Abstrak
Golinski Speed Reducer merupakan alat untuk mengurangi daya yang dialirkan ke komponen
kendaraan untuk menghasilkan putaran mesin. Permasalahan utama alat ini adalah mencari berat peredam yang
tepat, namun tidak mengurangi kecepatan rotasi poros dan melanggar batas-batas yang ditentukan. Ada 7 batasan
yang ditetapkan, yaitu lebar permukaan gear, modul gigi, jumlah gigi pinion, panjang shaft 1 dan 2 di antara
bearing, dan diameter shaft 1 dan 2. Genetic Algorithm (GA) adalah algoritma optimasi berdasarkan pewarisan
gen. Algoritma membuat himpunan solusi dan memilih yang terbaik lewat seleksi, persilangan, dan mutasi.
Sementara itu, Particle Swarm Optimization (PSO) adalah algoritma optimasi yang didasari pergerakan kawanan
burung dan ikan. Partisi disebar dan dibiarkan bergerak menuju titik optimum. PSO memberikan hasil yang lebih
baik dengan fitness 2995.180 dibandingkan GA yang sulit konvergen dengan fitness 2309.394, serta melanggar 4
batasan. Hal ini disebabkan GA memiliki faktor acak yang membuatnya sulit konvergen. Dapat disimpulkan
bahwa metode PSO lebih baik untuk permasalahan ini.
Kata Kunci: Golinski, Genetic Algorithm, Particle Swarm Optimization, Speed reducer, Optimization
Abstract
Golinski speed reducer is a machine that reduces the power distributed to vehicle parts to produce
machine rotation. This research aims to find the right amount of weight without reducing the shaft speed and
breaking the given constraints. Previously, researches that tried to solve this problem with search algorithms
violated the constraints, thus making the solution rejected. There are 7 constraints for this problem: Gear width,
gear module, amount of pinion gears, shaft 1 and 2 length between the bearings, and the diameter of shaft 1 and
2. Genetic Algorithm (GA) is an algorithm made based on genetics, in which random solutions are generated
and the optimal solution is picked through selection, crossover, and mutation. Particle Swarm Optimization
(PSO) is an algorithm that is based on the movement of bird flocks. Particles are placed randomly and will move
toward the optimal solution. The research finds that PSO gives a better result with a fitness value of 2995.180
than GA with a fitness value of 2309.394 and 4 violated constraints. This is most likely caused by GA’s
randomness factor, making the result difficult to convergent. As a result, PSO fits the problem more than GA.
Keywords: Golinski, Genetic Algoritm, Particle Swarm Optimization, Speed reducer, Optimization
1
Nama, alamat, dan nomor kontak organisasi penulis pertama;
*Penulis Korespondensi: Tel/Faks: 0000-00000000; Surel: penuliskorespondensi@ipb.ac.id
2
Nama, alamat, dan nomor kontak organisasi penulis kedua;
*Penulis Korespondensi: Tel/Faks: 0000-00000000; Surel: penuliskorespondensi@ipb.ac.id
3
Nama, alamat, dan nomor kontak organisasi penulis kedua;
*Penulis Korespondensi: Tel/Faks: 0000-00000000; Surel: penuliskorespondensi@ipb.ac.id
4
Nama, alamat, dan nomor kontak organisasi penulis kedua;
*Penulis Korespondensi: Tel/Faks: 0000-00000000; Surel: penuliskorespondensi@ipb.ac.id
5
Nama, alamat, dan nomor kontak organisasi penulis kedua;
*Penulis Korespondensi: Tel/Faks: 0000-00000000; Surel: penuliskorespondensi@ipb.ac.id
beberapa referensi yang digunakan sebagai kerangka acuan yang mendasari kegiatan
penelitian. Akhiri pendahuluan dengan tujuan.
Latar Belakang
Gearbox adalah sistem pemindah tenaga atau daya mesin pada kendaraan bermotor.
Fungsi gearbox sendiri adalah untuk menyalurkan tenaga atau daya mesin ke komponen
lainnya sehingga menghasilkan putaran mesin. Dengan begitu, keseluruhan mesin pun dapat
bekerja dan kendaraan bisa dioperasikan. Salah satu permasalahan dalam mendesain gearbox
adalah mengoptimasi peredam kecepatan. Permasalahan ini sering disebut Golinski Speed
Reducer Problem. Peredam kecepatan atau speed reducer digunakan untuk mengurangi
kecepatan transmisi daya. Golinski Speed Reducer Problem merupakan salah satu masalah
yang digunakan oleh NASA sebagai tolak ukur untuk membantu para penelitinya dalam
memvalidasi metodologi optimasi yang baru dikembangkan.
Tujuan
Tujuan utama dari Golinski Speed Reducer Problem adalah untuk meminimumkan berat
dari peredam kecepatan namun tetap mempertahankan efisiensi penuh dari kecepatan rotasi
poros. Untuk mempertahankan efisiensi maka perlu memenuhi sejumlah kendala yang
dibentuk oleh desain roda gigi dan poros.
Penelitian terdahulu
Banyak peneliti telah mengerjakan masalah peredam kecepatan Golinski dengan
pendekatan yang berbeda. Beberapa diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Kuang dan
rekan-rekannya menggunakan metode pencarian. Hasilnya tidak dapat diterima sebab terdapat
kendala yang dilanggar. Lalu ada Rao yang menerapkan metode sequential search. Namun,
hasilnya tidak layak sebab ada 2 kendala yang dilanggar.
Perumusan Masalah
Terdapat 7 variabel yang perlu diperhatikan ketika mendesain peredam kecepatan.
2.6 ≤ x1 ≤ 3.6
0.7 ≤ x2 ≤ 0.8
17 ≤ x3 ≤ 28
7.3 ≤ x4 ≤ 8.3
7.3 ≤ x5 ≤ 8.3
2.9 ≤ x6 ≤ 3.9
5.0 ≤ x7 ≤ 5.9
Berdasarkan parameter yang telah dijelaskan Golinski Speed Reducer Problem jika
dirumuskan akan menghasilkan persamaan seperti dibawah.
Dalam tugas akhir ini kami mengimplementasikan Genetic Algorithm dan Particle
Swarm Optimization untuk mengoptimasi peredam kecepatan. Lalu hasilnya kami bandingkan
untuk menentukan metode yang terbaik diantara keduanya.
METODE
Bab ini berisi ruang lingkup penelitian (jika ada) dan diikuti dengan metode yang akan
digunakan. Metode merupakan langkah-langkah yang jelas sehingga pembaca dapat berhasil
mengulang kembali penelitian sesuai dengan langkah yang dikemukakan. Metode yang sudah
umum digunakan (seperti metode pengembangan perangkat lunak waterfall, object oriented)
tidak diuraikan dengan terperinci, cukup secara singkat. Metode yang belum umum atau baru
hendaklah diuraikan dengan lengkap.
1. Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data ini mencari bahan dasar yaitu mengumpulkan data nama
kepala keluarga, nama anak. Pengumpulan data merupakan awal dari penelitian, dalam
hal ini pengumpulan data dapat diambil dari observasi atau wawancara.
2. Definisi Individu
Definisi individu dilakukan untuk memberikan penamaan terhadap gen yang akan di
analisis, sehingga mempermudah peneliti dalam melakukan proses algoritma genetika.
3. Inisialisasi Kromosom
Menentukan nilai kromosom secara acak dan sesuai dengan nilai maksimalnya.
4. Evaluasi Kromosom
Mencari nilai yang dicari dalam evaluasi chromosome yaitu fungsi objektif setiap
chromosome dimana nilai tersebut diperoleh dari rumus yang ada pada algoritma
genetika. Permasalahan yang diselesaikan contohnya yaitu nilai variabel a, b, c, dan d
yang memenuhi persamaan a+2b+3c+4d = 30, maka fungsi objektif yang bisa
digunakan untuk memperoleh solusi adalah:
fungsi_objektif(chromosome) = |(a+2b+3c+4d)– 30|
fungsi_objektif(chromosome[1]) = Abs(( 12 + 2*5 + 3*3 + 4*8 ) – 30)
= Abs((12 + 10 + 9 + 32 ) – 30)
= Abs(63 – 30)
= 33
6. Crossover
Crossover atau proses perkawinan silang yaitu untuk mencari nilai-nilai baru.
Menggabungkan dua kromosom atau lebih agar menjadi kromosom baru. Sebuah
kromosom yang mengarah pada solusi baik dapat diperoleh melalui proses crossover.
Crossover bertujuan untuk menambah keanekaragaman string di satu populasi dengan
penyilangan antara string yang didapatkan dari reproduksi sebelumnya. Hasil
crossover dari 2 kromosom induk selanjutnya akan menghasilkan 2 offspring, oleh
karena itu, jumlah populasi bertambah 2 kali dari jumlah populasi awal.
7. Proses Mutasi
Memilih kromosom yang akan dimutasi secara acak, dan kemudian menentukan titik
mutasi pada kromosom tersebut secara acak pula. Jumlah banyaknya kromosom yang
akan dilakukan mutasi dihitung berdasarkan probabilitas mutasi yang telah ditentukan
terlebih dahulu. Apabila probabilitas mutasi mencapai 100% jadi semua kromosom
yang ada pada populasi akan mengalami mutasi.
Hal ini dikarenakan pada penggunaan algoritma genetik, terjadi mutasi yang
menyebabkan variabel pada kromosom diacak dengan batasan tertentu seperti pada kasus.
Pengacakan nilai variabel ditujukan agar algoritma genetika memiliki keragaman ke dalam
populasi kromosom, yang mana berfungsi agar algoritma genetika menemukan titik optimum
global dan bukan lokal. Pengacakan nilai variabel menyebabkan grafik nilai fitness berubah
secara drastis. Sedangkan hal ini tidak terjadi pada penerapan algoritma particle swarm
optimization dimana perubahan variabel ditentukan dari kecepatan partikel.
Grafik nilai fitness algoritma particle swarm optimization mencapai nilai konvergensi
dengan baik dan hanya membutuhkan kurang dari 50 iterasi. Posisi variabel pada algoritma
swarm ditentukan oleh kecepatan partikel, dimana kecepatan partikel bergantung pada nilai
fitness swarm tersebut.
Perbandingan solusi yang dihasilkan oleh algoritma genetika dan juga swarm ini
sangatlah berbeda jauh. Solusi yang ditawarkan oleh algoritma swarm jauh lebih robust
dibandingkan dengan algoritma genetik. Acuan nilai fitness yang baik mengikuti penelitian
Zummurd A. Al. dimana nilai fitness yang baik adalah kisaran 3000. Pada solusi algoritma
swarm, solusi terbaik fitness sangat sering menyentuh nilai dengan kisaran 3000. Sedangkan
pada algoritma genetika, nilai fitness pada solusi terbaik atau akhir iterasi tidak selalu
konvergen ke nilai acuan pada tiap percobaan. Pada tabel dibawah, nilai fitness dari algoritma
genetik sangat sangat jauh dari kisaran nilai 3000.
Kendala yang dilanggar algoritma genetika juga jauh lebih banyak dibandingkan dengan
algoritma swarm. Ketika kendala dilanggar, nilai fitness akan berkurang sebagai hukumannya.
Dari perulangan percobaan, kendala yang dilanggar algoritma swarm juga jarang terjadi.
Perbandingan kendala yang dilanggar oleh kedua algoritma dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Berdasarkan hasil grafik nilai fitness dan juga total kendala yang dilanggar, algoritma
swarm jauh lebih baik dalam menentukan solusi terbaik dalam kasus ini dibandingkan dengan
algoritma genetik. Ini dikarenakan algoritma swarm menggunakan pendekatan secara
perlahan untuk mencapai solusi terbaik dengan mengubah nilai posisi partikel (nilai variabel)
sesuai dengan kecepatan partikelnya. Sedangkan algoritma genetik menggunakan pendekatan
generating dan juga pemilihan induk kromosom berdasarkan probabilitas acak dalam mencari
solusi terbaik.
SIMPULAN
PSO lebih cocok digunakan untuk permasalahan Golinski Speed Reduction
dibandingkan GA, karena GA memiliki faktor acak yang membuat solusinya sulit konvergen,
serta melanggar batasan yang diberikan. PSO nyaris tidak pernah melanggar batasan yang
diberikan sama sekali. Penelitian-penelitian berikutnya dapat membuat PSO menjadi lebih
baik dengan mengeliminasi kemungkinan batasan yang dilanggar.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka ditulis mengikuti sistem nama tahun (Harvard), nama penulis diurutkan
mengikuti abjad. Ketentuan penulisannya sesuai teladan di bawah ini.
Format untuk berkala ilmiah:
Nama penulis 1, 2, 3. Tahun terbit. Judul artikel. Nama Berkala Ilmiah. Vol (edisi):
halaman.
Contoh:
Nefti S, Oussalah M, Kaymak U. 2008. A new fuzzy set merging technique using
inclusion-based fuzzy clustering. IEEE Trans Fuzzy Syst. 16 (1): 145-161.