Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KAJIAN MUSIK RITUAL

“FUNGSI DAN PERANAN GONDANG SABANGUNAN DALAM UPACARA


KEMATIAN SAURMATUA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA”

Disusun Oleh :

Wendis Kristover Sihotang

2110804015

Dosen Pengampu :

Amir Razak, S.Sn., M.Hum.

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN


PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
INSTITUT SENI INDONESIA
YOGYAKARTA
2022
ABSTRAK

Tulisan ini berjudul “Fungsi dan Peranan Gondang Sabangunan dalam Upacara
Kematian Saurmatua pada Masyarakat Batak Toba”. Alasana saya memilih judul ini
adalah karena saya ingin mempresentasikan fungsi dan peranan serta keterkaitan gondang
sabangunan sebagai musik pengiring pada upacara kematian saurmatua dalam masyarakat
Batak Toba. Gondang sabanguna merupakan sebuah ansambel musik Batak Toba yang mana
instrumennya terdiri dari :Taganing, Gordang, Sarune, Ogung oloan, Ogung Ihutan, Ogung
panggora, dan Hesek. Instrument ini umumnya berfungsi sebagai pemberi tanda atau
pengumuman kepada masyarakat bahwa ada orang tua saurmatua yang meninggal.

Saurmatua adalah kematian orang meninggal yang telah mempunyai anak laki-laki dan
perempuan. Selain itu, saurmatua juga dapat diartikan sebagai upacara orang meninggal yang
umurnya mencapai sudah tinggi, dan semua anaknya sudah menikah. Selain itu dibeberapa
daerah juga tidak cukup hanya menjadi tua dan semua anaknya sudah menikah, tetapi semua
anaknya sudah berketurunan yang berarti sudah memiliki cucu dari semua anak-anaknya.
Dalam upacara adat saurmatua ini, suhut akan membuat acara adat yang semprna di acara
sesuai dengan Dalihan Saurmatua Na Tolu. Hal ini belum tentu bisa dilakukan di upacara
kematian sarimatua karena yang meninggal belum memiliki keturunan yang sempurna dalam
hal kekerabatan.

Di samping ingin mempresentasikan fungsi dan peranan serta keterkaitan gondang


sabangunan sebagai musik pengiring pada upacara kematian saurmatua dalam masyarakat
Batak Toba, saya juga ingin memaparkan klasifikasi kematian yang ada dikalangan masyarakat
Batak Toba. Dalam pembuatan karya tulis ini, saya selaku penulis melakukan metode studi
Pustaka dan dokumen, yang dimana metode ini saya gunakan dengan cara mengumpulkan data
dari buku, jurnal, arsip, dokumen, dan lain sebaginya.
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai
suku bangsa dan dan kebudayaan yang berbeda-beda. Keanekaragaman yang
ada pada masyarakat Indonesia membuat Indonesia juga memiliki
beranekaragam budaya yang dimiliki oleh setiap suku bangsa yang ada di
Indonesia.1 Suku Batak merupakan suatu suku yang memiliki identitas yang
membedakan dengan kebudayan suku lain. Salah satu pembeda yang dapat
dilihat adalah yaitu dari segi upacara kematiannya. Dimana upacara kematian
dalam masyarakat Batak di iringi dengan menggunakan alat musik Gondang
yang disebut dengan Gondang Sabangunan. Gondang Sabangunan ini
merupakan suatu repertoar musik gondang Batak Bolon (Besar) yang sering
dibunyikan dan dimainkan dalam upacara-upacara besar adat Batak Toba
seperti Upacara kematian.
Dalam tradisi masyarakat Batak Toba, orang yang sudah mati akan
mengalami perlakuan khusus, yang terangkum dalam sebuah upacara adat
kematian. Upacara adat kematian tersebut diklasifikasikan berdasarkan usia dan
status si yang mati. Untuk yang mati ketika masih dalam kandungan (mate di
bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati).
Akan tetapi bila mati ketika masih bayi (mate poso-poso), mati saat anak-anak
(mate dakdanak), mati saat remaja (mate bulung), dan mati saat sudah dewasa
tapi belum, menikah (mete ponggol), keseluruhan kematian tersebut mendapat
perlakuan adat yakni, mayatnya ditutupi selembar ulos (kain tenum khas
masyarakat batak) sebelum dikuburkan. Pemberian ulos pada orang meninggal
dalam kalangan masyarakat batak juga memiliki klasifikasi yakni : untuk ulos
penutup yang diberikan untuk mate poso-poso bersadal dari orang tuanya,
sedangkan untuk yang mate dakdanak dan mate bulung diberikan oleh Tulang
(saudara laki-laki ibu) si orang mati.2

1
Eva Junita S, “Upacara Kematian Saurmatua pada Adat Masyarakat Batak Toba (Studi kasus tentang
kesiapan keluarga ) di Desa Purbatua Kecamatan Purbatua Kabupaten Tapanuli Tengah”, Jurnal Onlien
Mahasiswa FISIP Vol. 3 No. 1 tahun 2016, hlm. 3.
2
Relly Monika Hasugian, Upacara Kematian Saurmatua Batak Toba: Analisi Tradisi Lisan, Jurnal
LINGUA Vol. 14, No. 2, tahun 2017, hlm. 231.
Selain upacara kematian diatas, dalam masyarakat Batak Toba juga
memiliki upacara kematian yang mendapat perlakuam adat yang sangat-sangat
khusus dan sacral yakni :
1) Mate di paralang-alangan, yaitu orang yang meninggal dan sudah
berumah tangga namun belum memiliki keturunan.
2) Mate mangkar, yaitu orang yang meninggal dan sudah berumah tangga
dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil.
3) Mate hatungganeon, yaitu orang yang meninggal yang telah emiliki
anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun
belum memiliki cucu.
4) Mate sarimatua, yaitu orang meninggal yang telah memiliki cucu,
namun masih ada anaknya yang belum menikah
5) Mate saurmatua, yaitu orang yang meninggal yang telah memiliki cucu
namun tidak harus dari semua anak-anaknya.

Saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara kematian dalam


masyarakat Batak Toba, karena mati pada saat ini anak-anaknya telah berumah
tangga. Akan teatapi selain tingkat kematian diatas, masih ada tingkat kematian
tertinggi lagi dalam masyarakat Batak Toba yakni mate saur matua bulung.
Mati dalam artian ini adalah mati ketika semua anak-anaknya telah berumah
tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, melainkan juga memberikan
cicit dari anaknya laki-laki dan perempuan. 3

Upacara kematian Saurmatua dalam masyarakat Batak Toba merupakan


suatu Upacara besar yang melibatkan kerabat Dalihan Na Tolu. Upacara
kematian ini juga tidak lepas dari iringan musik uning-uningan Gondang. Musik
uning-uningan Gondang yang umumnya digunakan adalah ansambel musik
Gondang Sabangunan. Ansambel Gondang Sabangunan adalah ansambel yang
instrumennya terdiri dari: empat buah ogung (suspended gong) yaitu ogung
ihutan, oloan, doal, dan panggora, taganing (single headed braced drum), odap

3
Relly Monika Hasugian, Upacara Kematian Saurmatua Batak Toba: Analisi Tradisi Lisan, Jurnal
LINGUA Vol. 14, No. 2, tahun 2017, hlm. 231.
(double headed drum), gordang(single headed breaced drum), sarune
bolon(double reed oboe aerophone), dan hesek(struck idiophone). 4

2. 1 Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu hal yang pokok dalam penulisan
karya tulis seperti jurnal ataupun skripsi. Rumusan masalah dapat memudahkan
penulis dalam penulisan karya ilmiah ataupun karya tulisnya agar tulisannya
lebih terarah dan lebih menjerumus, serta juga agar penulis lebih mudah dalam
pengumpulan sumber guna menperoleh data yang lebih relefan untuk
mendukung karya tulisnya. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam
tulisn ini adalah :
1) Apa saja klasifikasi kematian yang ada di kalangan masyarakat
Batak Toba?
2) Apa itu Upacara kematian Saurmatua dalam masyarakat Batak
Toba?
3) Apa itu ansambel Gondang Sabangunan?
4) Apa peranan ansambel Gondang Sabangunan dalam Upacara
kematian Saurmatua masyarakat Batak Toba?
3. 1Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan paper ini adalah :
1) Menjelaskan apa saja klasifikasi kematian yang ada di kalangan
masyarakat Batak Toba.
2) Menjelaskan ap aitu Upacara kematian Saurmatua dalam masyarakat
Batak Toba.
3) Mejelaskan apa itu ansambel gondang sabangunan.
4) Menjelaskan peranan ansambel gondang sabangunan dalam upacara
kematian masyarakat Batak Toba
4. 1Metode Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan metode studi
Pustaka dan dokumen, dimana metode ini digunakan penulsi dengan cara
mengumpulkan data dari buku, jurnal, arsip, dokumen, dan lain sebagainya.

4
Sudarsono Malau, Skripsi : “Teknik Permainan Saxophone Dalam Ensambel Musik Tiup Untuk
Mengiringi Upacara Adat Kematian Batak Toba di Kota Medan”, LTA S-1 kearsipan Fakultas Ilmu Budaya,
USU, 2013, hlm. 18.
BAB II

PEMBAHASAN

1. 2 Klasifikasi kematian yang ada dalam Masyarakat Batak Toba


Dalam tradisi orang Batak, orang yang mati akan mendapatkan perlakuan
khusus yang terangkum dalam sebuah upacara kematian. Upacara adat kematian
tersebut diklasifikasikan berdasarkan usia dan status si orang mati. Kalsifikasi tersebut
antara lain yakni, untuk yang mati ketika masih dalam kandungan (mate di bortian)
belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikuburkan tanpa peti mati). Akan tetapi
bila mati ketika masih bayi (mate poso-poso), mati saat anak-anak (mate dakdanak),
mati saat remaja (mate bulung), dan mati saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate
ponggol), keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat yaitu,: mayatnya
ditutupi selembar ulos (kain tenun khas masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos
penutup mayat untuk yang mate poso-poso berasal dari orang tuanya, sedangkan untuk
mate dakdanak dan mate bulung, ulos dari tulang (saudara laki-laki Ibu) si orang mati.5
Selain upacara kematian diatas, dalam masyarakat Batak Toba juga memiliki
upacara kematian yang mendapat perlakuam adat yang sangat-sangat khusus dan sakral
yakni :
1) Mate di paralang-alangan, yaitu orang yang meninggal dan sudah berumah
tangga namun belum memiliki keturunan.
2) Mate mangkar, yaitu orang yang meninggal dan sudah berumah tangga
dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil.
3) Mate hatungganeon, yaitu orang yang meninggal yang telah emiliki anak-
anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun belum
memiliki cucu.
4) Mate sarimatua, yaitu orang meninggal yang telah memiliki cucu, namun
masih ada anaknya yang belum menikah
5) Mate saurmatua, yaitu orang yang meninggal yang telah memiliki cucu
namun tidak harus dari semua anak-anaknya.

Saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara kematian dalam


masyarakat Batak Toba, karena mati pada saat ini anak-anaknya telah berumah tangga.

5
Relly Monika Hasugian, “Upacara Kematian Saur Matua Batak Toba: Analisis Tradisi Lisan”, Jurnal
LINGUA Vol. 14, No. 2, 2017, hlm.231.
Akan teatapi selain tingkat kematian diatas, masih ada tingkat kematian tertinggi lagi
dalam masyarakat Batak Toba yakni mate saurmatua bulung. Mati dalam artian ini
adalah mati ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan
tidak hanya cucu, melainkan juga memberikan cicit dari anaknya laki-laki dan
perempuan.

2.2 Upacara kematian Saurmatua dalam masyarakat Batak Toba


Dalam kutipan JP Siitanggang (2014), mengatakan bahwa secara etomologis,
saurnatua bersal dari dua kata yaitu Saur dan matua. Saur artinya sempurna sedangkan
matua artinya usia tua. Jadi dapat didefenisikan bahwa saurmatua adalah orang yang
meninggal dalam usia yang sudah tua (sempurna). Kesempurnaan hidup bagi orang
Batak adalah pada status anak dalam perkawinan.6 Ketika seseorang meninggal dalam
usia tua atau meninggal dalam kesempurnaan, maka acara pemberangkatannya harus
dilakukan sempurna atau yang disebut dengan marulaon na gok (acara dengan adat
penuh). Ulaon na gok ini bisanya dilakukan maralaman (di halaman rumah). Boan
(makanan) yang disiapkan adalah sigagat duhut (kerbau).
Upacara kematian Saurmatua dalam masyarakat Batak Toba merupakan suatu
upacara besar yang melibatkan kerabat Dalihan Na Tolu. Ketika seseorang masyarakat
Batak Toba mati saurmatua, maka pihak-pihak kerabat sesegera mungkin mengadakan
musyawarah keluarga (martonggo raja), membahas persiapan pengadaan upacara
saurmatua. Pihak-pihak kerabat yang terlibat dalam musyawarah tersebut yaitu pihak-
pihak kerabat yang terdiri dari unsur-unsur Dalihan na tolu seperti yang sudah
dijelaskan diatas. Dalihan na tolu adalah sistem hubungan social masyarakat Batak,
yang dimana terdiri dari tiga kelompok unsur kekrabatan yaitu; pihak hula-hula
(kelompok orang keluarga marga dari pihak istri serta juga saudara laki-laki dari Ibu),
pihak dongan tubu (kelompok orang-orang yang meliputi antara lain; teman atau
saudara semarga), dan pihak boru (kelompok orang-orang dari pihak marga suami dari
masing-masing saudara perempuan kita atau juga keluarga perempuan pihak ayah).
Martonggo raja dilaksanakan oleh seluruh pihak di halaman luar rumah duka,
pada sore hari sampai selesai. Pihak masyarakat setempat (dongan sahuta) turut hadir
sebagai pendengar dalam rapat (tonggo raja) tersebut dan bisanya dongan sahuta ini

6
Nielson D. R. Sihombing, “Analisis Struktur Musikal Ensambel Musik Tiup Yang Disajikan Pada
Upacara Saur Matua Dalam Konteks Kebudayaan Batak Toba Di Kota Medan”, LTA S-2 kearsipan Fakultas Ilmu
Budaya, USU, 2019, hlm. 66.
turut membantu dalam penyelenggaraan upacara sehingga berjalan dengan baik. Rapat
(tonggo raja) ini biasanya membahas tentang penentuan waktu pelaksanaan upacara,
lokasi pemakaman, acara adat setelah penguburan, dan keperluan teknis upacara
dengan pembagian tugas masing-masing. Biasanya keperluan teknis ini menyangkut
tentang penyediaan peralatan upacara seperti: pengadaan peti mati, penyewaan alat
musik beserta pemainnya, alat-alat makanan beserta dengan hidangannya buat yang
menghadiri upacara, dsb. 7
Dalam pelaksanaan upacara saurmatua semua keluarga, saudara, orang tua,
anak muda, dan seluruh warga mayarakat dimanapun berada turut hadir, bersatu, dan
berkumpul bersama untuk menghantarkan jenazah ketempat peristirahatan terakhir.
Saurmatua adalah salah satu tradisi masyarakat Batak Toba yaitu bentuk ucapan syukur
karena salah satu keluarga mereka meninggal dalam keadaan sempurna. Karena
seseorang yang meninggal dalam keadaan sempurna maka keluarga tidak sedih karena
almarhum / mendiang sudah sepantasnya meninggal karena semau hutangnya sudah
lunas8. Saurmatua adalah seseorang yang ketika meninggal dunia dalam posisi titir
maranak, titir marboru, marpahoppu sian anak, marpahoppu sian boru atau juga
seseorang berstatus saurmatua seandainya anaknya hanya laki-laki atau hanya
perempuan, namun semuanya sudah menikah dan sudah mempunyai cucu. Saurmatua
ini juga dikatakan bila orang yang mati telah menikahkan semua anaknya dan telah
memiliki cucu dari anak-anaknya. Inilah salah satu kematian yang paling didambakan
oleh suku Batak Toba.
Mate saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara bagi
masyarakat Batak terkhusus Batak Toba, karena mati disaat semua anaknya telah
berumah tangga. Selain ini, memang masih ada tingkat kematian tertinggi diatasnya
yaitu mate saurmatua bulung yang artinya mati ketika semua anaknya telah berumah
tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan
dari anaknya perempuan. Namun keduanya dianggap sama dan tergolong kedalam
konsep kematian idela karean meninggal dengan tidak memiliki tanggungan lagi.
Dalam kondisi seperti inilah masyarakat Batak mengadakan pesta untuk orang yang

7
Hemawaty dan Nency Angelia Purba, “Etnografi Komunikasi Pada Masyarakat Batak Toba Di
Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara Mengenai Analisis Tindak Tutur Dalam Upacara Kematian
Saurmatua”, Jurnal DARMA AGUNG Vol. XXVII, No. 3, 2019, hlm. 1164.
8
Nielson D. R. Sihombing, “Analisis Struktur Musikal Ensambel Musik Tiup Yang Disajikan Pada
Upacara Saur Matua Dalam Konteks Kebudayaan Batak Toba Di Kota Medan”, LTA S-2 kearsipan Fakultas Ilmu
Budaya, USU, 2019, hlm. 66.
meninggal dunia tersebut. Ini menjadi sebuah tanda bahwa orang yang meninggal
tersebut memang sudah waktunya sudah tua untuk menghadap Tuhan dan ini disambut
dengan rasa bahagia dan suka cita.9

Upacara Adat kematian Saurmatua

2.3 Ansambel Gondang Sabangunan


Kata gondang mempunyai banyak pengertian, bisa berarti instrument, ansambel
musik, judul komposisi tunggal, judul komposisi kolektif, maupun upacara. Kata
gondang yang digunakan pada setiap konteks ataupun kalimat yang berbeda memiliki
arti yang berbeda pula.10 Gondang sabangunan merupakan kelompok alat
musik/ansambel Batak Toba yang digunakan ataupun difungsikan untuk mengiringi
upacara adat, ritual keagamaan, hiburan. Gondang sabangunan memiliki bebrapa istilah
yang sering digunakan oleh masyarakat Batak Toba, yakni ogung sabangunan dan
gondang sabangunan, yang intrumennya terdiri dari lima buah taganing(single headed
braced drum), sebuah gordang, satu buah sarune bolon (double reed oboe aerophone),
empat buah ogung (suspended gong) yang terdiri dari: ogung oloan, ogung ihutan,
ogung panggora, dan ogung doal, dan sebuah hesek (struck idiophone) yang biasanya
mengguanakn botol kososng atau kadang-kadang lempengan besi yang dipukul, dan
juga odap (double headed drum).
Akan tetapi, penggunaan odap dalam ansambel Gondang Sabangunan ini jarang
ditemukan saat ini. Berdasarkan dari sumber yang saya dapatkan dimana dijelaskan
bahwa penggunaan alat ini sangat terbatas dan hanya diperuntukkan dalam upacara-
upacara tertentu. Odap ini dianggap kedalam salah satu instrument yang sanagt sacral.

9
Nielson D. R. Sihombing, “Analisis Struktur Musikal Ensambel Musik Tiup Yang Disajikan Pada
Upacara Saur Matua Dalam Konteks Kebudayaan Batak Toba Di Kota Medan”, LTA S-2 kearsipan Fakultas Ilmu
Budaya, USU, 2019, hlm. 67.
10
Andon Manik, “Pertunjukan Musik Gondang Sabangunan Ro’mora, Pada Masyarakat Batak Toba Di
Kota Semarang”, LTA S-1 kearsipan Fakultas Bahasa Dan Seni, UNNES, 2020, hlm 34.
Ansambel gondang sabangunan umumnya dumainkan oleh tujuh orang, yakni: satu
orang memainan sarune bolon, satu orang memainkan taganing dan odap, satu orang
memainkan gordang bolon, satu orang memainkan ogung oloan dan ihutan, satu orang
memainan ogung panggora, dan satu orang memainkan hesek. 11

Ansambel Gondang Sabangunan

2.4 Fungsi dan Peranan Gondang Sabangunan dalam Upacara Kematian Saurmatua
pada Masyarakat Batak Toba
Gondang Sabangunan sebagai ansambel musik tradisi batak toba talah menjadi
sebuah repertoar yang sangat umum baik digunakan sebagi pengiring acara religi, adat
ataupun acara-acara seremonial lainnya seperti gondang naposo. Sebagai pengiring
acara, ansambel gondang sabangunan memiliki peranan yang sangat penting. Karena
rangkaian acara adat yang dilakukan tidak akan berjalan dengan semestinya tanpa
adanya iringan musik gondang yang menjadi salah satu bentuk media penyampaian
seperti rasa hormat ketika musik somba-somba maupun rasa senang ketika musik
embas dimainkan. 12
Hal ini menjadikan posisi pemain musik (panggorsi) menajdi sangat penting
dimana parsarune (pemain sarune) dan partagading (pemain tagading) dianggap
manifestasi dari Batara Guru yaitu salah satu dewa (sahala ni oppung), yang dianggap
sebagi jembatan anatar kehidupan alam manusia dengan kehiduan alam baka.
Berdasarkan sumber yang diperoleh penulis, disini Fungsi ataupun peranan gondang
sabangunan dalam upacara kematian saurmatua masyarakat batak toba terdiri dari :

11
Christopel Sitanggang, “Perancangan Media Informasi Gondang Taganing”, LTA S-1 kearsipan
Fakultas Desain, UNIKOM, Bandung, 2016, hlm. 6-7.
12
Ivan R. H. Sianipar, “Studi Deskriptif Gondang Sabangunan Dalam Upacara Kematian Saurmatua
Pada Masyarakat Batak Toba DI Kota Medan”, LTA S-1 kearsipan Fakultas Ilmu Budaya, USU, 2011, hlm. 66-67.
1) Fungsi Gondang Sabangunan sebagai sarana ritual
Dalam konsep adat istiadat masyarakat batak toba dunia dibagai
menjadi tiga bagian yaitu dunia bawah tempat orang yang sudah mati
(banua toru), dunia tengah tempat manusia hidup (banua tonga) dan
dunia atas tempat para dewa (banua ginjang inganan ni Mula Jadi
Nabolon). Ketika seseorang mati maka ia akan berada di banua toru
sehingga komunikasinya akan terputus dengan banua ginjang tempat
para dewa atau Mula Jadi Nabolon berada.13 Kematian dalam
masyarakat Batak Toba merupakan perpindahan dunia dari banua tonga
ke banua toru dan upacara kemetian saurmatua bagi seseorang yang
meninggal dilakukan sebagai salah satu bentuk penghormatan maupun
ucapan syukur atas apa yang telah didapatnya selama hidupnya. Untuk
itu ketika diadakan upacara kematian, khususnya saurmatua gondang
sabangunan berfungsi sebagai media penyampaian doa-doa kepada
Mula Jadi Na Bolon di banua ginjang dengan posisi pemain gondang
yang dianggap sebagai manifestasi Batara Guru yang dipercaya
memudahkan penyampaian ataupun ucapan syukur lainnya.14
Fungsi gondang sabangunan sebagai sarana spiritual menjadi
sangat jelas terlihat pada pelaksanaan upacara saur matua ini. Seseorang
yang mati saurmatua umumnya akan disembah sediki-dikitnya dari
semua anaknya. Disini terjadi hubungan mutualisme (saling
menguntungkan), karena penyembahan yang diterima oleh arwah orang
tua melalui upacara saurmatua dari para keturunannya akan menambah
kekuatan sahala leluhur di alam lain, sedangkan keturunanya
mendapatkan berkat sahala dari orang tua yang mati tersebut.
(Vergouwen, 2004:77-78).
Pelaksanaan upacara biasanya diawali dengan martonggo raja
atau musyawarah untuk mempersiapkan segala keperluan. Dalam
musyawarah ini umumnya melibatkan pihak-pihak dari unsur Dalihan
Na Tolu. Pada hari terakhir mayat disemayamkan dimulailah rangkaian

13
Ivan R. H. Sianipar, “Studi Deskriptif Gondang Sabangunan Dalam Upacara Kematian Saurmatua
Pada Masyarakat Batak Toba DI Kota Medan”, LTA S-1 kearsipan Fakultas Ilmu Budaya, USU, 2011, hlm. 67.
14
Ivan R. H. Sianipar, “Studi Deskriptif Gondang Sabangunan Dalam Upacara Kematian Saurmatua
Pada Masyarakat Batak Toba DI Kota Medan”, LTA S-1 kearsipan Fakultas Ilmu Budaya, USU, 2011, hlm. 68.
upacara tersebut. Setelah para pelayat hadir semua maka pihak keluarga
berkesempatan untuk menjamu dan memberikan makan siang kepada
seluruh yang hadir. Setelah itu masuklah acara selanjutnya yang disebut
dengan acara adat mambagi Jambar. Jambar pertama disebut dengan
jambar juhut yaitu daging kerbau mentah yang dipotong parhobas
jambar juhut itu adalah:1.Kepala (ulu) untuk raja adat (pada masa
sekarang adalah pembawa acara selama upacara), 2.Leher (rungkung
atau tanggalan) untuk pihak boru, 3.Paha dan kaki (soit) untuk dongan
sabutuha, 4.Punggung dan rusuk (somba-somba) untuk hula-hula,
5.Bagian belakang (ihur-ihur) untuk hasuhuton. Adapun dongan sahuta
(teman sekampung), pariban (kakak dan adik istri kita) dan ale-ale
(kawan karib), dihitung sama sebagai pihak dongan sabutuha
(Sihombing,1986:34).
Kemudian dilanjutkan dengan pemberian jambar hata (kata-kata
penghiburan) dari kerabat atau teman kepada keluarga yang berduka.
biasanya diawali oleh seluruh hula–hula keluarga, kemudian
dilanjutkan boru dohot bere, dan akan diakhiri oleh dongan sahuta. Pada
saat pelaksanaan jambar hata inilah terlihat jelas fungsi gondang
sabangunan, dimana setiap pergantian kelompok yang akan memberi
kata penghiburan maka terlebih dahulu mereka mamitta gondang
(meminta gendang) kepada pargocci agar mereka bisa manortor.
2) Fungsi Gondang Sabangunan Sebagai Ekspresi Kesenian
Sebagaimana suku–suku yang ada di Indonesia suku batak juga
memiliki kesenian tradisional sebagai hasil dari daya cipta
masyarakatnya. Secara umum kesenian dalam masyarakat batak toba
dibagi menjadi tiga bagian yaitu seni musik, seni tari dan kerajinan
tangan. Seni musik dalam masyarakat batak memiliki banyak
keragaman seperti yang terdapat pada beberapa etnis batak diantaranya
gondang sabangunan, gondang hasapi dari batak toba, gordang sambilan
dari batak mandailing, perkolong–kolong dari batak karo, genderang
sipitu–pitu dari batak simalungun dan lain- lain. Keberagaman seni
musik juga dapat kita lihat dari beberapa repertoar alat musik daerahnya.
Setiap alat musik memiliki perbedaan dan kekhususnya tersendiri
tergantung dengan tempat dimana kesenian itu berada. 15
Seni tortor pada setiap sub etnis masyarakat batak meiliki tarian
atau yang sering disebut dengan tortor walau berbeda nama namun
tortor dipakai sebagai salah satu bentuk perwakilan perasaan dan status
sosial misalnya ketika manortor kita dapat mengentahui posisi seseorang
sebagai hula- hula atau suhut melihat dari bentuk dan gerakan tangan
sewaktu manortor. Menurut mitosnya manortor (menari) khususnya
pada masyarakat batak toba tortor digunakan pada acara yang
berhubungan dengan roh dimana roh tersebut disuruh masuk kedalam
patung batu (yang merupakan symbol dari leluhur) lalu patung tersebut
menari walaupun masih kaku. Manortor dibagi menjadi dua bagian
yaitu manortor yang bersifat adat dan manortor yang bersifat sebagai
hiburan.16
Selain seni musik dan tari, masyarakat batak juga dikenal dengan
keahliannya dalam hal kerajianan tangan seperti mengukir yang dapat
kita lihat dalam bentuk ukiran gorga (relief hiasan) yang terdapat dalam
rumah adat batak toba. Gorga batak melambangkan Debata Na Tolu,
dengan kuasa Mula Jadi Nabolon. Warna gorga merah, putih dan hitam
serta bentuk gorga menjadi menjadi sebuah pengharapan, doa dan cita-
cita. Contoh lain yang tergolong kerajinan tangan seperti yang terdapat
pada patung–patung ukiran bentuk tunggal panaluan (tongkat).
Selain itu, ada juga seni kerajianan tangan yang cukup terkenal
yaitu martonun ulos (menenenun ulos). Bagi masyarakat batak toba ulos
menjadi salah satu hal yang sangat penting. Ulos menjadi sebuah
identitas kebatakan selain dari pada marga. Ulos memiliki jenis dan
peran yang berbeda dalam setiap upacara adat. Contohnya dalam
pelaksaan upacara kematian saurmatua bagaimana unsur–unsur
keseniaan ini dapat kita lihat dengan jelas ditempatkan pada tempatnya
masing–masing. Baik sebagai pendukung maupun sebagai sesuatu yang

15
Aprinaldi Patiaraja Simorangkir, M.Sn., “Gondang Sabangunan In a Death Ceremony Of Saur Matua
In The Batak Toba Society”, International Journal of English Literature and Social Sciances, Vol. 3, No. 6, 2018,
hlm. 1161.
16
Ivan R. H. Sianipar, “Studi Deskriptif Gondang Sabangunan Dalam Upacara Kematian Saurmatua
Pada Masyarakat Batak Toba DI Kota Medan”, LTA S-1 kearsipan Fakultas Ilmu Budaya, USU, 2011, hlm. 72.
pokok dalam pelaksanaan upacara. Ketika seseorang meninggal
saurmatua maka tulangnya akan memberikan ulos yang disebut dengan
ulos saput. Pada saat pemberian ulos ini kelompok tulang yang akan
memberikan ulos terlebih dahulu maminta gondang yang kemudian
mereka manortor bersama. Ulos juga dipakai para pelayat lainnya baik
anggota keluarga maupun hanya sekedar kerabat sebagai bentuk tanda
ikut berduka cita.17

17
Aprinaldi Patiaraja Simorangkir, M.Sn., “Gondang Sabangunan In a Death Ceremony Of Saur Matua
In The Batak Toba Society”, International Journal of English Literature and Social Sciances, Vol. 3, No. 6, 2018,
hlm. 1162.
BAB III

PENUTUP

Rangkuman :

Secara etomologis, saurnatua bersal dari dua kata yaitu Saur dan matua. Saur artinya
sempurna sedangkan matua artinya usia tua. Jadi dapat didefenisikan bahwa saurmatua
adalah orang yang meninggal dalam usia yang sudah tua (sempurna). Kesempurnaan hidup
bagi orang Batak adalah pada status anak dalam perkawinan. Upacara kematian Saurmatua
dalam masyarakat Batak Toba merupakan suatu upacara besar yang melibatkan kerabat
Dalihan Na Tolu. Ketika seseorang masyarakat Batak Toba mati saurmatua, maka pihak-
pihak kerabat sesegera mungkin mengadakan musyawarah keluarga (martonggo raja),
membahas persiapan pengadaan upacara saurmatua. Pihak-pihak kerabat yang terlibat dalam
musyawarah tersebut yaitu pihak-pihak kerabat yang terdiri dari unsur-unsur Dalihan na tolu.

Dalihan na tolu adalah sistem hubungan social masyarakat Batak, yang dimana terdiri
dari tiga kelompok unsur kekrabatan yaitu; pihak hula-hula (kelompok orang keluarga marga
dari pihak istri serta juga saudara laki-laki dari Ibu), pihak dongan tubu (kelompok orang-orang
yang meliputi antara lain; teman atau saudara semarga), dan pihak boru (kelompok orang-orang
dari pihak marga suami dari masing-masing saudara perempuan kita atau juga keluarga
perempuan pihak ayah). Dalam pelaksanaan upacara saurmatua semua keluarga, saudara,
orang tua, anak muda, dan seluruh warga mayarakat dimanapun berada turut hadir, bersatu,
dan berkumpul bersama untuk menghantarkan jenazah ketempat peristirahatan terakhir.

Saurmatua adalah salah satu tradisi masyarakat Batak Toba yaitu bentuk ucapan syukur
karena salah satu keluarga mereka meninggal dalam keadaan sempurna. Karena seseorang
yang meninggal dalam keadaan sempurna maka keluarga tidak sedih karena almarhum /
mendiang sudah sepantasnya meninggal karena semau hutangnya sudah lunas. Saurmatua
adalah seseorang yang ketika meninggal dunia dalam posisi titir maranak, titir marboru,
marpahoppu sian anak, marpahoppu sian boru atau juga seseorang berstatus saurmatua
seandainya anaknya hanya laki-laki atau hanya perempuan, namun semuanya sudah menikah
dan sudah mempunyai cucu. Saurmatua ini juga dikatakan bila orang yang mati telah
menikahkan semua anaknya dan telah memiliki cucu dari anak-anaknya. Inilah salah satu
kematian yang paling didambakan oleh suku Batak Toba.
Mate saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara bagi masyarakat
Batak terkhusus Batak Toba, karena mati disaat semua anaknya telah berumah tangga. Selain
ini, memang masih ada tingkat kematian tertinggi diatasnya yaitu mate saurmatua bulung yang
artinya mati ketika semua anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya
cucu bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan. Namun keduanya
dianggap sama dan tergolong kedalam konsep kematian idela karean meninggal dengan tidak
memiliki tanggungan lagi.

Gondang sabangunan merupakan kelompok alat musik/ansambel Batak Toba yang


digunakan ataupun difungsikan untuk mengiringi upacara adat, ritual keagamaan, hiburan.
Gondang sabangunan memiliki bebrapa istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Batak
Toba, yakni ogung sabangunan dan gondang sabangunan, yang intrumennya terdiri dari lima
buah taganing(single headed braced drum), sebuah gordang, satu buah sarune bolon (double
reed oboe aerophone), empat buah ogung (suspended gong) yang terdiri dari: ogung oloan,
ogung ihutan, ogung panggora, dan ogung doal, dan sebuah hesek (struck idiophone) yang
bisanaya mengguanakn botol kososng atau kadang-kadang lempengan besi yang dipukul, dan
juga odap (double headed drum). Akan tetapi, penggunaan odap dalam ansambel Gondang
Sabangunan ini jarang ditemukan saat ini karena penggunaan alat ini sangat terbatas dan hanya
diperuntukkan dalam upacara-upacara tertentu. Odap ini dianggap kedalam salah satu
instrument yang sanagt sacral.

Fungsi ataupun peranan gondang sabangunan dalam upacara kematian saurmatua


masyarakat batak toba terdiri dari :

1) Fungsi Gondang Sabangunan sebagai sarana ritual


Dalam upacara kemataian saurmatua gondang sabangunan berfungsi sebagai
media penyampaian doa-doa kepada Mula Jadi Na Bolon di banua ginjang dengan
posisi pemain gondang yang dianggap sebagai manifestasi Batara Guru yang
dipercaya memudahkan penyampaian ataupun ucapan syukur lainnya. Pada saat hari
terakhir mayat disemayamkan maka disinilai rentetan upacara adat dilakukan dimulai
dari memeberikan makanan atau menjamu para pelayat hingga samapai membagi
Jambar juhut (daging) dan Jambar hata (kalimat penghiburan). Pada saat pelaksanaan
jambar hata inilah terlihat jelas fungsi gondang sabangunan, dimana setiap pergantian
kelompok yang akan memberi kata penghiburan maka terlebih dahulu mereka mamitta
gondang (meminta gendang) kepada pargocci agar mereka bisa manortor.
2) Fungsi Gondang Sabangunan Sebagai Ekspresi Kesenian
Selain itu, ada juga seni kerajianan tangan yang cukup terkenal yaitu martonun
ulos (menenenun ulos). Bagi masyarakat batak toba ulos menjadi salah satu hal yang
sangat penting. Ulos menjadi sebuah identitas kebatakan selain dari pada marga. Ulos
memiliki jenis dan peran yang berbeda dalam setiap upacara adat. Contohnya dalam
pelaksaan upacara kematian saurmatua bagaimana unsur–unsur keseniaan ini dapat
kita lihat dengan jelas ditempatkan pada tempatnya masing–masing. Baik sebagai
pendukung maupun sebagai sesuatu yang pokok dalam pelaksanaan upacara. Ketika
seseorang meninggal saurmatua maka tulangnya akan memberikan ulos yang disebut
dengan ulos saput. Pada saat pemberian ulos ini kelompok tulang yang akan
memberikan ulos terlebih dahulu maminta gondang yang kemudian mereka manortor
bersama. Ulos juga dipakai para pelayat lainnya baik anggota keluarga maupun hanya
sekedar kerabat sebagai bentuk tanda ikut berduka cita. Pada saat pemberian ulos ini
lah tampak terlihat pernanan ansambel gondang sabangunan sebagai musik pengirirng
unsur Dalihan na tolu dalam memberikan ulos sambil manortor.
DAFTAR PUSTAKA

Aprinaldi Patiaraja Simarangkir, M. (2018 ). Gondang Sabangunan in a Death Ceremony of


Saur Matua in the Batak Toba Society . International Journal of English Literature
and Social Sciences, Vol-3, Issue-6,, 1161-1162.
Hasugian, R. M. (2017). UPACARA KEMATIAN SAUR MATUA BATAK TOBA:
ANALISIS TRADISI LISAN. LINGUA, Vol. 14, No. 2, 231.
Malau, S. (2013). TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM ENSAMBEL MUSIK TIUP
UNTUK MENGIRINGI UPACARA ADAT KEMATIAN BATAK TOBA DI KOTA
MEDAN. MEDAN: FAKULTAS ILMU BUDAYA, DEPARTEMEN
ETNOMUSIKOLOGI, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
Manik, A. (2020). PERTUNJUKAN MUSIK GONDANG SABANGUNAN RO’MORA, PADA
MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA SEMARANG. SEMARANG: FAKULTAS
BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG.
MARBUN, R. D. (2014). PARTAGANING PEREMPUAN DALAM TRADISI GONDANG
SABANGUNAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA: STUDI KASUS DI
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, KECAMATAN PARANGINAN, DESA
LUMBAN BARAT. MEDAN: FAKULTAS ILMU BUDAYA, DEPARTEMEN
ETNOMUSIKOLOGI, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
PURBA, E. (2 0 1 5). KAJIAN MANAJEMEN ORGANISASI, PRODUKSI, DAN
PEMASARAN GRUP MUSIK TIUP DI KOTA MEDAN: STUDI KASUS
MANGAMPU TUA DAN TAMBUNAN. M E D A N: FAKULTAS ILMU BUDAYA,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
Purba, H. d. (2019). ETNOGRAFI KOMUNIKASI PADA MASYARAKAT BATAK TOBA
DI KABUPATEN SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA MENGENAI
ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM UPACARA KEMATIAN SAUTMATUA.
JURNAL DARMA AGUNG Vol. XXVII, No, 3, 1164.
RAJAGUKGUK, D. (2015). KAJIAN ORGANOLOGIS SAGA-SAGA BATAK TOBA
BUATAN BAPAK GUNTUR SITOHANG DI DESA TURPUK LIMBONG
KECAMATAN HARIAN BOHO, KABUPATEN SAMOSIR. Arsip LTA S-1
Fakultas Ilmu Budaya USU, 29-30.
Sianipar, I. R. (2011 ). STUDI DESKRIPTIF GONDANG SABANGUNAN DALAM
UPACARA KEMATIAN SAURMATUA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI
KOTA MEDAN. MEDAN: FAKULTAS ILMU BUDAYA, DEPARTEMEN
ETNOMUSIKOLOGI, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
Sihombing, M. E. (2015). MAKNA SIMBOLIK GONDANG SABANGUNAN DALAM
UPACARA KEMATIAN SAURMATUA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA
DI KEMATIAN SAURMATUA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA
DIKEMATIAN SAURMATUA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI
PEKANBARU. Jom FISIP Volume 2 No. 2 , 2.
SIHOMBING, N. D. (2019). ANALISIS STRUKTUR MUSIKAL ENSAMBEL MUSIK TIUP
YANG DISAJIKAN PADA UPACARA SAUR MATUA DALAM KONTEKS
KEBUDAYAAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN. MEDAN: FAKULTAS ILMU
BUDAYA, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
SIHOMBING, N. D. (2019). ANALISIS STRUKTUR MUSIKAL ENSAMBEL MUSIK TIUP
YANG DISAJIKAN PADA UPACARA SAUR MATUA DALAM KONTEKS
KEBUDAYAAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN. MEDAN: FAKULTAS ILMU
BUDAYA, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
Sitanggang, C. (2016 ). PERANCANGAN MEDIA INFORMASI GONDANG TAGANING.
BANDUNG: FAKULTAS DESAIN UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA.

Anda mungkin juga menyukai