Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH BAHASA INDONESIA

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

NOVEL “SITI NURBAYA”

KARYA MARAH RUSLI

Di susun oleh :

Asiyah

Salsabilah Nur Afifah

Kelas XII MIPA 2

SMA N 1 WADASLINTANG

TAHUN PELAJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah analisis novel yang berjudul “Siti Nurbata” karya Marah
Rusli ini dengan semaksimal mungkin.

Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Seperti sumber-sumber yang telah membantu
kami melengakapi makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Guru
Pembimbing Dra. S. Saptoriyantini, M.MPd yang selalu memberikan dukungan serta
bimbingannya dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan
tangan terbuka kami mengharapkan saran dan kritik pembaca kepada kami, sehingga kami dapat
memperbaiki makalah analisis novel ini.

Harapan kami, semoga pembaca dapat mengambil hikmah dan manfaat dari makalah
analisis novel ini, serta dapat memberi inspirasi.

Wadaslintang, 16 Desember 2019

Tim Penyususun

Page | 2
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ……………………………………………………………… 1

KATA PENGANTAR …………………………………………………………….. 2

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….... 3

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………... 4

A. Latar Belakang ……………………………………………………………. 4


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………… 5
C. Tujuan …………………………………………………………………….. 5
D. Manfaat …………………………………………………………………… 5

BAB 2 LANDASAN TEORI ……………………………………………………... 6

A. Pengertian Novel ………………………………………………………….. 6


B. Unsur Pembangun Novel …………………………………………………. 6
1. Unsur Intrinsik ………………………………………………………... 6
2. Unsur Ekstrinsik ……………………………………………………… 10

BAB 3 HASIL ANALISIS ……………………………………………………….. 11

A. Sinopsi ……………………………………………………………………. 11
B. Hasil Analisis Unsur Intrinsik ……………………………………………. 12
C. Hasil Analisis Unsur Ekstrinsik …………………………………………... 34

BAB 4 PENUTUP ………………………………………………………………... 38

A. Kesimpulan ……………………………………………………………….. 38
B. Saran ……………………………………………………………………… 38

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 39

Page | 3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah sastra adalah cabang ilmu sastra yang berusaha menyelidiki
perkembangan sastra sejak dari mulai pertumbuhan sampai perkembangannya yang
sekarang (Sarwadi, 2004: 2). Bahkan dalam perkembangan sastra Indonesia mengalami
beberapa periode. Salah satunya angkatan Balai Pustaka. Menurut (Sarwadi, 2004: 25)
nama Balai Pustaka menunjukkan dua pengertian: sebagai nama badan penerbit dan
sebagai nama angkatan dalam sastra Indonesia. Angkatan Balai Pustaka berkembang dan
tumbuh sekitar tahun 20-an. Selain novel yang berjudul ”Salah Asuhan”, ada juga salah
satu novel yang terkenal dalam angkatan Balai Pustaka yaitu kisah dalam novel ”Siti
Nurbaya (Kasih Tak Sampai)” karya Marah Rusli. Balai pustaka merupakan milik
pemerintahan Belanda yang bertujuan memberikan konsumsi bacaan yang sesuai dengan
pemerintahan kolonial. Sehingga Balai Pustaka digunakan sebagai tolok ukur karya sastra
itu layak diterbitkan atau tidak.
Novel “Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)” merupakan novel yang pertama kali
mengangkat kisah permasalahan dalam perkawinan yang menghubungkan persoalan adat.
Bahasa yang digunakan pada novel ini adalah Melayu baku. Novel ini menjadi novel
yang banyak dibaca dan digunakan sebagai bahan penelitian sastra pada angkatan Balai
Pustaka sampai sekarang.
Pengetahuan akan unsur-unsur yang membentuk karya sastra sangat diperlukan
untuk memahami karya sastra secara menyeluruh. Tanpa pengetahuan akan unsur-unsur
yang membangun karya sastra, pengetahuan kita akan dangkal dan hanya terkaan saja
sifatnya. Jika pengetahuan dengan cara demikian, maka maksud dan makna yang
disampaikan pengarang kemungkinan tidak akan tertangkap oleh pembaca. Unsur-unsur
karya sastra tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah
unsur yang ada dalam tubuh karya sastra itu sendiri yang meliputi tema, alur, setting,
penokohan, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berbeda
diluar tubuh karya sastra yang meliputi Biografi penulis dan nilai-nilai yang ada dalam

Page | 4
masyarakat . Oleh karena itu, kami menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik novel
“Sitti Nurbaya (kasih tak sampai)” karya Marah Rusli.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja unsur intrinsik yang terdapat dalam novel “Siti Nurbaya” karya Marah
Rusli?
2. Apa saja unsur ekstrinsik yang terdapat dalam novel “Siti Nurbaya” karya Marah
Rusli?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur intrinsik novel “Siti Nurbaya” karya
Marah Rusli.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur ekstrinsik novel “Siti Nurbaya” karya
Marah Rusli.

D. Manfaat
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pembaca, khususnya
para pecinta roman "Sitti Nurbaya" karya Marah Rusli agar lebih memahami unsur
pembangun (intrinsik dan entrinsik) dalam novel tersebut.

Page | 5
Page | 6
BAB 2

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Novel
Novel adalah karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang yang berada disekelilingnya dan menonjolkan watak
(karakter) serta sifat setiap pelaku. Novel juga memiliki unsur pembentuk yaitu intrinsik
dan ekstrinsik.

B. Unsur Pembangun Novel


Novel memiliki unsur-unsur pembangun yang penting, diantaranya yaitu :
1. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik novel merupakan unsur utama yang membangun novel dari dalam.
Bisa dikatakan bahwa unsur intrinsik adalah unsur dalam cerita itu sendiri. Berikut
adalah unsur intrinsik novel :
a. Tema
Tema merupakan ide atau gagasan utama dari sebuah novel. Tema
berisikan gambaran luas tentang kisah yang akan diangkat sebagai cerita dalam
novel. Sehingga sangat penting untuk memikirkan tema yang tepat sebelum
memulai menulis novel. Sebab tema yang kuat akan menghasilkan cerita yang
cerkas dan fokus.

b. Tokoh/Penokohan
Tokoh adalah seseorang yang menjadi pelaku dalam sebuah novel.
Sedangkan penokohan merupakan watak atau karakter dari tokoh yang ada dalam
cerita novel. Berdasarkan jenis watak, tokoh bisa dibagi menjadi tiga kategori,
yakni:
 Tokoh Protagonis, tokoh yang menjadi pusat dalam cerita. Tokoh utama ini
digambarkan sebagai sosok yang baik dan biasanya selalu mendapatkan
masalah.

Page | 7
 Tokoh Antagonis, tokoh yang menjadi lawan dari tokoh utama dalam cerita.
Tokoh ini digambarkan sebagai sosok yang tidak bersahabat dan selalu
membuat konflik.
 Tokoh Tritagonis, tokoh yang menjadi penengah antara tokoh protagonis dan
antagonis. Tokoh ini digambarkan sebagai sosok yang netral, kadang bisa
berpihak pada protagonis, kadang pada antagonis. Namun ketika keduanya
terlibat dalam konflik, dia menjadi pelerai.

Tokoh-tokoh tersebut biasanya dideskripsikan berdasarkan detail


penokohan yang dibuat oleh penulis. Deskripsi tersebut nantinya bisa digunakan
untuk menerangkan ciri fisik, tingkahlaku, cara pandang atau kehidupan
sosialnya. Dalam penyampaian deskripsi, ada beberapa cara yang umum
digunakan, misalnya:

 Disampaikan melalui narasi dalam paragraf.


 Disisipkan dalam dialog-dialog antar tokoh maupun dialog dengan diri
sendiri.
 Dimasukkan dalam alur melalui konflik demi konflik.
 Diterangkan berdasarkan latar yang ada dalam novel tersebut.

c. Alur/Plot
Alur yaitu rangkaian peristiwa-peristiwa yang membentuk sebuah cerita.
Alur terdiri dari beberapa tahap, yaitu sebagi berikut :
a) Pengenalan, biasanya pada tahap ini penulis akan memperkenalkan tokoh-
tokoh yang ada dalam cerita novel, karakter-karakter tokoh dan lingkungan
tokoh.
b) Pemunculan konflik, pada tahap ini biasanya tokoh utam mengalami konflik
dengan tokoh lain, diri sendiri, maupun dengan lingkungan tempat ia tinggal.
c) Peningkatan konflik, pada tahap ini biasanya konflik yang dialami tokoh
semakin melebar dan terjadi beberapa pertentangan antar tokoh.

Page | 8
d) Klimak atau puncak ketegangan, pada tahap ini terjadi ketegangan yang
memuncak atau masalah yang memuncak sehingga memunculkan kejutan-
kejutan yang tidak disangka-sangka oleh pembaca.
e) Antiklimaks, pada tahap ini ketegangan sudah cukup mereda
f) Penyelesaian, pada tahapan ini terjadi penyelesaian konflik yang biasanya
ditunggu-tunggu oleh pembaca, ada dua penyelesaian dalam cerita novel,
yaitu berakhir bahagia, dan berakhir sedih.

Ada tiga jenis alur dalam cerita novel yaitu,

 Alur maju atau progresif merupakan alur yang menceritakan peristiwa-


peristiwa secara kronologis atau berurutan. Dalam alur ini cerita diawali
dengan tahap pengantar dan di akhiri tahap penyelesaian.
 Alur mundur atau regresif merupakan alur yang menceritakan peristiewa-
peristiwa secara terbalik. Dalam alur ini cerita tidak dimulai dari tahap
pengantar
 Alur campuran merupakan perpaduan dari alur maju dan dan alur mundur.

d. Latar/Setting
Latar/setting adalah Gambaran tentang peristiwa-peristiwa yang ada dalam
cerita. Latar termasuk unsur pembangun cerita yang vital. Keberadaannya sangat
penting untuk membangun suasana dalam cerita. Latar sendiri dibagi menjadi
beberapa macam, yakni:
a) Waktu, masa dimana cerita sedang berlangsung. Waktu bisa diterangkan
secara garis besar maupun secara mendetail. Secara garis besar misalnya,
musim hujan, tahun 2016, siang hari dan sebagainya. Sedangkan secara
mendetail bisa tahun berapa, di bulan apa, hari apa, tanggal jam, meni detik
dan seterusnya.
b) Tempat, adalah lokasi dimana cerita sedang berlansung. Sama seperti waktu,
tempat juga bisa digambarkan umum atau khusus. Secara umum misalnya, di
restoran, pantai, gunung dan sebagainya. Khusus, misalnya restoran italia
dengan gaya retro diujung jalan dan seterusnya.

Page | 9
Suasana, yang dimaksud sebagai suasana adalah kondisi latar secara
keseluruhan dan juga emosi sang tokoh.

e. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan cara pengarang menempatkan dirinya dalam
sebuah cerita. Bisa juga diartikan sebagai cara pandang seorang pengarang dalam
menyampaikan cerita novelnya. Sudut pandang sendiri bisa dibagi menjadi empat
macam, yaitu:
 Sudut pandang orang ketiga serba tahu. Sudut pandang ini menempatkan
sang pengarang menjadi pelaku cerita dan sekaligus penciptanya. Sehingga
pengarang bisa memngarahkan, membuat, mengomentari bahkan berdialog
dalam cerita. Bisa dibilang posisi ini adalah posisi paling bebas sebebas-
bebasnya.
 Sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat. Sudut pandang ini
menempatkan sang pengarang hanya sebagai pengamat cerita saja. Sehingga
pengarang hanya akan menyampaikan apa yang dilihat, dirasakan, didengar
dan disimpulkannya dalam cerita saja. Dengan kata lain, posisi pengarang
terbatas meskipun ada dalam cerita.
 Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama. Pengarang dalam
sudut pandang ini berperan sebagai tokoh utama dalam cerita. Sehingga apa
yang diceratakannya adalah pengalaman yang dirasakannya di dalam cerita.
Karena orang pertama dan pelaku cerita, kalimat yang diutarakan kebanyakan
dalam bentuk aktif. Di posisi ini, pengarang melepaskan ekpresinya secara
bebas.
 Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku sampingan. Posisi dari
pengarang dalam cerita ini adalah sebagai pelaku diluar tokoh utama.
Tugasnya sebagai pencerita apa yang dilihatnya dari pelaku utama dan apa
tanggapannya pada situasi tersebut. Sehingga pengarang disini berperan
ganda. Namun posisinya sebagai pencerita cenderung terbatas, karena
sebagian besar bercerita tentang tokoh utama.

Page | 10
f. Amanat
Amanat merupakan pesan tertentu yang ingin disampaikan oleh pengarang
melalui cerita dalam novel. Amanat bisa berupa kritik sosial, ajakan, protes, dan
lain sebagainya. Amanat umumnya diibagi menjadi dua:
 Tersurat. Amanat yang pesannya disampaikan secara langsung sehingga bisa
dicerna seketika.
 Tersirat. Amanat yang pesannya disampaikan secara tersembunyi sehingga
terkadang susah untuk dicerna seketika itu juga.

g. Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam novel merupakan ciri khas penulis dalam melakukan
pemilihan kata dan bahasa yang digunakan dalam novel. Setiap penulis memiliki
gaya bahasa yang berbeda-beda demi menarik minat pembacanya.

2. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik novel adalah unsur yang membangun novel dari luar. Biasanya
bisa berupa latar pribadi penulis maupun nilai-nilai dari luar. Unsur tersebut umunya
adalah:
a. Biografi dan latar belakang penulis. Dimana dia tinggal, latar belakang
pendidikannya apa, keluarganya, lingkungannya, dan sebagainya.
b. Nilai-nilai kehidupan. Biasanya, penulis akan mengangkat suatu novel
berdasarkan nilai-nilai kebaikan yang akan dibagikan kepada masyarakat, bisa
berupa nilai agama, nilai sosial, nilai budaya dan nilai moral.

Page | 11
Page | 12
BAB 3

HASIL ANALISIS

A. Sinopsis

Judul Novel : SITI NURBAYA (Kasih Tak Sampai)


Penulis : Marah Rusli
Tahun terbit : 2002
Penerbit : Balai Pustaka

Nurbaya dan Samsul adalah teman sejak kecil. Beranjak dewasa, keduanya
berubah menjadi sepasang kekasih. Akan tetapi, kemudian mereka terpisah karena
Samsul harus bersekolah di Batavia. Namun, Samsul berjanji akan melamar Nurbaya
setelah menamatkan studi di tanah Jawa.
Tak lama berselang waktu, Nurbaya harus menerima kenyataan pahit bahwa
usaha ayahnya bangkrut. Hal ini dikarenakan rasa iri Datuk Maringgih atas kekayaan
yang dimiliki oleh Baginda Sulaiman, sehingga Datuk Maringgih memerintahkan anak
buahnya untuk membakar toko milik ayah Siti Nurbaya. Dan akhirnya, Baginda

Page | 13
Sulaiman meminjam uang pada Datuk Maringgih. Namun sayang, Baginda Sulaiman
tidak bisa melunasi hutangnya dan ia akan dipenjara. Di sisi lain, Datuk Maringgih
menawarkan Siti Nurbaya sebagai penebus hutang dengan cara menjadi istrinya. Melihat
ayahnya menderita Siti Nurbaya menimbang masak-masak tawaran Datuk Maringgih. Ia
dengan lapang hati bersedia menikah dengan Rentenir tua tersebut untuk melunasi semua
hutang ayahnya.
Setelah menikah dengan Datuk Maringgih, kemalangan terus datang menimpa Siti
Nurbaya. Tak lama berselang setelah ia menikah, ayahnya meninggal karena makan hati
karena tak kuat menerima kenyataan pahit yang harus diterima Nurbaya.
Kabar tentang pernikahan Nurbaya pun sampai di tanah seberang. Samsul tahu
bahwa kekasihnya telah diakal-akali oleh tua bangka bernama Datuak Maringgih. Lalu, ia
bertekad untuk merebut kembali kekasihnya serta membalas dendam keluarga Nurbaya.
Malang, Samsul kemudian masuk jebakan Datuk Maringgih. Ia harus rela diusir
oleh ayahnya, keluarganya dari Padang. Lebih sakit lagi ketika ia harus bisa menerima
keadaan bahwa kekasihnya mati diracun oleh Tua Bangka tersebut.
Butuh bertahun tahun lamanya sampai ia berhasil membalas dendam. Dalam
sebuah serangan Belanda ke Minangkabau, Samsul berhasil membunuh Datuk Maringgih
dengan Tangannya sendiri.

B. Hasil Analisis Unsur Intrisik


a) Tema
Novel Siti Nurbaya mengangkat tema kasih tak sampai, hal ini ditunjukkan dalam
cerita novel bahwa Siti Nurbaya dan Samsulbahri tidak bisa bersama karena Siti
Nurbaya terpaksa harus menikah dengan Datuk Maringgih sebagai tebusan hutang
yang tidak bisa dibayar oleh ayahnya. Belum sempat Samsulbahri memiliki Nurbaya,
ia harus merelakan cintanya pergi karena diracuni oleh Datuk Maringgih. Didalam
novel ini juga menceritakan pengorbanan Samsulbahri untuk membalaskan dendam
akan kematian kekasihnya, Siti Nurbaya. Namun pada akhirnya, ia pun meninggal
bersama peperangan melawan Datuk Maringgih.
 Bukti :

Page | 14
- Setelah Samsul membaca kecelakaan ini, lalu ia menundukkan kepalanya ke
atas mejanya, menangis amat sangat, karena sedih akan nasib kekasihnya dan
untungnya sendiri pun. Segala cita-cita hatinya yang sekian lama diharap-
harapkannya, pada saat itu hilang lenyap, sebagai batu jatuh ke lubuk, hujan
jatuh ke pasir, tak dapat dicari lagi. Pengharapan yang telah sekian lama
berurat berdaging dalam jantungnya, tiba-tiba diputuskan oleh Datuk
Maringgih, dengan putus yang tak dapat disambung lagi. (halaman 121,
paragraf 1)
- Ketika itulah jatuh pedang yang menceraikan badan dari kepala ananda,
menembus dada dan jantung ananda, menghancurkan hati dan tulang ananda
seluruh tubuh; karena waktu itulah datang surat kawat, yang membawa kabar
Ibu ananda dan Nurbaya, dua orang perempuan yang masih sayang kepada
ananda, tatkala ananda telah jatuh ke dalam lumpur, telah meninggal dunia ini.
Di situlah putus pengharapan, habis sabar dan hilang akal ananda. Sekarang
ananda menjadi yatim piatu, tiada beribu, tiada berbapa, tiada bersanak atau
saudara, tiada berkaum kerabat, kampong halaman dan tanah air lagi.

b) Tokoh/Penokohan
1. Siti Nurbaya (tokoh utama protagonis)
 Baik hati
- …serta kebaikan hatinya, tiadalah kurang daripada kecantikan
parasnya. (halaman 14, paragraf 7)
 Belas kasih
- “… Kasihanilah orang tua itu! Karena ia bukan baru sehari dua
bekerja pada ayahmu,…” (halaman 10, paragraf 5)
 Rela Berkorban
- “Jangan dipenjarakan ayahku! Biarlah aku jadi istri Datuk
Maringgih!” (halaman 119, paragraf 7)
 Pemberani
- … “walau ke laut api sekalipun aku berani asal dapat bertemu
dengan dia…” (halaman 170, paragraf 8)

Page | 15
2. Samsulbahri (tokoh utama protagonis)
 Suka berprasangka
- “Jangan-jangan ia tertidur, karena mengantuk…” (halaman 10,
paragraf 4)
 Pengadu
- “… Kalau benar demikian, tentulah kesalahannya ini akan kuadukan
kepada ayahku” (halaman 10, paragraf 4)
 Manja
- “Ya, tetapi aku lebih suka naik bendi daripada berjalan kaki, pulang
ke rumah, sebab aku amat lelah rasanya dan hari amat panas…”
(halaman 12, paragraf 1)
 Sopan, santun, halus budi
- …, tingkah lakunya pun baik, tertib, sopan santun, serta halus budi
bahasanya… (halaman 14, paragraf 6)
 Sabar
- Walaupun sangat khawatir dan kabur pikirannya tetapi
disabarkannya juga hatinya… (halaman 190, paragraf 5)
 Penolong
- Tatkala Samsu mendengar suara sahabatnya minta tolong, tiadalah ia
berpikir panjang lagi, lalu melompat berlari ke tempat suara itu
kedengaran,… (halaman 46, paragraf 6)
3. Datuk Maringgih (tokoh antagonis)
 Bakhil, loba, tamak, bengis, kasar budi pekertinya
- Saudagar ini adalah seorang yang bakhil, loba, dan tamak, tiada
pengasih dan penyayang, serta bengis kasar budi pekertinya.
(halaman 84, paragraf 3)
 Kikir
- Dicekiknya lehernya, diikatnya perutnya, ditahannya nafsunya, asal
jangan keluar uangnya… (halaman 84, paragraph 6)
- “… Karena kikirmu, engkau sendiri pun tak dapat memakai uang itu.
…” (halaman 155)

Page | 16
 Suka iri
- “Aku sesungguhnya tiada senang melihat perniagaan Baginda
Sulaiman makin hari makin bertambah maju, sehingga berani ia
bersaing dengan aku…” (halaman 92, paragraf 7)
 Keji, pengkhianat
- “… Dengan berbaut pura-pura bersahabat karib dengan aku, kau
perdayakan aku, sampai aku jatuh ke dalam tanganmu dan harus
menurut sebarang kehendakmu yang keji itu. Tetapi tak apa, Datuk
Maringgih! Tuhan itu tiada buta; lambat-laun tentulah engkau akan
beroleh juga hukuman atas khianatmu ini,” (halaman 120-121,
paragraf 10)
 Pemarah
- Tatkala mendengar perkataan ayahku ini, merentaklah ia dengan
marahnya,… (halaman 119, paragraf 4)
4. Baginda Sulaiman (tokoh protagonis)
 Sabar
- Ayahku, karena sabarnya rupanya dengan sepenuh-penuh hatinya
menyerahkan untungnya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. (halaman
114, paragraf 6)
 Tidak mudah menyerah
- Tak lama kemudian daripada itu, rupanya ayahku meminjam duit
kepada Datuk Maringgih,… Barangkali akan pembayar utang atau
akan dijalankan pula membangunkan perniagaannya yang telah jatuh
itu. (halaman 115, paragraf 2)
 Pasrah
- “… Biarlah harta yang masih ada ini hilang ataupun aku masuk
penjara sekalipun, asal jangan bertambah-tambah pula dukacitamu.”
(halaman 118, paragraf 1)
 Pekerja keras dan peduli

Page | 17
- Pikiran kepadamulah yang membangkitkan hatiku hendak berniaga,
menari keuntungan yang banyak, supaya engkau kelak jangan susah
dalam kehidupanmu. (halaman 118, paragraf 2)
5. Sutan Mahmud (tokoh protagonis)
 Perhatian
- “Baiklah, tetapi hati-hati engkau menjaga dirimu dan si Nurbaya!
Jangan sampai alangan apa-apa dan jangan belaku yang tiada
senonoh” (halaman 17)
 Baik tingkah lakunya, adil, dan lururs
- …, Sutan Mahmud inilahyang terlebih dipandang orang, karena
bangsanya tinggi, rupanya elok, tingkah lakunya pun baik; pengasih
penyayang kepada anak buahnya, serta adil dan lurus dalam
pekerjaannya. (halaman 18, paragraf 3)
 Melanggar adat
- “Lihatlah! Memang benar sangkaku, pikiranmu telah berubah
daripada yang diadatkan di Padang ini. …” (halaman 21, paragraf 2)
- “… Bukankah telah adat nenek moyang kita, yang sebagai itu?
Mengapa tiada hendak diturutnya? …” (halaman 59, paragraf 3)
 Tidak pandang bulu
- “… Pikiran hamba tidak begitu; bahwa kawin dengan siapa saja, asal
perempuan itu hamba sukai dan ia suka pula kepada hamba. Tiada
pandang bangsa, rupa atau kekayaannya,” (halaman 22, paragraf 3)
 Bertanggung jawab
- “Tak boleh demikian. Seorang Kepala Negeri harus mengetahui dan
memeriksa hal ini;…” (halaman 26)
6. Sitti Alimah (tokoh protagonis)
 Setia
- “Di dalam halku ini, hanya enngkau seoranglah yang masih setia
kepadaku; suka bersusah payah memimpin aku, supaya aku jangan
sesat kepada jalan yang salah.” (halaman 166, paragraf 2)
 Peduli

Page | 18
- “…Kalau aku taau engkau masih bangun, tentulah aku datang
menemani engkau di sini.” (halaman 165, paragraf 5)

7. Bakhtiar (tokoh protagonis)


 Rakus
- Tatkala Bakhtiar melihat segala makanan yang enak-enak itu,
timbulah keinginan dalam hatinya, yang rasakan tak dapat
ditahannya lagi hendak mengecap segala yang lezat-lezat itu.
(halaman 67, paragraf 9)
- “Sedikitkah atau banyakkah kau makan kue-kue itu?” Tanya Arifin
“Sepuas-puas hatiku, sampai tak termakan lagi,” jawab Bakhtiar.
(halaman 35)
8. Arifin (tokoh protagonis)
 Jahil
- “…Bakhtiar amat suka kepada kue-kue. Tetapi itu hanya
perumpamaan saja, Bakhtiar, jangan marah,” kata Arifin pura-pura
bersungguh-sungguh tetapi sebenarnya, akan mempermainkan
temannya ini, sehingga dalam hatinya ia tertawa. (halaman 35)
- “…,” kata Arifin sambil tertawa-tawa mengganggu sahabatnya ini.
(halaman 41)
 Suka mencemooh
- Akan tetapi Bakhtiar tiada mengindahkan cemooh Arifin ini,…
(halaman 46, paragraf 8)
9. Putri Rubiah (tokoh tambahan)
 Dengki, bengis, kasar
- Pada air mukanya yang agak berlainan dengan wajah muka Sutan
Mahmud, terbayang tabiatnya yang kurang baik, yaitu dengki dan
bengis. (halaman 20)
 Perhatian

Page | 19
- “Baiklah, tetapi hati-hati menjaga diri! Pangkat dapat dicari, tetapi
nyawa tak dapat disambung dan bawalah keris pusaka Ayah itu besar
tuahnya.” (halaman 26, paragraf 9)

 Taat pada adat


- “…Sekalian Penghulu di Padang ini beristri dua tiga sampai empat
orang. Hanya engkau sendirilah yang dari dahulu,… Bukankah harus
orang besar itu beristri banyak?...” (halaman 22, paragraf 6)
- “…, yang tahu adat istiadat dan menjujung tinggi pusaka nenek
moyang kita…” (halaman 58, paragraf 4)
- “… Bukankah telah adat nenek moyang kita, yang sebagai itu?
Mengapa tiada hendak diturutnya? …” (halaman 59, paragraf 3)
10. Rukiah (tokoh tambahan protagonis)
 Pemalu
- Rukiah tunduk kembali kemalu-maluan, serta merah mukanya.
(halaman 19, paragraf 15)
 Penurut
- “Pergilah Rukiah masak air, tetapi kopinya jangan terlalu keras!”
kata perempuan itu pula. Setelah itu, anak perawan ini lalu pergi ke
dapur, mengerjakan apa yang telah dikatan ibunya. (halaman 20,
paragraf 6-7)
11. Pak Ali (tokoh tambahan protagonis)
 Setia dan suka membantu
- “Ah janganlah begitu Sam. Kasihanilah orang tua itu! Karena ia
bukan baru sehari dua bekerja pada ayahmu, melainkan telah
bertahun-tahun. …” (halaman 10, paragraf 5)
- Mendengar perkataan ini, menolehlah Samsu ke belakang lalu segera
menjabat tangan kusir Ali, minta terima kasih atas pertolongan dan
setianya.
12. Ahmad Maulana (tokoh tambahan protagonis)

Page | 20
 Religius
- Tiada berapa lama kemudian, selesailah mereka daripada berbuat
bakti kepada Tuhannya, itu; tetapi Ahmad Maulana tiada lekas-lekas
berdiri dari tikar sembahyangnya, melainkan terus membaca doa,
sampai kepada waktu isya, lalu sembahyang pula. (halaman 191,
paragraf 2)
 Memiliki belas kasih
- “Sedih hatiku melihat untung Rapiah tadi. Baru berumur delapan
belas tahun, telah meninggal dunia. …” (halaman 191, paragraf 4)
 Berpengetahuan luas
- “… Pada bangsa Barat, biasanya suami istri tiada diperhubungkan
oleh tali uang atau harta, melainkan terutama oleh tali percintaan dan
kasih sayang. Karena itulah maka perhubungan mereka lebih eat,…”
(halaman 193, paragraf 6)
13. Fatimah (tokoh tambahan protagonis)
 Dapat menjaga rahasia
- “Masakan hamba gila, membukakan rahasia ini,” (halaman 192,
paragraf 5)

c) Alur/Plot
Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju, runtut dari awal hingga
akhir. Cerita ini diawali dari masa sekolah Samsul dan Nurbaya, hingga Samsul harus
menuntut ilmu di Jakarta dan akhirnya kembali ke Padang untuk membaskan dendam
kepada Datuk Maringgih atas kematian Nurbaya.
Tahapan alur :
a. Pengenalan
Kira-kira pukul satu siang kelihatan dua orang anak muda bernaung di bawah
pohon ketapang yang rindang, di muka sekolah Belanda Pasar Ambacang di
Padang… Seorang anak muda ini, ialah anak laki-laki, yang umurnya kira-kira
18 tahun. ...Teman anak muda ini, ialah seorang anak peremuan yang umurnya
kira-kira 15 tahun… (halaman 9-10, paragraf 1-5)

Page | 21
Anak laki yang dipanggil Sam oleh temannya tadi, ialah Samsulbahri anak
Sutan Mahmud Syeh, Penghulu di Padang, seorang yang berpangkat dan
berbangsa tinggi. …Temannya yang dipanggilnya Nur tadi ialah Sitti Nurbaya,
anak Baginda Sulaiman, seorang saudagar kaya di Padang,… (halaman 14-15,
paragraf 5-8)
Itulah Datuk Maringgih, saudagar Padang yang termasyhur kayanya,
sampai ke negeri-negeri lain. … (halaman 15-16, paragraf 4-6)

b. Pemunculan Konflik
“Aku sesungguhnya tiada senang melihat perniagaan Baginda Sulaiman
makin hari makin bertambah maju, sehingga berani ia bersaing dengan aku. Oleh
sebab itu hendaklah ia dijatuhkan.” … “ Bukan aku suruh engkau mencuri
barang-barangnya, karena berapakah yang akan terbawa olehmu? Aku bukan
bodoh. Aku tau akal yang lebih baik, yaitu gudang-gudang dan toko-tokonya
harus dibakar,.. (halaman 92, paragraf 7-9)
Sejam kemudian daripada itu, habislah ketika toko Baginda Sulaiman
terbakar dengan isi-isinya. Tinggal abu dan bekas-bekas rumah saja lagi. …
(halaman 109-110, paragraf 5)
Segala kesengsaraan dan kecelakaan datangnya bertimpa-timpa, sebagai
adalah kutuk yang telah jatuh ke atas kepala kami, karena dua hari kemudia
daripada itu datanglah anak perahu ayahku yang biasa membawa dan mengambil
barang perniagaan… kelima paerahu ayahku telah kelam di laut, dilanggar topan
yang berhembus. … Tak lama kemudian daripada itu, rupanya ayahku
meminjam duit kepada Datuk Maringgih,… Barangkali akan pembayar utang
atau akan dijalankan pula membangunkan perniagaannya yang telah jatuh itu.
Tetapi dalam tiga bulan itu selalu ia rugi hingga habis uang itu. … (halaman 114-
115, paragraf 6-10)

c. Peningkatan konflik
Tatkala kulihat ayahku akan dibawa ke dalam penjara, sebagai seorang
penjahat yang bersalah besar, gelaplah mataku dan hilanglah pikiranku dan

Page | 22
dengan tiada kuketahui, keluarlah aku, lalu berteriak, “Jangan dipenjarakan
ayahku! Biarlah aku jadi istri Datuk Maringgih!” (halaman 119, paragraf 7)
… Tiba-tiba terdengar dibelakang mereka, suara Datuk Maringgih berkata
demikian, “Itulah sebabnya, maka keras besar hatimu akan pulang, dan tiada
hendak berbalik kepadaku. …”… Mendengar maki nista ini merah padamlah
muka Datuk Maringgih, lalu diangkat tongkatnya dan dipalukannya pada Samsu.
… Setelah berangkat Sutan Mahmud, kelihatan Baginda Sulaiman keluar dari
biliknya, … Tatkala ia hendak turun tangga yang gelap itu, jatuhlah ia berguling-
guling ke bawah. …Akan tetapi, ketika diangkat, nyatalah orang tua itu telah
berpulang ke rahmatullah… (halaman 152-154, paragraf 1-10)
Tatkala Datuk Maringgih diusir Nurbaya dari rumahnya, ketika itu pula
Samsu diusir oleh ayahnya dari rumahnya. (halaman 156, paragraf 1)
Ketika ia berdiri hendak pergi tidur pula, diperhatikannya muka adiknya
itu. Sangatlah ia terperanjat melihat Nurbaya sebagai tiada bernafas lagi, lalu
diguncangkannya badan Nurbaya, supaya bangun. Tapi sesungguhnyalah,
perempuan yang malang itu tak ada lagi. (halaman 213, paragraph 4)
…, dibukanyalah kedua surat kawat itu dengan tangan yang gemetar.
Setelah dibacanya kedua surat itu, jatuhlah ia pingsan, tiada khabarkan dirinya,
sebab kedua surat itulah yang membawa kabar kematian Nurbaya dan ibunya. …
Kelihatanlah olehnya Samsu masuk ke dalam suatu kebun bunga… Akan tetapi
terlambat, karena tatkala itu juga didengarnya bunyi pistol dan dilihatnya Samsu
rebah ke bangku. … (halaman 218-228)

d. Klimaks
Tatkala mengejar pesuruh, kelihatan oleh Letnan Mas seorang daripada
kepala mereka,… maka berdebar-debarlah hati Letnan Mas dan gemetar
tangannya serta berubah mukanya, sebagai suka bercampur duka. … Setelah
sejurus berdiam diri, berkatah pula Samsulbahri dengan menyapu air matanya
yang tak dapat ditahannya,… lalu Samsu mengangkat pistolnya, menenbak
Datuk Maringgih. Tetapi tatkala itu juga Datuk Maringgih melompat ke muka,
menetak Samsulbahri dengan parangnya,… Setelah itu juga rebahlah keduanya

Page | 23
ke tanah, Datuk Maringgih karena kena peluru Samsulbahri yang menembus
dada dan jantungnya dan Samsulbahri, karena kena parang Datuk Maringgih di
kepalanya. (halaman 260-263)

e. Anti Klimaks
Dua hari kemudian daripada peperangan, kelihatanlah dalam rumah sakit
di Padang, seorang opsir sedang tidur di atas sebuah ranjang, berselimutkan kain
putih. Rupanya ia sakit keras,… Setelah berdiam sejurus si sakit menggagahi
dirinya, untuk meneruskan perkataannya,… Dua jam kemudian datanglah Sutan
Mahmud ke rumah sakit ini, lalu dibawa penjaga masuk bilik opsir tentara yang
sakit tadi. …Setelah berhenti sejurus, berkata pula ia sambil mengngkat
kepalanya sedikit, sebagai kuatir, suaranya tiada akan terdengar oleh Sutan
Mahmud. Inilah pesannya : bila… ia… mati minta… dikuburkan… antara…
ibunya….dan Nurbaya…Allahu Akbar! Tatkala habis perkataan ini, habislah
pula napas si sakit, lalu rebah ke tempat tidurnya dan berpulanglah ia dengan
tenangnya. (halaman 263-267)

f. Penyelesaian
Tatkala Sutan Mahmud mendenagar perkataan dokter ini, terpekiklah ia,
lalu memeluk dan mencium mayat itu, sambil menangis tersedu-sedu, karena
sekarang nyatalah olehnya, si sakit yang baru meninggal itu, tiada lain melainkan
anaknya sendiri, Samsulbahri, yang telah sepuluh tahun dirindu-rindukanya,
sekarang meninggal dihadapannya, dengan tiada dikenalnya. … Maka
pingsanlah Sutan Mahmud, tiada kabarkan dirinya lagi. …Setelah jenazah
Samsulbahri dibawa ke masjid dan disembahyangkan di sana, barulah dibawa ke
Gunung Padang, tempat makam yang diminta oleh yang meninggal. …Dua bulan
kemudian, kelihatan pada suatu hari dua orang muda naik bendi menuju ke
muara. … Keduanya memegang seikat bunga dalam tangannya. … Tatkala
mereka tiba di tempat yang ditujunya kleihatanlah di sana olehnya lima buah
kubur sejejer berdekat-dekatan. …Setelah disuruh mereka beberapa fakir
mengaji di sana, kembalilah keduanya pulang kerumahnya. Hanya yang telah

Page | 24
berkubur itu jugalah yang tinggal di sana, untuk selama-lamanya. (halaman 267-
271)
d) Latar/Setting
1. Latar Tempat
a. Padang
 Sekolah Belanda Pasar Ambacang, Padang
- …, kelihatan dua orang anak muda, bernaung di bawah pohon
ketapang yang rindang, di muka sekolah Belanda Pasar Ambacang,
di Padang (halaman 9, paragraf 1)
 Rumah Samsulbahri
- Setelah itu bendi yang membawa kedua anak muda ini, masuk ke
dalam pekarangan rumah si Sam. (halaman 14, paragraf 3)
- “sekalian lampu harus dipasang Pak Ali!” kata Samsu, “sampai
setengah rumah dan serambi belakang. …” (halaman 65, paragraf 5)
- Setelah sampailah Samsul ke rumah orang tuanya, lalu berjabat
tanganlah ia dengan ayahnya dan ibunya dipeluknya. Kemudian
masuklah ia kedalam biliknya,… (halaman 125, paragraf 3)
 Gunung Padang
- …, dengan tiada dirasainya, telah hampir sampai ke puncak Gunung
Padang, (halaman 45, paragraf 7)
- Memandang pemandangan di atas Gunung Padang sangat elok,…
(halaman 44, paragraf 2)
 Rumah pemberhentian
- …, Nurbaya merebahkan dirinya ke atas sebuah bangku dalam
rumah pemberhentian ini,… (halaman 43, paragraf 7)
 Pangkal pendakian, kedai
- Tatkala sampai ke pangkal pendakian, berhentilah mereka sejurus di
kedai, untuk melepaskan lelahnya. (halaman 54, paragraf 5)
 Serambi belakang rumah Putri Rubiah
- …, kelihatan Putri Rubiah duduk di serambi belakang rumahnya,…
(halaman 56, paragraf 1)

Page | 25
 Pelabuhan Teluk Bayur
- Tatkala berbunyi meriam yang dipasang di kapal, akan memberi
selamat tinggal kepada pelabuhan Teluk Bayur,… (halaman 81,
paragraf 7)
- Pada sebuah kedai yang ada di Teluk Bayur kelihatan seoarng laki-
laki tua, sebentar-sebentar menjenguk ke luar lalu ke sana-sini,…
(halaman 173, paragraf 4)
 Di kapal
- Di atas kapal kelasi-kelasi sedang asik mengerjakan pekerjaan
masing-masing… (halaman 78, paragraf 2)
- Maka keluarlah Samsul dan Nurbaya dari dalam kamar kapal, lalu
turun ke pangkalan. (halaman 80, paragraf 6)
- …, berjalan lekas-lekas menuju kapal, lalu naik ke atas geladak,
mencari tempat yang tersembunyi dan berdiam diri di sana. (halaman
174, paragraf 1)
- Akhirnya dapatlah olehnya suatu tempat dekat kamar kapitan.
(halaman 174, paragraf 7)
 Rumah Siti Nurbaya
- …sampailah keduanya ke dalam pekarangan Nurbaya, lalu duduklah
mereka berdekat-dekatan di atas sebuah bangku, dibawah pohon
tanjung yang rindang, dalam kebun anak gadis ini. (halaman 72,
paragraf 1)
- …, seraya berjalan berpimpin-pimpinan mengantarkan Nurbaya
sampai ke tangga rumahnya. …masuklah Nurbaya, dan Samsu pun
pulanglah kembali ke rumahnya. (halaman 76, paragraf 6)
- Di tangga rumahnya dilihatlah seorang tukang pos berdiri memegang
sepucuk surat. (halaman 97, paragraf 5)
- …, setelah naik ke rumahku dengan tiada duduk lagi ia bertanya
kepada ayahku,… (halaman 119, paragraf 2)

Page | 26
- …, pergi ke rumah Baginda Sulaiman. Setelah masuklah mereka ke
pekarangan rumah ini,… (halaman 127, paragraf 10)
- …, kelihabtan Nurbaya duduk di serambi muka rumahnya (halaman
142, paragraf 8)
 Rumah Datuk Maringgih
- …Datuk Maringgih, yang sedang duduk di atas kursi malas di
serambi belakang rumahnya itu,…(halaman 88, paragraf 5)
 Kampung Belantung, kota Padang
- …, demikianlah pulalah duduk seorang permpuan muda, termenung
berawan hati, di jendela sebuah rumah di Kampung Belantung, di
kota Padang. (halaman 161, paragraf 2)
 Rumah Sitti Alimah
- …Siti Nurbaya, yang sedang menangis, menyadari untungnya, di
rumah saudara sepupunya Sitti Aminah, di Kampung Belantung.
(halaman 165, paragraf 4)
- Kedua perempuan muda itu pun pergilah duduk ke serambi muka
lalu bercakap-cakap pula,… (halaman 211)
- Maka menjeritlah alimah, meratap menangis amat sangat, sehingga
ibu-bapanya terperanjat bangun dan datang berlari-lari. (halaman
213, paragraf 5)
 Kantor Residen Bukit Tinggi
- Pada suatu hari berkumpulah di kantor Residen Bukit Tinggi,
sekalian Tuanku Laras keresidenan Padang Hulu… (halaman 245,
paragraf 4)
 Kota Tengah
- …, sampailah mereka ke Tabing dan tiada berapa lama kemudian
hampirlah mereka ke Kota Tengah. Tatkala kelihatan oleh perusuh
serdadu datang, gemparlah sekaliannya; ada yang mengambil
senjatanya,… (halaman 258, paragraf 6-7)
 Rumah Sakit Padang

Page | 27
- …, kelihatanlah dalam rumah sakit di Padang, seorang opsir, sedang
tidur di atas sebuah ranjang,… (halaman 263, paragraf 5)
- Dua jam kemudian datanglah Sutan Mahmud ke rumah sakit ini, lalu
dibawa penjaga masuk bilik opsir tentara yang sakit tadi. (halaman
264, paragraf 10)
 Makam Gunung Padang
- … lalu mereka menyeberang Sungai Arau dan mendaki Gunung
Padang. Tatkala mereka tiba di tempat yang ditujunya, kelihatanlah
di sana olehnya, lima buah kubur sejejer. (halaman 271, paragraf 1)
- Kedua anak muda tadi, lalu menaburka bunga yang dibawanya ke
atas kelima kubur ini,… (halaman 271, paragraf 6)
b. Jakarta
 Pelabuhan Tanjung Periuk
- …, keliahatan seorang anak muda berjalan pulang balik di Tanjung
Peruik,… (halaman 181, paragraf 1)
- Tatkala kapal telah berangkat, termenunglah Samsu sejurus di
pelabuhan Tanjung Periuk,… (halaman 190, paragraf 5)
 Setasiun kereta api
- Nurbaya berjalan perlahan-lahan dipimin oleh Samsu, menuju
setasiun. Disana naiklah mereka ke kereta api yang menuju kota
Jakarta. (halaman 183, paragraf 8)
 Di dalam kereta api
- Di dalam kereta api, berkata Samsu kepada Nurbaya,… (halaman
183, paragraf 8)
 Kota Jakarta
- Setelah sampai ke kota Jakarta, di masukkanlah Nurbaya ke rumah
sakit,… (halaman 183, paragraf 9)
- “Sekarang kenakanlah pakaianmu supaya dapat kita berjalan-jalan,
melihat-lihat kota Jakarta ini,…” (halaman 187, paragraf 11)
 Rumah makan

Page | 28
- Setelah puas bersiar-siar, masuklah kedua mereka ke dalam sebuah
rumah makan, karena perutnya berasa lapar. (halaman 189,
paragraph 3)
 Sekolah Dokter Jawa
- Di Sekolah Dokter Jawa di Jakarta,… datanglah Arifin membawa
sepucuk surat yang dialamatkan kepada Samsu,… (halaman 111,
paragraf 2-5)
- …, tibalah kedua mereka di rumah Sekolah Dokter Jawa lalu terus
menuju bilik masing-masing. (halaman 217, paragraf 6)
 Kantor pos
- …, sampailah kedua mereka ke kantor pos. Segera Samsu
menghampiri tempat memasukkan surat,… (halaman 226, paragraf
4)
 Kebun bunga
- Dilihatlah olehnya Samsu masuk ke dalam kebun bunga dan di sana
luputlah ia dari pemandangan Arifin. (halaman 227, paragraf 4)
- …karena tatkala itu juga didengarnya bunyi pestol dan dilihatnya
Samsu rebah ke bangku. (halaman 227, paragraf 7)
c. Bandung
 Rumah bola
- Tatkala itu sampailah kedua letnan ini ke rumah bola, lalu duduk di
luar, di tempat yang sunyi. (halaman 235, paragraf 5)
 Statsiun Cimahi
- Ketika itu, berbunyilah lonceng tiga, dan tiada berapa saat kemudian,
keluarlah kereta api dangan mengembus ke kiri dank e kanan, dari
stasiun Cimahi, menuju Bandung, diikuti dengan mata oleh Letnan
Van Sta. (halaman 233, paragraf 1)
2. Latar Waktu
 Siang
- Kira-kira pukul satu siang, keliahatan dua orang anak muda,…
(halaman 9, paragraf 1)

Page | 29
- “Disengaja, Tuan hamba, siang-siang datang kemari, karena hendak
memeriksa,… (halaman 66, paragraf 7)
- …, kira-kira pukul dua siang, tatkala mereka itu pulang dari rumah
tempatnya membayar makan. (halaman 215, paragraf 1)
 Pagi
- Pada keesokan harinya, pukul lima pagi. (halaman 28, paragraf 1)
- “Pukul berapa sekarang, Engku Muda?” Tanya kusir ini. “Hampir
pukul enam,” jawab Samsu (halaman 29, paragraf 3)
- “Nah, sekarang tidurlah dengan senang, sebab hari telah pukul
setengah empat pagi!…” (halaman 172, paragraf 1)
- Walaupum hari hampir pukul tujuh pagi, tetapi di pelabuhan Teluk
Bayur, belum terang benar. (halaman 173, paragraf 1)
- Sesungguhnya, di sebelah timur kelihatan beberapa sinar yang
merah, memancar dari balik gunung,… (halaman 173, paragraf 2)
 Malam
- “Biarlah kuantarkan engkau ke rumahmu, sebab hari telah jauh
malam.” … (halaman 71, paragraf 2)
- Tiada lama Datuk Maringgih duduk sedemikian itu, haripun
malamlah dan gelaplah segala tempat. (halaman 88, paragraf 6)
- Tiba-tiba pukul malam terbangunlah ia daripada tidurnya dengan
terpranjat,… (halaman 109, paragraf 2)
- Akan tetapi pada malamnya, kira-kira pukul sepuluh, cuaca yang
terang itu, sekoyong-koyong bertukar menjadi gelap gulita. Bintnag-
binatang yang gemerlapan cahayanya, tiada kelihatan lagi. …
(halaman 213, paragraf 2)
- Malam itu juga Ahmad Maulana pergi memanggil dokter dan dua
jam kemudian datanglah dokter itu. (halaman 213, paragraf 5)
3. Latar Suasana
 Takut

Page | 30
- …, sambil memegang tangan Sutan Mahmud, dan berkata dengan
gemetar dan pucat pasi mukanya, “Jangan Mamanda pergi! Hamba
sangat takut,…” (halaman 25, paragraf 5)
- …, terdengarlah olehnya bunyi langkah orang, keluar dari bawah
rumahnya. Maka berdebarlah hatinya, karena teringat pula akan
baying-bayang yang dilihatnya,… (halaman 172, paragraf 4)
 Sunyi senyap
- …, tiadalah lain yang dilihatnya daripada sinar lampu biliknya
sendiri. Sekaliannya masih sunyi senyap; orang yang telah
meninggalkan tempat tidurnya, belum ada. (halaman 28, paragraf 1)
- … Anak-anak yang bermain-main bersorak-sorak tadi tiadalah
kedengaran lagi suaranya, karena telah lama berselimut di tempat
tidurnya. …Kota yang ramai tadi menjadi sunyi senyaplah,…
(halaman 160)
 Tenang
- … Pikiranya sebagai tak ada dekat teman-temanya, melainkan jauh
di balik gunung yang tinggi, di seberang lautan yang dalam. …,
tiadalah dapat dilihat pada air mukanya yang bermuram-muram
durja, sebagai mengandung suka dengan duka. (halaman 43-44,
paragraf 12-13)
 Sedih
- Jawaban ini janagankan dapat melipur hati Samsu bahkan rupanya
menambah muram durjanya dan sedih hatinya. (halaman 66,
paragraf 1)
- Akan tetapi tatkala dilihatnya kapal yang akan membawa jantung
hatinya, jauh daripadanya, barulah dirasainya, bahwa perceraian itu
tentu akan melukai hatinya dengan luka yang parah. (halaman 79,
paragraf 1)
- Dadanya rasakan sesak menahan kesedihan yang timbul dalam
hatinya karena perceraian ini,… (halaman 80-82)

Page | 31
- …, lalu ia menundukkan kepalanya ke atas mejanya menangis amat
sangat, karena sedih akan nasib kekasihnya… (halaman 121,
paragraf 2)
- Setelah Samsu membaca surat ini, direbahkannya dirinya di tempat
tidurnya, lalu menelungkup menangis tersedu-sedu semalam-
malaman itu. (halaman 123, paragraf 1)
- Mendengar perkataan ini, menjeritlah Nurbaya, menangis tersedu-
sedu, memeluk dan mencium ayahnya. (halaman 133, paragraf 4)
 Pilu
- …, lalu berteriaklah pula ia menangis dengan merentak-rentak dan
memukul-mukulkan tangannya sehingga ramailah bunyi ratap di
rumah itu. (halaman 213, paragraf 5)
- Maka menjeritlah Nurbaya menangis tersedu-sedu dengan
mengempas-empaskan dirinya, tak dapat disabarkan lagi, lalu jatuh
pingsan. (halaman 154, paragraf 6)
- Karena tiada tertahan oleh Letnan Mas hatinya, segerahlah ia masuk
ke dalam makam ini, lalu berlutut diantara kedua kubur yang
berjauh-jauhan itu, sambil memeluk keduanya dengan kedua belah
tangannya. Di situ menangislah ia tersedu-sedu,… (halaman 257,
paragraf 2)
- Tatkala Sutan Mahmud mendengar perkataan dokter ini, terpekiklah
ia, lalu memeluk dan mencium mayat itu, sambil menangis tersedu-
sedu; …tiada lain melainkan anaknya sendiri,… (halaman 267,
paragraf 7)
 Haru
- …, lalu ia berlari mendapatkan Nurbaya dan dipeluk serta diciumnya
perempuan ini, sambil menangis, “Aduh Nurbaya, adikku yang
tercinta! Rupanya hampir tiada dapat kita bertemu lagi.” (halaman
181, paragraf 2)
 Lucu

Page | 32
- Tetapi ia tertawa gelak-gelak, tatkala melihat muka Bakhtiar yang
penuh berlumuran rum gula,.. (halaman 68, paragraf 2)
- Kedua mereka pun tertawa pula mendekak-dekak, sehingga Arifin
memegang perutnya,… (halaman 68, paragraf 3)
 Tegang
- … Ketika itu terperanjatlah Samsu dan Nurbaya, lalu berdirilah
Samsu dimuka Nurbaya akan melindunginya. Oleh sebab bencinya
Samsu kepada Datuk Maringgih ini, karena terngta akan sumpahnya
di Jakarta, tiadalah dapat ditahannya hatinya lagi lalumenjawab,…
(halaman 152)
- “… Terimalah olehmu hukumanmu!” lalu Samsu mengangkat
pestolnya, menembak Datuk Maringgih. Tetapi tatkala itu juga
Datuk Maringgih melompat ke muka, menetak Samsulbahri dengan
parangnya. …Setelah itu rebahlah keduanya ke tanah… (halaman
263)
- …Dalam hal yang sedemikian, tiba-tiba kelihatan seorang laki-laki
yang berpakaian serba hitam, datang dengan cepat mendekati
Nurbaya yang sedang duduk di kursinya, tak dapat berdiri karena
pusing. Dengan segera orang itu memegang badan Nurbaya, lalu
mengangkat dan membawanya ke sisi kapal, hendak melemparnya
ke dalam laut… (halaman 179)
 Gelisah
- Tatkala itu kembalilah Bakhtiar dan Arifin tergopoh-gopoh dari
perburuannya, sebagai ada sesuatu yang dilarikannya. … “Sst, diam!
Jangan rebut!” kata Bakhtiar sambil menyembunyikan bedilnya.
“Bakhtiar membedil orang,” kata Arifin perlahan-lahan… “…
sekarang mari kita pulang lekas-lekas!”… (halaman 53-54)
- Tatkala kapal telah berangkat, termenunglah Samsu sejurus di
pelabuhan Tanjung Periuk, karena sebagai didengarnya suara yang
timbul dalam hatinya mengatakan: Nurbaya tiada akan kembali lagi
dan itulah pertemuan mereka yang penghabisan di atas dunia ini.

Page | 33
Walaupun sangat khawatir dan kabur pikirannya tetapi
disabarkannya juga hatinya… (halaman 190, paragraf 5)
- Hati Arifin berdebar dan khawatirnya bertambah-tambah, sebagai
ada sesuatau bahaya yang mengancam sahabatnya… (halaman 227,
paragraf 5)
 Ramai
- Sedang ramai bersuka-sukaan itu,… (halaman 69, paragraph 1)
- …, riuh rendahlah bunyi tawa, rasa tak dapat disabarkan. …
(halaman 69, paragraf 2)
- …, sekalian tertawalah pula gelak-gelak amat ramainya. (halaman
70, paragraf 2)
- …, sangatlah ramai dekat kapal ini; riuh rendah pendengaran, tiada
keruan. (halaman 78, paragraf 1)
 Bahagia
- Muka Nurbaya berseri, ketika melihat surat itu, karena besar hatinya,
dan pada bibirnya kelihatan gelak senyum,… (halaman 97, paragraf
6)
- Semalam itu lupalah Nurbaya, akan hal ihwal yang telah
ditanggungnya, dan dirasainyalah kesenangan seorang perempuan
yang bebas,… (halaman 189, paragraf 4)
- “… Bukankah masih banyak kapal di laut yang dapat
mempertemukan engkau dengan dia?” Setelah berpikir sejurus,
baerkata Nurbaya, “Sungguh benar katamu itu; sebab ia tentu tiada
akan datang lagi ke Padang ini karena negeri ini mungkin telah
dihitamkannya.” …(halaman 170, paragraf 5)
 Romantis
- Mendengar pantun Samsu ini, berubahlah warna muka Nurbaya,
menjadi kemerah-merahan,… (halaman 46, paragraf 6)
- Maka diciumlah oleh Samsu perlahan-lahan punggung tangan
perawan ini. Nurbaya tiada membantah, melainkan dibiarkan
perbuatan Samsu itu. (halaman 73, paragraf 5)

Page | 34
- Mendengar pantun ini tiadalah tertahan oleh Nurbaya hatinya lagi,
lalu dipeluklah Samsu dan diciumnya pipinya… (halaman 152,
paragraf 1)
 Kacau
- Tatkala kelihatan oleh pesuruh serdadu datang, gemparlah
sekaliannya; ada yang mengmbil senjatanya, ada yang menghunus
kerisnya, ada yang memencak, ada yang berteriak memanggil
kawan, ada yang memaki-maki da nada pula yang mengacu-acukan
senjatanya; baebagai-bagai kelakuan mereka. (halaman 258)
- Dengan segera menjadi ramailah peperangan itu, masing-masing
mencari lawannya. Ada yang bertikam-tikaman, ada yang bertetak-
tetakan pedang, ada yang tangkis-menangkis, berpukuk-pukul,
tangkap-menangkap dan banting-membanting. Yang mati, jatuh,
yang luka, berdarah, yang takut, lari, yang berani mengejar. …
(halaman 259)

e) Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel “Siti Nurbaya” ini yaitu sudut
pandang orang ketiga serba tahu. Ini terbukti didalam cerita pengarang menyebutkan
pelaku dengan menggunakan kata ganti “ia”, “mereka”. Selain itu, pengarang
mengetahui semua yang dilakukan dan dirasakan oleh para tokoh.
 Bukti :
- Dalam hal itu, tiadalah ia pandang-memandang bangsa ataupun
pangkat. Itulah sebabnya ia sangat dimalui teman-temannya.
(halaman 14)
- Mula-mula ia minta terima kasih kepada sekalian sahabatnya yang
hadir, atas kedatangan mereka yang dan tanda mata yang telah
diberikan mereka itu. (halaman 70, paragraf 4)
- Setelah sampailah mereka ke rumah itu, berkatalah Arifin, “…”
(halaman 48, paragraf 4)

Page | 35
- Demikianlah, kedua mereka itu bercakap-cakap dan berpantun-
pantun serta berseda gurau. (halaman 190)

f) Amanat
1) Sebagai seorang anak, hendaknya patuh terhadap orang tua dan rela berkorban
demi orang tua dengan tulus tanpa memandang apapun.
2) Jika sudah menjalin hubungan kasih haruslah tetap setia terhadap pasangannya.
3) Jangan terlalu percaya pada orang lain dan berhati-hati dalam memilih teman.
4) Musibah adalah cara Tuhan menguji hamban-Nya, maka dari itu hendaklah tabah
dalam menjalaninya.
5) Jangan iri terhadap apa yang orang lain miliki.
6) Perbuatan jahat akan mendapatkan balasan kelak sebagai akibat perbuatannya.
7) Menjadi orang tua hendaklah lebih bijaksana, jangan memutuskan suatu persoalan
dalam keadaan marah, tanpa pikir panjang.
8) Kematian bukanlah cara untuk menyelesaikan suatu masalah.

g) Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam novel “Siti Nurbaya” ini adalah
bahasa Melayu.
 Bukti :
- Tiada berapa lama kemudian berhentilah di muka anak muda ini
sebuah bendi yang ditarik oleh seekor kuda Batak. (halaman 12)
- Dari surau yang dekat di sana, kedengaran orang bang, memberi
ingat kepada sekalian yang hendak berbuat ibadat kepada Allah
subhanahu wataala, bahwa subuh telah ada. (halaman 28)

C. Hasil Analisis Unsur Ekstrinsik


1. Biografi dan latar belakang pengarang
Marah Rusli, sastrawan yang bernama lengkap Marah Halim bin Sutan Abubakar
ini lahir pada tanggal 7 Agustus 1889 di Padang, Sumatra Barat. Ayahnya adalah
seorang bangsawan Pagaruyung dengan gelar Sultan Pangeran, sedangkan ibunya

Page | 36
berdarah Jawa, keturunan Sentot Alibasyah. Marah Rusli menikah dengan gadis
Sunda kelahiran Buitenzorg (kini Bogor) pada tahun 1911. Mereka dikaruniai tiga
orang anak, dua orang laki-laki dan seorang perempuan.
Marah Rusli menamatkan Sekolah Rakyat di Padang tahun 1904. Lalu tahun 1909
tamat Sekolah Raja di Bukit Tinggi. Dan tahun 1915, ia tamat Sekolah Dokter Hewan
di Bogor.
Meski lebih terkenal sebagai sastrawan, Marah Rusli sebenarnya adalah dokter
hewan. Tahun 1915-1922 ia menjadi dokter hewan di berbagai tempat di Nusa
Tenggara Barat dan Jawa Barat. Tahun 1923-1945 menjadi dokter hewan di
Semarang. Tahun 1945-1949, menjadi dokter hewan di zaman pengungsian di Salad
an Klaten, kemudian kembali ke Semarang dan pengungsian tahun 1951. Tahun
1952-1960 Marah Rusli dipekerjakan kembali sebagai dokter hewan di Pusat
Pendidikan Bogor.
Kesukaan Marah Rusli terhadap kesusastraan sudah tumbuh sejak ia masih kecil.
Ia sangat senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba, tukang dongeng di
Sumatra Barat yang berkeliling kampung menjual ceritanya, dan membaca buku-buku
sastra. Karya-karya Marah Rusli diantaranya Siti Nurbaya, La Hami, Anak dan
Kemenakan, Memang Jodoh, Gadis yang Malang (terjemahan novel Charles
Dickens).
Marah Rusli meninggal dunia pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung dan
dimakamkan di Bogor, Jawa Barat.

2. Nilai-Nilai Kehidupan
a. Nilai Religi
o Shalat ketika sudah waktunya
- Seketika lagi kedengaranlah orang bang di langgar dan mesjid,
karena maghrib telah ada. Waktu orang akan sembahyang. Ahmad
Amulana dan istrinya, kelihatan berjalan menuju ke tikar
sembahyang, lalu sujud ke hadirat Tuhan.
o Berserah diri dan meminta pertolongan kapada Tuhan

Page | 37
- Ayahku, karena sabarnya rupanya dengna sepenuh-penuh hatinya
menyerahkan untungnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan
memohonkan kurnia-Nya.
- “… Sekarang marilah kita nanti segala kehendak Tuhan dengan
tawakal dan menyerah!”
o Mendoakan orang yang sudah meninggal
- Setelah disuruh mereka beberapa fakir mengaji di sana, kembalilah
keduanya pulang ke rumahnya. Hanya yang telah berkubur itu
jugalah yang tinggal di sana, selama-lamanya.

b. Nilai Moral
o Berterimakasih atas bantuan orang lain
- Mendengar perkataan ini, menolehlah Samsu ke belakang lalu segera
menjabat tangan kusir Ali, minta terima kasih atas pertolongan dan
setianya.
- “Aku banyak meminta terima kasih kepadamu, atas kesudian hatimu,
menolong aku yang tengah berdukacita ini”
o Sopan pada orang tua
- Setelah sampailah Samsu ke rumah orang tuanya, lalu berjabat
tanganlah ia dengan ayahnya dan ibunya dipeluknya.
o Meminta izin pada orang tua jika bepergian
- “Tetapi aku harus minta izin dahulu kepada ayahku. Jika dapat, nanti
petang kukabarkan kepadamu.”
o Patuh pada orang tua
- “Pergilah Rukiah masak air, tetapi kopinya jangan terlalu keras!”
kata perempuan itu pula. Setelah itu, anak perawan ini lalu pergi je
dapur, mengerjakan apa yang dikatakan ibunya.

Page | 38
- “Alimah, coba ambil rokokku dari dalam bajuku!” kata Ahmad
Maulana. Alimah segera berdiri mengambil rokok itu dan
memberikanny kepada ayahnya.
o Meminta maaf
- “Ya, memang pikiranku tiada betul. Maaf dan ampun, Lim, akan
kesalahan adikmu yang celaka ini!”
o Sopan santun
- Tatkala itu datanglah putri Rukiah membawa suatu hidangan, yang
berisi semangkuk kopi dengan kue-kue, ke hadapan Sutan Mahmud,
lalu diletakkannya di atas meja. Kemudian masuklah ia ke dalam
biliknya. Rupanya ia mengerti, bahwa orang tuanya itu sedang
memperbincangkan hal yang hal yang tak boleh didengarnya.

o Memberi salam
- Dokter yang masuk ini sgera memberi salam, lalu bertanya, “Apa
kabar?”

c. Nilai Sosial
o Saling tolong-menolong
- Tatkala Samsu mendengar suara sahabatnya minta tolong, tiadalah ia
berpikir panjang lagi, lalu melompat berlari ke tempat suara itu
kedengaran,…

d. Nilai Budaya
o Pemakaman Jenazah
- Jenazah ini, sebagai kebiasaan di Padang, ditutup dengan kain putih,
yang penuh ditaburi bunh-bungaan. Sebelah ke muka, di tengah-
tengah dan sebelah ke belakang, jenazah itu dipayungi denhan
paying kuning, tanda yang meninggal itu seorang bangsawan tinggi.
o Adat perkawinan

Page | 39
- “…, akan tetapi di sini, laki-laki dibeli oleh perempuan, sebab
perempuan memberi uang kepada laki-laki. Oleh karena sebab adat
yang sedemikian, laki-laki dan perempuan hanya di perhubungkan
oleh tali uang saja atau karena keinginan kepada keturunan yang
baik, sekali-kali tidak dipertalikan oleh cinta kasih sayang”

Page | 40
BAB 4

PENUTUP

A. Kesimpulan
Novel “Siti Nurbaya” ini memiliki cerita yang begitu menarik, karena menyajikan
perpaduan kisah cinta Samsulbahri dan Nurbaya yang berujung tragis serta kentalnya
adat di daerah Padang. Sehingga menciptakan alur cerita yang bagus. Selain itu, novel
“Siti Nurbaya” juga mengadung banyak nilai kehidupan yang dapat diambil hikmahnya
dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Saran
Novel “Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)” karya Marah Rusli ini menjadi salah
satu novel yang layak dibaca. Novel ini memiliki alur cerita menarik yang mengangkat
adat di Padang. Selain itu, juga terdapat banyak hikmah yang bisa kita terapkan dalam
kehidupan. Namun, bahasa yang digunakan dalam novel ini sulit dipahami pembaca,
sehingga harus membacanya berulang-ulang.

Page | 41
DAFTAR PUSTAKA

https://airifns.blogspot.com/2013/12/v-behavioruridefaultvmlo_2.html?=1 (4 November 2019)

https://omnibussenja.com/unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik-novel/ (6 November 2019)

https://mengakujenius.com/7-unsur-intrinsik-novel-dan-penjelasannya-lengkap/ (8 November
2019)

https://www.nesabamedia.com/unsur-intrinsik-dan-unsur-ekstrinsik-novel/ (17 Desember 2019)

https://id.m.wwkipedia.org/wiki/Novel (17 Desember 2019)

https://pendidikan.co.id/novel/ (17 Desember 2019)

https://analisisnovel/download.htm (22 Desember 2019)

https://AnalisisTokohdanPenokohanRomanSittiNurbaya.html (22 Desember 2019)

https://SIDE424_MAKALAHANALISISNOVELSITINURBAYA.html (22 Desember 2019)

Rusli, Marah. 2002. Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai). Jakarta : Balai Pustaka

Dewanto, Anggiti Setyo, dkk. 2019. Makalah Bahasa Indonesia Analisis Unsur Intrinsik Dan
Ekstrinsik Novel “Bulan Terbelah Di Langit Amerika” Karya Hanum Salsabiela Rais Dan Angga
Almanhera

Page | 42

Anda mungkin juga menyukai