Anda di halaman 1dari 13

KISAH KAK ALYA - BAGIAN 10

Semenjak kejadian terakhir beberapa minggu yang lalu kak Alya sepertinya agak kapok untuk
keluar-keluar bugil lagi, sepertinya sih. Semoga kak Alya memang tidak eksib lagi sendirian di
luar sana tanpa sepengetahuanku.

Tapi tetap saja kebiasaan kakakku yang suka menjahiliku tidak pernah hilang. Seperti
mengembalikan kegiatan normal harianku, yaitu memeluk kakakku seharian yang selalu diakhiri
dengan menodai tubuh seksinya dengan pejuku. Tapi setelah beberapa kejadian yang kulalui
sampai saat ini, fantasiku pada kakakku kini semakin nakal. Awalnya aku memang tak terima
mengetahui kakakku diperlakukan tak senonoh oleh orang asing yang baru saja kami kenal,
bagaimanapun ia adalah kakakku, dan aku sangat menyayanginya meskipun aku terobsesi
pada kakakku sendiri.

Obesesiku pada kak Alya kini semakin liar saja. Baik dengan pakaian sopan maupun pakaian
minim, tetap saja pikiran kotorku selalu membayangkan yang tidak-tidak tentang kakakku.
Apalagi selama ini aku belum pernah benar-benar melihat secara langsung apakah kakak
benar-benar dicabuli dan berbuat yang tidak-tidak dengan mereka-mereka yang pernah
bersama dengan kakakku.

Entah itu disengaja atau tidak, Kak Alya jadi sering sekali berpakaian minim dan sembarangan
kalau di rumah. Bahkan menerima tamu juga dengan pakaian yang sembarangan, hanya pada
teman-temannya dan orang-orang komplek saja dia mau muncul dengan pakaian yang sopan
dan berjilbab. Tapi kalau hanya ada aku, atau di depan teman-temanku, ataupun saat menerima
tamu asing seperti peminta sumbangan atau pengantar makanan, kak Alya selalu berpakaian
minim dan mengumbar auratnya yang indah itu.

Setiap dia menerima tamu asing pasti aku selalu dibikin deg-degan dan panas dingin. Tidak
hanya aku tentunya, tetapi juga tamu itu sendiri. Siapa sih yang tidak dibikin berdebar
jantungnya dan mupeng berat saat melihat penampilan kakakku yang seksi itu? Dari peminta
sumbangan, pengantar makanan, sampai tukang nasi goreng pernah melihat betapa seksinya
kakakku ini. Bahkan menurut penuturan kakakku beberapa diantara mereka ada yang sempat
mencicipi kenikmatan tubuh kakakku.

Walau tak terima, namun tak ku pungkiri kalau aku sendiri jadi ngaceng setiap mendengar
ceritanya itu, karena aku memang sering dari dulu berfantasi membayangkan kak Alya yang
cantik dan sopan di mata masyarakat itu mau dinodai oleh orang-orang seperti mereka.
Belakangan ini aku sendiri jadi suka membayangkan kakakku ketika bersama tukang ayam
bakar, bapak-bapak yang pernah disenggol mobilnya yang entah sopir atau bukan, lalu tukang
nasi goreng. Dan bayangan-bayangan itu selalu membuatku terangsang dan selalu merasa tak
puas apabila hanya membayangkannya saja. Apakah aku memang ingin kakakku mengalami
hal itu kembali?

Saat ini aku sedang asik-asiknya nonton tv, dan kakakku sedang ada di kamarnya yang entah
sedang apa.

“Deek... nanti kasih tau kakak yah kalau ada temen kakak yang datang, dia mau ambil kardus
pakaian bekas layak pakai buat disumbangin ke panti asuhan” pinta kak Alya padaku dari
kamarnya. Aku jadi ingat beberapa hari yang lalu kak Alya memintaku untuk mengumpulkan
pakaian bekas layak pakai dariku. Kak Alya memang rajin mengikuti kegiatan bakti sosial
bersama teman-teman kampusnya, seperti ke yayasan-yayasan panti asuhan untuk membantu
memberi sumbangan kepada anak-anak yang terlantar dan butuh bantuan. Bahkan terlalu
sering sampai aku sendiri kadang mendapati kakakku masih sibuk di luar saat aku pulang.

Tidak lama kemudian terdengar suara motor yang dilanjutkan dengan ada orang yang
mengetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam. Apa itu teman kak Alya? Tapi dari suaranya
sepertinya bukan. Suara pria tua!

“Kak, kayak ada yang datang tuh...” ujarku memberi tahu kak Alya.
“Teman kakak yah dek?” kak Alya bertanya sambil melongokkan kepalanya keluar dari celah
pintu kamarnya. Melihat rambut indahnya yang terjuntai indah itu sepertinya kak Alya baru akan
memakai jilbabnya.

“Kayaknya bukan kak... dari suaranya seperti orang tua kak, mana langsung masuk pagar dan
ketok pintu rumah lagi”

“Orang tua? Apa mungkin dari dari yayasan yah?”


“Aku atau kakak nih yang bukain pintu? Kakak aja yah..” tanyaku saat kak Alya masuk lagi
kedalam kamarnya. Sepertinya mau bersiap-siap menerima tamu.

“Iya deh… kakak aja yang buka” jawab kak Alya dari dalam kamarnya.

Aku memang selalu berfantasi nakal pada kakakku yang cantik ini, jadi aku selalu membiarkan
kak Alya saja yang menerima tamu asing, namun diam-diam aku tetap selalu menjaga kakakku
dari orang yang suka berbuat iseng pada kakakku.

Ketika kak Alya keluar dari kamar aku setengah terperanjat melihat busana yang dikenakan
oleh kakakku.

Kali ini kak Alya menerima tamu yang entah siapa hanya dengan memakai kemeja. Kemeja
putih lengan panjang, yang memang cukup dalam sampai menutupi pantatnya, namun paha
putih mulusnya tetap terpampang bebas untuk dipandangi dengan leluasa. Tapi sepertinya kak
Alya tidak mengenakan apa-apa lagi di balik itu. Dan benar saja! Cuma kemeja putih itu saja
yang ia kenakan! Kemeja yang bahkan hampir transparant! Aku yang gak tahan melihat
pemandangan menggoda itu otongku langsung menegang keras, jadi pengen onani saat itu
juga.

Aku akhirnya hanya mengintip dari kejauhan sambil membayangkan hal yang tidak-tidak pada
kak Alya.

“Eehh… non Alya?” ujar bapak peminta sumbangan itu terlihat sumringah saat kak Alya
membukakan pintu. Aku seperti ingat sebelumnya siapa peminta sumbangan itu..

“Eh, Pak Amin, apa kabar?” sambil menjabat tangannya kak Alya tersenyum sangat manis.
Ternyata lelaki itu adalah Pak Amin! Orang yang dulu pernah minta sumbangan ke rumah. Mau
apa lagi dia ke sini!?

“Silahkan masuk dulu Pak… duduk dulu” ajak kak Alya ramah kemudian. Lagi-lagi dia mengajak
orang yang tidak jelas masuk ke dalam rumah. Ampun deh kakakku ini.

Aku lihat Pak Amin terus menatap tubuh kak Alya dengan leluasa, tidak seperti dulu yang hanya
dibatasi pagar rumahku. Tentunya dengan pandangan mupeng penuh nafsu. Ku yakin Kak Alya
sadar kalau dia sedang dipandangi cabul oleh pria tua lusuh itu, tapi dia malah berlagak cuek.
Posisi duduk kak Alya agak miring sehingga paha mulusnyalah yang terpampang bebas di
hadapan pak Amin.

“Makasih ya non sebelumnya untuk niat non mau bantuin pondok panti asuhan di tempat saya,
hehe..” sambil cengengesan matanya kulihat tak berhenti jelalatan melihat kakakku.

“Sama-sama Pak, biasa aja kok”


Ternyata pak Amin ini adalah salah satu pengurus pondokan panti yang dikunjungi kak Alya
beserta teman-temannya waktu itu dalam sebuah acara amal kampus!

“Tapiii.. kok non Alya gak pake jilbab? Terus pakaiannya ini…” kata Pak Amin sambil menelan
ludah. Aku rasa pak Amin mulai sadar kalau kak Alya tidak memakai apapun lagi di balik
kemeja itu. Aku yang melihat dari jauh saja bisa langsung tahu kalau kak Alya tidak memakai
apapun lagi dibaliknya, apalagi oleh Pak Amin yang tepat duduk di depannya.

“Begini gimana sih Pak?” tanya kak Alya pura-pura tidak mengerti.

“Itu… bajunya… terbuka gitu… auratnya nampak lho…”

“Hmm… kan di rumah aja pak… lagian cuacanya panas banget” jawab kak Alya santai.

“Ohhh… gitu, iya juga yah non... gerah nih, hehe..” ujar pak Amin magut-magut namun matanya
tetap terus memandangi tubuh kakakku ini, terutama pahanya. Aku yang melihat pemandangan
ini jadi semakin panas dingin. Kakakku yang cantik bening putih mulus dengan pakaian minim
sedang bersama pria tua lusuh. Sungguh kombinasi pemandangan yang bikin darah berdesir.
Aku jadi berpikir jorok seandainya pria tua itu kini yang ngentotin kak Alya. Menggenjotnya
dengan liar sampai menumpahkan pejunya di dalam memek kak Alya.

“Emang kenapa pak dengan pakaian saya?” tanya kak Alya menyadarkan lamunan mesum pak
Amin juga lamunan mesumku.

“Eh, nggak… cuma kan waktu itu non ke tempat kami pake jilbab, baju non Alya waktu itu
sopan banget” jawab pak Amin seperti sengaja mengarahkan kak Alya. Ya, waktu itu tentu saja
kak Alya berpakaian sopan lengkap dengan jilbabnya, berbanding terbalik dengan saat ini yang
hanya memakai kemeja putih tipis, setelan yang sangat memamerkan aurat.

Aku hanya bisa membayangkan apa isi kepala orang ini setiap kali bertemu dengan kakakku.
Apakah acara yang bersifat amal untuk ibadah itu mampu membersihkan isi kepala yang sudah
kotor semenjak bertemu kak Alya dari balik pagar itu? Rasanya tak mungkin, apalagi melihat
posisi duduknya sekarang yang sudah seperti orang tak nyaman lagi, entah apa yang
mengganjal di bawah sana.

“Hihihi… Tapi tetap cantik kan pak?” tanya kak Alya malah menggoda bapak itu.

“Cantik dong… malah lebih cantik begini, hehehe”


“Huuu… Pak Amin ini bisa aja”

“Emang di rumah gak ada orang ya non?” tanya pak Amin.

“Ada kok, ada adeknya Alya di rumah”


“Terus emang adeknya non gak risih lihat kakaknya pakai baju seperti ini? Adeknya non cowok
bukan?”

“Iya… adek saya cowok Pak… masak risih segala? Kan kakak sendiri, hihihi… kalau gak
percaya tanya aja sendiri“ jawab kak Alya sambil tertawa renyah, kemudian tiba-tiba kak Alya
memanggilku. “Deeeek, sini deeh..” teriak kak Alya. Duh, kak Alya ini ngapain sih manggil aku
segala!? Aku yang bingung kenapa dipanggil akhirnya keluar juga menemui mereka. Aku lalu
bersalaman dengan pak Amin dan duduk bersama mereka di sana.

“Itu… Emm… Kamu beneran gak masalah lihat kakakmu pake baju kayak gini?” tanya Pak
Amin benar-benar menanyakan hal itu padaku.

“Ng…nggak sih Pak…”


“Emang kamu gak nafsu? Hayo, jawabnya yang jujur…” tanya Pak Amin lagi seperti
mengintrogasiku. Dia sepertinya penasaran apakah aku punya nafsu atau tidak terhadap kakak
kandungku sendiri.
“Nafsu sih… hehehe” jawabku apa adanya mengingat dia orang asing yang bukan dari daerah
sini sehingga aku tidak peduli, karena aku memang benar-benar sedang bernafsu melihat
kakakku sendiri. Mendengar jawabanku kak Alya langsung mencubit gemas perutku.

“Dasar kamu ini… jangan bilang kalau burungmu ngaceng sekarang!?” ucap kak Alya dengan
wajah pura-pura kesal.

“Emang ngaceng kok kak…” kataku makin berani yang dibalas lagi dengan cubitannya. Bahkan
seperti tak bisa kutahan lagi, aku kembali nyerocos..

“Kakak sih pake baju begitu… mana tahan coba, aku kan cowok tulen juga. Kak Alya udah
cantik kayak bidadari, imut, bening, terus pakai baju kayak gitu. Siapa yang gak nafsu coba? Iya
kan pak?” kataku sengaja menanyakan pendapat pak Amin.

“Eh, I..iya… tuh kan Non Alya, adek non Alya ternyata nafsu lho sama non, hehe” ujar Pak
Amin.

“Tau nih pak, saya juga baru tahu, hihihi… beneran dek? Berarti kamu sering dong ngayal yang
jorok-jorok tentang kakak?” tanya kak Alya padaku.

“Se-sering kak…” jawabku agak malu. Aku tidak menyangka kak Alya akan bertanya seperti itu
di depan orang lain, namun ku jawab saja.

“Kamu ini… emang ngayal apa aja?” tanya kak Alya lagi seolah mengarahkanku, tapi seperti
kesempatan buatku inilah saatnya aku mengungkapkan lagi keinginan terdalamku, yang
bedanya kali ini di depan orang asing.

“Ummm… ngayal bisa ngentot dengan kakak…”


“Hah? Adeeek.. kita itu saudara kandung tahu… masak kakak dientotin sama adek sendiri sih?
Hihihi, mesum! Terus apa lagi dek? Itu aja?” tanya kak Alya yang sepertinya juga sangat tertarik
dengan semua khayalan jorokku padanya. Dia sepertinya tidak malu lagi bertanya seperti itu
padaku di depan tamu itu. Entah apa yang membuatnya begitu.

“Masih ada lagi kak…”


“Apa tuh dek? Keluarin aja semua khayalanmu tentang kakak, kakak pengen dengar loh…
Kamu pengen kakak dibobo’in sama siapa aja yah?” Duuuhh… mendengar perkataannya itu
sungguh membuat aku jadi panas dingin.

Kenakalan dan kenekatan kakak sepertinya muncul lagi. Sungguh pertanyaan yang tidak
pantas dari seorang kakak pada adeknya. Tapi dengan kondisi pikiranku yang sudah kotor dari
kemarin-kemarin akhirnya ku utarakan juga semua fantasi liarku padanya.
“Aku juga sering ngebayangin kakak waktu sama tukang ayam bakar, bapak-bapak yang bawa
kak Alya sampai malam, juga tukang nasi goreng waktu itu..” jawabku dengan suara pelan
mengungkapkan semuanya.

“Ya ampun dek…. Masih penasaran yah adek? Hihihi... Berarti barusan ini kamu ngayalin kakak
digituin Pak Amin juga dong?” tanya kak Alya menebak sambil melirik ke arah pak Amin. Terang
saja pak Amin jadi salah tingkah dan menelan ludah.

“I-iya kak…” jawabku malu karena isi pikiranku ketahuan olehnya.

“Emang kalau kejadian kamu mau ngelihatnya dek?” tanya kak Alya dengan lirikan nakal yang
membuat aku berdebar mendengarnya.

“M..maksudnya kak?”

“Iya, kalau kakak akhirnya beneran di-en-tot-tin Pak Amin, kamu pengen lihat?” tanya kak Alya
dengan nada suara lirih menggoda, bikin penisku makin ngaceng saja dibuatnya. Ku lihat Pak
Amin juga terkejut dan terdiam saja mendengar ucapan kakakku barusan.

“Ga-gak tahu deh kak…” Aku memang tidak tahu apa yang akan ku lakukan jika hal itu akhirnya
betul-betul terjadi. Di satu sisi tentunya aku tidak rela, dia kakak kandungku sendiri, masa
dentotin orang lain seenaknya di hadapanku. Namun di sisi lain itu merupakan imajinasi liarku
terhadap kak Alya dan aku sungguh penasaran ingin melihatnya.

“Ngomong-ngomong, Non Alya kapan main main ke panti lagi… anak-anak pada kangen lho…
hehe” tanya Pak Amin mencoba mendinginkan suasana.

“Alya juga kangen Pak… Apalagi sama Romi, Dodi, Budi dan Gito, hihihi” ujar kak Alya. Kok
nama-nama yang disebut kak Alya cowok semua sih?

“Iya… Non Alya sih cantik banget, baik lagi. Terang saja mereka kangen…”
“Hmm… libur semester ini deh ya.. Kan kalau gak sibukan Alyanya bisa leluasa waktunya…”
tawar kak Alya.

“Waaaah… silahkan banget non, anak-anak pasti senang banget non Alya datang lagi. Nginap
aja sekalian non…”

“Nginap? Ngg…. Boleh deh…”


“Wah, gak sabar saya, eh… maksudnya anak-anak, hehe”

“Gak sabar kenapa Pak?”


“Eh, nggak non…hehe” Pak Amin hanya cengengesan mesum.

“Oh iya Pak, bentar yah… Alya mau siapin uang dan pakaian yang buat disumbangin…”
“Ooh, silakan non… kirain yang di depan mata yang mau disumbangin, hehe..”

“Iiihh, adeeek... Pak Amin mulai deh... Hihihi... bentar yah...”kata kak Alya bangkit dengan
sedikit hati-hai agar vaginanya tidak terbuka dan terlihat oleh kami berdua, gayanya itu bikin
aku gemas. Tapi tunggu, dia sepertinya lebih berusaha menutupi vaginanya dari pandanganku
daripada menutupi vaginanya dari pandangan Pak Amin. Ku lihat tadi pak Amin meneguk ludah
saat melihat ke arah selangkangan kak Alya. Kakakku sendiri sepertinya tidak ambil pusing
dengan pandangan pria tua itu. Seperti sudah niat banget bikin pria itu pusing atas bawah.

Kak alya lalu menuju ke dalam kamarnya untuk mengambil duit. Dia kembali tidak lama
kemudian dengan membawa amplop yang sepertinya berisi uang.

“Dek, kakak minta tolong donk beliin cemilan dan minuman, masa tamu gak dikasih apa-apa”
suruh ak Alya sambil menyerahkan uang itu padaku.

“Lha, kok aku sih kak?”


“Terus? Masak kakak sih yang pergi pake baju kayak gini? Buruan gih sana…” suruhnya lagi.
Akupun terpaksa menuruti. Dengan buru-buru aku segera ke mini market. Aku tidak ingin
membiakan kakakku yang cantik sendirian bersama pria itu di rumah. Tapi sial banget mini
market ini sedang rame-ramenya. Mungkin ada sekitar 15 menit sejak aku pergi tadi sampai
balik ke rumah lagi. Tapi untungnya aku tak bertemu dengan penjaga kasir malam itu, di mana
untuk pertama kalinya aku dan kak Alya mengutil kaos demi menyelamatkannya dari kumpulan
orang-orang bermotor. Tapi tetap saja akhirnya jatuh ke pelukan tukang nasi goreng, huh!

Aku terkejut saat aku pulang tidak menemukan kak Alya dan pak Amin di ruang tamu. Aku
panik, dan dadaku berdebar kencang. Kemana mereka? Melihat kardus pakaian yang akan
disumbangkan masih tergeletak di lantai berarti Pak Amin masih ada di dalam rumah ini.
Nafasku semakin tercekat saat melihat kemeja putih yang dikenakan kak Alya tadi tergeletak
sembarangan di lantai. Apa kak Alya tidak memakai apa-apa sekarang? Apa dia telanjang?
Sejak kapan dia membuka kemejanya itu? Tapi masalahnya dia ada dimana sekarang? Akupun
langsung mencari ke dalam rumah.

“Kaaaaak? Dimana sih?” teriakku memanggilnya.

“Di sini dek, di dalam kamar mandi..”


“Kak.. kardusnya masih di ruang tengah, Pak Aminnya dimana?”

“Ummm... ini kakak lagi sama Pak Amin di dalam, dek….” Sahut kak Alya yang bagai halilintar
di kupingku. Badanku langsung lemas mendengarnya, tapi tak lama penisku malah langsung
ngaceng maksimal. Benarkah Pak Amin bersama kak Alya di dalam sana?

“Kaak!”
“....” tak ada jawaban di dalam sana. Apa yang terjadi di dalam? Apakah akhirnya aku akan
melihat semua ini? di depan mataku sendiri bahwa kakakku benar-benar dientotin orang-orang
asing seperti yang aku bayangkan selama ini?

“Ngapain sih kak di dalam kamar mandi berdua?” tanyaku dari balik pintu kamar mandi.
Perasaanku sungguh campur aduk saat itu, antara bingung, cemas, sakit hati, dan horni. Kakak
kandungku yang cantik bening sedang berduaan dengan pria tua lusuh di dalam kamar mandi!

“Gak tahu nih Pak Amin…. Waktu kamu pergi tadi, dia langsung nyerang kakak. Nakal banget
ngga sih dek? Kamu marahin gih…” jawab kak Alya seakan tidak bersalah, padahal tingkah
lakunya itu yang membuat pria manapun akan khilaf untuk menikmati tubuh binalnya. Ternyata
walaupun kakakku ini selalu memakai jilbab kalau keluar rumah, tapi kelakukannya seperti
lonte. Bahkan lonte saja dibayar. Ugh, aku sebagai adeknya sendiri dibikin mupeng berat
karena ulahnya ini. Kak Alya binaaaaal!

“Dek Aldi…. Kakakmu yang nakal banget ini udah bikin bapak nafsu. Jadi boleh kan bapak
hukum?” tanya Pak Amin padaku.

“Eh, I-itu…” aku tidak tahu menjawab apa. Sebagai seorang adek tentunya aku harus
melindungi kakak perempuanku, tapi untuk kali ini nafsuku mengalahkan logika. Aku
membiarkan kakakku diberi pelajaran karena perbuatan nakalnya itu.

“Terserah bapak” jawabku pasrah.

“Adeeeeeeekkk…. Kamu jahat…. Huuuu… huuu…” ucap kak Alya merengek, tapi selanjutnya
malah terdengar suara kak Alya menjerit manja “Kyaaaaaaaaaa……. Paaaaaak, ampuuuun,
hihihi...” diiringi suara benturan pintu pada kamar mandi. Seperti suara seseorang didorong
sampai menubruk dan tetap bersandar pada pintu itu. Aku hanya bisa membayangkan Pak
Amin yang mendorong kak Alya sampai menempel ke pintu kamar mandi, lalu dari suara pintu
yang terdorong berkali-kali sepertinya bandot tua itu menggenjot kakakku dengan liar. Tepat di
balik pintu itu ada aku, adeknya yang hanya bisa membayangkan persetubuhan mereka di
dalam sana.

“Kak….” Panggilku sedikit cemas, karena tampaknya kakakku betul-betul digenjot dengan
liarnya oleh Pak Amin. Hentakan pintu kamar mandi kami sampai berdebam kencang.

Terdengar suara kak Alya “Deeekkkk… kakakmu sedang dientotin dek…. Ssshhh…. Kakak
kandungmu… dientotin sama peminta sumbangan… sssshhh….” Mendengar omongannya itu
aku kini malah mengocok penisku, aku hanya bisa mengocok penisku sambil membayangkan
apa yang sedang terjadi di balik pintu ini. Aku tidak menyangka kalau kak Alya memang nakal
seperti ini. Berarti cerita-cerita kak Alya selama ini benar adanya. Hatiku semakin sakit, tapi
kenapa aku juga semakin horni dibuatnya!? Sialan.
“Ughhh… Kak Alya nakal…” erangku. Namun akhirnya aku memilih untuk menikmatinya saja,
toh ini memang fantasiku dari dulu, meskipun aku masih tidak menyangka kalau ini benar-benar
terjadi.

“Iyaaahhh…. Kakakmu ini nakal dek… Aaaahhh…. Kamu suka dek? Kamu lagi onani ya
sekarang?” tanya kak Alya menebak dengan suara manja terengah-engah.

“Iya kak, aku lagi onani… kak… aku pengen lihat boleh?”
“Ngghh… lihat apa dek?”
“Lihat kak Alya dientotin sama Pak Amin”

“Jangan dek… gak boleh… masak kamu lihat kakak sendiri ngentot sih? Kamu onani sambil
bayangin kakak aja yah… nggghhhh… Pak… pelan-pelan… sshhh”

“Ughh…. Kak… aku pengen lihat nih…”


“Gak boleh… ngghh… Pak Amiiiinn…. genjot Alya yang kencang pak… biar adeknya Alya
makin enak ngebayanginnya…” suruh kak Alya pada pak Amin.

“Eeegghh.. Iya non Alya…. Bapak hantam yang kuat yah, nih!” kata pak Amin. “Plak plak plak!”
terdengar suara peraduan kulit yang semakin keras.

“Ahhh… kakak jahat! Dasar kakak perempuan nakal!” racauku sambil mempercepat kocokanku.

“Iya…. Kakakmu perempuan nakal dek…. Kamu bayangin yah dek… kakakmu yang keseharian
berpakaian sopan... dan berjilbab... lagi dientotin sekarang... sama pria tua gak jelas…
Deeeekkk… bayangin dek… bayangin… enggggghhh” erang kak Alya.

Aku sungguh tidak kuat mendengar omongan kakakku. Persetubuhan mereka juga sungguh
sangat heboh. Belum pernah aku merasakan seperti ini sebelumnya. Tanganku juga semakin
cepat mengocok penisku. Sepertinya sebentar lagi aku akan muncrat.

“Kak Alya…. Aku pengen muncrat nih…” teriakku.

“Bapak juga dek Aldi…” malah pak Amin yang menyahut.

“Ya sudah berengan aja yah kalian muncratnya… Pak Amin keluarin di vagina Alya, tapi adek
keluarin di pintu aja yah dek… gak apa kan dek?” ujar kak Alya yang tentu saja aku tidak
terima.

“Yah… kak, aku juga pengen muncrat di dalam memek kakak…” rengekku.
“Hihihi… Jangan dong dek… ntar kakak bisa hamil anak kamu. Masa kakak dihamili adek
sendiri? Gak boleh ya adekku sayang…” tolak kak Alya. Jadi dia lebih memilih sperma pak
Amin untuk memasuki rahimnya? Pria tua yang tidak jelas itu?
“Agghhh…. Kak Alya nakal… kak Alya lontee!” teriakku yang hanya disambut desahan kak
Alya.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka sedikit, kak Alya mengeluarkan kepalanya. Tubuh
telanjangnya masih tertutup pintu, begitu juga tubuh pak Amin yang sepertinya masih
menggenjot tubuh kakakku dengan kasarnya, terlihat dari guncangan-guncangan tubuh kakak.

“Gini aja yah dek? Cukup kan?” ujar kak Alya. Ahhhhh… Kak Alya rese, aku cuma kebagian
ngelihat wajahnya saja sedangkan pria tua itu dapat dengan nikmatnya dapat melihat seluruh
tubuh bugil kak Alya, bahkan menghujam vagina kakak kandungku yang cantik ini.

Tubuh kak Alya terhentak-hentak dengan hebatnya, tapi dia masih saja berusaha tersenyum
padaku, bikin aku tambah horni dan semakin tidak tahan saja. Tampak wajah kakakku memerah
dan mandi keringat. Di mulut, pipi, bahkan mungkin seluruh wajah kak Alya juga ada banyak
cairan bening yang sepertinya adalah liur pak Amin yang menambah kilapan cantik pada wajah
kak Alya.

“Ngghhh… kak… Aku keluar!“


“Iya deeek… keluarin aja…”
“Bapak juga pengen muncrat non Alya… terima nih peju... bapak bikin hamil lo!” erang pak
Amin, kak Alya juga mengerang manja. Dan…

“Croooooooootttttt” tumpahlah pejuku di hadapan kak Alya.

Dibalik sana, pak Amin juga sepertinya sedang memindahkan benihnya ke rahim kakakku.
Terlihat dari tubuh kakak yang sedikit terdorong kedepan seolah ingin menghujamkan sampai
mentok ke mulut rahim kakakku. Aku tidak dapat membayangkan kalau akhirnya nanti kak Alya
bakal hamil, hamil anaknya pria tua lusuh ini.

Aku yang terengah-engah kecapean akhirnya mundur dan duduk di kursi di belakangku.

“Udah kan dek…? Enak?” tanya kak Alya dengan senyum manis padaku.
“I-iya kak, enak…” Sial! Kenapa aku menikmati ini semua!?

Tiba-tiba pak Amin melongokkan kepalanya dan mencium bibir kak Alya, lalu berkata padaku,
“Enak ya dek Aldi? Bapak juga enak… nih kontol bapak masih nancap di memeknya kakak
kamu… kayaknya bakal bisa satu ronde lagi deh… boleh kan dek Aldi kalau bapak entotin
kakakmu sekali lagi?”

“Boleh nggak dek? Kakakmu mau dientotin sekali lagi nih…. Tapi kamu udahan kan yah? Jadi
pintunya kakak tutup lagi yah dek… hihihi” aku hanya diam tidak berkata. Tenagaku sudah
habis. Sungguh kakakku ini nakal banget.
Pintupun tertutup rapat dan mereka melanjutkan ngentot-ngentotan lagi di dalam kamar mandi.
Bahkan lebih heboh dari yang sebelumnya. Suara kak Alya yang mengerang-ngerang dan
menjerit manja akan kenikmatan sungguh terdengar sangat erotis.

***

Setengah jam kemudian, akhirnya kak Alya dan Pak Amin keluar dari kamar mandi. Kak Alya
terlihat sangat segar. Rambut basahnya tergerai dengan indahnya. Dia keluar dengan menutup
tubuh basahnya dengan handuk, seakan masih saja menggodaku dengan sengaja membatasi
pandanganku pada tubuhnya walau sehari-hari aku cukup sering melihatnya bertelanjang di
rumah. Padahal di kamar mandi dengan pria tua yang entah siapa, dia mau saja bertelanjang
bulat membuka semua auratnya, sampai entot-entotan pula. Bikin kesal aja nih kak Alya, tapi
juga bikin aku horni berat.

“Kak, buka dong handuknya… masak sama adek sendiri tega…” kataku memelas ingin juga
melihat kakakku ini polos di hadapanku.

“Hmm? Kamu pengen lihat kakak bugil dek?”


“Iya kak…. pengen banget” kataku lagi, dia hanya senyum-senyum manis padaku.

“Ntar aja ya dek… Pak Amin, bantu Alya pilih baju dong ke kamar…” ajak kak Alya pada Pak
Amin. Sialan banget, malah ngajak Pak Amin, enak bener tua bangka sialan itu. Aku ingin
memprotes, tapi mereka sudah keburu masuk ke dalam kamar kak Alya, lalu menutup pintu.
Hanya terdengar suara cekikikan kak Alya setelahnya. Sepertinya tubuh kakakku sedang
digerepe-gerepe oleh Pak Amin dengan leluasa dan sebebas-bebasnya di dalam sana. Atau
mereka sedang ngentot lagi? Ugh… Kak Alya…

Ternyata setelah beberapa menit akhirnya kak Alya keluar bersama pria tua itu. Kak Alya
memakai setelan yang baru dibelinya 3 hari lalu dan baru pertama kali ini dipakai. Kemeja pink
lengan panjang, rok panjang, lengkap dengan jilbab putihnya. Kak Alya terlihat begitu cantik
dan seks meski pakaiannya terbilang sopan dan tertutup. Sungguh berbeda dengan
penampilannya sebelum mandi yang sangat terbuka dan mengumbar aurat. Kak Alya sekarang
juga memakai harum-haruman yang membuat pria-pria semakin klepek-klepek padanya. Tapi
melihat penampilan seperti ini apakah kakak mau keluar?

“Mau keluar yah kak?” tanyaku agak lemas

“Ummm... menurut adek?” jawab kak Alya cuek sambil berkaca di depan cermin, memastikan
kalau penampilannya sudah cantik. Kakak itu sudah cantik banget kok kak… gak perlu
bercermin segala orang-orang udah tahu, ucap batinku agak sedih. Sudah ditinggal ngentot,
kini akan ditinggal pergi.

“Ya udah ati-ati aja di jalan...” jawabku seakan juga tak peduli padanya walau aku ingin rasanya
menemaninya terus setiap waktu.
“Hihihi... adek tuh yaaa, digodain aja udah menyun kayak gitu... emang gak boleh kakaknya
tampil cantik buat adeknya di rumah?” jawab kak Alya sambil tersenyum imut mengerling
padaku.

“Uuuhh, kakaak...” jawabku pura-pura merajuk, padahal mendengarnya saja membuat badan ini
menjadi terasa hangat. Ternyata kakak tidak akan pergi kemana-mana. Kak Alya
bagaimanapun juga tak pernah melupakanku sama sekali. Aku makin sayang padanya, walau
aku masih sedikit kesal karena mau-mauan aja digagahi orang macam Pak Amin.

Selesai Pak Amin mengangkut kardus berisi pakaian bekas itu ia mohon pamit pada kami
berdua.

“Yuk mari non, dek Aldi... bapak pamit dulu yak..”


“Iya Pak Amin, hati-hati di jalan yah...”

“Jangan lupa yah non janjinya, hehehe... ditungguin lho sama anak-anak di sana..”
“Iya, nanti Alya sempetin deh”

“Kasihan anak-anak di sana, katanya udah pada ngebet pengen ketemu non... pada udah gak
tahan, hehehe...” sambil bawa kardus itu ia cengengesan, entah apa yang dia maksudkan, tapi
pasti hal mesum.

“Denger gak tuh dek? Emang pada ngebet ngapain sih Pak Amin, hihihi...”
“Ngebet mau disumbangin lagi sama non Alya, hahaha!” tawanya yang lepas memperlihatkan
gigi-giginya yang menguning dan penuh plak hitam. Tak terbayang seperti apa bau mulutnya.
Entah bagaimana kak Alya bisa tahan dicium orang seperti itu.

“Ya udah bapak hati-hati di jalan ya, kakak saya mau istirahat dulu deh kayaknya..” potongku
sambil menutup pagar dan meninggalkannya masuk kedalam rumah.

Sepeninggalnya orang bejat itu dari rumahku aku melihat kak Alya sedang duduk melihat tv di
ruang tengah. Melihat kakakku mengenakan pakaian tertutup itu malah semakin menambah
kecantikannya dan membangkitkan birahi dalam diriku. Apalagi kini hanya tinggal aku berdua
dengan kakakku di rumah. Belum apa-apa penisku sudah memberontak hebat.

“Adeeek... ngapain sih liat-liat kakak kayak gitu?”


“Kakak cantik siih..”

“Hihihi, gombal iih adek nih... terus apalagi?”


“Kak Alya juga seksi...”

“Ooh, gituu? Kalo seksi memang kenapa dek?”


“Anu kak.. rasanya adek pengennn...” belum selesai aku mengucapkan lanjutannya tiba-tiba
hape di kantongku berbunyi. Seperti mengganggu di waktu yang tepat aku buru-buru membuka
supaya aku bisa kembali keurusan yang telah kunanti-nantikan ini, yaitu berduaan dengan
kakakku. Berharap bisa mendapatkan perentotan yang kuinginkan sejak lama.

‘Bro... kapan nih kita bisa main PS lagi kerumah lo bro


Ajak kakak lo sekalian maen biar rame yak, hehe..’ bunyi pesan itu.

“Siapa dek?”
“Eehh.. bukan siapa-siapa kakakku yang cantik, heheh..” jawabku tak nyaman karena
gangguan ini yang sekejap bisa membuat otongku lemas.

“Ooh.. ya udah deh, kakak tidur dulu yah..”


“Loh! Kok tidur kak? Aku kan masi kentang kaak?”

“Sini, biar kakak rebus kalo kamu kentang, hihihi...”


“Uuuhh, kakak.. aku beneran kentang juga, malah dibecandain..”

“Makanyaaa, sini adek kakak rebus biar kepanasan, gak mau kakak bikin panas? Hihihi..”
“Hah? Eh, mau deh kak, mau ampe adek kepanasan, mau kaak!” jeritku menyerbu kearah
kakakku.

Bersambung.

Anda mungkin juga menyukai