
berganti-ganti mengucapkan syair dan pantun perkawinan dan mengungkap pula
bagaimana mulianya perkawinan atau Rampanan Kapa' pada mulanya dihadapi oleh
Puang Matua (Sang Pencipta) di atas langit serta mengungkap pula bagaimana
perkawinan raja-raja dahulu kala yang harus menjadi contoh kepada manusia-
manusia yang berasal dari kasta bangsawan/Tana' Bulaan.
5. Sesudah tiga hari, maka tiba pada hari acara makan balasan di rumah laki-laki untuk
mengakhiri perkawinan dan melaksanakan yang dikatakan Umpasule Barasang
yaitu bakul berisi makanan yang telah dibawa oleh wakil perempuan ke rumah laki-
laki, kini dikembalikan ke rumah perempuan dan inilah yang dikatakan Umpasule
Barasang. Bakku Barasang ini berisi makanan yaitu nasi dan daging babi serta
beberapa bentuk kiasan (anak babi, kerbau, ayam, dll) yang dibuat dari tepung beras
namanya Kampodang, yang setibanya di rumah perempuan akan dimakan pula
bersama, dan sesudah makan bersama, keluarga-keluarga pihak laki-laki kembali
dan laki-laki tinggallah terus di rumah perempuan/orang tua perempuan.

Dalam perkawinan di Tana Toraja sudah dikatakan bahwa tidak ada kurban persembahan
dan kurban sajian, karena babi yang dipotong oleh keluarganya itu hanya semata-mata
menjadi lauk-pauk bagi seluruh orang yang hadir pada perkawinan itu serta diberikan kepada
pelaksana upacara perkawinan seperti anggota dewan adat, wakil keluarga, serta saksi-saksi
lainnya, yang pada waktu acara makan disusunlah PingganAdat namanya Dulang yang berisi
nasi dan daging babi yang disusun atau disediakan menurut tingkat kasta yang kawin, yang
pada waktu melihatnya terus diketahui bahwa orang yang kawin ini berasal dari kasta Tana'
Bulaanataukah Tana' Bassi dan dibawah ini susunan dulang dari Tana' Bulaanyaitu
Rampanan Kapa' Rampo Allosebagai berikut:
1. Dua Dulang untuk pengantar kedua belah pihak atau wakil dari kedua
mempelai.
2. Dua Dulang untuk orang yang membawa kayu bakar dan orang yang datang
membawa sirih pinang.
3. Dua Dulang untuk wakil orang tua kedua belah pihak.
4. Dua Dulang dari ketua adat sebagai saksi dan mensahkan Rampanan Kapa'
(perkawinan).
5. Satu Dulang untuk tempat makan bersama kedua mempelai dan pada saat makan
bersama mempelai perempuan menyuapi mempelai laki-laki dan sebaliknya,
kemudian seluruh hadirin makan bersama dari masing-masing dulang tersebut.

Penyusunan dulang seperti di atas adalah untuk perkawinan dari kasta Tana' Bulaan
dengan susunan 9 (sembilan) dulang.

Dengan adanya perkawinan semacam ini, maka sering pula terjadi pelanggaran-
pelanggaran dalam hubungan baik sebelum kawin atau pun sesudah kawin sampai terjadi
perceraian, maka diantara suami isteri itu salah satunya yang membuat pelanggaran mendapat
hukuman menurut hukum perkawinan yang sudah tertentu yang didasarkan pada nilai hukum
Tana; dan hukuman yang dijatuhkan itu dinamakan kapa, yang jumlah kapa itu sama dengan
nilai Tana dari yang akan dibayar dan bukan berdasar pada nilai hukum Tana yang bersalah.

Penentuan hukuman dengan nilai hukum Tana adalah dilakukan oleh dewan adat
yang diumumkan dalam satu sidang atau musyawarah adat dimana hadir kedua suami isteri
serta keluarga kedua belah pihak.

Pelanggaran di dalam hubungan adat perkawinan di Tana Toraja antara lain:

a. Songkan Dapo, artinya bercerai/pemutusan perkawinan yaitu yang bersalah dapat


dihukum dengan hukuman Kapa dengan membayar kepada yang tidak bersalah
sebesar nilai Hukum Tana yang telah disepakati pada saat dilakukan perkawinan
dahulu.
b. Bolloan Pato, artinya pemutusan pertunangan yang sudah disahkan oleh adat yang
dinamakan To Sikampa(to=orang;sikampa=saling menunggui) dan setelah menunggu
saatnya duduk bersanding makan dari Dulang (Rampanan Kapa' ), maka yang sengaja
memutuskan pertunangan itu tanpa dasar harus membayar kapa kepada yang tidak
bersalah sesuai dengan nilai hukum tananya, kecuali jikalau terdapat pertimbangan
lain dari pada dewan adat.
c. Unnampa daun talinganna, artinya orang yang tertangkap basah, maka laki-laki itu
harus membayar kapa kepada orang tua perempuan jikalau tak dapat dikawinkan
terus seperti karena halangan kastanya tidak sama atau dilarang oleh adat, dan
demikian pula perempuan harus mendapat hukuman tertentu pula jika kastanya lebih
tinggi dari laki-laki.
d. Unnesse Randan Dali, artinya laki-laki membuat persinahan dengan perempuan yang
lebih tinggi tananya, maka laki-laki itu dihukum dengan membayar kapa sesuai
dengan nilai hukum tana dari perempuan.
e. Unteka Palanduan atau Unteka Bua Layuk yaitu perempuan kasta tingkat tinggi
kawin dengan laki-laki kasta tingkat rendahan. Keduanya ada hukumnnya seperti
hukuman Dirampanan atau Diali.
f. Urromok Bubun Dirangkang, artinya bersinah dengan perempuan janda yang baru
meninggal suaminya dan belum selesai diupacarakan pemakaman suaminya, maka
laki-laki itu harus membayar kapa dengan nilai hukum tana perempuan karena tak
dapat dkawinkan sebelum upacara pemakaman dari suami perempuan itu, kecuali
menunggu sampai upacara pemakaman dari suami perempuan itu selesai tetapi
sebelum kawin harus mengadakan upacara mengaku-aku lebih dahulu dan kapa yang
dibayar itu diterima oleh keluarga dari suami perempuan janda itu.

2. Adat Perkawinan di Toraja.

Perkawinan yang dinamai rampanan kapa di Tana Toraja merupakan suatu adat yang
paling dimuliakan masyarakat Toraja karena dianggap sebagian dari terbentuknya atau
tersusunannya kebudayaan seperti pula pada suku-suku bangsa lainnya di Indonesia.

Jikalau kita memperhatikan proses dan pelaksanaan perkawinan yang dinamakan


rampanan kappa itu di Tana Toraja yang dilakukan menurut adat Toraja, maka tampak
perbedaan antara proses perkawinan di daerah lain karena yang dilakukan atau yang
menghadapi serta yang mensyahkan perkawinan di Tana Toraja bukanlah penghulu agama
tetapi dilakukan oleh pemerintah adat dinamakan ada. Namun sebenarnya perkawinan itu di
asuh atau diatur olah aturan-aturan yang bersumber dari ajaran aluk todolo yang dinamakan
aluk rampanan kapa.

Rapanan kappa adalah upacara perkawinan secara adat di Tanah Toraja yang
dilaksanakan oleh orang-orang tua tempo dulu, dengan memenuhi persyaratan anatara lain
yaitu : pihak laki-laki wajib menyerahkan maskawin berupa keleke dan pangan. Dalam suatu
perkawinan di Tana Toraja tidak diadakan kurban persembahan dan sajian persembahan
seperti dalam menyelamati peristiwa-peristiwa lain umpamanya pembangunan rumah,
menyelamati keadaan tanaman dan hewan ternak dan kelahiran manusia.

Perkawinan di Tana Toraja adalah semata-mata adanya persetujuan kemudian


persetujuan itu disyahkan dengan suatu perjanjian dihadapan pemerintah adat dan seluruh
keluarga yang telah terdapat aturan dan hukum-hukum yang dibacakan dalam perjanjian
sebagai sangsi dan perjanjian perkawinan.

D. Kebudayaan Bendawi dan kegiatan Perekonomian.

1. Rumah dan Pemukiman.

Rumah adat tradisional suku toraja di sebut Tongkonan. Tongkonan adalah sebuah
rumah besar dengan atap berbentuk pelana menyerupai tanduk kerbau yang mengarah ke
depan. Bentuk rumah ini berbeda dengan rumah Minangkabau di Sumatera Barat yang
memiliki atap berbentuk pelana dan ujungnya yang memanjang. Atap Tongkonan terbuat dari
daun kelapa sedangkan sisi rumah dihiasi ukiran. Pada bagian depan biasanya terdapat
sejumlah tanduk kerbau.

2. Pakaian Adat.

Baju adat Kandoreyaitu baju adat Toraja yang berhiaskan Manik-manik yang menjadi
penghias dada, gelang, ikat kepala dan ikat pinggang. Ada dua warna baju para pagar ayu,
yaitu Merah dan Putih, kemudian di belakang mereka berjalan-lah pasangan pengantin
dengan diiringi oleh Payung Kebesaran, selanjutnya menyusullah para keluarga dari keluarga
kedua mempelai. Kedua mempelai itu berjalan menuju kursi pelaminan yang telah
disediakan.

Ukiran-ukiran yang jadi Simbol kepercayaan hidup bagi masyarakat Tana Toraja yg
terukir di Banua Tongkonan (Rumah Adat Tana Toraja) dan Lumbung Padi yaitu:

a. Pa Bare Allo (terletak paling diatas berbentuk Bulan dan Matahari).PaBare Allo
adalah perlambang dari suatu Tatanan aturan tingkah laku seperti bulan dan matahari
yang sudah tetap ada terbit dan terbenam matahari dipakai sebagai acuan waktu.
b. Pa Londong ( ukiran Ayam Jantan yg bertengger diatas PaBare Allo).Pa Londong
adalah perlambang dari Keadilan karena salah satu dari sembilan cara memutus
permasalahan atau sengketa adalah dengan mengadu ayam apabila pemimpin dalam
kelompok sulit memutuskan pihak mana yg benar atau salah.
c. Pa Tedong (ukiran berbentuk Kepala Kerbau). PaTedong adalah Perlambang
kesejahteraan karena kerbau merupakan hewan yang punyai nilai ekonomi terutama
utk corak tertentu.

Sebenarnya ada ukiran ke 4 yg berada paling bawah berbentuk garis2 vertikal dan
horisontal namun kadang tidak terlalu diperhatikan, ini sebenarnya ukiran yg pertama dikenal
dan dianggap yg tertua (ada cerita tersendiri untuk ini) yang merupakan perlambang
hubungan horisontal dengan sesama manusia dan vertikal dengan Tuhan.

Toraja juga mengenal 4 warna dasar yang selalu ada di Tongkonan:

 Kuning perlambang kebesaran seperti matahari (akbar).


 Merah Perlambang darah atau kehidupan.
 Putih perlambang kesucian.
 Hitam perlambang Kedukaan.
E. Mata Pencaharian.

1. Jenis mata pencaharian.

Secara umum ada dua jenis yang menjadi mata pencaharian masyarakat Toraja yaitu :

a. Bertani
Masyarakat Toraja banyak yang memiliki sawah sehingga sebagian besar penduduk
Toraja bermata pencaharian sebagai petani. Dalam rumah tangga bagi orang suku
toraja suami dan isteri sama-sama mencari nafkah, seperti dalam pertanian kalau
suami mencangkul disawah adalah kewajiban isteri menanaminya.
b. Tenun
Budaya tenun di Toraja telah menjadi warisan secara turun temurun, dengan tetap
mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang kegiatan menenun. Sehingga,
diharapkan tenun Toraja takkan hilang ditelan jaman.

Selain itu, karena tenun telah menjadi salah satu sumber mata pencaharian yang
berbasis budaya, maka aktivitas tersebut sangat membantu melestarikan budaya itu sendiri.

2. Peralatan Hidup / Teknologi.

Pada masyarakat Toraja terdapat bermacam-macam teknologi yang digunakan seperti :

a. Alat Dapur
 Laka sebagai alat belanga
 Pesangle yaitu sendok nasi dari kayu
 Karakayu yaitu alat pembagi nasi
 Dulang yaitu cangkir dari tempurung
 Sona yaitu piring anyaman
b. Alat Perang / Senjata Kuno
 Doke atau tombak untuk alat perang dan berburu
 Penai yaitu parang
 Bolulong yaitu perisai
 Sumpi atau sumpit
c. Alat Perhiasan
 Beke ikat kepala
 Manikkota kalung
 Komba gelang tangan
 Sissin Lebu cincin besar.

F. Hidangan Acara Pesta Perkawinan


Menyebut Tana Toraja tentunya bukan hal yang asing di telinga masyarakat
Indonesia. Keberagaman budaya serta istiadatnya selalu memancing untuk diulik dan
dijelajah. Bahkan hingga menarik perhatian wisatawan asing dari berbagai penjuru negeri.
Hal ini rupanya belum membuat Toraja puas, terbukti Tana Toraja juga memiliki kuliner khas
yang tak kalah populer. Yuk simak kuliner apa saja yang paling populer dan wajib coba
dalam ulasan berikut.

1. Pa’piong Manuk Ayam atau Dangkot

Papiong manuk atau ayam ini merupakan makanan yang berbahan dasar ayam.
Kuliner khas Toraja ini menjadi makanan yang diburu oleh banyak orang karena
kelezatannya. Sebenarnya, pa’piong tidak harus menggunakan daging ayam karena semua
daging bisa di olah untuk menjadi pa’piong. Entah itu daging ikan, babi, atau daging
sekalipun yang disesuaikan dengan selera penikmatnya.

Daging ayam yang telah dibersihkan akan dicampur dengan resep khusus yang kaya
akan rempah. Yang membuat cita rasanya makin sedap karena adanya daun mayana dalam
proses pengolahannya. Untuk menambah rasanya, ayam juga akan ditambahkan dengan cabe
rawit. Bagi pecinta kuliner yang tidak doyan pedas sebaiknya berhati hati untuk rasa
pedasnya. Tapi meskipun pedas tapi kuliner satu ini wajib untuk Anda rasakan sendiri.

2. Pokon

Kuliner populer di Toraja selanjutnya adalah Pokon yang mirip dengan lontong. Yang
membuatnya berbeda hanya di bahan dasarnya dan juga teknik membungkusnya. Bahan
utama yang digunakan dalam pokon adalah beras ketan hitam. Dalam pengolahannya pokon
akan dimasak dengan parutan kelapa sehingga rasanya semakin gurih. Pokon dibungkus
dengan daun bambu dan juga daun pandan yang kemudian diikat dengan rafia.

Pokon sendiri dimasak dengan cara dikukus dengan menggunakan kayu bakar
sehingga rasanya lebih enak. Pokon Toraja memang selalu dirindukan karena selain rasanya
yang enak, bahan yang digunakan memang sudha yang berkualitas, Pokon biasanya hanya
dibuat ketika upacara tertentu seperti pernikahan, Ma’Tammu Tedong, serta pengucapan
syukur setelah panen. Jangan heran jika makanan ini selalu jadi rebutan dan sangat terkenal.

3. Deppa Tori

Deppa Tori merupakan camilan yang tak kalah populer di Toraja. Camilan ini terbuat
dari tepung beras dengan gula merah serta bahan lainnya. Deppa Tori dimasak dengan cara
digoreng sehingga teksturnya renyah. Tak jarang para pelancong menjadikan makanan ini
sebagai oleh oleh untuk di bawa pulang. Untuk menemukan camilan satu ini juga tidaklah
sulit biasanya pusat oleh oleh khas Toraja menyediakannya. Bahkan ada juga yang
menjajakannya secara keliling.

4. Pantollo Pamarrasan

Makanan khas Tana Toraja berikutnya yang tak boleh dilewatkan untuk dicicipi
adalah Pantollo Pamarrasan. Pamarrasan sendiri merupakan nama dari bumbu dimana di
daerah lain menyebutnya sebagai kluwak. Olahan Pantollo Pamarrasan menggunakan daging
sebagai bahan dasarnya. Mulai dari daging sapi hingga daging ikan yang kemudian
ditambahkan dengan rempah yang lain. Kuliner ini bisa dijumpai di hampir semua restaurant
di Toraja.

Selain menikmatinya di Tana Toraja, pecinta kuliner juga bisa membuatnya sendiri di
rumah. Merindukan kuliner Tana Toraja kini bukanlah hal yang sulit mengingat jarak kadang
jadi kendala. Cara pembuatannya juga mudah serta tak perlu merogoh kocek yang dalam.
Daginya bisa Anda pilih ingin daging sapi atau ikan seperti ikan gabus atau bahkan ikan mas.
Kemudian rempah yang lainnya juga bisa dengan mudah untuk dicari kluwak misalnya.

5. Palopo Khas Toraja


Kuliner khas Toraja ini selain populer juga unik sehingga harus dicoba ketika
mengunjungi Toraja. Menu satu ini berbahan dasar tepung sagu yang telah disiram air panas
setelah itu dibentuk menjadi bulatan bulatan seperti cilok. Bulatan sagu juga ditambahkan
daging atau ikan tertentu. Bulatan akan ditambahkan dengan kuah berbumbu kacang yang
berisi sayuran seperti jagung. Makanan satu ini sangat nikmat jika disantap dalam keadaan
hangat.

Makanan satu ini juga akan membuat penikmatnya cepat kenyang karena adanya sagu
didalamnya. Sehingga meskipun tidak menggunakan nasi juga tidak akan menjadi masalah.
Rasa yang enak dengan teksturnya yang kenyal berserta kuah ikan yang gurih tak akan bisa
dilupakan begitu saja. Ketika menginjakkan kaki di Tana Toraja jangan sampai kelewatan
untuk menjajal kuliner yang menggoyang lidah satu ini.

6. Pa’piong Bo’bo Nasi

Pa’piong memang menjadi makanan khas dari Tana Toraja yang unik. Karena cara
memasaknya di dalam bambu dan dibakar. Pa’piong Bo’bo Nasi ini merupakan beras yang
telah dicampur dengan bumbu tertentu. Kemudian dimasukkan ke sebilah bambu yang sudah
dilapisi dengan daun pisang muda. Bambu tersebut dibakar hingga isian di dalamnya
mencapai kematangan yang sempurna. Tertarik untuk mencobanya kuliner khas Toraja ini?

7. Dangkot Daging Kotte Bebek


Makanan satu ini berbahan dasar bebek yang dimasak dengan bumbu khusus dari
Tana Toraja. Rempah rempah yang ada didalam bumbu dipercaya mampu untuk
meningkatkan daya tahan tubuh. Selain itu juga bisa meningkatkan antioksidan hingga
mencegah anemia. Rasa dari dangkot daging kotte bebekini gurih serta pedas yang akan
membuat Anda ketagihan. Makanan satu ini juga bisa dijadikan oleh oleh untuk keluarga di
rumah.

8. Tu’tuk Utan Toraja

Kuliner populer satu merupakan sayuran yang diolah sedekimian rupa sehingga
menghasilkan rasa yang enak. Tutuk sendiri berarti tumbuk sementara utan berarti sayuran.
Cara mengolahnya sendiri memang dengan cara menumbuk sayuran dalam hal ini daun
singkong kemudian dicampurkan dengan daging yang telah dipotong kecil kecil. Lalu
ditambahkan dengan cabe dan juga kelapa yang telah diparut terlebih dahulu.

Rasa makanan satu ini dijamin bisa membuat nafsu makan meningkat. Berbahan
sayur tentunya sehat dan memiliki kandungan gizi yang lengkap. Untuk bumbu lainnya
tentunya bumbu khas Toraja yang kaya akan rempah. Tu’tuk Utan Toraja ini akan semakin
nikmat jika disantap dengan nasi putih yang masih menggepul. Meskipun terlihat sederhana
namun soal rasa boleh diadu. Penasaran untuk merasakan kelezatan makanan sehat satu ini?

9. Pantollo Bale Atau ikan


Pamntollo Bele memang mirip dengan Pantollo Pamarrasan hanya saja
mengguanakan ikan. Selain itu juga ada tambahan bahan yang lainnya yang akan
membuatnya makin sedap. Kuliner ini bisa dengan mudah Anda temui ketika acara adat
karena menjadi menu favorit masyarakat. Ikan yang digunakan adalah jenis ikan tongkol atau
ikan mas dengan tekstur yang empuk. Memasaknya juga dengan digoreng atau dipanggang
dan tidak ada kuah. Tentunya akan sangat lezat dengan nasi hangat bukan?

10. Pangrarang atau Sate

Pangrarang ini sering kali disebut dengan sate yang juga melalui proses dibakar.
Hanya saja sate khas Toraja tidak menggunakan tusuk dan hanya dipotong potong saja.
Bumbu yang digunakan juga lebih sederhana yakni garam. Daging yang telah diberi dengan
fgaram akan dibakar hingga matang. Cara penyajiannya biasanya dengan cabe uleg yang
telah ditambahkan jeruk nipis. Untuk daging yang digunakan umumnya daging sapi atau
daging ayam.

11. Kapurung Toraja

Kapurung Toraja merupakan makanan khas yang sangat dikenal di masyarakat


Toraja. Makanan ini sangat sehat karena terbuat dari sayuran, ikan dan juga sagu. Semua
bahan ini digabungkan hingga menjadi olahan yang sangat nikmat. Sayuran yang
ditambahkan juga sangat beragam mulai dari jantung pisang, labu merah hingga bayam.
Kemudian akan ditambahkan ikan teri goreng serta ikan bandeng yang semakin menggoda.

Sagu menjadi bahan yang paling terakhir untuk dimasukkan. Sagunya biasanya juga
telah dibentuk bulat sehingga akan mudah dalam memakannya. Kuahnya biasanya bewarna
kuning dengan cita rasa yang segar dan nikmat. Tampilannya memang menggoda bahkan
rasanya, tak heran jika makanan ini kerap hadir di berbagai restaurant. Jika mampir ke Toraja
jangan lupa untuk mencoba makanan yang satu ini.

Makanan khas Tana Toraja sangat beragam mulai dari daging hingga olahan yang
kaya akan sayuran. Yang membuatnya semakin unik adalah pengunaan rempah rempah yang
banyak manfaat untuk tubuh. Bahan yang digunakan juga berkualitas sehingga menghasilkan
rasa yang sangat pas. Beberapa makanan juga bisa dibawa pulang untuk dijadikan oleh oleh
khas untuk keluarga maupun kerabat di rumah. Sudah siap untuk berwisata kuliner di Tana
Toraja?

G. Hidangan Kesempatan Khusus Untuk Hari Idul Adha

Lebaran merupakan hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh semua orang setelah
melaksanakan satu bulan penuh berpuasa. Dan satu hal yang paling ditunggu-tunggu adalah
menu makanannya. Apalagi, Hari Raya Idul Fitri ini hanya ada satu tahun sekali. Dan saat itu
merupakan momen yang paling seru buat berkumpul dengan keluarga besar atau kerabat.
Karena hanya setahun sekali, makanan-makanan yang disajikan adalah makanan yang khas
dan tentu saja enak-enak.

Di Indonesia sendiri, hidangan yang paling umum saat perayaan Lebaran ini adalah
Ketupat dan Opor Ayam. Namun di beberapa daerah sendiri pasti memiliki hidangan yang
tentunya tak kalah lezat dari Opor Ayam. Salah satunya hidangan dari Suku Bugis ini.
Wahhh, Pasti pada penasaran, bukan? Berikut makanan khas bugis yang wajib ada pada saat

1. Burasa

Burasa, adalah makanan khas Sulawesi yang terbuat dari olahan beras dengan santan,
yang kemudian dibalut dengan daun pisang. Ukuran burasa memang lebih kecil dibanding
dengan ukuran lontong, sehingga ada sebagian orang yang menyebut makanan ini dengan
sebutan lontong bersantan.

Sebutan lainnya yang tidak kalah popular nya adalah buras dan lapat, tetapi nama
burasa lebih terkenal dan tetap menjadi nama yang paling dikenal, dan melekat pada makanan
yang satu ini. Makanan khas Sulawesi yang satu ini memang sering disantap bersamaan
dengan coto Makassar ataupun opor ayam, sehingga pas sekali jika disantap disaat lebaran
atau hari raya idul fitri.

Untuk cara pembuatan nya pun terbilang cukup mudah, yaitu hal pertama yang harus
dilakukan adalah merebus beras yang sudah dicampurkan dengan santan sampai bertekstur
lembek. Setelah itu beras yang sudah lembek tadi dibungkus menggunakan daun pisang yang
ditali dengan tali raffia, baru sehabis itu direbus sampai benar-benar matang.

Untuk masalah keawetan sendiri, makanan khas Sulawesi ini tahan sampai dua hari,
jadi pas sekali untuk anda yang ingin membawa bekal perjalanan yang cukup jauh. Untuk
cara makannya pun tidaklah sulit, selain bisa menjadi teman makan, Burasa juga bisa
disantap langsung seperti hal nya lontong. Sekarang ini, Burasa sudah menyebar sampai luar
Sulawesi Selatan, yaitu sampai Kalimantan, Gorontalo sampai Malaysia.

2. Nasu likku

Likku merupakan bahasa Bugis yang berarti lengkuas. Masakan ini memang
menggunakan lengkuas muda sebagai bumbu utama. Potongan daging ayam dimasak
bersama lengkuas, sereh dan santan. Terakhir ditambahkan kelapa sangrai untuk menambah
kekentalan dan memberikan wangi yang khas. Nasu likku ini merupakan masakan yang wajib
ada saat lebaran di keluarga orang Bugis. Sekilas mirip dengan nasi palekko namun dengan
potongan lebih besar dan tidak terlalu pedas. Kedunya memang sama-sama menggunakan
lengkuas sebagai penguat rasanya.

3. Nasu Itik Palekko


Bagi orang Makassar, konon Lebaran tak terasa lengkap jika tak ada hidangan ini.
Nasu Itik Palekko adalah masakan berbahan dasar bebek muda yang dimasak dengan bumbu
rempah-rempah dan disajikan bersama nasi putih. Umumnya, panganan ini memiliki cita rasa
sedikit berlemak yang dihasilkan dari kulit bebek muda. Lezat!

4. Tape

Salah satu sajian khas lebaran Bugis Makassar yang wajib ada yaitu tape. Tape yang
dimaksud adalah tape yang terbuat dari beras ketan hitam, bukan singkong yang diragi.
Orang Bugis biasa menyebutnya gambang. Biasanya tape ini dibuat 2 hari sebelum hari
lebaran, sehingga tepat di hari lebaran, beras ketan sudah terfermantasi dengan sempurna.

6. COTO MAKASSAR

Coto, salah satu makanan khas yang wajib ada saat lebaran. Sebagai makanan khas
dan ikon kuliner Makassar, Coto mudah dijumpai di hari-hari biasa. Di saat lebaran, masakan
ini termasuk salah satu menu favorit keluarga. Terutama di hari lebaran Idul Adha di mana
banyak daging kurban dibagikan, maka Coto akan menjadi sajian khas lebaran Bugis
Makassar. Masakan ini kaya akan rempah-rempahnya sehingga terasa gurih, lezat dan
kuahnya kental. Ketupat merupakan teman yang pas untuk menemaninya.

7. Bajabu, Olahan Abon kelapa khas Bugis

Ada yang khas dari kuliner Lebaran atau Idul Fitri di Sulawesi Selatan (Sulsel). Satu
di antaranya keberadaan abon kelapa yang biasanya digandengkan dengan buras. Abon ikan
yang dikenal dengan nama Bajabo kelapa itu biasanya dapat dijumpai di meja makan
masyarakat Bugis ketika lebaran tiba.

8. BARONGKO

Kue barongko adalah salah satu kue tradisional khas dari Sulawesi Selatan yang
berbahan dasar pisang. Pisang yang digunakan adalah yang sudah matang/masak. Umumnya
jenis pisang yang digunakan adalah pisang kepok. Dalam mbuatannya, daging pisang
dihaluskan kemudian dicampur dengan telur, santan dan gula pasir, menjadi adonan yang
lembut. Adonan tersebut kmudian dimasukkan ke dalam cetakan daun pisang yang sudah
dibentuk sedemikian rupa. Setelah itu dikukus hingga matang. Barongko ini sangat enak
dinikmati baik ketika panas maupun dingin.

H. Kesimpulan

Sebenarnya Indonesia memiliki ragam kebudayaan dan suku-suku didalamnya, tetapi


banyak masyarakat yang tidak mengenal kebudayaan apa saja yang ada di negerinya. Salah
satu contohnya adalah Toraja, suku yang berdiam di provinsi Sulawesi Selatan ini memiliki
banyak kebudayaan-kebudayaan yang unik. Mulai suku-suku, bahasa, adat perkawinan.
Upacara adat kematian, makanan khas, dan objek wisata yang beragam dan unik.

Perkawinan Adat Toraja yang disebut Rampanan Kapa'merupakan prosesi adat yang
sangat dimuliakan masyarakat Toraja, karena merupakan bahagian terbentuknya susunan
pondasi kebudayaan suku Toraja. Tampak perbedaan yang jelas antara prosesi adat
perkawinan Toraja dengan perkawinan di daerah lain. Karena bukanlah penghulu agama yang
mensyahkan perkawinan itu ,tetapi dilaksanakan oleh Pemerintah Adatyang dinamakan Ada
dan perkawinan itu diatur oleh peraturan dari ajaran adat Aluk Todolo yang disebut Aluk
Rampanan Kapa. Prosesi perkawinan di Toraja terlaksana karena adanya persetujuan kedua
belah pihak, kemudian disyahkan dalam perjanjian disaksikan oleh pemerintah adat dan
seluruh keluarga.

Nama tempat pelaksanaan pesta perkawinan adalah Tongkonan Lombok, dan


disitulah pelaminan pengantin disediakan. Tongkonanadalah Rumah Tradisional Torajayang
dihiasi dengan ukiran berwarna hitam, merah dan kuning. Kata Tongkonan sendiri berasal
dari bahasa Toraja yaitu Tongkon yang berarti duduk.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kadir, Abd, H., Sistim Perkawinan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat,
Makssar: Ed Indobis Publishing, 2006.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan, Adat dan Upacara Perkawinan
Daerah Sulawesi Selatan, Makassar: 14 Juli 2006.

Ghozali, Rahman, Abdul, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2010, cet. ke-4.

Marampa, A.T., Mengenal Tana Toraja.

Racham. Dkk., Monografi Kebudayaan Makassar di Sulawesi Selatan, Makassar: 1984.

Rasjid, Sulaiman, H., Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, cet. ke-27.
Saransi, Ahmad, Tradisi Masyarakat di Sulawesi Selatan, Biro KAPP Setda SulSel LPPTM
Sul-Sel: Lamacca Press, 2003

Anda mungkin juga menyukai