Anda di halaman 1dari 4

Abstrak: Sebelum Toraja mengenal Kekristenan atau sebelum orang Toraja

memeluk agama Kristen, orang Toraja telah memiliki keparcayaan, yang biasa kita
sebut Aluk Todolo yang artinya agama para leluhur. Kebudayaan dan pemahaman-
pemahaman masyarakat Toraja sampai saat ini boleh dikata masih dipegang kuat
oleh kebanyakan orang Toraja. Mengenai asal mula hamba, terdapat pemahaman
yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa status hamba memang berasal dari
atas, dari langit. Pongpakulando ialah hamba yang turun dari langit. Rambu Solo’
adalah acara tradisi yang sangat meriah. Upacara dimulai saat matahari mulai
condong ke Barat dan biasanya membutuhkan waktu sekitar 2 atau 3 hari, diatas
tebing di ketinggian, bukit batu, karena menurut kepercayaan Aluk todolo, semakin
tinggi tempat jenasah di letakkan, maka semakin cepat pula rohnya sampai di puya.
Masyarakat Tana Toraja telah menganut agama lain tetap turun dan ikut serta
dalam melaksanakan upacaraupacara tradisi Aluk Todolo, seperti upacara rambu
solo’, rambu tuka’, Mangrara Banua. Dalam tradisi ini kurban seperti kerbau dan
babi harus ada untuk di potong. Rambu Solo’, dalam hal ini masih ada kaitannya
pada status sosial yang ada pada masyarakat Toraja. Secara sederhana upacara
pemakan di kalangan suku orang Toraja dapat di bagi dalam empat kelompok yang
besar, yaitu; aluk pia (upacara anak-anak), tingkat sederhana, tingkat menengah,
dan upacara tingkat tinggi. Kata Kunci: Aluk Todolo, Kebudayaan, Rambu Solo’,
Rambu Tuka’, Mangrara Banua dan Upacara Adat, BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Toraja dikenal sebagai daerah yang begitu “kuat” dalam
persekutuan dan “kuat” dalam memegang ada dan kebudayaan yang diwarisi oleh
nenek moyang mereka. Sebelum toraja mengenal Kekristenan atau sebelum orang
Toraja memeluk agama Kristen, orang Torajatealh memiliki keparcayaan, yang
biasa kita sebut Aluk Todolo yang artinya agama para leluhur. Kepercayaan ini
masih dianut oleh sebagian orang Toraja saat ini, termasuk orang Toraja yang
beragama Kristen namun masih mengikatkan dirinya dengan paham-paham
tradisional suku Toraja. Menurut kepercayaan Aluk Todolo, aluk dimulai dari
langit (alam atas) dikalangan dewa-dewa lalu turun kedalam kehidupan orang
Toraja. Kebudayaan dan pemahaman-pemahaman masyarakat Toraja sampai saat
ini boleh dikata masih dipegang kuat oleh kebanyakan orang Toraja. Dari beberapa
kebudayaan dan pemahaman-pemahaman itu, ada beberapa tradisi dan konsep-
konsep, seperti rambu solo’ konsep Tana’ dalam masyarakat Toraja dan
sebagainya. B. Rumusan Masalah 1. Seperti apa konsep strata sosial (Tana’) dalam
kebudayaan Toraja? 2. Apa itu Rambu Solo’ ritus dan pelaksanaanya? C. Tujuan
Penulisan Penulis ingin memahami Konsep Strata, dan Rambu Solo’ dalam
kehidupan orang Toraja BAB II PEMBAHASAN 1. Konsep Strata Sosial (Tana’)
Dalam Budaya Toraja Saat ini kita mengenal istilah Tana’ dalam masyarakat
Toraja. Tana’ ialah suatu patokan atau ketentuan status dalam masyarakat Toraja.
Dalam masyarakat Toraja sekurang-kurangnya ada tiga Tana’ yaitu Tana’ bulaan,
Tana bassi, dan Tana, karurung. Tana’ bulaan melambangkan golonganbangsawan,
Tana’ bassi melambangkan orang merdeka, Tana’ karurung melambangkan orang
hamba. Bergeser dari pendapat diatas bahwa sekurang-kurangnya ada tiga Tana’,
pendapat ini berbeda dengan jumlah Tana’ yang ada di daerah Rantepao dan
sekitarnya, yang mengenal empat golongan Tana’ yaitu; Tana’ bulaan (bangsawan),
Tana’ bassi (bangsawan menengah), Tana’ karurung (orang kebanyakan), Tana’
kua-kua (para hamba). Dari pernyataan diatas kita dapat mengenal beberapa
perbedaan golongan/derajat dalam masyarakat Toraja yang hierarki. Mengenai asal
mula hamba, terdapat pemahaman yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa
status hamba memang berasal dari atas, dari langit. Pongpakulando ialah hamba
yang turun dari langit. Pemahaman yang lain bahwa hamba nanti kemudian baru
terjadi oleh berbagai factor. Karena ada yang jatuh miskin, tidak dapat membayar
utang, karena kelaparan (nalambi’ sumpunna kurin) maka seseorang dapat
memperhamba diri. Dan dikatakan juga bahwa adanya golongan lapisan adalah
buatan manusia sendiri. Ada beberapa golongan hamba yaitu kaunan biasa (kaunan
mana’) kaunan mengkaranduk, kaunan dialli, kaunan tai manuk dan lain-lain. 2.
Rambu Solo’, Ritus dan Pelaksanaanya Ritual kematian di Tana Toraja disebut
Rambu Solo’ (asap) dan solo’ (turun) ialah upacara kematian suku Toraja yang
nertujuan untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal
menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama paraleluhur mereka
kesebuah tempat peristirahatan yang di sebut puya. Rambu Solo’ adalah acara
tradisi yang sangat meriah. Upacara dimulai saat matahari mulai condong ke Barat
dan biasanya membutuhkan waktu sekitar 2 atau 3 hari, diatas tebing di ketinggian,
bukit batu, karena menurut kepercayaan Aluk todolo, semakin tinggi tempat
jenasah di letakkan, maka semakin cepat pula rohnya sampai di puya. Masyarakat
Tana Toraja telah menganut agama lain tetap turun dan ikut serta dalam
melaksanakan upacara-upacara tradisi Aluk Todolo, seperti upacara rambu solo’,
rambu tuka’, Mangrara Banua. Dalam tradisi ini kurban seperti kerbau dan babi
harus ada utuk di potong. Berikut tahapan proses upacara rambu solo’ di Toraja: ➢
Ma’dio Merupakan prosesi pembersihan atau memandikan jenazah yang di maknai
bahwa jenazah telah di bersikan dari hal-hal keduniaan. ➢ Ma’pebuni Proses
memasukkan jenazah ke dalam peti penyimpanan sementara. Dalam proses ini 1
ekor kerbau dan beberapa ekor babi yang dikorbankan. ➢ Ma’pasulluk Suatu
pertemuan keluarga yang tujuannya adalah untuk mengivintarisasikan kembali
hasil musyawarah keluarga sebelumnya, terutama yang berkaitan dengan
kesanggupan dalam memyediakan kurban berupa kerbau dan babi. Pada tahap ini 2
ekor babi di potong dan giginya dibagikan kepada gembala kerbau. ➢ Mangriu
Batu Mesimbuang Mebalakan Tahap ini dilaksakan untuk menarik batu simbuang
dari tempatnya ke area upacara yang di laksanakan oleh banyak orang secara
gotong royong. Dikurbankan 1 ekor kerbau dan 2 ekor babi dengan tujuan untuk
disajikan bagi orang-orang yang datang. ➢ Ma’pasa’ Tedong Semua kerbau yang
disumbangkan dikumpulkan ➢ Ma’papengkalao Pemindahan mayat dari
tongkonan yang selama ini di semayamkan disalah satu tongkonan ➢ Mengisi
Lantang, Ma palao dan Ma’pasonglo, Allo katongkonan, Allo katorroan, Mataa
padang, Ma Aa, Ballikan Pesung Bila kita mencoaba memahami pengertian
“hidup” dalam kepercayaan tradisional Toraja, maka akan nampak bahwa wawasan
hidup dalam kepercayan tradsional Toraja, maka akan nampak bahwa wawasan
hidup dalam kepercayaan tradisional Toraja tidak berakhir pada putusnya nyawa
seseorang. Seseorang yang di anggap ptuus nyawanya msih dianggap hidup,
sampai pada acara tertentu dalam upacara pemakaman, yakni acara ma’popennulu
sau’. Sebelum smpai pada acara ini, mendiang masih dianggap hidup. Oleh karena
itu, hidup di dunia ini diusahakan supaya “harmonis” dengan sesame, lingkungan,
hubungan dengan dewata, arwah leluhur, dan bahkan berada dalam hubungan
harmonis dengan Puang Matua. Keterikatan inilah yang menyebabkan orang Toraja
selalu mengupayakan apa yang disebut karapan, demi hidup berdamai dengan
dewata, arwah leluhur, bahkan dengan Puang Matua. Dan juga hal yang penting
dalam hidup ini, menurut paham tradisional Toraja, adala pelaksanaan. Dianggap
sangat penting karena keselamatan seseorang ditentukan oleh sempurna atau
tidaknya upacara pemakaman yang dilaksakan terhadap simati. Kesemarakan yang
terjadi pada upacara pemakaman, hewan-hewan yang dipotong dan sebagainya,
semuanya dipercaya akan mengiring simati dalam memasuki dunia “seberang sana”
yang menentukan kedudukan simati di Puya itu, puya hanyalah tempat sementara
bagi jiwa kemudian keluar dan menuju keasal nenek moyang manusia, yakni langit.
Rambu Solo’, dalam hal ini masih ada kaitannya pada status sosial yang ada pada
masyarakat Toraja. Secara sederhana upacara pemakan di kalangan suku orang
Toraja dapat di bagi dalam empat kelompok yang besar, yaitu; aluk pia (upacara
anak-anak), tingkat sederhana, tingkat menengah, dan upacara tingkat tinggi.
Melangkah sedikit jauh dari penjelasan rambu solo’ saya langsung saja pada
konsep keselamatan menurut pemahaman tradisionall toraja. Dalam kepercayaan
Aluk Todolo, keselamatan berkaitan dengan apa yang disebut mendeata atau
membali puang. Setelah jenazah seseorang dimasukkan kedalam liang kubur, maka
jiwa manusia akan beralih kepuya. Puya hanyalah terminal sementara bagi jiwa;
karena jiwa dapat keluar dari puya dan menuju ketempat para arwah para nenek
moyang manusia, yakni dilangit (tempat Puang Matua dan dewata lain
berkediaman). Hal keluarnya jiwa seseorang dari puya, tidak ditentukan oleh jiwa
simati, melainkan ditentukan oleh keluarga sang mendiang yang masih hidup
didunia nyata ini. Dalam pengertian bahwa peran keluarga yang masih hidup sangat
besar. Jadi dapat dikatan bahwa dalam kepercayaan ini keselamatan si mati, dalam
hal jiwanya menjadi ilahi, sangat ditentukan oleh ritus dan keluarga mendiang yang
masih hidup. Dan lebih apada Tunuan Tomate yang dimaksudkan sebagai jaminan
keselamatan atau kebahagiaan hidup disebrang kematian

Anda mungkin juga menyukai