Anda di halaman 1dari 35

Nama : Ahmad Sahil Arwani

NIM : U20194035
Prodi : Sejarah Peradaban Islam

Karnaval Sebagai Penegasan Identitas di Mollo Utara


Hari itu tepat pada 10-18 Agustus 2023 di kecamatan Mollo Utara sedang menggelar
karnaval dalam rangka memperingati HUT RI yang ke 78. Momen yang dinantikan seluruh
masyarakat Mollo Utara. Euforia begitu kentara sebelum hari pelaksanaan itu tiba, sekitar
satu bulan sebelumnya warga setempat terlihat begitu semangat ketika menceritakan
perayaan hari kemerdekaan. Kata mereka, perayaan di Mollo Utara itu lebih seru ketimbang
perayaan di kecamatan lain. Dalam 10 hari, kawasan kantor camat padat dengan masyarakat
Mollo Utara yang turut serta meramaikan rangkaian kegiatan agustusan. Bahkan ada yang
bilang, masyarakat luar kecamatan pun ikut turut merayakan.
Dari berbagai rentetan kegiatan yang di usung panitia, yang begitu membuatku takjub
dan tertarik yaitu karnaval pada 16 Agustus 2023. Kala itu aku mencari desa yang
menggunakan baju adat budaya luar, namun aku tidak menemukan itu. Sebanyak 18 desa
dengan bangga menjunjung budaya kearifan lokal, ribuan masyarakat mengenakan sarung
adat Mollo Utara yang dilengkapi selendang, saku dan kalung muti.
Rasa kebanggaan terhadap budayanya sendiri yang membuatku takjub lantaran
kebiasaan seperti ini begitu jarang ku temui di jawa. Karnaval waktu itu seluruh masyakat
Mollo Utara jalan kaki sepanjang 3 Km. dengan bersemangat menyemarakkan hari ulang
tahun NKRI sembari menyanyikan lagu nasional dan pastinya lagu daerah khas Timor
Tengah Selatan.

Buah Pinang dan Daun Sirih


Kami berangkat ke tempat KKN pagi tanggal 5 Juli 2023. Kira-kira sore pukul 16.00
kami tiba disambut dengan hujan dan kabut indah di kantor desa Netpala. Sejenak
mengamankan barang bawaan teman-teman agar tak basah kehujanan, selepas itu kami
sekelompok beranggotakan 18 mahasiswa dan didampingi oleh dosen pembimbing lapangan
untuk proses penyerahan kepada pihak desa yang di wakili oleh pak carek. Kami di kampung
halaman mengistilahkan itu kepada sekretaris desa.
Esok pagi kami disambut dengan kabut pagi desa Netpala. Dingin? Sangat dingin.
Penyesuaian lingkungan dengan suhu 12°-18° begitu berat namun perlahan kami mulai
terbiasa. Berbeda penyesuaian dengan budaya disini, justru begitu asik. Hari kedua di desa
Netpala aku di pertemukan dengan makanan yang bikin mulut merah. Haha. Iya, sirih pinang
namanya. Perpaduan buah pinang, daun sirih dan kapur. Waktu itu ada ibu-ibu jalan kaki
lewat di hadapan teman-teman, salah satu temanku menegur si ibu meminta sirih pinang,
kemudian mereka memanggilku untuk mencobanya.
Yah, itu kali pertama aku makan sirih pinang. Salah satu teman menanyakan
“bagaimana rasanya mas?”, aku jawab “rasanya unik, ada wangi-wangi dari daun sirih dan
agak panas”, salah pemuda berkata “itu rasa budaya mas hehe”, “waahh iya betul sekali”
sautku, kemudian ibu-ibu bilang “weeeh mas su makan sirih pinang ee, su pantas jadi orang
timor nii”, dan disambung temannya “cari nona sini sa mas, biar son pulang ke Jawa”.
Pecah tawa seketika. Begitu mesrah kami waktu itu.

Jagung Bose kakak


Tidak terasa waktu KKN sudah lebih dari satu minggu, kala itu aku dengan teman-
teman sedang menjalankan anjangsana kerumah warga sekitar kemudian singgah di rumah
kak dani. Kami disuguhi makanan khas orang Timor, Jagung Bose namanya.
Makanan yang unik bagiku, hanya makan sedikit saja perutku sudah begitu kenyang.
Sebelum dimasak menjadi jagung bose, jagungnya disimpan dalam rumah bulat. Rumah adat
masyarakat timor. Rumah yang panas ketika musim dingin tiba. Makanan tradisional
berbahan dasar jagung dan kacang-kacangan ini makanan yang kurang begitu praktis sebab
untuk memasaknya butuh waktu sekitar 4 jam.
Dulu jagung bose dijadikan makanan pokok oleh masyarakat timor sebelum beras
masuk daratan NTT. Makanan ini berbahan dasar jagung putih dicampur dengan kacang
merah dan labu. Rasanya cenderung hambar jika tidak ditambahi sambal lu’at, sambal khas
timor paduan tomat, bawang dan cabe. Tidak tumbuk halus, hanya di iris tipis-tipis namun
rasanya tidak kalah dengan sambal pada umumnya. Jagung bose, sambal lu’at dan ikan asin
kuliner yang membuat kangen daratan Timor.

Pencegahan Virus Rabies


Sekitar 2 minggu menginjakkan kaki di Netpala, kami dengan teman-teman
menggelar sosialisasi pencegahan dan penangan virus rabies. Waktu itu, persebaran virus
rabies melanda daratan timor. Sudah banyak korban termakan virus tersebut dan banyak
diantaranya adalah kalangan anak-anak.
Disana anjing berkeliaran begitu banyak, aku anggap banyaknya anjing berkeliaran di
Netpala sama dengan banyaknya kucing berkeliaran di kampung halamanku. Ada anjing
rumahan atau anjing peliharaan dan juga anjing liar. Sebagai antisipasi agar tidak terpapar
virus yang dapat berujung kematian, kami lakukan sosialisasi dikalangan orang tua dengan
bantuan tenaga kesehatan desa.
Kami gelar sosialisasi dalam kegiatan posyandu lansia dan juga posyandu bayi.
Sangat antusias dan disambut dengan baik oleh masyarakat desa Netpala dengan adanya
sosialisasi yang kami berikan. Sebab sebelumnya belum ada edukasi tentang pencegahan dan
penanganan virus rabies.
Nama : Vivi Amelia Mirafsur
NIM : 205101080008
Prodi : Tadris Biologi

Sirih Pinang
Kami mahasiswa UIN KHAS Jember bersama mahasiswa IAKN Kupang
berangkat ke tempat KKN pagi tanggal 5 Juli 2023. Sore pukul lebih tepatnya 16.00 kami
tiba disambut dengan hujan dan kabut indah di kantor desa Netpala. Sambil menunggu hujan
reda, kami sedikit bercakap cakap dengan teman teman IAKN bersama Dosen Pembimbing
mengenai kegiatan sehari hari kedepannya. Namun hujan tak kunjung reda membuat kami
mau tidak mau hujan hujanan di cuaca dingin yang saat itu mencapai 15° Celcius untuk
mengemas barang barang kami yang masih ada di dalam bus. Selepas itu kami sekelompok
beranggotakan 18 mahasiswa dan didampingi oleh dosen pembimbing lapangan untuk proses
penyerahan kepada pihak desa yang di wakili oleh Sekretaris Desa yaitu Bapak Gasper Kosat.
Selama proses penyerahan mahasiswa pada desa, kami disuguhi Pinang dan sirih, Bapak
Sekretaris menjelaskan kepada kami jika budaya orang timur untuk menyambut tamu adalah
dengan memberikan sirih dan pinang.

Penyesuaian dengan suhu mencapai 13° Celcius kami disambut dengan kabut pagi
desa Netpala. Dingin? Tentu Sangat dingin. Hari kedua di desa Netpala ini aku menyaksikan
salah satu teman laki laki ku mencoba sirih pinang di depan Kantor Desa dengan diajari oleh
warga sekitar. Ketika kita mengunyah sirih pinang mulut akan berubah warna menjadi
kekuningan dan dibarengi dengan kapur membuat warna kekuningan berubah menjadi oranye
kemerahan.

Matahari berganti dengan bulan, pada malam itu cuaca masih hujan. Bapak Kosat
mendatangi kami mahasiswa KKN untuk berkunjung kerumahnya esok karena akan ada
upacara keagamaan memperingati kelahiran anaknya. Bapak Kosat mengundang kami sambil
memberi kami sirih pinang dan saat itu kami mahasiswa dari Jember dipersiapkan untuk
mencoba sirih pinang. Aku dan dua orang teman laki lakiku mencoba untuk mengunyah sirih
pinang, disaat itu aku membuat orang orang tertawa karena ketidaktahuanku dalam
mengunyah sirih pinang, seharusnya pinang dikunyah terlebih hingga halus, lalu sirih yang
sudah diberi kapur dikunyah juga. Alih alih mengunyah sirih, aku malah menggosokkan sirih
pada gigiku karena sepengetahuanku sirih di gosokkan di gigi. Yah, itulah kali pertama aku
makan sirih pinang. Salah satu teman menanyakan “gimana mbak?”, aku jawab “rasanya
seperti pinang yang dicampur sirih” dan teman temanku tertawa lagi. Salah satu temanku
memperingati agar air liur pertamanya saat mengunyah sirih pinang harus di ludahkan,
karena kalau tidak di ludahkan akan mengakibatkan mabuk pinang.

Bapak Kosat menjelaskan bagi orang Timor, sirih pinang dijadikan sebagai sajian
khas yang akan mendahuli pelayan-pelayan lainnya dalam menyambut kedatangan tamu
(kulla). Sirih pinang juga menjadi salah satu alat untuk membangun komunikasi
kekeluargaan. Serta menjadi alat pergaulan dalam kehidupan sosialnya. Sirih pinang memiliki
nilai-nilai sosial yang sangat rasional dimana, sirih pinang diyakini juga sebagai alat untuk
mewujudkan keharmonisan dalam berinteraksi dengan orang lain. Nah dengan sirih pinang,
rasa persaudaraan masyarakat sangatlah terjaga. Selain itu, nilai pamama sangat dijunjung
tinggi oleh masyarakat karena banyak makna yang terkandung didalamnya.

Itulah kisah awal mula aku mencoba sirih pinang, awalnya terasa sangat pahit dan
panas karena belum terbiasa, namun seiring berjalannya waktu Aku sering mencoba sirih
pinang hingga aku bisa bisa bersahabat dengan rasa pahit dan panas itu. Kalau kata orang
sana, itulah rasa budaya.
Tari Bonet Tari Tradisional Suku Dawan

Salah satu momen unik yang aku rasakan ketika berada di Nusa Tenggara Timur
adalah melihat dan mengikuti Tari Bonet. Ketika kami berada di Kantor Kemenag Kota Soe
dalam acara penerimaan peserta KKN sebelum menuju Mollo Utara. Kami diajak untuk
mengikuti tari Bonet bersama seluruh staff kemenag Kota Soe, dosen pembimbing lapangan,
dan seluruh mahasiswa KKN dari UIN KHAS Jember dan IAKN Kupang.

Bonet adalah tradisi bernyanyi dan membawakan syair atau puisi lisan berirama yang
diiringi dengan tarian. Melalui tradisi ini, masyarakat mengekspresikan dan mengungkapkan
perasaan mereka melalui syair dan sajak dalam upacara adat. Bonet juga merupakan salah
satu tarian tradisional tertua di pulau Timor yang menggambarkan budaya dan kehidupan
masyarakat Timor Dawan.

Berdasarkan bentuk dan fungsinya, tarian Bonet diyakini sudah ada sejak masyarakat
Dawan masih menjadi pemburu. Tarian ini dilakukan sebagai tanda kegembiraan karena
mereka telah mendapatkan hewan buruan untuk bertahan hidup. Sebelum hewan hasil buruan
dimasak dan dinikmati bersama, ritual dilakukan untuk menyucikan roh hewan buruan dan
persembahan dibuat untuk para dewa sebelum makanan dibagikan.

Tarian Bonet adalah tarian tradisional yang melambangkan semangat dan persatuan
masyarakat Dhaka. Ada beberapa elemen penting dalam tarian ini, termasuk seni gerak,
musik vokal, dan seni sastra. Sebagai sebuah pidato, bonet terdiri dari unit-unit terpisah yang
ditandai dengan jeda. Unit-unit ini membentuk bait atau pasangan. Jumlah susunannya tidak
selalu sama. Ciri khas lainnya adalah pengulangan bentuk.

Berdasarkan isi dan fungsinya, tuturan Bonet dibedakan atas empat jenis, yakni
boennitu (puji-pujian kepada arwah), boenba’e (puji-pujian dalam suasana ceria seperti
kelahiran, menimang anak), futmanu-safemanu (penyambutan tamu) dan boenmepu
(nyanyian kerja). Warisan budaya ini merupakan salah satu bagian dari sastra lisan yang
sudah mewarnai budaya Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Jika sekumpulan orang
menari dengan membentuk lingkaran, saling bergandengan tangan dan berputar, serta
melantunkan pantun dengan syair-syair yang biasanya memiliki rima mengulang, itulah
Bonet. Masyarakat Timor Tengah Selatan (TTS) percaya bahwa lingkaran tangan yang saling
bertautan melambangkan persatuan tiga suku, Amanatun, Amanuban dan Mollo.

Selama kami KKN seringkali kami ketika mengikuti berbagai kegiatan baik upacara
adat, pesta maupun yang lain masyrakat selalu melakukan tari bonet ketika acara inti sudah
selesai. Tentu kami mahasiswa juga ambil bagian dari tari tersebut. Saya secara personal yang
hidup besar di lingkungan yang budaya nya tidak ada menari seperti ini sangat merasa kagum
akan budaya ketika tari bonet dilangsungkan. Mulai dari situ setiap kali ada Tari Bonet saya
tidak pernah ketinggalan dan selalu ikut menari bersama.

Pada suatu momen ketika upacara pengukuhan RT, RW, Kepala Dusun, dan Kepala
Adat Desa Netpala. Para tetua adat beserta Bapak Kepala Desa (Bapak Djitron Mnune)
melangsukan tarian Bonet tanpa iringan music sound dan hanya menyenandungkan lirik lirik
dengan bahasa mereka beserta sorakan sorakan menggugah semangat. Sorakan sorakan yang
dikumandangkan itu juga bukan sembarang sorakan, sorakan yang digunakan itu berasal dari
sorakan warga Timor dalam perang melawan para penjajah dahulu.

Itu adalah momen paling mengesankan dari semua tari bonet yang saya lihat selama
KKN. Para tetua termasuk Ketua Desa Netpala disana dengan khidmat melakukan upacara
tersebut.
Pembuatan Pagar Dan Gapura Merah Putih Di Kawasan Balai Desa
Netpala Dalam Rangka Menyambut HUT NKRI ke-78

Pembuatan Pagar dan Gapura Merah Putih ini merupakan salah satu program kerja
kami di desa Netpala dalam rangka menyambut HUT NKRI yang ke-78. Program ini dimulai
pada tanggal 22 Juli 2023 dan berakhir pada 7 Agustus 2023.

Pada tanggal 22 Juli, kami memulai program ini dengan mencari bambu di sekitar
desa dan membawanya ke balai desa. Proses ini memakan waktu cukup lama karena lokasi
bambu yang kami temukan berbeda-beda dan berjauhan. Karena medan yang sulit untuk naik
dan turun gunung serta bambu-bambu tersebut sangat berat dan besar sehingga sulit untuk
diangkut, kami baru bisa memindahkan semua bambu ke kantor desa pada tanggal 25 Juli.
Pada tanggal 26 Juli, kami mulai memotong, memangkas, dan menyortir bambu serta
mendesain pagar. Pengerjaan pagar berlanjut hingga 31 Juli, setelah pagar selesai dipotong,
disortir, dan dicat, kami kemudian melanjutkan pengerjaan gapura yang memakan waktu
hingga satu minggu. Proses ini memakan waktu lama karena kurangnya bambu untuk tiang
gapura dan adanya kegiatan di Kantor Kecamatan Mollo Utara. Pada tanggal 1-4 Agustus,
hanya 50% pekerjaan gapura yang selesai karena kurangnya bahan dan waktu untuk
mendapatkan bambu. Pada tanggal 4 hingga 7 Agustus, material gapura telah selesai. Hasil
kerja teman-teman di gapura mulai terlihat lebih intens dan sempurna. Pada tanggal 7
Agustus, gapura telah selesai dan siap untuk dipasang. Pemasangan gapura ini melibatkan
aparat desa dan masyarakat sekitar karena gapura yang bisa dibilang berat dan angin yang
berhembus kencang. Gapura yang bertuliskan DIRGAHAYU NKRI ke-78 itu akhirnya
selesai kemudian salah satu teman UIN KHAS Jember memberikan Sangsaka Merah Putih
yang dibawa dari rumah. Setelah selesai kamipun berfoto-foto sejenak disana untuk
mengabadikan jerih payah kami selama dua minggu terakhir dalam pengerjaan pagar dan
gapura,

Kesopanan dan Toleransi Masyarakat Desa Netpala

Salah dua program kerja kami di Desa Netpala selama KKN ini adalah program
bimbingan belajar untuk anak-anak yang berlokasi di aula balai desa Netpala dan pembuatan
papan nama RT, RW dan Dusun.

Awalnya aku tidak tertarik untuk mengajari anak anak dalam belajar karena aku
secara personal kurang menyukai anak kecil karena selama ini anak kecil yang saya temui
kurang sopan. Namun setelah satu hari aku bertemu dan mengajari mereka aku merasa
senang dan menyukai anak kecil. Kesopanan dan senyum mereka mmembuat aku terlena.
Aku merasa sangat terlena dengan mereka. Begitupun anak-anak Desa Netpala tersebut
dengan cepat akrab dan nyaman denganku, sehingga selalu mencariku ketika tidak ada dalam
proses bimbingan belajar. Bahkan 2 jam sebelum proses bimbingan belajar dimulai anak anak
sudah berkumpul dan mendatangi kami agar segera memulai bimbingannya. Semangat anak-
anak Desa Netpala ini sungguh luar biasa ketika belajar dengan kami. Tak jarang mereka
menunggu aku dan teman temanku melaksanakan Shalat Ashar terlebih dahulu sebelum
kegiatan belajar.

Kami kemudian seringkali memberikan hadiah kecil seperti buku, alat tulis dan
makanan ringan agar mereka lebih semangat belajar. Selain memberikan pembelajaran
matematika pada mereka aku juga sering menceritakan keadaan tanah Minang dan Jawa
kepada mereka, bahkan tak jarang mereka bertanya tentang Islam ketika mereka melihat saya
ketik Shalat. Mereka sangat menghargai saya walaupun berbeda agama. Salah satu temanku
sangat suka dan mahir dalam menulis aksara Jawa dan suatu ketika anak anak melihat
temanku menulis aksara Jawa, dengan iseng aku mengatakan dengan lantang “Yang mau
namanya ditulis pakai aksara Jawa merapat ke Mas Amrul ya” dan perkataan disambut
dengan pelatihan mata garang temanku hehee. Anak anak langsung menyerbu pada temanku
dan rebutan minta dituliskan nama mereka dengan Aksara Jawa. Temanku benar benar
kesalahan karena itu.

Proses bimbingan belajar ini kemudian selesai pada pertengahan Agustus ketika kami
banyak mengikuti kegiatan di kantor kecamatan dalam rangka menyambut hari kemerdekaan.
Kemudian ketika kami berpamitan pulang anak-anak tersebut bersama masyarakat melepas
kami dengan tangisan haru karena kedekatan kami dengan masyarakat selama ini merupakan
suatu momen berharga bagi kami dan tidak akan terlupakan,

Saat sebelum penyerahan papan RT, RW dan Dusun aku dan teman temanku terbagi
menjadi 8 kelompok pergi menemui ketua RT 01 hingga RT 20 dan Ketua RW 01 hingga
ketua RW 08 untuk mengundang mereka dalam acara perpisahan mahasiswa KKN beserta
penyerahan papan nama RT, RW dan Dusun dimana satu kelompok terdiri atas dua hingga 3
orang. Namun karena teman satu kelompokku sakit dan tidak bisa berjalan, akhirnya aku
berjalan sendirian diawali dengan pergi ke RT 05 dan RT 06. Rumah ketua RT 05 tidak
begitu. Jauh dari kantor desa, berbeda dengan Rumah ketua RT 06 yang terletak di ujung
bawah Desa Netpala dan berbatasan dengan desa tetangga.

Aku mengurungkan niat untuk kerumah ketua RT 05 karena sang tuan rumah sedang
dalam Kedukaan dan rasanya tidak etis untuk mengundang orang yang sedang kedukaan,
akhirnya aku berjalan terus menuju rumah ketua RT 06. Setelah menempuh jarak entah
berapa kilometer dengan jalan kaki akhirnya aku sampai dirumah ketua RT. Alhamdulillah
Puji Syukur disana aku juga bertemu dengan Ketua RW 01 dan salah satu tokoh adat Desa
Netpala. Disana mereka menerima dan menjamuku dengan sangat baik. Ada banyak hal yang
beliau ceritakan padaku mengenai seluk beluk Desa Netpala yang belum pernah aku ketahui
sebelumnya dan banyak memberiku petuah petuah yang bisa dijadikan bekal ku dalam
melangkah kedepan. Mereka juga merasa sangat dihargai karena aku berjalan jauh sendirian
untuk mengundang mereka Dan berulang kali mengucapkan terima kasih atas usahakan untuk
menemui mereka. Aku secara personal merasa sangat berterima kasih karena mereka sangat
baik dan dengan terbuka menerima aku dirumahnya.
Pawai (Karnaval) Budaya di Mollo Utara

Pada tanggal 16 Agustus 2023 di kecamatan Mollo Utara sedang menggelar pawai
dalam rangka memperingati HUT RI yang ke 78. Momen yang dinantikan seluruh
masyarakat Mollo Utara. Antusias akan pawai sudah sangat terasa sebelum hari pelaksanaan
itu tiba, hal itu bisa kita lihat dari sekitar satu bulan sebelumnya warga setempat begitu
semangat ketika menceritakan perayaan hari kemerdekaan. Kata mereka, perayaan di Mollo
Utara itu lebih seru dan meriah dari perayaan di kecamatan lainnya. Dalam kurun waktu 10
hari, kawasan kantor kecamatan padat akan masyarakat Mollo Utara yang turut serta
meramaikan rangkaian kegiatan agustusan. Bahkan ada yang bilang, masyarakat luar
kecamatan pun ikut turut andil merayakan di Kecamatan Mollo Utara.

Pada saat pawai, yang begitu membuatku takjub dan terkagum kagum yaitu semua
orang berjalan menggunakan pakaian adat dan menyanyikan lagu lagu kebangsaan. Pakaian
adat yang aku maksud adalah selimut dari kain tenun (digunakan oleh laki laki) dan sarung
(digunakan oleh perempuan) beserta aksesoris khas Mollo Utara seperti selendang, jalung
muti tas, dan saku. Begitupun dengan ku, aku menggunakan kemeja putih dan menggunakan
sarung juga, akan tetapi motif dari sarung ku adalah motif khas Helong.
Rasa bangga mereka terhadap budaya sendiri yang membuatku takjub lantaran
kebiasaan seperti ini sudah lama tidak aku temui di Jawa maupun Sumatera.

Selain itu, aku memiliki teman baru yang berkenalan pada hari itu dari UGM. Dia
sudah tinggal di Mollo Utara selama seminggu bertujuan untuk penelitian. Melihat dia yang
melakukan penelitian di disini memotivasiku untuk melakukan penelitian juga di NTT

Nama : Qurrota A’yun Zain


NIM : 204105030097
Prodi : Tadris Biologi

Adat Sirih Pinang (mengunyah sirih, pinang, dan kapur)


Kami 12 mahasiswa dari UIN KHAS Jember yang mengikuti program KKN Merah
putih yang bertempat di Provinsi NTT, dan kami di bagi 2 kelompok : 6 orang di Kupang dan
6 orang lagi di Soe tepatnya di Desa Netpala. Dan saya termasuk yang di Soe, disana terkenal
dengan nama kota dingin karna memang suhu disana selalu rendah sekitar 18° sampai 13°.
Hari-hari pertama KKN di Desa Netpala, kami pergi berkunjung di rumah aparat desa
dan juga rumah warga setempat. Pada saat itu, saya di perkenalkan dengan hal baru dan adat
baru yaitu kebiasaan orang timor menyambut tamu. Disana jika ada tamu yang pertama kali
di suguhkan adalah sirih pinang baru kemudian di susul dengan minuman dan makanan yang
ada. Dan sirih pinang ini harus di ambil entah mau di makan atau tidak, mau nanti keluar
rumah dibuang, mau di kasih ke teman yang makan intinya diambil tanpa terkecuali karna
untuk menghargai orang yang punya rumah. Saya ambil dan saya coba tanya cara untuk
memakan ini setelah di beri tahu kemudian saya praktekkan. Dan awal rasanya memang aneh
karna tidak pernah memakan seperti ini, akan tetapi setelah terbiasa malah menjadi ketagihan.
Kalau tidak makan sirih pinang rasanya mulut aneh, jadi harus sedia sirih pinang kemana
mana.
Sirih pinang ini terdiri dari buah pinang, daun sirih, dan kapur. Cara makannya yaitu
buah pinang di kunyah-kunyah lalu di ludahkan air liur pertama dan seterusnya supaya tidak
pusing/ mabuk pinang, kemudian tambah daun sirih dengan kapur bersamaan, dan akan jadi
ludah merah (kata warga).

Persiapan Hingga Perayaan HUT RI di Desa Netpala, Kec. Mollo Utara

Kami mahasiswa dari UIN KHAS Jember, Jawa Timur KKN di Desa Netpala
bergabung dengan mahasiswa dari IAKN Kupang, NTT jadi total ada 18 orang. Kami
berangkat ke Desa Netpala pada tanggal 5 juli 2023. Setelah 3 hari disana ternyata
masyarakat sekitar mempunyai hobi voli dan setiap sore masyarakat bermain bola voli di
lapangan didekat kantor desa, akhirnya kami para mahasiswa ikut bermain bola voli disana.
Kami ada 3 orang perempuan dari UIN dan kami berhijab. Mayoritas masyarakat
disini beragama Kristen jadi satu Desa Netpala tidak ada yang berhijab. Dan saya juga ikut
bermain setiap sore disana, tanpa saya sadari masyarakat memperhatikan saat bermain bola
voli karna memakai hijab sendiri. Suatu saat ada yang bertanya, “apakah boleh buka hijab
saat di luar, kan bermain voli gerah? Atau mbak (panggilan untuk wanita dari jawa) tidak
gerah?” Kata warga. “Tidak gerah kak. Ini sudah terbiasa kak dan wajib untuk perempuan
islam menutup aurat, tidak boleh terlihat rambutnya” jawab saya.
Ternyata pada pertengahan bulan Juli disana ada pengumuman bahwa bulan agustus
ada pertandingan bola voli untuk perayaan HUT RI di Kec. Mollo Utara yang terdiri dari 18
desa dan semua harus berpartisipasi. Kami mahasiswa KKN yang juga merupakan penduduk
sementara Desa Netpala dan biasa bermain ada 4 orang yaitu saya dengan mas sahil dari
Jawa, dan kak febyola dengan kak jhibrael dari Kupang di ajak untuk bergabung dalam
pertandingan bola voli di bulan agustus. Kami pemain bola voli putri terdiri dari 10 orang
termasuk saya dan kak febyola bersama dengan masyarakat Desa Netpala mendapat juara 2
se-Kec. Mollo Utara.

Pemekaran dan Pengukuhan ketua RT RW di Desa Netpala, Kec. Mollo Utara, Kab.
TTS, Prov. NTT

Pada awal bulan agustus Desa Netpala melaksanakan pemekaran dan pengukuhan
ketua RT RW. Kami mahasiswa KKN juga berpartisipasi dalam membantu menyukseskan
acara tersebut. Acara tersebut dilaksanakan menggunakan pakaian adat khas NTT khusus nya
Mollo Utara dengan prosesi adat istiadat dari Desa Netpala. Acara tersebut disaksikan oleh
bapak Camat Mollo Utara dengan bapak Kapolsek Mollo Utara. Saya bersama dengan kak
nelden sebagai ketua KKN di Desa Netpala dengan menggunakan pakaian adat mendapat
tugas mengkalungkan selendang sebagai tanda ucapan selamat datang dan terima kasih
kepada bapak Camat dan bapak Kapolsek yang sudah mengambil bagian dalam acara
tersebut.

Saat pengukuhan ketua RT dan RW berlangsung semua masyarakat yang menghadiri


undangan memakai pakaian adat khas Mollo Utara untuk mengikuti prosesi pengambilan
sumpah dan jabatan ketua RT RW menurut keyakinan Kristen Protestan oleh bapak Kepala
Desa Netpala. Acara berlangsung lancar dan ditutup dengan bonet bersama. Bonet merupakan
tarian daerah khas Mollo Utara.

Jagung Bose Makanan Khas NTT

Minggu-minggu pertama kami KKN di Desa Netpala kami banyak melaksanakan


kerja bakti, penataan, dan pembersihan lingkungan kantor desa. Warga sekitar sering bertegur
sapa dan menjadi akrab sehingga diundang untuk makan bersama di rumah warga. Disana
kami diperkenalkan makanan yang baru menurut kami yaitu makanan khas timor dengan
nama jagung bose.
Sebelum beras masuk di timor jagung bose adalah makanan pokok orang timor tepat
nya suku dawan. Jagung bose ini terdiri dari jagung putih, labu lilin, labu jepang, kacang
merah dan kacang tanah. Rasa dari jagung bose ini hambar jadi harus ditambah dengan
sambal lu’at dan ikan teri baru enak. Sambal lu’at khas timor terdiri dari cabe, garam, bawang
merah, daun bawang, dan tomat di iris tipis-tipis.
Kami pertama mencoba makanan ini baru sedikit rasa perut sudah kenyang. Mengolah
makanan ini juga bukan hal yang mudah, cara memasaknya butuh waktu 2-3 jam. Tapi
memakannya tidak perlu berjam-jam, pasti 5 menit sudah habis karna rasa terlalu enak.

Nama : Lailatul Sakdiyah


NIM : 204105030014
Prodi :Akuntansi Syariah

Pelukan Budaya Netpala


Baru dua hari kami berada di Netpala, kami sudah merasakan dengan sangat nyata
betapa eratnya budaya tegur sapa di sini. Di pagi hari saat kami membersihkan lingkungan di
sekitar posko KKN, kami disambut dengan ramah oleh orang-orang yang lewat, tanpa
terkecuali. Mereka menyapa kami dengan hangat, mengucapkan selamat pagi, permisi,
syalom, dan berbagai sapaan ramah lainnya. Pengalaman ini begitu berbeda dengan yang
kami temui di lingkungan kami sehari-hari. Hal ini membuat kami merasa dihargai dan
benar-benar diterima di tempat ini.
Setelah beberapa minggu kami disini, kami menyadari bahwa budaya ramah ini begitu
melekat dalam kehidupan sehari-hari penduduk Netpala, dari anak-anak hingga remaja,
bahkan orang dewasa. Tidak ada yang terkecuali dari menyebarkan keramahan kepada orang
lain. Hal ini mencerminkan kekayaan nilai-nilai sosial dan budaya di Netpala, di mana setiap
orang saling menghargai dan peduli terhadap satu sama lain. Kami merasa beruntung dapat
berbagi momen dan mengalami hangatnya kebersamaan dalam budaya ini selama 60 hari
KKN di sini.
Selain hal ini, ada kebiasaan unik dari masyarakat di sini, yaitu setiap tamu yang
datang ke rumah warga wajib disuguhi sirih pinang. Kebiasaan ini telah menjadi tradisi turun-
temurun hingga saat ini. Tuan rumah tidak memaksa tamunya untuk memakan sirih pinang
tersebut, namun sebagai bentuk rasa menghargai, tamu diharapkan untuk menerima suguhan
tersebut. Kebiasaan ini bukan hanya sekadar tradisi, melainkan juga simbol kedamaian dan
keramahan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Netpala. Sirih pinang menjadi lambang
persaudaraan dan kebersamaan di tengah kehidupan masyarakat yang saling menghargai satu
sama lain.
Pengalaman selama dua bulan KKN juga memperlihatkan bahwa sikap ramah ini
melekat dalam kehidupan sehari-hari, mencerminkan kerukunan sosial. Kebiasaan
menyuguhkan sirih pinang kepada tamu menandakan nilai persaudaraan dan kebersamaan
yang dikedepankan oleh masyarakat Netpala.

Bonet; Keindahan dan Makna di Balik Gerakan

Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal dengan keindahan alamnya, selain itu NTT juga
banyak menyimpan seni dan budaya yang sangat menakjubkan. Salah satunya ialah Tari
Bonet, yang merupakan tari tradisional tertua dari Masyarakat Pulau Timor. Tari Bonet
merupakan salah satu tarian tradisional masyarakat Pulau Timor yang paling tua. Tarian ini
menggambarkan kebudayaan, hidup dan kehidupan masyarakat suku bangsa Timor.
Berdasarkan bentuk dan fungsinya di dalam masyarakat Suku Dawan, keberadaan tari Bonet
diyakini telah ada pada fase kehidupan berburu yang dilakukan oleh masyarakat Suku
Dawan. Tarian ini dilakukan sebagai bentuk suka cita karena telah memperoleh binatang
buruan untuk keberlangsungan hidup mereka. Dimana sebelum binatang buruan dimasak dan
dinikmati bersama-sama, ada sebuah upacara penyucian roh binatang buruan dan juga ritual
persembahan kepada dewa sebelum makanan itu disantap bersama-sama. Tari Bonet adalah
sebuah tari tradisional yang melambangkan semangat dan kebersaman masyarakat Suku
Dawan. Dalam tari ini terdapat beberapa unsur penting yakni, seni gerak, seni vokal dan seni
sastra.
Rabu, 05 Juli 2023 menjadi momen pertamakalinya diperkenalkan dengan Tari Bonet
ketika kami 6 orang dari Tanah Jawa sebagai mahasiswa UIN KHAS Jember menginjakkan
kaki di Tanah Timor yang bertempat di kantor Kemenag Kota Soe dalam penerimaan peserta
KKN yang berkolaborasi dengan 12 orang dari IAKN Kupang. Sebelum menuju Desa
Netpala Kecamatan Mollo Utara yang akan menjadi tempat kami melangsungkan 60 hari
KKN, kami dengan seluruh staff Kemenag Kota Soe, DPL dan seluruh peserta KKN bersama
bersama diajak untuk saling berpegangan tangan membentuk lingkaran dan melakukan Tarian
Bonet.
Pengalaman selama KKN kami seringkali terlibat dalam berbagai kegiatan
masyarakat baik acara adat maupun pesta ulang tahun, pernikahan dan syukuran wisuda.
Bonet selalu dihadirkan pada saat acara inti telah selesai yang dinamakan acara bebas. Ada
salah satu momen yang mungkin belum tentu aku bisa melihatnya lagi secara langsung pada
saat upacara pengukuhan RT, RW dan Dusun. Dimana semua masyarakat berkumpul di aula
kantor desa Netpala untuk menyaksikan momen tersebut, yang turut mengundang seluruh
ketua adat setempat untuk turut melancarkan upara pengukuhan tersebut. Menjadi momen
pembuka yang amat mengesankan ketika seuruh tetua adat membentuk formasi lingkaran
untuk melakukan tarian Bonet. Tanpa diiringi musik para tetua adat bersama-sama
menyerukan nyanyian-nyanyian yang amat syahdu bagi kami pendengarnya. Dan tidak ingin
melewatkan kesempatan bergandengan bersama para tetua adat saya pun masuk dalam
lingkaran tersebut untuk Bonet. Bagiku ada rasa haru bangga pada momen ini yang tidak
akan terlupakan dalam sepanjang hidupku. Terima kasih Netpala.

Euforia Karnaval Menyambut HUT RI ke 78 di Mollo Utara


Selama 2 minggu terakhir, kami sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk momen
spesial menyambut HUT RI ke 78. Mulai dari membangun pagar hingga berpartisipasi dalam
lomba bola voli di kantor kecamatan, semuanya demi hari yang dinanti-nantikan: Pawai
Karnaval yang diadakan pada 16 Agustus 2023 yang dilakukan dengan menempuh jarak
berkilo kilo meter start kantor kecamatan dan finish kembali di lapangan kantor kecamatan
Mollo Utara.

Ketika hari Pawai tiba, mata kami seketika terbelalak melihat antusiasme dari seluruh
masyarakat Mollo Utara yang terdiri dari 18 desa berkumpul di lapangan dengan pakaian adat
yang begitu meriah. Kehangatan budaya NTT benar-benar terasa, terutama dalam megahnya
pakaian adat yang dipamerkan. Rasa bangga melihat antusiasme ini begitu menggebu, karena
jarang sekali kami mendapatkan kesempatan untuk turut serta dalam suatu kemeriahan
sebesar ini di daerah kami sendiri.

Sepanjang perjalanan pawai menuju garis finish, begitu banyak hal yang membuat
diri ini tidak henti-hentinya berdecak kagum. Semua peserta menyatukan suara dalam
menyanyikan lagu-lagu kebangsaan dengan penuh semangat dan kekompakan, seperti
gelombang kebersamaan yang mengalun meresapi udara. Tiap lirik lagu menggema di tengah
sorak sorai, hal ini membuat kami sangat bangga berada diantara barisan tanpa merasakan
lelah akan perjalanan yang ditempuh.

Menyalakan Lampu Literasi di Senja Netpala


Memasuki 2 minggu kami berada di Desa Netpala tempat kami melangsungkan KKN.
Kami memiliki 1 program untuk peningkatan literasi belajar pada anak-anak yang berada di
Netpala. Melihat kondisi Netpala yang berkabut dan begitu dingin, serta akses jalan yang
belum teraspal masih dengan jalan batu membuat kami sedikit pesimis untuk menjalankan
program ini. Namun kami kembali meyakinkan diri dengan penuh semangat untuk
melakukan bimbingan belajar pada anak anak di sini, tidak menyangka antusias dari anak
anak begitu besar untuk mengikuti bimbel di sore hari. Bimbingan belajar kami laksanakan
di aula kantor desa.
Meskipun cuaca yang dingin dan akses jalan yang sulit menjadi tantangan, semangat
kami tak terhentikan. Setiap sore hari, kami tiba di aula kantor desa, siap membimbing anak-
anak Netpala dalam belajar. Melihat semangat mereka yang begitu besar untuk belajar,
bahkan anak-anak prasekolah pun ingin ikut serta, membuat kami semakin termotivasi. Kami
memadukan kreativitas dan dedikasi untuk membuat pembelajaran lebih menarik meskipun
sederhana. Dengan harapan ini, kami yakin program literasi kami akan memberi manfaat
besar bagi masa depan cerah mereka.
Hawa dingin tak membuat anak-anak patah semangat. Sesekali, kami belajar sambil
mencari hangat matahari sebelum terbenam. Itu membuat kami merasa haru dan bangga akan
semangat belajar mereka yang begitu tulus. Melihat anak-anak gigih belajar di tengah kondisi
sulit, kami semakin yakin bahwa pendidikan adalah kunci untuk mewujudkan perubahan
positif di desa ini. Mereka adalah cerminan harapan, dan kami berkomitmen untuk
mendukung dan membimbing mereka sebaik mungkin dalam perjalanan pendidikan mereka.
Nama : Rafid Hadiyan Amrullah
NIM : 204104040015
Prodi : Sejarah Peradaban Islam

Keberadaan Masyarakat Bugis di Kecamatan Mollo Utara

Kecamatan Mollo Utara merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Timor Tengah
Selatan tempat dimana diriku menjalani masa pengabdian selama KKN. Walaupun
Masyarakat Mollo Utara dominan beragama Kristen Protestan, namun ada sejumlah
Masyarakat muslim yang didominasi oleh orang Bugis dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Keberadaan Masyarakat Bugis ini ternyata sudah ada sejak tahun 1960-an, dimana
mereka mulai mendarat di Kota Kupang kemudian menyebar ke berbagai daerah, salah
satunya di Kecamatan Mollo Utara. Ketika saya berbincang-bincang dengan ta’mir masjid
At-Taqwa satu-satunya masjid yang berdiri di Kawasan Mollo Utara, beliau menjelaskan
bahwa dirinya adalah generasi kedua dari orang-orang Bugis yang menetap disana. Dengan
kata lain mereka sendiri lahir di Nusa Tenggara Timur. Para pendiri masjid At-Taqwa ini
sudah wafat semua kecuali satu orang yang tinggal di Kota Soe. Keberadaan muslim yang
merupakan minoritas di Mollo Utara membuat momen sholat Jum’at yang dimana mereka
semua bisa berkumpul dan beribadah merupakan nikmat tersendiri yang juga saya rasakan
selama berada disana. Mereka menyambut kami seperti saudara sendiri dan menawarkan
berbagai fasilitas masjid seperti air yang melimpah untuk mandi dan mencuci karena ada
beberapa Kawasan didaerah sana yang kekurangan air, kemudian kamar masjid untuk kami
beristirahat. Walaupun kebanyakan jama’ah masjid tersebut adalah orang Bugis, namun ada
beberapa jama’ah yang berasal dari Jawa yakni dari daerah Solo, Nganjuk, dan Mojokerto.
Masyarakat muslim yang berada di Mollo Utara ini bisa dibilang semuanya
pendatang. Alasan mereka berada di Nusa Tenggara Timur ini rata-rata adalah mencari
pekerjaan. Masyarakat Bugis di Mollo Utara hampir semuanya membuka kios yang menjual
sembako dan lain-lain. Bahkan beberapa petak warung di Pasar Kapan (pusat kecamatan
Mollo Utara) di dominasi oleh orang-orang Bugis. Beberapa diantaranya berjualan di pasar
dan membuka warung makan bersama dengan warung makan Jawa disekitarnya.
Masyarakat Bugis ini walaupun minoritas tidak meninggalkan identitasnya sebagai
Muslim. Ketika bekerja beberapa diantara mereka ada yang mengenakan peci bagi yang laki-
laki, dan jilbab bagi yang perempuan. Mereka juga memelihara janggut panjang yang dimana
kami selalu bisa langsung tahu bahwa mereka adalah orang Bugis ketika kami berpapasan.
Sumber : Said, Nurman dkk. Tradisi Keagamaan Perantau Bugis di Kota Kupang
Nusa Tenggara Timur. Jurnal Aqidah. Vol. 8 No.1. 20-36. 2022
Tari Bonet Tari Tradisional Suku Dawan

Salah satu momen epic yang aku rasakan ketika berada di Nusa Tenggara Timur
adalah melihat dan mengikuti Tari Bonet. Ketika kami berada di Kantor Kemenag Kota Soe
dalam acara penerimaan peserta KKN sebelum menuju Mollo Utara. Kami diajak untuk
mengikuti tari Bonet bersama seluruh staff kemenag Kota Soe, dosen pembimbing lapangan,
dan seluruh mahasiswa KKN dari UIN KHAS Jember dan IAKN Kupang.
Tari Bonet sendiri merupakan tari khas Suku Dawan dari Pulau Timor. Tarian ini
merupakan agenda wajib dalam setiap kegiatan adat Suku Dawan. Tari ini dikenal dengan ciri
khasnya yang dimana formasi dari tari ini membentuk lingkaran ditambah syair yang
mengiringi tarian tersebut. Bonet sendiri dalam bahasa Dawan yaitu Na Bonet yang artinya
mengepung, mengurung, mengelilingi atau melingkari. Dalam konteks Tari Bonet bisa
diartikan menari dengan posisi membentuk lingkaran. Keberadaan Tari Bonet sendiri diyakini
telah ada pada fase pra-sejarah yakni zaman berburu yang dilakukan oleh masyarakat Dawan.
Tarian ini dilakukan sebagai bentuk suka cita karena telah memperoleh binatang buruan
untuk kebutuhan pangan mereka . Dimana sebelum binatang buruan dimasak dan dinikmati
bersama-sama ada sebuah upacara penyucian roh binatang buruan dan juga ritual
persembahan kepada Dewa sebelum makanan itu disantap bersama-sama.
Selama kami KKN seringkali kami ketika mengikuti berbagai kegiatan baik upacara
adat, pesta maupun yang lain masyrakat selalu melakukan tari bonet ketika acara inti sudah
selesai. Tak jarang kami mahasiswa juga ambil bagian dari tari tersebut. Saya sendiri sebagai
mahasiswa Sejarah sangat merasakan getaran budaya ketika tari bonet dilangsungkan, baik
saya mengikuti langsung maupun hanya melihat saja.
Pada suatu momen ketika upacara pengukuhan RT, RW, Kepala Dusun, dan Kepala
Adat Desa Netpala. Para tetua adat melangsukan tarian Bonet tanpa iringan music sound dan
hanya menggunakan nanyian manual dari mereka sendiri. Itu adalah momen paling
mengesankan dari semua tari bonet yang saya lihat selama KKN. Para tetua termasuk Ketua
Desa Netpala disana sanat khidmat melakukan upacara tersebut.

Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbali/tari-bonet-dalam-bingkai-
sejarah-masyarakat-suku-dawan/
Pembuatan Pagar Dan Gapura Merah Putih Di Kawasan Balai Desa Netpala Dalam
Rangka Menyambut HUT NKRI ke-78

Pembuatan Pagar dan Gapura Merah Putih ini merupakan salah satu program kerja
kami di desa Netpala dalam rangka menyambut HUT NKRI yang ke-78. Program ini dimulai
pada tanggal 22 Juli 2023 dan berakhir pada 7 Agustus 2023.
Pada tanggal 22 Juli kami memulai program ini dengan mencari bambu di sekitar desa
lalu kemudian kami angkut ke balai desa. Proses ini memakan waktu cukup lama karena
lokasi bambu yang kita datangi berbeda-beda dan saling berjauhan. Ditambah medan yang
berat yakni naik turun gunung juga bambu yang sangat besar cukup menyulitkan kami dalam
proses pengambilan, sehingga pada tanggal 25 Juli kami baru bisa mengangkut semua bambu
ke balai desa.
Proses berlanjut pada tanggal 26 Juli dimana kami mulai memotong, menghaluskan,
dan memilah bambu beserta merancang pagar yang akan di susun. Kegiatan Pembangunan
pagar ini berlangsung hingga tanggal 31 Juli dari proses pemotongan, penyusunan, hingga
pengecatan.
Kemudian lanjut pada proses pengerjaan gapura yang memakan waktu sampai
seminggu. Proses ini cukup memakan waktu karena adanya kekurangan bambu untuk tiang
gapura juga ditambah kegiatan di kantor camat Mollo Utara. Pada tanggal 1 hingga 4 agustus
pengerjaan gapura baru selesai 50 persen karena kekurangan bahan dan tidak sempat untuk
membeli bahan tersebut, termasuk bambu yang kurang dan belum dicari. Pada tanggal 4-7
Agustus bahan-bahan untuk gapura sudah mulai lengkap. Pengerjaan gapura oleh teman-
teman sudah mulai intens dan berbentuk sempurna. Hingga pada tanggal 7 Agustus gapura
sudah selesai dan siap dipasang. Pemasangan gapura ini dilakukan oleh mahasiswa kkn
danpara masyarakat sekitar karena gapura cukup berat dan angin berhembus cukup kencang.
Gapura yang bertuliskan Drigahayu NKRI ke-78 itu akhirnya selesai kemudian saya
memberikan bendera merah putih yang saya bawa dari rumah untuk dipasang diatas gapura.
Setelah selesai kamipun berfoto-foto sejenak disana untuk mengabadikan jerih payah kami
selama dua minggu terakhir dalam pengerjaan pagar dan gapura,
Semangat Belajar Anak-Anak Desa Netpala

Salah satu program kerja kami di Desa Netpala selama KKN ini adalah program
bimbingan belajar untuk anak-anak yang berlokasi di aula balai desa Netpala. Program ini
difokuskan untuk dilakasankan oleh mahasiswa KKN yang berkuliah di Fakultas Pendidikan.
Saya sendiri yang merupakan mahasiswa Fakultas Ushuludin, Adab dan Humaniora
yang tida memiliki bakat mengajar sendiri tidak tertarik untuk ambil bagian dari program
kerja ini. Namun pada hari-hari awal saya yang melihat proses bimbingan belajar ini tiba-tiba
diminta untuk mengajar salah satu anak membaca. Saya awalnya kebingungan walaupun
akhirnya saya menyanggupi hal tersebut.
Lambat laun anak-anak Desa Netpala tersebut mulai nyaman dengan saya, sehingga
selalu mencari saya ketika tidak ada dalam proses bimbingan belajar. Karena keadaan ini
akhirnya saya ikut andil dalam kegiatan bimbingan belajar walaupun hanya mengajar anak-
anak di jenjang sekolah dasar.
Entah mengapa banyak anak-anak yang kemudian lebih memilih belajar dengan saya
ketimbang dengan teman-teman dari Fakultas Pendidikan. Saya justru awalnya takut
menerapkan metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan standar pendidika karena tidak
pernah mendapatkan materi tersebut.
Namun semangat anak-anak Desa Netpala ini sungguh luar biasa ketika belajar
dengan kami. Bahkan mereka datang lebih awal dari jam yang sudah disepakati. Tak jarang
mereka menunggu saya melaksanakan Shalat Ashar terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar.
Kami kemudian seringkali memberikan hadiah kecil seperti buku, alat tulis dan
makanan ringan agar mereka lebih semangat belajar. Saya sendiri selain memberikan
pembelajaran maple mereka juga sering menceritakan keadaan tanah Jawa kepada mereka,
bahkan tak jarang mereka bertanya tentang Islam ketika mereka melihat saya ketik Shalat.
Mereka sangat menghargai saya walaupun berbeda agama. Saya sendiri yang suka menulis
Aksara Jawa ketika belajar kemudian tidak sengaja terlihat oleh anak-anak tersebut dan
mereka meminta dituliskan nama mereka dalam Aksara Jawa di sampul buku mereka.
Proses bimbingan belajar ini kemudian selesai pada pertengahan Agustus ketika kami
banyak mengikuti kegiatan di kantor kecamatan dalam rangka menyambut hari kemerdekaan.
Kemudian ketika kami berpamitan pulang anak-anak tersebut bersama masyarakat melepas
kami dengan tangisan haru karena kedekatan kami dengan masyarakat selama ini merupakan
suatu momen berharga bagi kami dan tidak akan terlupakan,
Nama : Muhammad HAKIM Firdausi
NIM : D20194041
Prodi : Manajemen Dakwah

Meneliti sudut pandang dari moderasi beragama dan menguraikan


perbedaan antara beda dan kental pada suatu adat atau istiadat di NTT
UIN KHAS JEMBER
Email : Hebringtop@gmail.com
A. Abstrak

Desa netpala mollo utara adalah sebuah desa terpencil di NTT letaknya sangat jauh dari
kota kupang desa netpala termasuk desa yang berkembang dan kekurangannya salah satunya
adalah air, Saat kami tiba disana kita bekerja sama dengan pemerintahan desa bersama sama
bekerja membangun desa yaitu salah satunya program SDGs atau biasa disebut Pembangunan
berkelanjutan dimana pada saat itu juga kebetulan dana SDGs sudah turun kepada pemerintah
desa.
B. Pendahuluan

Artikel ini saya buat bertujuan untuk melaporkan KKN Nusantara bertema moderasi
beragama di NTT selama dua bulan sebagai laporan akhir dari pertanggung jawaban setelah
akhirnya selesai menjalani tugas dari kampus, karena tema kkn ini adalah moderasi beragama
maka saya akan menulis artikel ini dengan pemikiran dari pemahaman keagamaan yaitu
agama islam
Banyak sekali hal yang berbeda saat saya melaksanakan KKN di NTT yaitu karena
moderasi beragama yang artinya kita harus bisa menerima kenyataan dari sebuah perbedaan
keyakinan, kita dituntut harus bisa toleransi dan juga harus saling menghargai dengan orang
orang yang berbeda dengan kita, namun apabila dalam moderasi beragama ini misalnya saya
malah mengikuti kebiasaan mereka, dan mengikuti keyakinan agama mereka, sehingga
membuat terlena atau lupa, bahkan sampai saya meninggalkan keyakinan saya sendiri maka
itu bukan disebut sebagai moderasi beragama tetapi itu adalah sebuah kemurtadan yang jelas
jelas murtad, maka pada intinya moderasi beragama ini diterapkan untuk bisa menjaga
keyakinan pada setiap masing masing orang dalam beragama dan menghargai keyakinan
agama orang lain yang berbeda dengan keyakinan kita,
selain daripada itu saya juga dilihatkan oleh sebuah culture shock atau istilahnya bisa
dibilang histeris karena suatu perbedaan yang sangat bertentangan dengan syariat islam
walaupun saya tidak akan munafik banyak juga disini orang yang mengaku islam tapi
perbuatannya seperti tidak mengenal agama dan tidak takut kepada Tuhannya dimana
minuman keras, perjudian, pacaran dan seks bebas itu juga ada sama terjadi disana tapi bukan
itu masalahnya dan tidak akan pernah menjadi masalah pada diri kita selama kita berada pada
aturan agama kita maka kita tidak akan terpengaruh oleh mereka seperti pada konteks
moderasi beragama “lakum dinukum waliyadin”.
C. Metode

Dalam hal ini kami mahasiswa, kepala desa bapak Djetron Munne, dan perangkat desa
lainnya bersama turun bekerja langsung kelapangan menerapkan program SDGs dalam hal
ini mahasiswa KKN melakakukan kerja nyata dibawah terik sinar matahari, berikut adalah
beberapa program kerja yang masih saya ingat adalah :

Bikin pagar Tanpa Air bersih dan Berkurangnya Penanganan


kantor desa keleparan sanitasi kesenjangan rabies
Bikin gapura Kehidupan Energi bersih Konsumsi dan Edukasi seksual
kantor desa sehat sejahtara dan terjangkau produksi yang
bertanggung
jawab
Bikin papan Pendidikan Pekerjaan layak Penanganan Sekolah minggu
nama RT/RW berkualitas dan perubahan iklim
pertumbuhan
ekonomi
Berantas Kesetaraan Industri, Ekosistem Sekolah sore
kemiskinan gender inovasi, dan kehutanan
infrastruktur

D. Hasil dan penelitian

Dalam hal ini kita orang islam sebagai minoritas di wiliyah yang mayoritas agama kristen
protestan dimana gereja yang saya teliti disana adalah gereja talmanu dan gereja silo meo
1. Perbandingan manajemen gereja dan masjid

Gereja Persepuluhan Masjid Zakat


Persembahan khusus Infaq
Persembahan Sedekah
kebaktian
Nazar Wakaf
Syukuran
Menurut pendeta Yuli Ambu selaku pengurus gereja protestan di GMIT NTT kotak amal
gereja protestan itu dibagi menjadi 5 bagian dimana masing masing bagian itu memiliki
fungsi dan keutamaanya masing masing bagi umat kristen protestan yaitu adalah :
1. Persepulahan

Persepuluhan adalah kotak amal yang sifatnya wajib untuk diberikan 10% persen dari
penghasilan umat setelah bekerja selama satu bulan lalu diberikan kepada gereja semisal gaji
bulannya 3 juta rupiah maka persepuluhan yang harus diserahkan adalah 300 ribu rupiah
2. Persembahan khusus

Sedangkan persembahan khusus sifatnya tidak wajib yaitu digunakan untuk


pembangunan gereja, penginjilan, aksi sosial, dan lain sebagainya
3. Persembahan kebaktian

Persembahan kebaktian juga sifatnya tidak wajib dan diberikan ketika hari minggu rutinan
setiap ibadah di gereja
4. Nazar

Nazar adalah persembahan kepada Tuhan Yesus ketika seorang hamba ingin meminta suatu
hajat atau keinginan seperti ingin membeli sesuatu, harapan, atau cita cita
5. Syukuran

Nah biasanya setelah nazar itu tercapai umat kristen akan memberikan persembahan
syukuran sebagai tanda terimakasih kepada Tuhan yesus karena telah mengabulkan
keinginannya
Sedangkan di dalam masjid atau islam pun juga memiliki 4 amal yaitu :
1. Zakat

Adalah bagian dari rukun islam yang sifatnya wajib bagi orang islam yang mampu dan
dibayarkan setiap bulan ramadhan yaitu beras sebanyak 3,5 kg atau senilai kurang lebih 40
ribu rupiah
2. Infaq

Adalah memberikan sebagian harta untuk masjid atau untuk kepentingan ummat bersama
3. Sedekah

Memberikan sebagian harta kepada siapapun dengan ikhlas dan mengharap ridho dari Allah
Swt
4. Wakaf

Wakaf adalah memberikan harta yang besar untuk kepentingan ummat seperti membangun
masjid, yayasan pendidikan islam, tanah, rumah, sawah, dan sebagainya.
2. Toleransi makanan

Ada fenomena yang baru yang saya jumpai saat berada didesa netpala NTT yaitu dalam
perayaan pesta atau pernikahan mereka adalah orang orang yang memakan daging babi,
anjing, dan minum alkohol sedangkan mereka sudah mengetahui bahwa orang islam tidak
boleh makan babi, anjing, dan minum alkohol karena diharamkan maka mereka memisahkan
anatara meja yang halal dan meja yang non halal
Dan satu hal lagi yang membuat saya tercengang adalah ketika ada penyembelihan ayam,
kambing, atau sapi jika disitu yang makan ada orang islamnya juga maka yang harus
menyembelihnya adalah orang islam begitulah sikap saling menghormati yang ada didesa
netpala NTT. Tak hanya sampai situ cerita ini disalmpaikan langsung oleh kak ardy selaku
salah satu warga didesa netpala yaitu ada suatu keunikan didesa NTT yang bernama suku boti
keunikannya adalah terletak kepada kebaikan moral warganya dan juga suku ini sudah diakui
kebaikannya oleh semua suku suku yang ada di NTT, Suku Boti tidak memiliki agama
apapun keyakinannya mesih menyembah alam mirip seperti hindu atau budha, suku ini
dibagi menjadi dua bagian yang pertama Boti dalam dan Boti luar
a. Boti dalam

Boti dalam adalah warga boti yang tidak di izinkan untuk keluar meninggalkan suku tersebut
oleh kepala sukunya supaya untuk menjaga dan melestarikan adat istiadat suku tersebut
sampai memiliki anak cucu penerus dan biasanya dalam suatu keluarga anak pertamanya
akan menjadi penghuni Boti dalam
b. Boti luar

Nah sedangkan boti luar adalah warga suku boti yang sudah pergi dari suku tersebut dengan
berniat untuk sekolah pendidikan tinggi, bekerja, menikah, dan memiliki agama baru.
Biasanya boti luar ini adalah anak kedua atau terakhir dari suatu keluarga yang diiznkan oleh
kepala sukunya

3. Jawa juga punya toleransi kepada minoritas

banyak media masa yang memberitakan bahwa nusa tenggara timur adalah provinsi paling
toleransi nomor satu di indonesia dan menurut media bisnis.com urutan provinsi paling
toleransi
1. NTT 81,07
2. Papua 80,20
3. Sulawesi utara 78,63
4. Papua barat 78,63
5. Bali 77,95
6. Kalimanatan barat 77,61
7. Maluku 76,30
8. Kalimantan tengah 76,20
9. Kepulauan riau 76,20
10. Jawa tengah 76,03

Tapi disini saya berfikir apakah jawa tidak memiliki tingkat toleransi yang tinggi apa
alasannya dan siapa yang memberikan nilai tersebut bukankah itu agak terlalu berlebihan
sehingga jawa tidak dinobatkan diperingkat pertama malah mirisnya jawa berada diperingkat
nomor 10 toleransi beragamanya buktinya magelang di jawa tengah sudah diakui menjadi
kota paling toleransi itu menandakan kota magelang berhasil menjadi daerah yang mampu
menjaga toleransi antara umat beragama sekaligus suku dan etnis
4. Marga orang NTT

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2020, jumlah populasi penduduk di nusa tenggara
timur sebanyak 5,326 juta jiwa yang terdiri dari berbagai suku dan sub suku bangsa. Tercata
setidaknya ada 45 lebih suku bangsa yang terdiami kawasan provinsi nusa tenggara timur
Dari beberapa suku diatas yang masih saya ingat adalah abui, alor, belagar, deing, kabola,
kawel, kelong, kemang, kramang, kui, lemma, maneta, mauta, seboda, wersin, dan wuwuli
sedangkan untung pendatang yang tinggal di NTT dan tidak punya marga biasanya disebut
sebagai kase contoh bapak lukman hakim maka menjadi lukman hakim kase dan jika
menikahi wanita nusa tenggara timur dan berkeluarga maka nama istrinya akan mengikuti
nama belakang suaminya misalnya ririn menjadi ririn hakim, begitupun sebaliknya jika yang
pendatang adalah perempuan dan menikah dengan orang nusa tenggara timur yang
perempuan ini akan ikut dengan nama marga suaminya
Dan hanya beberapa marga di NTT yang masih saya ingat diantaranya kleiden, raja,
mauboi, mesak, atamang, betti, hurek, kabisu, moa, kraeng, pani, dalu, seda, wala, woe,
tende, dewa, amarasi, amanatun, nomleni, taupan, isu dan masih banyak lagi
NTT juga memiliki bahasa daerah yang banyak sekitar 68 bahasa yang tersebar seperti
bahasa dawan, bahasa manggarai, bahasa kambera, bahasa rote, dan bahasa abui
Nomor 5 dan 8 adalah bonus atau pemanis sebagai fakta dan sejarah NTT pada zaman
penjajahan jepang dan belanda
5. Tradisi menyambut tamu

Oleh : Defri Noksi Sae


Masyarakat Timor Tengah Selatan dalam menjalani tugas dan tanggungjawab masih
terikat dengan budaya yang melekat sejak sedia kala, hal serupa dilaksanakan di desa Napi,
kecamatan Ki'e. Kamis, 18 Juni 2020.
Ritual adat dilaksanakan pada saat penerimaan tamu terhormat atau bagi masyarakat
lokal yang menganggap bahwa tamu tersebut akan membuahkan edukasi, manfaat dan segala
bentuk nilai positif.
Di Desa Napi pada tanggal 18 Juni dilaksanakannya kegiatan di kampung Keluarga
Berencara (KB) yang memberlakukan ritual adat tersebut, ritual diawali dengan seorang tetua
adat atau jubir yang melantunkan syair adat penyambutan (natoni) yang memiliki pesan akan
baik atau tanda selamat datang.
Diikuti dengan penyerahan kain tenun berupa salendang atau selimut (mau) yang
dikalungkan di leher para tamu sebagai bentuk penghormatan kepada tamu.
6. Jenis tarian yang ada di NTT

Tari Perang, merupakan sebuah tarian yang menunjukkan sifat-sifat keperkasaan dan
kepandaian bermain senjata, seperti cambuk dan perisai. Tari Cerana, adalah tarian tentang
penyambutan tamu, yang melambangkan bagaimana menyambut tamu. Para penari
membawa tempat sirih yang biasa disebut Cerana, kemudian diserahkan kepada para tamu
sebagai tanda kehormatan dan ucapan selamat datang.
Tari Kataga, yaitu tarian bagian dari upacara ritus, yaitu upacara penyembahan terhadap
arwah nenek moyang supaya terhindar dari kemiskinan. Tari Higimitan, merupakan tarian
menggambarkan kasih sayang antara pria dan wanita. Dalam tarian ini seorang wanita
meminta kepada seorang pria untuk diambilkan sirih pinang yang kuning di pohon yang
sangat tinggi sebagai tanda cintanya. Tari Gareng Lameng, adalah tarian yang dipertunjukan
untuk upacara khitanan yang bertujuan ucapan selamat dan memohon berkat kepada Tuhan
supaya yang dikhitan sehat dan hidupnya dalam kesuksesan.
7. Cerita rakyat sonbai menentang belanda hingga 3 turunan

Rakyat Sonbai merupakan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berada dalam
naungan Dinasti Sonbai. Dinasti Sonbai merupakan salah satu dari banyak kerajaan yang ada
di Nusa Tenggara Timur pada abad ke-18 masehi. Di tengah tekanan dan dominasi
pemerintah kolonial untuk menguasai wilayah-wilayah Indonesia, khususnya di Nusa
Tenggara Timur, Sonbai adalah salah satu dinasti yang paling keras melawan. Perlawanan
Dinasti Sonbai pun berlangsung selama tiga generasi raja. Di antara raja-raja Sonbai yang
keras menolak tunduk kepada Belanda adalah Raja Sonbai I, Sobe Sonbai II,
dan Sobe Sonbai III. Baca juga: Cerita Rakyat NTT tentang Asal Usul Nenek Moyang
Perlawanan Sonbai I Pada dasarnya, perlawanan rakyat NTT terhadap Belanda telah
berlangsung di berbagai wilayah. Misalnya, masyarakat Lidak di Belu melakukan perlawanan
pada 1857. Namun, perlawanan masyarakat Lidak berlangsung singkat karena sangat
tertindas. Di sisi lain, Dinasti Sonbai telah menentang Belanda jauh sebelum adanya
perlawanan masyarakat Lidak.
Dinasti Sonbai telah menentang upaya ikut campur tangan Belanda terhadap wilayah
NTT paling tidak sejak tahun 1700-an di bawah kekuasaan Raja Sonbai I. Beberapa upaya
perlawanan yang dilakukan Raja Sonbai I adalah dengan menolak menandatangani perjanjian
kerja sama dengan Belanda. Atas sikap kerasnya tersebut, Belanda benar-benar menganggap
Dinasti Sonbai di bawah kekuasaan Raja Sonbai I, adalah tantangan besar. Salah satu cara
yang dilakukan Belanda untuk meredam perlawanan Dinasti Sonbai adalah
dengan menangkap sang raja. Ia kemudian diasingkan ke Batavia dan meninggal pada 1785.
Meskipun Raja Sonbai I telah meninggal, bukan berarti perlawanan terhadap Belanda juga
padam. Dinasti Sonbai justri melakukan perlawanan kian keras terhadap Belanda. Baca
juga: Perlawanan Rakyat Banten terhadap VOC Perlawanan Sobe Sonbai II Upaya
menentang Belanda selanjutnya dipimpin Sobe Sonbai II. Sengitnya konflik antara Dinasti
Sonbai dengan pihak kolonial kemudian memaksa Belanda menerapkan taktik pecah belah
pada 1823. Pihak Belanda kemudian menghasut kerajaan-kerajaan kecil di bawah naungan
Dinasti Sonbai agar memisahkan diri. Dengan begitu,
Belanda lebih mudah menyerang Dinasti Sonbai. Politik pecah belah yang dilancarkan
Belanda tampaknya berjalan cukup lancar. Beberapa kerajaan kecil di bawah Dinasti Sonbai
berangsur memisahkan diri. Kerajaan kecil Kono dan Oematan benar terhasut oleh taktik
Belanda yang membuat mereka memberontak terhadap Sonbai. Pemberontakan itu dikenal
dengan peristiwa Perang Bijili tahun 1823. Kemudian, kerajaaan lain seperti Amfoang, Pitai,
Takaeb, juga turut memisahkan diri dari Dinasti Sonbai dan sesegera mungkin diakui
kedaulatannya oleh Belanda. Meskipun kondisi Sonbai agak runyam pada masa ini, dinasti
itu tetap gagah dengan sikapnya yang menentang dan melawan Belanda. Keteguhan sikap
Dinasti Sonbai ini, ternyata menarik perhatian beberapa kerajaan kecil lainnya yang masih
teguh melawan Belanda. Pada 1836, Sonbai bersama tiga kekuatan kerajaan kecil yang
memihak kepadanya, menyerang pusat pemerintahan Belanda di Kupang, NTT.
Serangan Sonbai dan sekutunya belum memberikan dampak yang besar dan dapat
dikatakan gagal. Baca juga: Siapa Pemimpin Perang Jawa? Pada 1847, Belanda melancarkan
serangan besar-besaran ke berbagai kekuatan di NTT. Hasilnya, banyak wilayah yang
dikuasai Belanda, tetapi tidak dengan Sonbai. Berselang beberapa saat kemudian, serangan ke
Sonbai terjadi lagi di bawah pimpinan Residen Baron van Lynder. Misi penangkapan Sobe
Sonbai ini tetap gagal, tetapi beberapa prajurit dan menantu Sobe Sonbai II ditawan. Belanda
kemudian menerbitkan “Timor Traktat” yang berisi pembagian wilayah tanpa menghiraukan
kedaulatan kerajaan. Traktat ini pun menyulitkan Sonbai dalam bertindak. Perlawanan Sobe
Sonbai III Pada masa kekuasan Sobe Sonbai III, perlawanan terhadap Belanda juga tidak
surut. Salah satu upayanya adalah mendirikan benteng-benteng pertahanan. Benteng-benteng
yang didirikan oleh Sobe Sonbai III meliputi: Benteng Ektob, terletak di Desa Benu dan
dijaga oleh O’neno dan Tean Suan. Benteng Kabun, dibangun di Desa Fatukona dan dijaga
oleh Meo Kusi Nakbena dan Beu Ebnani. Benteng Fatusiki, lokasinya berada di Desa
Oelnaineno dan dijaga oleh Meo Totosmaut. Belanda yang telah kewalahan menaklukan
Sonbai yang menentang sejak tahun 1700-an, kemudian melancarkan taktik. Akhirnya, Sobe
Sonbai III berhasil dikelaui dan ditangkap Belanda pada 1906. Raja Sobe Sonbai III
kemudian dibuang ke Sumba, beberapa lama kemudian dibawa kembali ke Kupang, dan
meninggal pada 1923.

8. Battle of timor atau perang oase

Oesao adalah nama Kelurahan di Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa
Tenggara Timur! lokasinya sekitar 25 kilometer ke arah Timur menuju ke Kabupaten Timor
Tengah Selatan.
Perang Oesao atau Battle of Timor adalah Pertempuran di pulau Timor pada dua daerah
koloni Belanda dan Portugis, masing-masing di front Timor-Barat (Belanda dan Australia)
dan di front Timor-Timur (Portugis) menghadapi invasi tentara kekaisaran Jepang di divisi
Pasifik Perang Dunia II.

Mengapa pulau Timor begitu penting bagi Jepang? jika melihat kampanye yang sama
dilakukan pasukan Nippon di Timor, Ambon dan Papua, maka bisa disimpulkan bahwa tiga
kawasan ini cuma langkah kecil dari skema perang Jepang karena ‘the next big step’ adalah,
apa lagi kalo bukan Australia sebagai salah satu enemy mereka di Pasifik.

Latar Belakang

Pada akhir 1941, Pulau Timor dibagi secara politis antara dua kekuatan Kolonial:
Portugis di sektor Timur dengan ibukota Dili, dan Belanda di bagian Barat dengan pusat
administrasi Kupang termasuk sebuah kantung Portugis di Oekusi yang berada dalam
wilayah koloni Belanda. Pertahanan Belanda secara keseluruhan saat itu diprediksi
berkekuatan 1000 personil dimana sebagian besar berada di Kupang.

Pada 7 Desember 1941 Perang Dunia II pecah setelah Jepang menyerang Pearl
Harbor. Februari 1942 Australia dan Belanda membuat kesepakatan yang isinya antara lain:
bahwa bilamana Jepang memasuki kancah Perang Dunia II divisi Pasifik dengan dukungan
poros Axis (gabungan Jerman, Italia dan Jepang), maka Australia akan menjadi partner
Belanda di daratan Timor dengan menyediakan pesawat, peralatan perang termasuk pasukan
untuk memperkuat Belanda.

Sebagai tindakan preventif sekaligus follow-up kesepakatan tersebut maka pasca


Pearl Harbor, Australia mengirimkan kekuatan kecil yang bernama Sparrow Force ke Kupang
pada 12 Desember 1941 yang dipimpin Letnan Kolonel William Leggatt dengan kekuatan
1.400 personel. Unit ini kemudian berdifusi dengan tentara Belanda di Timor dibawah
komando Letnan Kolonel Nico van Straten.

Sparrow Force ditempatkan di sekitar Kupang, dan lapangan udara Penfui, beberapa
unit lain diposisikan di Kelapa Lima, Oesapa Besar dan Babau, sementara untuk basis
pasukan ditempatkan di Camplong. Pada saat itu, Portugal menolak kerja sama dengan
Sekutu (di pualu Timor) dalam sebuah pakta netralitas bilamana terjadi invasi Jepang di
Timor karena Jepang telah menyatakan kepada mereka bahwa akan menghargai sikap
Portugis jika mereka menempatkan diri sebagai pihak netral (tapi pada akhirnya Nippon
menyerang Timor-Portugis).

Penolakan ini jelas akan mengakibatkan beberapa sektor Barat menjadi sangat terbuka, dan
sebagai respon atas penolakan tersebut, maka pada 17 Desember 1941 gabungan 400-an
prajurit Belanda-Australia menginvasi Timor Portugis. Pendudukan ini diprotes PM Portugal,
António de Oliveira Salazar ke pihak Sekutu, sementara Gubernur Timor Portugis
menyatakan diri sebagai tahanan untuk menjaga netralitas. Tidak ada perlawanan Portugal
atas invasi kecil ini tapi pemerintahan lokal dan penduduk pribumi setempat secara diam-
diam umumnya mendukung penempatan kekuatan Sekutu di wilayah mereka, bahkan mereka
membantu secara logistik.

Jalannya Pertempuran
Pada 20 Februari 1942, diawali dengan serangan artileri dan bom dari udara yang
intens, Jepang mendaratkan 2 resimen batalyon 228 dengan kekuatan 4000 personel di sisi
Barat Daya Kupang, tepatnya di muara sungai, pantai Oepaha. Untuk mendukung gerakan
infanteri Jepang tersebut, 5 tank (Tipe 94 tankette) diikut sertakan dalam serangan ini. Dari
lokasi pendaratan tersebut pasukan Jepang membagi pasukan mereka menjadi dua kelompok
dengan arah pergerakan ke bagian Utara.

Kelompok pertama bergerak menuju jantung kota Kupang melalui Oepura dan dari
situ mereka terus menekan pasukan sekutu pada basis mereka di Kelapa Lima – Oesapa Besar
(termasuk lapangan terbang Penfui) – Tarus – Oebelo – Babau – Oesao.

Grup Kedua bermanuver dengan rute Baun – Oekabiti – Oesao tujuan pasukan ini
adalah untuk menghadang laju pergerakan pasukan Sekutu yang mundur ke basis Camplong,
penghadangan akan dilakukan di Oesao.

Untuk mencegah penggunaan bandara Penfui oleh militer Jepang maka Letnan
Kolonel Leggatt memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan lapangan udara tersebut
dalam skala masif, namun pertempuran sebenarnya dari perang ini bahkan belum dimulai
sama sekali oleh Nippon.

Taktik Sekutu untuk mundur ke basis Camplong sudah diprediksikan oleh Jepang,
saat koalisi pasukan Australia-Belanda bergerak mundur ke Camplong mereka takkan pernah
menduga bahwa ‘Hidangan Utama Pertempuran di Timor’ akan tersaji di depan mata
beberapa saat lagi, karena Jepang telah menerjunkan 300 – 500 pasukan payung pada dua
lokasi berbeda, di sebelah Timur dan bagian Utara Oesao. Sebagian Resimen Sparrow Force
telah diperintahkan untuk terus bergerak ke sektor Timur, sementara Leggatt dan sebagian
pasukannya lagi bertarung hidup-mati untuk menjinakan pasukan payung Jepang.

Pertempuran antara pasukan sekutu dibawah komando Letnan Kolonel William


Leggatt dan pasukan payung Jepang berlangsung di Oesao, konflik frontal inilah yang
kemudian dikenal dengan sebutan ‘Battle of Timor’ atau orang Kupang menyebutnya dengan
‘Perang Oesao’. Skema perang Jepang yang memisahkan dua unit pasukan Oepaha namun
akhirnya bertemu kembali dan selanjutnya bergabung dengan tentara payung mereka di
Oesao ini bisa menjelaskan bahwa siasat ini bertujuan untuk menjadikan Oesao sebagai
‘neraka’ pertempuran frontal melawan sekutu.

Taktik ini seperti mau menjadikan Oesao sebagai ‘ladang pembantaian’ tentara sekutu
tapi lambatnya laju Infanteri mereka mengimbangi pergerakan tentara payung berakibat
mengerikan, pasukan udara mereka yang terjun di Oesao tak mendapatkan dukungan apapun
dari batalyon infanteri mereka yang masih tertinggal beberapa jam, sehingga mereka harus
bertarung sendirian melawan pasukanb sekutu hingga Oesao berubah menjadi ‘rumah jagal’
bagi pasukan payung Jepang dan meski akhirnya memenangkan perang tapi kekalahan
Jepang di Oesao disebut-sebut sebagai kekalahan terburuk mereka di Timor!

Setelah baku hantam selama 4 hari dalam pertempuran terbuka dan paling berdarah di
tanah Timor pada era modern (konon perang ini berlangsung hingga kedua pasukan
kehabisan amunisi sama sekali dan untuk bisa selamat atau bertahan hidup, para prajurit dari
kedua belah pihak bergantung dari kelihaian masing-masing dalam menggunakan bayonet),
dalam clash ini batalyon Leggat kehilangan 84 personel tapi mereka berhasil membunuh
semua tentara payung kecuali 78 orang yang berhasil lolos! Namun tak ada pesta perayaan
kemenangan karena sekelompok pasukan infanteri Jepang yang tengah bergerak dari pantai
Selatan telah tiba di Oesao dan berhasil menggabungkan diri dengan 78 prajurit yang selamat
tadi.

Pada pagi hari 23 Februari jam 10:00 Jepang mengultimatum pasukan Leggatt agar
‘Menyerah atau Mereka akan Dibombardir terus menerus tanpa ampun’ Jepang juga
mengkofirmasikan bahwa terdapat 23.000 pasukan infanteri mereka yang sedang bergerak
menuju ke Oesao dan sekitarnya. Tak butuh waktu lama untuk Jepang untuk membuktikan
ancaman mereka karena pada jam 10:10 pemboman terhadap konvoi Leggatt dimulai dan
berhasil menghancurkan 4 tank sekutu.

Dengan situasi seperti ini ketika pasukannya kehabisan amunisi, mengalami kelelahan
secara fisik dan mental setelah bertempur selama 4 hari, dimana sebagian yang alami luka
berat, Leggatt tak memiliki banyak pilihan selain menerima tawaran Jepang untuk menyerah.

Akhirnya batalyon Leggatt menyerah kepada Jepang di Oesao pada 23 Februari 1942
dengan kondisi, 84 orang tewas dan 132 terluka dan dalam 2 ½ tahun berikutnya sebagian
besar dari mereka tewas sebagai tawanan perang.

Jepang terus mengejar sebagian pasukan Sparrow Force yang terdiri dari 290 tentara
Australia dan Belanda yang bergabung dengan sebagian pasukan di Soe. Serombongan
konvoi Jepang telah memasuki jembatan diatas Sungai Noelmina tapi mereka mundur karena
terus ditembaki oleh Sparrow Force.

Untuk memutus pergerakan Jepang, akhirnya jembatan Noelmina diledakan. Sparrow


Force terus bergerak hingga ke Atambua untuk bergabung dengan 100 tentara di sana lalu
masuk ke Timor-Timur untuk bergerilya.

Pada akhir Februari, Jepang telah menguasai sebagian besar teritori Timor-Belanda
dan Timor-Portugis di daerah sekitar Dili di timur laut. Namun, mereka tidak bisa bergerak
ke Selatan dan Timur karena pasuan Sekutu di kawasan itu bahu membahu bersama
penduduk pribumi melakukan perlawanan secara gerilya melawan Jepang.

Pada Juni, Jenderal Douglas MacArthur menyetujui proposal Jenderal Thomas


Blamey ttg serangan Sekutu dalam skala penuh di Timor dengan pasukan amfibi dan divisi
infanteri (setidaknya 10.000 personil) jika ingin merebut kembali daerah-daerah di kawasan
Timur, Blamey merekomendasikan bahwa kampanye di Timor harus dipertahankan selama
mungkin, namun tidak diperluas.

Pada Agustus, Divisi ke-48 Jepang dari Filipina dibawah komando Jenderal Yuitsu
Tsuchihashi tiba di Kupang, Dili dan Malaka, untuk menggantikan detasemen Ito.
Tsuchihashi kemudian melakukan tindakan dan merekrut warga sipil Timor, untuk
mendptkan info secara rahasia ttg tentara Sekutu.

Pada akhir 1942, ada 12.000 tentara Jepang di Timor dan dibutuhkan minimal tiga
divisi Sekutu, dengan dukungan penuh udara dan laut untuk merebut kembali pulau itu. Dan
mustahil untuk dilakukan karena kawasan Timur Indonesia khususnya pulau Timor tidak
termasuk dalam ‘cetak biru’ skema perang tentara sekutu di Asia Pasifik, karena kampanye di
Timor dinilai memiliki nilai strategis yang kecil.

Selama pendudukan Jepang di Timor diperkirakan 40.000 sampai 70.000 orang Timor
dan warga sipil Portugis meninggal, tentara Sekutu 450 orang kehilangan nyawa, sementara
lebih 2.000 orang Jepang tewas.

E. Kesimpulan

Kesimpulan dari artikel saya ini adalah memang benar adanya bahwa bangsa indonesia ini
adalah kaya akan keberagaman agama dan budaya teteapi hal itu bukan untuk dipeributkan
melainkan untuk bisa saling menghargai antara satu sama lainnya karena kita hidup dibawah
pancasila dan berdampingan maka junjung tinggi rasa kemanusiaan tanpa melihat agama, ras,
suku, dan lain sebagainya

Semua agama pasti mengajarkan kebaikan apapun itu keyakinannya akan tetapi semuanya itu
kembali kepada diri orangnya masing masing karena semua orang punya hak dan bebas
menentukan agama dan keyakinannya masing namun konsep pluralisme dalam keyakinan itu
juga tidak dibenarkan intinya lakum dinukum waliyadin

Dari hasil penelitian yang saya temui ternyata memang benar toleransi orang NTT terutama
orang kristen dalam hal makanan itu memang mereka punya dan sudah ditanamkan oleh
orang tua mereka sejak dini jadi tidak perlu khawatir tentang makanan yang disuguhkan oleh
orang NTT akan tetapi kita sebagai orang islam juga patut waspada dan juga untuk berhati
hati dan curiga kepada makanan yang mereka berikan dan itu wajib kita tanyakan dulu
perihal makanan yang mereka sediakan

Marga orang NTT juga ternyata memiliki fungsi khusus dalam bidang sosial pekerjaan dan
pernikahan yaitu diantaranya adalah jika orang yang memiliki kesamaan marga maka akan
mudah mendapatkan pekerjaan dan juga dalam urusan perkawinan yaitu dalam marga yang
serupa tidak boleh menikah kecuali dengan yang berbeda marga

F. Daftar pustaka

1. Pendeta yuli A. Ambui wakil ketua gereja GMIT protestan


2. Bapak Djetron Munne kepala desa netpala mollo utara
3. NTTBANGKIT.COM
4. Bisnis.com
5. MAGELANGEKSPRES,DISWAY.ID

Anda mungkin juga menyukai