Anda di halaman 1dari 22

Cerita Rakyat Tentang Sampuraga Si Anak Durhaka

Pada zaman dulu, hiduplah seorang janda tua dan anak laki-lakinya di sebuah
kampung yang sepi. Anak laki-laki itu bernama Sampuraga. Hidup mereka bisa
dibilang miskin, namun mereka tetap saling menyayangi dan bahagia. Untuk bisa
menghidupi kehidupannya sehari-hari, mereka mencari kayu bakar untuk dijual dan
juga menjadi buruh upah di lading orang lain. Keduanya sangat jujur dan rajin dalam
bekerja sehingga banyak yang suka kepada mereka.
Suatu hari, di bawah pohon rindang Sampuraga dan juga majikannya beristirahat
sembari menikmati makan siang dan berbincang-bincang setelahnya mereka
bekerja dari pagi.
Sampuraga, usiamu masih muda. Kalau boleh aku sarankan, kamu sebaiknya pergi
ke negeri yang penduduknya hidup makmur dan sangat subur. Ucap majikannya
yang Tuan maksud itu negeri mana? Sampuraga penasaran
Namanya negeri Mandailing, rata-rata penduduk disana memiliki lading dan juga
saha. Karena tanah disana memiliki kandungan emas, maka dengan mudah mereka
mendapatkan uang hasil dari mendulang emas di sungai. Majikan menjelaskan
Sebenarnya saya sudah lama ingin merantau untuk mnecari pekerjaan yang baik
dan bisa membahagiakan ibu saya. Ucap Sampuraga sungguh-sungguh
Begitu

mulia

cita-citamu,

Sampuraga!

Memang

kamu

anak

yang

berbakti. Majikannnya memuji


Setelahnya ia berbincang seperti itu dengan majikannya, Sampuragapun pulang dan
mengutarakan keinginannya kepada sang ibu.
Bu, aku ingin merantau untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Aku ingin
mengubah nasib kita yang terus-terusan menderita.
Mau kemanakah engkau akan pergi anakku?. Ibunya bertanya

Aku akan pergi ke Negeri Mandailing bu, majikanku tadi bilang kalau negeri disana
penduduknya hidup makmur dan sejahtera karena tanahnya yang begitu
subur jelas Sampuraga
Pergilah anakku! Meskipun ibu sangat khawatir tidak bisa bertemu lagidenganmu
karena usia ibu yang semakin tua, namun tak ada alasan untuk ibu melarangmu
pergi. Maafkan ibu karena belum bisa membahagiakanmu selama ini, anakku.
Terima kasih Ibu! Aku berjanji jika sudah berhasil nanti akan kemabli menemui ibu,
doakan anakmu bu!. Sampuraga meminta restu.
Ya, Anakku! Siapkan bekal yang akan kamu bawa!.
Esok harinya, Sampuraga siap untuk berangkat dan berpamitan kepada ibunya.
Bu, aku berangkat! Ibu harus jaga kesehatan, dan jangan terlalu bekerja terlalu
keras!.
Ya anakku, berhati-hatilah kamu dijalan, cepat kembali jika kau sudah berhasil
disana.
Sampuraga pun berpamitan sambil mencium tangan ibunya dengan hati yang
sangat haru. Air matapun keluar dari kelopak mata sang ibu begitupun dengan
Sampuraga. Sampuraga merangkul ibunya, begitupun ibu membalas dengan
pelukan erat dan berkata:
Sudahlah anakku! Jika tuhan menghendaki pasti kita akan bertemu kembali. Ucap
sang ibu.
Sampuraga pun pergi meninggalkan ibunya. Ia pergi di malam hari, melewati
perkampungan dan juga hutan belantara.
Suatu hari, ia sampai di disa yang bernama Sirambas. Melihat negeri itu ia sanagt
terpesona. Penduduknya yang begitu ramah-tamah, masing-masing mereka
memiliki rumah yang begitu indah yang atapnya ijuk. Dan ditengah-tengah
keramaian kota itu berdiri sebuah istana yang begitu mewah. Di setiap sudut kota

terdapat candi yang terbuat dari batu. Semua yang ia lihat menandakan kalau
penduduk disana itu hidup dengan sejahtera.
Sampuraga pun mencoba melamar pekerjaan disana, dan lamaran pertamanyapun
langsung di terima oleh Raja Sirambas. Sang Raja sangat percaya kepadanya,
karena ia anak yang begitu jujur juga rajin bekerja. Sang Raja sudah beberapa kali
menguji kejujurannya ternyata memang ia begitu jujur. Oleh karena itu sang Raja
ingin mengangkatnya

menjadi Raja

dengan menikahkannya

dengan anak

perempuannya yang terkenal sangat cantik di wilayah Sirambas karena memang


sang Raja tidak meiliki seorang anak laki-laki.
Sampuraga, engkau adalah anak yang begitu baik juga rajin. Maukah engkau aku
jadikan menantuku?. Sang Raja bertanya.
Dengan sennag hati, Tuan! Hamba bersedia menikah dengan puteri Tuan.
Jawabnya
Pernikahanpun dipersiapkan sebulan sebelum acara secara besar-besaran, puluhan
ekor kambing juga kerbau disediakan untuk disembelih. Gordang Sambilanpun
sudah di persiapkan untuk menghidur para undangan. Pernikahannya itu sampai
beritanya hingga ke pelosok desa.
Ibu Sampuraga meneruskan hidupnya dengan mencari kayu bakar, untuk bisa
menghidupi dirinya, tapi kerinduannya kepada Sampuraga yang semakin hari
semakin tak tertahankan membuatnya sering sakit-sakitan.
Suatu hari Ibunya memutuskan untuk menyusul anaknya ke Mandailing meskipun
tak tahu dimana anaknya itu tinggal karena memang belum pernah memberikan
kabar apalagi mengenai rencana pernikahannya. Setelah ia mempersiapkan bekal
berangkatlah ke negeri Mandailing dengan berjalan kaki. Lelah dan rasa laparpun
tidak di perdulikannya karena ingin segera bertemu dengan anaknya itu.
Sutau hari, iapun sampai di negeri Sirambas. Disana ia melihat keramaian dan juga
terdengan suara Gordang Sambilan yang bertalu-talu. Sang ibupun mendekat
dengan langkah terseok-seok. Ia terkejut ketika melihat anaknya bersanding

bersama seorang putri yang begitu cantik. Tiba-tiba sang ibupun mendatangi Bagas
Godang di tempat Sampuraga itu bersanding sambil berteriak:
Sampuragaaaa.. ini ibu naaak...
Sampuraga terkejut mendengar namanya itu.
Ah tidak mungkin itu suara ibu sambil matanya mencari-cari sumber suara.
Setelah salah satu pengawalnya memberitahu kalau di Bagas Gadang ada seorang
perempuan

tua,

iapun

keluar.

Dengan

tiba-tiba

sang

ibu

lari

mendekati Sampuraga dan berkata:


anakku Sampuraga! Ini Ibu nak..!. sang ibu mengulurkan tangan hendak
memeluk anaknya itu.
Sampuraga pun serasa di sambar petir ketika ia melihat ibunya itu, ia malu kepada
istrinya dan juga kepada para undangan. Wajahnyapun berubah menjadi merah
membara karena ada nenek tua yang tiba-tiba mengakui kalau ia anaknya.
Perasaannya begitu berkecamuk, ia takut kalau sang Raja tahu kalau ia adalah
ibunya, karena ia sebelumnya sudah bercerita kalau ayah dan ibunya sudah lama
meningal dan ia hidup sebatang kara.
Hei wanita tua Jelek! Enak saja kau mengaku kalau aku ini anakmu! Aku tidak
punya ibu jelek seperti kamu! Pergi kau dari sini! Jangan kau kacaukan
acaraku!. Sampuraga membentaknya.
sampuragaaaa, ini Ibumu yang telah melahirkan dan membesarkanmu nak!
Kenapa kau lupa sama ibu? Ibu sangat merindukanmu. Peluklah ibumu ini nak!.
Tidak! Kau bukan Ibuku! Dan Aku bukan anakmu! Ibuku sudah lama meninggal!
Algojo! Usir perempuan tua jelek ini!. perintah sampuraga.
Hati Sampuraga benar-benar sudah tertutup. Ia tega tidak mengakui ibunya sendiri
dan mengusir serta mengingkarinya. Para undanganpun terharu namun tidak ada
yang bisa berbuat apa-apa. Sang Ibupun di seret keluar oleh kedua pengawal smbil
berderai air mata sang ibupun berdoa:

Ya Tuhan, jika ia benar Sampuraga, berilah ia pelajaran ! karena ia telah


mengingkari ibu kandungnya sendiri!.
Seketika itu juga langit menjadi hitam diselimuti awan yang sangat tebal. Petir
menyambar, hujan turun dengan sangat deras juga Guntur yang menggelegar. Para
undanganpun berlarian menyelamatkan diri sementara sang Ibupun hilang entah
kemana. Dalam waktu yang singkat tempat diadakannya pesta itu tenggelam tak
seorangpun selamat termasuk Sampuraga juga istrinya.
Beberapa hari kemudian, tempat itu berubah menjadi kolam air yang begitu panas.
Disekitarnya terdapat batu kapur yang bentuknya seperti kerbau dengan ukuran
yang begitu besar. Selain itu juga ada unggukan tanah berpasir dan juga lumpur
yang bentuknya seperti bahan makanan. Bentuk itu di percaya jelmaan dari upacara
pernikahan Sampuraga yang terkena kutukan. Kemudian tempat itu diberikan
nama Kolam Sampuraga oleh masyarakat setempat yang letaknya berada di desa
Sirambas (dekat dari pusat kota Panyabungan).

Cerita Rakyat Asal Usul Danau Toba dari Sumatera Utara


Zaman dahulu, di sebuah desa. Tinggallah seorang Pemuda yang bernama Toba. Ia
seorang yatim piatu. Ia selalu menghabiskan waktunya untuk bertani dan memancing
Ikan.

Cerita Rakyat Asal Usul Danau Toba


Ia seorang Pemuda yang sangat rajin. Meskipun lahan pertaniannya tidak luas.
Namun, bisa mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Usia Pemuda tersebut sudah cukup
untuk menikah. Namun, ia memilih hidup sendiri.
Suatu hari, sepulang Toba bertani. Ia langsung bergegas pergi ke sungai untuk mencari
ikan. Sesampainya ia di sungai. Toba langsung melemparkan kailnya dan menunggu
kailnya di makan Ikan. Ia pun sangat berharap agar mendaptkan Ikan. Akhirnya kail
yang ia lemparkan, mulai bergyang-goyang. Ia pun langsung menarik kail tersebut.
Toba sangat senang. Ia mendapatkan Ikan yang sangat besar dan berwarna keemasan.
Ia sangat gembira, dan langsung memasukkan Ikan tersebut ke dalam keranjang Ikan.
Ia pun segera bergegas pulang kerumah dan membayangkan memakan Ikan yang
lezat.

Sesampainya ia di rumah, Ikan pancingannya langsung ia simpan di dapur. Ketika


hendak memanggang Ikan tersebut, ternyata persediaan kayu bakarnya habis. Ia pun
segera mencari kayu bakar ke dalam hutan. Ia pun terus membanyangkan Ikan
panggang yang sangat lezat. Setelah ia mendapatkan kayu bakar, ia segera pulang
kerumah.
Sesampainya ia di rumah, alangkah terkejutnya Toba. Melihat makanan sudah tersedia
di atas meja. Makanan yang terlihat sangat lezat. Namun, ia sangat terkejut dan
bingung. Siapa yang sudah memasak makanan tersebut. Ia pun teringat Ikan
tangkapannya. Ia segera kembali ke dalam dapur. Namun, Ikan tersebut tersebut tidak
ia temukan.
Karena sudah lelah dan perunya sudah terasa lapar. Ia pun langsung memakan
makanan tersebut. Selelai makan ia langsung masuk ke dalam kamarnya. Namun, ia
sangat terkejut ketika membuka pintu kamarnya. Ia melihat seorang Gadis, yang
sedang merapihkan kamarnya. Gadis itu pun sangat terkejut dengan kedatangan Toba.
Ia melihat gadis yang sangat cantik berada dalam kamarnya.
Hei siapa kamu? Kenapa kamu berada dalam rumahku? Tanya Toba.
Maafkan aku Tuan. Namaku Putri. Aku tidak bermaksud untuk mengganggumu.
Aku adalah jelmaan Ikan yang kamu tangkap tadi siang. jawab gadis cantik itu.
Toba masih tidak percaya melihat gadis cantik di hadapannya adalah jelmaan seekor
Ikan.
Jika kamu mengijinkan, bolehkah saya tinggal di sini? Pinta gadis itu.
Baiklah. Kau boleh tinggal di rumahku. Jawab Toba.
Setelah berminggu-minggu Putri tinggal di rumah Toba. Toba mencoba melamarnya
untuk di jadikan istri.
Baiklah Toba. Aku bersedia kau jadikan istri. Namun, ada satu syarat. Kata Putri

Apa syarat itu? Tanya Toba penasaran.


Kau harus berjanji tidak akan menceritakan asal-usulku pada siapapun, dan tetap
menjaga rahasia ini sendiri. Jawab Putri.
Baiklah Putri. Aku tidak akan mengungkit masa lalumu dan menjaga rahasia ini.
kata Toba.
Setelah Toba berjanji akan menjaga rahasia Putri. Mereka pun melangsungkan
pernikahan. Dan hidup bahagia. setelah satu tahun menikah. Akhirnya, mereka di
karuniai seorang Bayi Laki-laki. Bayi Laki-laki tersebut diberi nama Samosir.
Kehadiran Samosir membuat mereka semakin bahagia.

Cerita Rakyat Asal Usul Danau Toba dari Sumatera Utara


Samosir tumbuh menjadi anak yang sehat dan kuat. Namun, Samosir sedikit nakal.
Samosir mempunya kebiasaan dan membuat orang tuanya heran. Ia mudah sekali
lapar. Makanan yang harusnya di makan tiga orang. Ia memakannya sendiri.
Pada suatu hari, Sang ibu menyuruh anaknya untuk mengantarkan makan siang
kepada Ayahnya di ladang. Awalnya Samosir menolak. Namun, karena sang Ibu terus
memaksanya. Ia pun segera bergegas mengantarkan makanan tersebut. Di tengah
perjalanan. Tiba-tiba, perutnya terasa lapar. Ia langsung menghentikan perjalanannya
dan membuka bungkusan makanan yang di bawanya. Ia pun tidak bisa menahan rasa
laparnya dan langsung memakan makanan tersebut. Ia menyisakan nasi dan daging

hanya sedikit. Setelah perutnya terisi, ia melanjutkan perjalanan. Sampai di ladang. Ia


langsung memberikan makanan sisa tersebut kepada ayahnya.
Kedatangan anaknya membuat Toba senang. Karena ia sudah menunggunya dan
menahan lapar dan haus. Namun, pada saat ia membuka bungkusan yang di bawa
anaknya. Ia merasa sangat marah.
Kenapa kau membawa makanan sisa untuk Ayahmu yang seharian ini bekerja?
Tanya Toba marah
Maafkan aku ayah! Di tengah perjalanan tadi. Tiba-tiba perutku lapar, dan memakan
sebagian makanan untuk Ayah. Jawab Samosir merasa bersalah.
Mendengar jawaban anaknya. Toba langsung memukul kepalanya.
Kau anak tidak tahu diri ! aku di sini menunggu dengan kelaparan. Kau malah
memakannya! Dasar kau anak Ikan! ucap Toba tanpa sadar.
Samosir langsung berlari meninggalkan ayahnya, dan segera menemui ibunya. Ia
langsung menanyakan apakah ia benar-benar anak keturunan Ikan.
Mendengar ucapan anaknya. Ibunya sangat terkejut dan menangis, karena suaminya
Toba melanggar rahasianya.
Anakku. Dengarkan Ibu. Sekarang kau naik ke atas bukit lereng yang paling tinggi.
Perintah Ibunya.
Tanpa banyak Tanya lagi. Samosir langsung naik ke atas bukit lereng paling tinggi.
Sang ibu pun segera berlari menuju sungai. Cuaca yang awalnya sangat cerah.
Berubah menjadi gelap gulita. Hujan petir pun menyambar-nyambar.
Pada saat itulah sang Ibu melompat ke dalam air dan berubah menjadi Ikan yang
sangat besar. Beberapa menit kemudian, air sungai tersebut meluap kemana-mana.
Lama-kelamaan sengai itu meluas dan akhirnya berubah menjadi Danau yang sangat

besar. Yang saat ini di kenal dengan sebutanDanau Toba. Pulau yang berada
ditengah Danau Toba dikenal dengan nama Pulau Samosir.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Asal Usul Danau Toba adalah tepati janji yang telah
kamu ucapkan.

Puteri Hijau
Cerita Rakyat Medan Deli Putri Hijau
Cerita Rakyat Medan Deli (Sumatra utara)

Sekitar abad 15 dan 16 masehi , berdiri kerajaan di daerah Medan Deli dengan
istana yang diberi nama istana Maimun. Sultan Muhayat Syah adalah raja dari
kerajaan melayu itu.
Beliau memiliki 3 orang anak , anak pertama bernama Mambang Jazid, anak kedua
bernama Mambang Khayali dan anak ketiganya bernama Putri Hijau.
Ketiga anak ini memiliki kekuatan yang hebat , Mambang Jazid mampu merubah
dirinya menjadi Naga , Mambang Khayali mampu merubah dirinya menjadi meriam
dan Putri Hijau mampu mengeluarkan cahaya hijau nan indah saat malam bulan
purnama. Namun ada kelebihan lain yang di miliki Putri Hijau yaitu wajahnya yang
amat cantik jelita serta sifatnya yang ramah dan bersahaja terhadap rakyat sehingga
banyak rakyat yang menyukainya sebagai pemimpin yang bijaksana.
Saat itu malam bulan purnama , seperti biasa Putri Hijau berjalan-jalan di sekitar
taman istana, dari tubuhnya memancarkan cahaya hijau yang indah, bahkan cahaya
itu sampai terlihat oleh sultan kerajaan Aceh yang bersebelahan dengan kerajaan
Deli saat itu.
Sultan Aceh yang terpesona karna melihat pancaran cahaya hijau yang indah dari
kerajaan tetangganya itu , mengutus beberapa pengawal nya untuk mencari tahu
asal dari cahaya itu. Tak perlu waktu lama , para pengawal itu mendapat informasi
bahwa cahaya hijau itu terpancar dari tubuh seorang Putri Raja Deli yang cantik
jelita.
Mendengar informasi dari sang pengawal , membuat Sultan Aceh berkeinginan
untuk mempersunting Putri Hijau. Beragam perhiasan dan beberapa pengawal di
utusnya untuk meminang putri hijau. Namun pinangan dari sultan Aceh di tolak
mentah-mentah oleh Putri Hijau.

Sultan Aceh yang mendengar penolakan pinangan nya itu menjadi murka dan
menganggap kerajaan Deli telah menebar benih peperangan terhadap kerajaan nya.
Ratusan prajurit di utus sultan Aceh untuk menghancurkan kerajaan Deli. Namun
pasukan yang di kirim nya kalah telak oleh pasukan dan benteng pertahanan
kerajaan deli yang terkenal kuat. Lalu Sultan Aceh membuat sebuah siasat licik ,
yaitu menembakkan meriam dengan peluru koin emas.
Dan siasat nya itu berhasil. Para prajurit sibuk mengutip koin-koin emas yang
berserakkan , di saat seperti itulah pasukan kerajaan Aceh menyerang kerajaan Deli.
Hasil nya kerajaan Deli kalah , namun Mambang Khayali tak terima dengan
kekalahan itu lalu merubah diri nya menjadi meriam dan menembakkan peluru
dengan gencar ke arah musuh.
Karena terlalu lama menembak kan peluru , meriam jelmaan Mambang Khayali
menjadi sangat panas dan akhirnya putus terbelah Dua . Ujung mariam terlempar
jauh hingga ke perbatasan Aceh sedang kan pangkal nya masih bisa kita temui di
Istana Maimun Medan.
Melihat keadaan yang tidak menguntungkan ini , akhirnya kerajaan Deli mengaku
kalah, dan Putri Hijau di bawa oleh pasukan sultan Aceh. Mambang Jazid memberi
persyaratan kepada sultan Aceh untuk tidak menyentuh Putri hijau sampai tiba di
kerajaan Aceh dan memasukkan putri hijau kedalam peti kaca yang telah di siap kan
mambang Jazid , lalu saat tiba di daerah Jambu Air , putri hijau di suruh abang nya
untuk membakar menyan dan menabur kan beras dan telur ke sungai lalu
menyebutkan nama abang nya Mambang Jazid sebanyak 3 kali. Persyaratan itu pun
di terima oleh sultan Aceh karna menurut nya itu hal yang mudah.
Lalu pergi lah sultan Aceh beserta rombongan pasukan nya menggunakan kapal
berlayar di Sungai Deli (dahulu sungai Deli bisa di layari kapal) dan Putri Hijau di
masuk kan ke dalam peti kaca.
Saat tiba di daerah Jambu Air , putri hijau keluar dari peti kaca , lalu mengerjakan
amanat yang di berikan abang nya kepada nya , yaitu menabur beras dan telur di

sungai Deli lalu membakar menyan dan menyebut nama mambang Jazid 3 kali.
''Mambang Jazid , Mambang Jazid ; mambang , Jazid , datang lah abangku ,
selamat kan lah adik mu ini dari genggaman sultan Aceh''.
Tiba-tiba air sungai deli yang tadi nya tenang berubah bergemuruh , langit menjadi
gelap seolah mau turun badai, dan petir menyambar saling bersahutan. Saat seperti
itu , Putri Hijau kembali masuk ke dalam peti kaca.Tak lama muncul seekor naga dari
sungai deli yang tak lain adalah jelmaan Mambang Jazid. Naga itu mengamuk dan
menghancurkan kapal rombongan sultan aceh .
Peti kaca yang berisi Putri Hijau terlempar ke sungai deli dan terapung-apung.
Lalu naga jelmaan Mambang Jazid memasukan peti kaca berisi Putri Hijau ke dalam
mulut nya dan membawa pergi ke laut .
Sampai sekarang tidak ada yang tau , apa kah putri hijau masih hidup sebagai
manusia.
Lagenda ini sampai sekarang masih dikenal dikalangan orang-orang Deli dan
malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia. Di Deli Tua masih terdapat
reruntuhan benteng dari Putri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedangkan sisa
meriam, penjelmaan abang Putri Hijau, dapat dilihat di halaman Istana Maimoon,
Medan hingga saat ini.

Legenda Batu Gantung


Cerita Rakyat Sumatera Utara
Cerita Rakyat Kecamatan Parapat Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

Parapat atau Prapat adalah sebuah kota kecil di tepi Danau Toba, berada di wilayah Kabupaten
Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia. Parapat berada di lintasan jalan raya Medan Padang.
Jarak Parapat dari kota Pematang Siantar hanya 60 Km. Kini kota Parapat menjadi salah satu
andalan tujuan wisata Sumatera Utara. Panoramanya yang sangat indah dengan lereng bukit
yang curam, kota Parapat juga menjadi jalan masuk ke pulau Samosir. Di kota inilah terjadinya
legenda Batu Gantung.
Alkisah, di sebuah desa terpencil di pinggiran Danau Toba Sumatera Utara, hiduplah sepasang
suami-istri dengan seorang anak perempuannya yang cantik jelita bernama Seruni. Selain
rupawan, Seruni juga sangat rajin membantu orang tuanya bekerja di ladang. Setiap hari
keluarga kecil itu mengerjakan ladang mereka yang berada di tepi Danau Toba, dan hasilnya
digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Pada suatu hari, Seruni pergi ke ladang seorang diri, karena kedua orang tuanya ada keperluan
di desa tetangga. Seruni hanya ditemani oleh seekor anjing kesayangannya bernama si Toki.
Sesampainya di ladang, gadis itu tidak bekerja, tetapi ia hanya duduk merenung sambil
memandangi indahnya alam Danau Toba. Sepertinya ia sedang menghadapi masalah yang sulit
dipecahkannya. Sementara anjingnya, si Toki, ikut duduk di sebelahnya sambil menatap wajah
Seruni seakan mengetahui apa yang dipikirkan majikannya itu. Sekali-sekali anjing itu
menggonggong untuk mengalihkan perhatian sang majikan, namun sang majikan tetap saja usik
dengan lamunannya.
Memang beberapa hari terakhir wajah Seruni selalu tampak murung. Ia sangat sedih, karena
akan dinikahkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang pemuda yang masih saudara
sepupunya. Padahal ia telah menjalin asmara dengan seorang pemuda pilihannya dan telah
berjanji akan membina rumah tangga yang bahagia. Ia sangat bingung. Di satu sisi ia tidak ingin
mengecewakan kedua orang tuanya, dan di sisi lain ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan
pemuda pujaan hatinya. Oleh karena merasa tidak sanggup memikul beban berat itu, ia pun
mulai putus asa.
Ya, Tuhan Hamba sudah tidak sanggup hidup dengan beban ini, keluh Seruni.
Beberapa saat kemudian, Seruni beranjak dari tempat duduknya. Dengan berderai air mata, ia
berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya gadis itu ingin mengakhiri hidupnya dengan
melompat ke Danau Toba yang bertebing curam itu. Sementara si Toki, mengikuti majikannya
dari belakang sambil menggonggong.
Dengan pikiran yang terus berkecamuk, Seruni berjalan ke arah tebing Danau Toba tanpa
memerhatikan jalan yang dilaluinya. Tanpa diduga, tiba-tiba ia terperosok ke dalam lubang batu
yang besar hingga masuk jauh ke dasar lubang. Batu cadas yang hitam itu membuat suasana di

dalam lubang itu semakin gelap. Gadis cantik itu sangat ketakutan. Di dasar lubang yang gelap,
ia merasakan dinding-dinding batu cadas itu bergerak merapat hendak menghimpitnya.
Tolooooggg Tolooooggg Toloong aku, Toki terdengar suara Seruni meminta tolong
kepada anjing kesayangannya.
Si Toki mengerti jika majikannya membutuhkan pertolongannya, namun ia tidak dapat berbuat
apa-apa, kecuali hanya menggonggong di mulut lubang. Beberapa kali Seruni berteriak meminta
tolong, namun si Toki benar-benar tidak mampu menolongnnya. Akhirnya gadis itu semakin
putus asa.
Ah, lebih baik aku mati saja daripada lama hidup menderita, pasrah Seruni.
Dinding-dinding batu cadas itu bergerak semakin merapat.
Parapat Parapat batu Parapat seru Seruni menyuruh batu itu menghimpit tubuhnya..
Sementara si Toki yang mengetahui majikannya terancam bahaya terus menggonggong di mulut
lubang. Merasa tidak mampu menolong sang majikan, ia pun segera berlari pulang ke rumah
untuk meminta bantuan.
Sesampai di rumah majikannya, si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan
baru datang dari desa tetangga berjalan menuju rumahnya.
Auggg auggg auggg si Toki menggonggong sambil mencakar-cakar tanah untuk
memberitahukan kepada kedua orang tua itu bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.
Toki, mana Seruni? Apa yang terjadi dengannya? tanya ayah Seruni kepada anjing itu.
Auggg auggg auggg si Toki terus menggonggong berlari mondar-mandir mengajak
mereka ke suatu tempat.
Pak, sepertinya Seruni dalam keadaan bahaya, sahut ibu Seruni.
Ibu benar. Si Toki mengajak kita untuk mengikutinya, kata ayah Seruni.
Tapi hari sudah gelap, Pak. Bagaimana kita ke sana? kata ibu Seruni.
Ibu siapkan obor Aku akan mencari bantuan ke tetangga, seru sang ayah.
Tak lama kemudian, seluruh tetangga telah berkumpul di halaman rumah ayah Seruni sambil
membawa obor. Setelah itu mereka mengikuti si Toki ke tempat kejadian. Sesampainya mereka
di ladang, si Toki langsung menuju ke arah mulut lubang itu. Kemudian ia menggonggong sambil
mengulur-ulurkan mulutnya ke dalam lubang untuk memberitahukan kepada warga bahwa
Seruni berada di dasar lubang itu.

Kedua orang tua Seruni segera mendekati mulut lubang. Alangkah terkejutnya ketika mereka
melihat ada lubang batu yang cukup besar di pinggir ladang mereka. Di dalam lubang itu
terdengar sayup-sayup suara seorang wanita: Parapat Parapat batu Parapat
Pak, dengar suara itu Itukan suara anak kita seru ibu Seruni panik.
Benar, bu Itu suara Seruni jawab sang ayah ikut panik.
Tapi, kenapa dia berteriak: parapat, parapatlah batu? tanya sang ibu.
Entahlah, bu Sepertinya ada yang tidak beres di dalam sana, jawab sang ayah cemas.
Pak Tani itu berusaha menerangi lubang itu dengan obornya, namun dasar lubang itu sangat
dalam sehingga tidak dapat ditembus oleh cahaya obor.
Seruniii Seruniii teriak ayah Seruni.
Serunianakku Ini ibu dan ayahmu datang untuk menolongmu sang ibu ikut berteriak.
Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara
Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu itu merapat untuk menghimpitnya.
Parapat Parapatlah batu Parapatlah
Seruniiii anakku sekali lagi ibu Seruni berteriak sambil menangis histeris.
Warga yang hadir di tempat itu berusaha untuk membantu. Salah seorang warga mengulurkan
seutas tampar (tali) sampai ke dasar lubang, namun tampar itu tidak tersentuh sama sekali. Ayah
Seruni semakin khawatir dengan keadaan anaknya. Ia pun memutuskan untuk menyusul
putrinya terjun ke dalam lubang batu.
Bu, pegang obor ini perintah sang ayah.
Ayah mau ke mana? tanya sang ibu.
Aku mau menyusul Seruni ke dalam lubang, jawabnya tegas.
Jangan ayah, sangat berbahaya cegah sang ibu.
Benar pak, lubang itu sangat dalam dan gelap, sahut salah seorang warga.
Akhirnya ayah Seruni mengurungkan niatnya. Sesaat kemudian, tiba-tiba terdengar suara
gemuruh. Bumi bergoyang dengan dahsyatnya seakan hendak kiamat. Lubang batu itu tiba-tiba
menutup sendiri. Tebing-tebing di pinggir Danau Toba pun berguguran. Ayah dan ibu Seruni
beserta seluruh warga berlari ke sana ke mari untuk menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan
mulut lubang batu, sehingga Seruni yang malang itu tidak dapat diselamatkan dari himpitan batu
cadas.

Beberapa saat setelah gempa itu berhenti, tiba-tiba muncul sebuah batu besar yang menyerupai
tubuh seorang gadis dan seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba.
Masyarakat setempat mempercayai bahwa batu itu merupakan penjelmaan Seruni yang
terhimpit batu cadas di dalam lubang. Oleh mereka batu itu kemudian diberi nama Batu
Gantung.
Beberapa hari kemudian, tersiarlah berita tentang peristiwa yang menimpa gadis itu. Para warga
berbondong-bondong ke tempat kejadian untuk melihat Batu Gantung itu. Warga yang
menyaksikan peristiwa itu menceritakan kepada warga lainnya bahwa sebelum lubang itu
tertutup, terdengar suara: Parapat parapat batu parapatlah
Oleh karena kata parapat sering diucapkan orang dan banyak yang menceritakannya, maka
Pekan yang berada di tepi Danau Toba itu kemudian diberi nama Parapat. Parapat kini menjadi
sebuah kota kecil salah satu tujuan wisata yang sangat menarik di Provinsi Sumatera Utara,
Indonesia.

Si Baroar
Si Baroar Cerita Rakyat Mandailing Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara

Si Baroar adalah sebuah legenda yang mengisahkan tentang asal-usul orang-orang Mandailing
yang bermarga Nasution di daerah Sumatra Utara, Indonesia. Menurut cerita, si Baroar adalah
anak yatim piatu yang berwajah tampan. Ia memiliki wajah yang sangat mirip dengan wajah
putra Sutan Pulungan, Raja dari Kerajaan Huta Bargot. Kemiripan wajah kedua anak tersebut
membuat rakyatnya seringkali keliru menyapa kedua anak itu.

Alkisah, di Mandailing, Sumatra Utara, terdapat sebuah kerajaan kecil yang bernama Huta
Bargot. Kerajaan tersebut terletak di seberang Sungai Batang Gadis. Rajanya yang bergelar
Sutan Pulungan. Ia mempunyai seorang permaisuri dan putra yang masih bayi. Di sela-sela
kesibukannya mengurus kerajaan, Sutan Pulungan sering meluangkan waktu pergi ke tengah
hutan untuk berburu rusa.
Pada suatu hari, Sutan Pulungan bersama beberapa orang hulubalang dan prajuritnya berburu
rusa di sebuah hutan lebat. Sutan Pulungan membawa anjing pemburu kesayangannya yang
sangat pintar dan tangkas bernama Sipamutung. Ketika mereka sampai di tengah hutan,
Sipamutung tiba-tiba berlari kencang menuju ke suatu tempat. Tak berapa lama kemudian, ia
pun terdengar menyalak dengan serunya. Mendengar salakan anjing kesanyangannya tersebut,
Sutan Pulungan segera memerintahkan prajuritnya pergi ke tempat Sipamutung menyalak.
Prajurit Cepatlah kalian susul si Pamutung Aku yakin dia pasti menemukan rusa seru Sutan
Pulungan kepada prajuritnya.
Mendengar perintah itu, beberapa orang prajurit segera berlari ke tempat Sipamutung menyalak.
Setibanya di tempat itu, mereka melihat sebuah banyangan perempuan berkelebat lari dari
bawah sebatang pohon beringin besar. Sementara Sipamutung masih terus menyalak. Ketika
para prajurit tersebut mendekat dan memeriksa ke bawah pohon itu, tampaklah seorang bayi
laki-laki tampan terbaring di atas sebuah batu besar. Tak berapa lama kemudian, Sutan
Pulungan pun tiba di tempat itu.
Hai, Prajurit Mana rusa itu? tanya Sutan Pulungan.
Ampun, Baginda Ternyata Sipamutang menyalak bukan karena menemukan rusa, tapi seorang
bayi, jawab seorang prajurit.
Apa katamu? Seorang bayi? tanya Sutan Pulungan terkejut seraya mendekati bayi tersebut.
Siapa yang meletakkan bayi di atas batu ini? Sutan Pulungan kembali bertanya.
Ampun, Baginda Hamba juga tidak tahu. Tapi, saat baru tiba, hamba dan prajurit lainnya melihat
seorang perempuan berkelebat dengan sangat cepat meninggalkan tempat ini, jawab seorang
prajurit lainnya.

Mendengar penjelasan prajurit tersebut, Sutan Pulungan pun yakin bahwa bayi itu sengaja
dibuang oleh orang tuanya. Akhirnya, ia bersama rombongannya memutuskan untuk berhenti
berburu dan segera membawa pulang bayi malang itu. Setibanya di Negeri Huta Bargot, Sutan
Pulungan menyerahkan bayi itu kepada seorang janda tua bernama si Saua, yang sejak lama
mendambakan seorang anak.
Terima kasih, Baginda Hamba akan merawat bayi ini seperti anak kandung hamba sendiri,
ucap janda tua itu dengan senang hati.
Setiap kali pergi bekerja ke sawah, perempuan tua itu meletakkan bayi tersebut di dalam baroar,
yakni kandang anjing. Oleh karena itu, orang-orang pun menamakan anak itu si Baroar.
Waktu terus berjalan. Si Baroar telah berusia lima tahun dengan wajah yang sangat tampan.
Namun anehnya, wajah dan perawakan si Baroar sangat mirip dengan putra Sutan Pulungan,
sehingga orang-orang di sekitarnya tidak dapat lagi membedakan keduanya. Orang-orang sering
keliru menyapa ketika bertemu dengan salah seorang dari kedua anak tersebut. Jika si Baroar
berjalan-jalan sendirian, orang-orang yang bertemu dengannya selalu memberi hormat
kepadanya dan menyapanya seperti menyapa putra Sutan Pulungan. Tetapi sebaliknya, jika
bertemu dengan putra Sutan Pulungan, mereka memperlakukannya seperti anak orang
kebanyakan.
Saat mengetahui putranya sering mendapat perlakuan demikian dari orang-orang di sekitarnya,
Sutan Pulungan dan permaisurinya merasa sangat terhina. Oleh karena itu, mereka
memutuskan untuk membunuh si Baroar secara rahasia agar tidak diketahui oleh orang banyak.
Pada suatu hari, Sutan Pulungan mengumpulkan seluruh pembesar kerajaan untuk menyusun
rencana pembunuhan rahasia tersebut. Dalam sidang tersebut, ia memerintahkan kepada
pembesarnya agar segera menyelenggarakan upacara adat Sopo Godang, yakni upacara
penggantian tiang besar balai sidang yang sudah lapuk. Sutan Pulungan akan
menyelenggarakan upacara adat tersebut secara besar-besaran di istana Kerajaan Huta Bargot,
karena ia ingin memanfaatkan keramaian itu untuk menutupi perbuatannya membunuh si
Baroar.
Bagaimana caranya kami membunuh si Baroar, Baginda? tanya seorang hulubalang.
Sebelum memasukkan tiang pengganti ke dalam lubang tempat menanamnya, terlebih dahulu
kalian harus menjatuhkan si Baroar ke dalam lubang tersebut, dan menimpanya dengan tiang
pengganti, jelas Sutan Pulungan.
Sutan Pulungan juga memerintahkan kepada seorang hulubalang untuk memberi tanda silang
pada kening si Baroar dengan kapur sirih.
Ampun, Baginda Kenapa si Baroar harus diberi tanda silang? tanya hulubalang lainnya ingin
tahu.

Maksudnya adalah agar kalian bisa membedakan secara pasti yang mana si Baroar dan yang
mana pula putraku, sehingga kalian tidak keliru membunuh si Boroar, jelas Sutan Pulungan.
Setelah mendengar penjelasan tersebut, para pembesar kerajaan segera menyiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam upacara Sopo Godang tersebut. Begitu pula hulubalang yang
telah ditunjuk oleh sang Raja segera mencari si Baroar untuk memberi tanda silang pada
keningnya.
Pada hari yang telah ditentukan, upacara adat itu segara akan dilaksanakan. Seluruh rakyat
negeri yang akan mengikuti upacara adat tersebut telah berkumpul di halaman istana. Dalam
upacara tersebut Sutan Pulungan juga menyelenggarakan berbagai atraksi dan pertunjukan
seni. Hal ini bertujuan untuk mengalihkan perhatian para warga yang hadir agar para hulubalang
dapat melaksanakan tugas untuk membunuh si Baroar tanpa sepengetahuan mereka.
Ketika para warga sedang asyik bersuka ria, para hulubalang pun menyiapkan tiang untuk
dimasukkan ke dalam lubang. Kebetulan saat itu, mereka melihat si Baroar yang sudah diberi
tanda di keningnya sedang berdiri tidak jauh dari mereka. Secara sembunyi-sembunyi, mereka
segera menangkap dan menjatuhkan si Baroar ke dalam lubang, kemudian menimpanya dengan
tiang besar. Tak seorang pun yang mengetahui perbuatan mereka, karena para warga sedang
asyik bersuka ria. Para hulu balang pun merasa lega dan gembira, karena berhasil menjalankan
tugas dengan lancar. Demikian pula yang dirasakan oleh Sutan Pulungan, karena si Baroar yang
selalu membuatnya terhina telah mati.
Namun, sejak acara tersebut dilaksanakan, putra Sutan Pulungan tidak pernah lagi terlihat di
istana. Seluruh keluarga istana menjadi panik dan segera mencari putra Sutan Pulungan.
Mereka telah mencarinya di sekitar istana, namun mereka tetap tidak menemukannya. Sutan
Pulungan pun mulai cemas, jangan-jangan para hulubalangnya keliru dalam menjalankan tugas.
Untuk itu, ia pun segera mengutus seorang hulubalang pergi ke rumah si Saua untuk melihat
apakah si Baroar masih bersamanya. Ternyata benar. Sesampainya di sana, utusan melihat si
Baroar sedang membelah kayu bakar bersama si Saua. Ia pun segera kembali ke istana untuk
melaporkan hal itu kepada sang Raja.
Ampun, Baginda Ternyata si Baroar masih hidup. Ia masih bersama janda tua itu, lapor utusan
itu.
Mendengar laporan itu, Sutan Pulungan langsung naik pitam. Ia sangat marah kepada para
hulubalangnya yang telah keliru menjalankan tugasnya.
Hai, para Hulubalang Kalian telah salah membunuh. Anak yang kalian masukkan ke dalam
lubang itu adalah putraku, bukan si Baroar seru Sutan Pulungan dengan wajah memerah.
Rupanya kekeliruan itu bermula beberapa saat sebelum upacara adat tersebut dilaksanakan.
Putra Sutan Pulungan melihat tanda silang pada kening si Baroar. Karena ingin seperti si Baroar,
ia pun menyuruh seseorang untuk membuat tanda yang serupa di keningnya. Kemudian ia pergi
ke tengah keramaian upacara, dan pada saat itulah para hulubalang menangkapnya secara
sembunyi-sembunyi, lalu memasukkannya ke dalam lubang.

Sutan Pulungan yang telah kehilangan putranya segera memerintahkan tiga orang
hulubalangnya untuk membunuh si Baroar. Ketiga hulubalang itu pun segera menuju ke rumah si
Baroar dengan pedang terhunus. Saat tiba di sana, mereka tidak menemukan si Baroar dan si
Saua.
Rupanya, ada orang yang mengetahui rencana pembunuhan yang akan dilakukan oleh para
hulubalang tersebut terhadap si Baroar. Orang itu pun memberitahu si Saua agar segera
menyelamatkan si Baroar. Jadi, sebelum para hulubalang tersebut tiba di rumahnya, si Saua
telah membawa lari si Baroar ke daerah persawahan yang sedang menguning padinya, tak jauh
dari tepi Sungai Batang Gadis.
Ketika sampai di daerah persawahan, si Saua mengajak si Baroar untuk bersembunyi di sebuah
gubuk yang atapnya hanya tinggal rangkanya yang berdiri di tengah sawah. Sebab, ia yakin
bahwa para hulubalang tersebut pasti akan mengejar dan mendapati mereka sebelum tiba di
tepi sungai.
Anakku Kita bersembunyi di sini saja Kalau kita terus berlari, mereka pasti akan menangkap
kita, karena mereka bisa berlari dengan cepat ujar si Saua seraya merangkul tubuh si Baroar.
Para hulubalang tersebut tiba-tiba kehilangan jejak. Saat melihat sebuah gubuk di tengah
sawah, mereka pun mendekatinya. Ketika sampai di dekat gubuk itu, langkah mereka tiba-tiba
terhenti. Si Saua dan si Baroar pun semakin ketakutan, karena mengira para hulubalang
tersebut mengetahui keberadaan mereka. Namun ternyata, para hulubalang tersebut berhenti
melangkah, karena melihat ada seekor burung balam sedang bertengger di puncak kerangka
atap gubuk itu sambil terus berkicau.
Ayo kawan-kawan kita cari mereka di tempat lain Untuk apa kita cari di si janda tua dan si
Baroar di gubuk itu. Kalau mereka bersembunyi di situ, tidak mungkin burung balam itu
bertengger di atas sana seru hulubalang yang memimpin pengejaran itu.
Setelah para hulubalang tersebut cukup jauh dari gubuk itu, si Saua dan si Baroar keluar dari
gubuk itu dan berlari menuju ke arah Sungai Batang Gadis. Namun sialnya, para hulubalang
melihat mereka lagi.
Hai, itu mereka Ayo kita kejar seru pemimpin hulubalang.
Si Saua dan si Baroar pun berlari semakin cepat. Ketika mereka tiba di tepi sungai, ternyata
Sungai Batang Gadis sedang banjir besar, sehingga mereka tidak dapat menyeberang.
Sementara para hulubalang yang mengejarnya semakin dekat. Mereka tidak dapat berbuat apaapa lagi. Dalam keadaan nyawa terancam, si Saua segera bersujud ke tanah memohon
pertolongan Tuhan Yang Mahakuasa.
Ya Tuhan Selamatkanlah nyawa kami ucap si Saua.
Ketika mengangkat kepalanya kembali, si Saua melihat sebatang kayu besar yang amat panjang
hanyut melintang di tengah sungai. Anehnya, kayu besar itu berhenti tepat di hadapan mereka
dalam keadaan melintang sampai ke seberang. Tanpa berpikir panjang dan merasa takut sedikit

pun, janda tua itu dan si Baroar segera meniti kayu besar itu. Begitu tiba di seberang sungai,
kayu besar itu kembali hanyut terbawa arus banjir. Para hulubalang yang baru tiba di tepi sungai
tak dapat lagi mengejar mereka. Akhirnya, si Saua dan si Baroar selamat dari kematian.
Konon, beberapa tahun kemudian, di seberang Sungai Batang Gadis tersebut berdirilah sebuah
kerajaan yang bernama Panyabungan Tonga-Tonga yang dipimpin oleh si Baroar bersama
permaisurinya. Keturunannya kemudian dikenal sebagai orang-orang Mandailing yang bermarga
Nasution.
Menurut masyarakat penutur cerita ini, cerita Si Baroar dipercaya sebagai legenda asal-usul
orang-orang Mandailing yang bermarga Nasution.
Hingga saat ini tempat yang bernama Huto Bargot dan Panyabungan Tonga-Tonga tersebut
menjadi nama dua desa di Mandailing. Di Desa Panyabungan Tonga-Tonga terdapat sebuah
makam tua yang dipercaya sebagai makam si Baroar.

Anda mungkin juga menyukai