kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua derita adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah, maka selayaknya derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas perlakuan baikku, dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai
keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah
ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja
1. Tema: Ketuhanan
2. Perasaan penyair
Penyair merasa sedih ketika semua yang menjadi miliknya (kebahagiannya) merupakan
titipan
Tuhan yang kapan saja bisa diambil oleh Tuhan, meskipun ia sebenarnya menyadari bahwa
semuanya adalah titipan Tuhan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan puisi berikut:
Mengapa hatiku justru terasa berat ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?
3. Nada (tone)
Puisi di atas bernada sendu, suara tinggi dan agak lantang karena berdasarkan isinya,
penyair mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan (protes kepada Tuhan). Penyair memohon
kepada Tuhan agar ia selalu diberikan apapun yang ia minta, karena penyair telah berbuat
baik dan selalu menjalankan perintah Tuhan. Seperti halnya pada kutipan puisi tersebut:
aku rajin beribadah, maka selayaknya derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku
4. Amanat
Berdasarkan puisi Makna Sebuah Titipan karya W.S. Rendra, amanat yang dapat diambil
adalah:
1. Sebagai manusia, kita hendaknya senantiasa mensyukuri nikmat/pemberian Tuhan
2. Kita harus menyadari bahwa sesungguhnya segala yang kita miliki merupakan titipan
dari Tuhan, sehingga sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu menjaga titipan
Tuhan
3. Selalu menjadi manusia yang ikhlas dalam menerima anugerah (hadiah) maupun
cobaan (derita)
4. Kita harus selalu mendekatkan diri kepada Tuhan secara ikhlas
Berpalinglah Kiranya
(W.S.Rendra)
Berpalinglah kiranya
Mengapa tiada kunjung juga?:
Muka dengan parit-parit kelam
Mata dan nyala neraka.
Berpalinglah kiranya
Mengapa tiada kunjung juga?:
Kaca-kaca gaib menghitam air kopi hitam.
Seolah-olah dosa itu aku yang punya.
Berpalinglah kiranya
Mengapa tiada kunjung juga?
Tema : tema puisi yang berjudul berpalinglah kiranya yaitu seorang pengemis yang
keterlaluan
Amanat: puisi ini memberi amanat bahwa sebagai manusia hendaknya memiliki rasa
dermawan, suka berbagi, dan bersedekah. Masih banyak orang yang membutuhkan uluran
tangan kita.
Perasaan :
1. Muka dengan parit-parit kelam pada pemilihan kata muka dengan parit-parit yang kelam
menandakan penuh penderitaan.
2. larut malam hari mukanya. Pemilihan kata tersebut menandai bahwa sang pengemis
memiliki raut muka yang gelap
3. Larut malam hari hatiku jadinya. Arti dari kalimat tersebut bahwa hati sang penulis ikut
gelap lalu merasa bersalah.
4. mengembang-kembang. Pemilihan kata mengembang-kembang berati semakin menjadi-
jadi rasa bersalah sang penulis
5. dosa lalu-lalang merah hitam. Pemilihan kata ini berarti sebuah dosa yang sangat besar.
Karya WS Rendra
Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat rasa sakit
atau gatal
1. Tema yang terkandung dalam *Puisi Terakhir WS Rendra adalah ketuhanan (religius),
yaitu perasaan ingin mendekatkan diri seseorang kepada Tuhannya saat kondisinya
sedang sakit. Dia tidak putus asa dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Hal
tersebut tercermin dalam bait ke-4 yaitu Aku ingin kembali pada jalan alam//Aku
ingin meningkatkan pengabdian//kepada Allah serta bait ke-5 yaitu Tuhan, aku
cinta padamu.
2. Perasaan
Perasaan yang terkandung dalam *Puisi Terakhir WS Rendra adalah
kepasrahan dalam menjalani hidup. Dia ikhlas dalam menjalani rasa sakitnya tanpa
mengeluh. Dia tidak ingin dikalahkan oleh penyakitnya. Dia justru ingin semakin
mendekatkan diri pada Tuhannya. Hal itu tercermin dalam bait:
Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat rasa sakit
atau gatal
.....
Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan pengabdian
kepada Allah
Mama
Burung dara jantan yang nakal
Yang sejak dulu kau piara
Kini terbang dan telah menemu jodohnya
Ia telah meninggalkan kandang yang kaubuatkan
Dan tiada akan pulang
buat selama-lamanya
Ia pun anakmu
Sekali waktu nanti
Ia akan melahirkan cucu-cucumu
Mereka akan sehat-sehat dan lucu-lucu
Amanat :
Amanat adalah gagasan yg mendasari karya sastra; pesan yg ingin disampaikan pengarang
kpd pembaca atau pendengar. Sadar ataupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair
menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun
dapat ditemui dalam puisinya.
Amanat yang terkandun dalam puisi Surat Kepada Bunda antara lain :
Ibuku,
Aku telah menemukan jodohku
Janganlah kau cemburu
Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti
Pada waktunya, aku mesti kau lepaskan pergi
4. Hendaklah seorang Ibu menyayangi menantunya seperti halnya ia menyayangi anak
kandungnya sendiri. Amanat tersebut terlihat pada bait berikut ini:
.
Dan akhirnya tak akan begitu berat
Apabila telah dimengerti
Apabila telah disadari
Hari sabtu yang akan datang
Aku akan membawanya kepadamu
Ciumlah kedua pipinya
Dan panggillah ia dengan kata : Anakku!
Tema :
Tema adalah pokok pikiran; dasar cerita (yg dipercakapkan, dipakai sbg dasar mengarang,
menggubah/mengarang sajak, dsb). Media puisi adalah bahasa. Maka puisi harus bermakna,
baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
Tema dalam puisi Surat Kepada Bunda ini adalah restu seorang ibu. Rendra dalam puisi
Surat Kepada Bunda mengisahkan kehidupan yang dialami seorang anak laki-laki yang telah
menemukan jodohnya dan meminta izin kepada ibunya untuk menikahi kekasihnya serta
agar ibunya dapat menyayangi menantunya seperti menyayangi anaknya sendiri.
Perasaan :
1. Perasaan Haru dan sedih.
Ia pun anakmu
Sekali waktu nanti
Ia akan melahirkan cucu-cucumu
Mereka akan sehat-sehat dan lucu-lucu
Nada :
Nada ialah alunan lembut, keras, rendah atau tinggi yang terhasil daripada pelbagai jenis
bunyi dalam sesebuah sajak yang berhubung erat dengan perasaan, pemikiran dan sikap
penyair yang diungkapkan dalam puisinya.
Nada juga berhubung rapat dengan tema, persoalan, rima, jenis dan bentuk sesebuah puisi
itu.
1. Nada melankolik: nada murung yang menggambarkan suasana hati yang sedih.
Tekanan suara lebih rendah dan perlahan serta sesuai untuk puisi yang bertemakan
penderitaan, kehampaan dan kerinduan.
2. Nada romantik: menggambarkan suasana hati yang tenang dan menyenangkan.
Tekanan suara agak tinggi dan diselangi oleh tekanan suara rendah dan perlahan.
Sesuai untuk puisi yang bertemakan peristiwa indah dan menggembirakan.
3. Nada patriotik: menggambarkan suasana hati yang penuh bersemangat. Tekanan
suara lebih tinggi, pantas atau cepat. Sesuai untuk puisi yang bertemakan
perjuangan, bercita-cita tinggi, besar dan mulia.
4. Nada sinis: menggambarkan suasana hati yang kurang senang. Tekanan suara agak
rendah dan perlahan, iaitu bersesuaian dengan puisi yang bertemakan hal yang tidak
disukai atau kurang dipersetujui.
5. Nada protes: menggambarkan suasana hati yang penuh pertentangan atau
pemberontakan. Tekanan suara lebih tinggi dan pantas. Sesuai untuk puisi yang
bertemakan ketidakadilan dan ketajaman.
nada dan suasana terkait dengan makna dan pilihan kata-kata yang digunakan penyair.
Jenis nada yang terkandung dalam puisi Surat Kepada Bunda karya WS. Rendra tersebut
yang paling tepat yaitu Nada Romantik.
TOBAT
Tema, merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pada puisi TOBAT
penyair menggunakan tema ketuhanan, karena terdapat pada beberapa bait sang penyair
mengatakan tobat atau sang penyair ingin
tobat dari segala apa yang telah dia lakukan.
Amanat : Amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya
pada puisi TOBAT amanat yang terkandung yaitu : segala sesuatu yang kita lakukan baik
itu yang bermanfaat atau tidak, pastinya kita akan minta ampun kepada Tuhan.
Nada, sikap penyair terhadap pembaca Puisi TOBAT sikap penyair terhadap pembaca yaitu
: lembut dan halus karena dia memohon agar tobat yang dilakukan dapat diterima
MALAM LEBARAN
Bulan diatas Kuburan
( Karya Sitor Situmorang )
Tema
Rasa Kemanusiaan
Amanat
Hendaklah kita senantiasa selalu berbagi dengan sesama dan senantiasa menjalin silaturahmi
kapan dan di manapun. Khususnya kepada mereka yang bernasib kurang beruntung. Karena
kekayaan dan penghasilan yang kita miliki, jangan lupa di situ ada hak juga bagi fakir miskin
dan anak terlantar.
Perasaan
Penyair mengajak pembaca atau pendengar seolah-olah melihat bulan di atas kuburan
Nada
Puisi Malam Lebaran ini bersajak atau berima datar yaitu terdapat kata-kata yang berima
pada baris yang sama, Yaitu bunyi an pada bulan dan kuburan dalam satu larik yang sama.
Pada kutipan Bulan di atas kuburan
Biografi WS RENDRA
Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir Solo, 7 November 1935) adalah penyair ternama
yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta
pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau
sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah. Rendra adalah anak dari pasangan
R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah.
Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo,
di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di
keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu.
Ia memulai pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya,
SMA (1952), di sekolah Katolik, St. Yosef di kota Solo. Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta
dengan maksud bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah
ditutup. Lalu ia pergi ke Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada.
Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada
tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, ia
mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti
seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah setempat.
Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa
dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu
angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari
karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak
karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris,
Belanda, Jerman, Jepang dan India. Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di
antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki
International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985),
The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World
Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo
Festival (1995). Untuk kegiatan seninya Rendra telah menerima banyak penghargaan, antara
lain Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954) Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956);
Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970); Hadiah Akademi Jakarta (1975);
Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976) ;
Penghargaan Adam Malik (1989); The S.E.A. Write Award (1996) dan Penghargaan Achmad
Bakri (2006). Karya Sajak/Puisi W.S. Rendra, Jangan Takut Ibu, Balada Orang-Orang Tercinta
(Kumpulan sajak), Empat Kumpulan Sajak, Rick dari Corona, Potret Pembangunan Dalam
Puisi, Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!, Nyanyian Angsa, Pesan Pencopet kepada
Pacarnya, Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan), Perjuangan Suku Naga, Blues untuk
Bonnie, Pamphleten van een Dichter, State of Emergency, Sajak Seorang Tua tentang
Bandung Lautan Api, Mencari Bapak, Rumpun Alang-alang, Surat Cinta, Sajak Rajawali, Sajak
Seonggok Jagung.