Anda di halaman 1dari 3

BATU SENINTING

Alkisah disebuah desa yang sangat asri dimana masyarakatnya hidup rukun dan
damai, di desa tersebut tinggalah sebuah keluarga yang dikaruniai dua orang anak satu
perempuan satu lagi laki-laki. Orang tua mereka pekerjaan sehari-harinya hanyalah
bertani,mereka menggantungkan hidup pada hasil pertaniaan, kalau musim penghujan
mereka bersawah, dan kadang-kadang mereka menanam palawija di sawah mereka.

Kehidupan keluarga ini sangat sederhana, kakak adik ini menikmati kehidupan mereka
mengisi hari-hari dengan ikut orang tuanya ke sawah dan ke ladang mereka bermain
dan berlari-lari di pematang sawah sambil sesekali menghalau burung yang memakan
padi . Pada suatu hari sang bapak sedang sibuk meraut bambu di depan rumah, kedua
kakak adik ini menghampiri sang bapak dan bertanya,” apa yang bapak kerjakan,” sang
bapak menjawab,” bapak meraut bambu untuk membuat bubu, aktifitas sang bapak
yang beberapa hari sibuk meraut bambu kembali kakak adik ini menghampiri dan
bertanya kapan bapak membuat bubunya kami perhatikan belum selesai juga rautan
bambunya, sang bapakpun menjawab ini baru mau membuat bubunya, tunggu saja
beberapa hari lagi pasti bubunya selesai.

Setelah beberapa hari sang bapak sibuk mengayam bambu untuk membuat bubu
kembali sang kakak adik ini menghampiri dan berkata kok bubunya buruk pasti nanti
bubunya tidak akan ada ikan yang mau masuk ke bubu bikinan bapak kata sang adik.
Hampir setiap kali melihat bubu buatan sang bapak sang adik selalu mengatakan hal
yang sama kalau bubu buatan sang bapak tidak ada ikan yang mau masuk, sampai
sang bapak berkata nanti kalau seandainya bubunya sudah jadidan dipasangkan ketika
hari hujan dan bubunya dapat ikan maka kedua anaknya tidak boleh makan ikan hasil
tangkapan bubunya.

Dan ketika hari hujan sang bapak memasang bubunya di sawah dan dengan harapan
ketika besok pagi dapat ikan,tetapi keberuntungan belum dating bubupun tidak dapat
ikan,, dan hal itu tejadi berulang kali, dan suatu sore hujanpun turun dengan derasnya
sang bapak bersegera untuk memasangkan bubu di sawah, dan dengan harapan yang
sama semoga esok hari dapat ikan yang banyak, pagiun tiba hujan sudah reda sang
bapak bergegas untuk ke sawah mengabil bubu dan dia terkejut melihat bubunya
banyak dapat ikan dia pulang ke rumah dengan bahagia dan memangil istri dan kedua
anaknya, “ bu..bu.. lihat bapak dapat ikan yang banyak, dan besar-besar lagi, kedua
anaknya pun ikut ke belakang dan melihat bubu yang didalamnya banyak ikan kedua
kakak adik ini berkata wah bapak dapat ikan banyak, asyik,asyik kata sang adik yang
kegirangan melihat ikan yang banyak di dalam bubu. Tiba-tiba sang bapak berkata
kalian berdua masih ingat kata bapak kalau bubu bapak dapat ikan maka kalian berdua
tidak boleh memakannya, awas kalau kalian ketauan memakan ikan hasil bubu bapak,
hal tersebut juga didukung oleh sang istri yang ikut mengatakan hal yang sama. Kedua
kakak adik inipun saling bertatapan dan sang istripun memasak ikan hasil tangkapan
bubu sang suami mereka makan bersama tanpa kedua anaknya, kedua kakak adik
inipun tidak berani memakan ikan yang didapt mereka berdua takut akan acaman sang
bapak, haripun sudah siang sang adik berkata kepada sang kakak,”” kak saya lapar
belum makan kak saya mau makan regek sang adik, sang kakak berkata dek! Kakak
juga lapar tapi kita tidak boleh makan nanti kita kena marah.

Kedua kakak adik inipun akhirnya memutuskan untuk mencari makanan disekitar
rumah dan mereka mencari di belang rumah yang masih ada tumbuan puarnasi,
mereka kumpulkan puarnasi itu untuk mereka makan berdua. Dan merekapun mencari
bengkarung /kadal juga untuk mereka makan, setelah terkumpul mereka makan
puarnasi dan bengkarung tadi dan perut mereka sudah terisi dan mereka berdua
pulang ke rumah. Hal yang tidak terdugapun terjadi sang bapak dan ibu mereka marah
dengan mengatakan kalau mereka berdua memakan ikan hasil bubunya,”” kalian telah
memakan ikan hasil bubu bapak” mereka menjawab” tidak, tidak kami tidak memakan
ikan itu pak. Tapi sang bapak bersikeras mengatakan kalau kedua anaknya memakan
ikan hasil bubunya dengan melihat ada sisa sisik di bibir kedua anaknya,”” ini buktinya
ada sisik ikan di bibir kalian mau mengelak apa lagi kalian” sang kakak menjawab pak
ini bukan sisik ikan tadi saya dan adik memakan bengkarung dan puar nasi yang kami
cari di belakan rumhah, tapi sang bapak tidak peduli dan tidak percaya, dan akhirnya
sang bapak mengusir mereka,” pegi kalian dari rumah ini, kalian tidak boleh lagi tinggal
di sini. Kedua kakak adik inipun berpelukan dan pergi meninggalkan rumah dan mereka
pergi kebelakang rumah dan di belakan rumah ada sebua batu besar , dan
diambilnyalah berberapa ruas bambu, dan kedua kakak adik inipun duduk ditas batutu
itu.

Sambil duduk kedua kakak adik ini berkata” hetak-hentak batu seniting tinggi-tinggi
bumbung seruas, mak sama bak jahat makan puar nasi disangkah nasi sisik
bengkarung disangkah ikan sambil mengetakan bambu tadi, tiba-tiba batu tersebut
meninggi,kemabali lagi mereka mengucapkan itu” hetak-hentak batu seniting tinggi-
tinggi bumbung seruas, mak sama bak jahat makan puar nasi disangkah nasi sisik
bengkarung disangkah ikan sambil mengetakan bambu. Dan itu dilakukan berkali-kali
sampai akhirnya batu tersebut sudah sampai ke pintu langit, di pintu langit mereka
ditanya sama seekor burung piti” hai kalian berdua mengapa ada di sini, mereka
menajwab” kami diusir bapak sama ibu jadi kami mau tinggal di langit maukah kamu
membatu kami untuk melobangi pintu langit, asng burung pipitpun berkata baiklah saya
akan mematuk langit dingan paru saya, walaupun paru saya kecil, dan kembali ada
burung yang agak besar dari burung pipit menghampiri mereka dan bertanya.” Hai
mengapa kalian berdua ada di sini dan merka menjawab kami dusir bapak sama ibu
dari rumah maukah kamu menolong kami untu mematuk pintu langit, baiklah saya akan
mematuk pintu langit dengan paruh saya tapi kalian juga belum bisa masuk karena
paruh saya tidak terlalu besar, kedua kakak adik ini berkata tidak apa-apa kami
berterimakasih karena kamu sudah mau menolong kami. Begitulah seternya, sampai
akhirnya datanglang seekor burung garuda dengan kepala tujuh menghampiri mereka
dan bertanya,” hai kalian mengapa ada di sini, mereka menjawab kalau mereka diusir
dari rumah dan maukah engkau menolong kami untuk membuatkan kami pintu agar
kami bisa tinggal di langit, dan burung garuda kepala tujuhpun membantu dan mematuk
langit deng ketujuh paruhnya dan alhasil mereka berdua bisa masuk ke langit dan
mereka mengucapkan terimakasih kepada burung garuda,” terimakasih burung garuda
engkau telah menolong kami sehingga kami bisa masuk ke langit. Dan akhirnya kedua
kakak adik inipun tinggal di langit, ibu sama bapaknya menyesali apa yang mereka
lakukan kepada kedua anaknya. Tapi penyesalan sudah terlambat, mereka kehilangan
kedua anaknya hanya karena keegohan sang orang tua. Dan sampai saat inidesa
tersebut dinamakan pintu langit, karena memang tempatnya yang tinggi dibadingkan
dengan desa-desa lain di Bengkulu selatan.

Anda mungkin juga menyukai