Anda di halaman 1dari 13

KISAH KAK ALYA - BAGIAN 7

Hari ini aku tak bisa berkonsentrasi penuh pada pelajaran sekolah. Sudah beberapa hari yang
lalu semenjak kejadian yang aku sendiri tak tahu seperti apa persisnya, ketika kak Alya sedang
berada di kamarnya bersama seorang pengantar ayam bakar yang entah siapa namanya aku
juga tak ingat lagi. Aku hanya bisa membayangkan dari semua penuturan kak Alya tentang apa
saja yang sudah mereka lakukan di dalam sana.

Setengah dari diriku berharap bahwa hal itu tak sungguh-sungguh terjadi, karena aku masih
sangat tidak rela kakakku yang ku idolakan selama ini dengan mudahnya begitu saja bisa
dicicipi oleh orang tua sialan itu. Namun anehnya setengah dari diriku justru sangat penasaran
dan malah membayangkan bila apa yang diceritakan kak Alya itu benar-benar terjadi, bahkan
membayangkan seandainya adegan itu terjadi di depan mataku sendiri. Kak Alya, kakakku yang
sehari-hari menggunakan pakaian tertutup dan sopan, tiba-tiba terjamah oleh pria setengah tua
yang entah siapa. Tentunya pria itu juga tidak pernah membayangkan kalau dia bisa sekamar
bersama seorang gadis cantik yang menjadi banyak idola lelaki termasuk diriku.

Membayangkan kakak kandungku sendiri dijamah orang asing di dalam rumah kami sendiri,
bahkan ketika itu sedang ada kedua orang tua kami yang datang berkunjung, sungguh bikin
hatiku teriris. Tapi di saat bersamaan, aku tak bisa memungkiri bahwa aku ingin melihat
bagaimana kak Alya hanya pasrah menerima perlakuaan orang itu di dalam kamarnya sendiri,
andaikan memang apa yang kak Alya ceritakan itu benar adanya. Kak Alya membuatku gila!

https://goo.gl/sZKm82

Hal itulah yang terus menggangguku selama beberapa hari ini. Bahkan ketika kutanyakan pada
kak Alya kebenarannya, ia selalu menjawab dengan jawaban ambigu. Dia sengaja bikin aku
hanya bisa menduga-duga. Sungguh menyebalkan memang, tapi memang itulah kakakku. Yang
selalu menggodaku dengan kenakalannya. Tapi bagaimanapun hanya kak Alyalah yang
kumiliki, seorang kakak yang baik dan selalu perhatian padaku setiap harinya. Di samping
apapun kenakalan yang ia lakukan untuk menggodaku, ia tetap kakakku, dan aku selalu
menyayanginya. Meskipun sering kali ia sangat menyebalkan, tapi itulah yang membuatku
selalu kangen padanya.

Sesampainya di rumah setelah pulang sekolah aku langsung menuju ke kamarku tanpa
mengganti pakaianku dan merebahkan diri di tempat tidur. Ku cek hapeku berharap ada kabar
dari kak Alya. Dia belum pulang, padahal rasa kangenku padanya sudah sampai ke ubun-ubun.
Aku selalu kangen pada godaan-godaan kak Alya padaku yang selalu membuat kepala atas
bawahku pusing. Bahkan di saat aku sibuk dengan pikiranku ini, tanpa kusadari otongku sudah
mulai membengkak dan mengeras di bawah sana. Dan aku harus menunggu kak Alya untuk
dapat melampiaskannya. Apa gunanya memiliki kakak yang cantik dan seksi kalau tidak aku
crottin seharian seperti biasa.
Tidak sabar, aku pun menghubungi kak Alya. Aku benar-benar berharap kak Alya sedang
menuju pulang kerumah, sehingga aku dapat melampiaskan rasa pusingku. Aku berharap tak
ada kejadian lain lagi untuk hari ini kecuali hanya aku dan kakak kandungku tercinta.

“Kak Alyaa!”
“Hai adeek.. udah di rumah yah?” terdengar sambutan hangatnya di seberang sana. Suaranya
sungguh lembut dan menenangkan, tapi juga membuat otongku berontak tak karuan.

“Kak Alyaa.. pulang doonk..”


“Iya…. nih kakak udah di jalan, udah menuju rumah. Kenapa sih? Nungguin kakak yah?”
tanyanya menggodaku.

“Ya iyalah.. aku kan laper kak…”


“Lapar? Masa sih? Atau jangan-jangan udah nggak tahan yah dek? Hihihi”
“Nggak tuh..” jawabku enteng berbohong, padahal aku memang sudah gak tahan ingin
berduaan dengannya.

“Ooh gitu yaah? Kalo gitu kakak putar nih ya ke rumah pacar kakak…”
“Ahh, kak Alyaa! Iya aku nungguin kakak nih.. cepet pulang donk..” jawabku akhirnya mengaku.

“Tuh kan ngaku kamunya… hahaha… Emang kamu mau apain kakak sih dek sampai
ditungguin segala?” kak Alya bertanya dengan nada seolah ingin aku mengakui sesuatu yang
sebenarnya sudah dia ketahui.

“Ummm.. anu kak…”


“Pengen ngecrotin kakak lagi? Iya?”
“Hehehe… Iya…”
“Dasar… Pengen ngecrot dimana dek? Di punggung kakak mau?” kak Alya mulai bicara
dengan suara lirih dan hampir mendesah. Membuat darahku jadi berdesir mendengarnya.

“Mau kaak..”
“Atau, mau di susu kakak kayak waktu itu?” Ah, mendengarnya berbicara seperti itu saja aku
sudah horni berat.

“Uuugh.. kaak, pengen…”


“Pengen apa sih?”
“Pengen ngelakuin sama kakak..” aku sudah tak tahan dan langsung saja kuungkapkan
keinginan terdalamku padanya, tak peduli kalau ia kakak kandungku sendiri.

“Heeh, adeek.. pengen ngelakuin apa sih? Hayo apa!?” ujarnya masih dengan nada manja
mendesah yang malah memberanikanku untuk memintanya lagi dengan lebih gamblang.
“Pengen ngentot sama kak Alya” jawabku lantang. Sungguh sebuah permintaan yang sangat
kurang ajar bagi seorang adik meminta hal seperti itu pada kakaknya sendiri. Lagian salah kak
Alya yang terus saja menggodaku setiap hari.

“Ngentot sama kakak? Ada-ada aja kamu dek… udah ah, kakak lagi nyetir nih”
“Yah kak…”
“Apa sih?”
“Boleh yah…”
“Boleh apa?”
“Itu tadi… ngentot sama kakak…” pintaku memelas, berharap kak Alya menerima permintaanku
itu.

“Ya ampun kamu ini… Emangnya kamu udah gede yah? Udah bisa yah gitu-gituan? Hihihi”
“Makanya kakak ajarin aku dong… please yah, sekalii aja..” mohonku lagi.

“Tapi kita kan saudara kandung dek.. inget lho…”


“Ummm... Iya sih kak... tapii...”
“Inget yah dek, adek boleh lakuin apa aja pada kakak, kecuali yang satu itu.. yah sayang..” kak
Alya merespon keinginanku dengan nada yang lembut dan hangat, membuatku tak tega untuk
memaksa keinginanku lebih lanjut.

“Yaah kakaak.. tapi cepet pulang yaah?”


“Iya.. Ih kamu ini cerewet deh… ntar kakak singgah lagi lho ke tempat ayam bakar kemarin,
hihihi”

“Aaah, kak Alyaa! Cepat pulang!”


“Hihihihi, iya… gak sabar banget yah dek? Keluarin gih burungnya..”
“Gak mau.. nunggu kak Alya aja..”
“Hihi.. segitunya nungguin kakak, apanya kakak sih yang bikin kamu kangen?” tanya kak Alya
yang terus meladeniku meski dia sedang sibuk nyetir.
“Umm.. harumnya kakak..”
“Terus? Apalagi?”
“Susunya kakak, hehe..”

“Hihihi.. mulai cabul kamu yah dek.. umm, terus apalagi dek?” Suara kak Alya semakin lirih dan
manja. Aku malah seperti lupa akan keinginanku untuk tidak mengocok otongku dan menunggu
kak Alya pulang. Tanpa sadar aku sudah mulai mengurut-urut penisku.

“Pengen itunya kakak, hehe.. pengen masukin dalem-dalem pake penisku kaak...”
“Uuuh… adekku pengen yah ngen-tot-in kakak kandungnya sendiri? Nakal yah kamu deek..
terusin doonk dek, hihi..” ujarnya. Aku tak menyangka kalau kakakku justru memancingku terus
untuk mengorek semua fantasiku tentang kami berdua apabila kami benar-benar
melakukannya. Bahkan kak Alya memakai kata yang jorok-jorok untuk makin membuatku horni.
Walau hanya melalui telepon, khayalanku tak mampu membendung hasratku untuk mengocok
batang kontiku yang merana ini.

“Pengen banget peluk-peluk kak Alya sambil aku genjotin vagina kakak.. uugh..”
“Hihihi.. kocok terus deek.. kocokin kakak.. Go!”

“Uugh.. kak Alya nakal.. adek entotin memek kakak!”


“Puas-puasin deh kamu ngayal, hihihi… Eh, aduduh!” tiba-tiba kak Alya menjerit mengaduh
dilanjutkan dengan suara debam hape. Apa yang sedang terjadi!???

“Kak! Kak Alyaa!”


“...”
“Kak Alyaa! Kakak kenapa?”
“...”

Masih tak kudengar juga suara di seberang sana, padahal suara ramai deru kendaran dan
klakson masih terdengar dari hapeku, tapi kenapa kak Alya tidak menjawab sama sekali? Apa
yang terjadi pada kak Alya?

“Aduuh kak! Jangan bikin panik doonk.. kak Alya?!” teriakku lagi yang rasa kekhawatiranku kini
membuatku tegang hingga bangkit dari kasur dan terduduk dengan panik.

“Duh dek… kakak nyenggol mobil orang niih..”


“Kakaak.. gara-gara teleponan sama aku yah kak? Maaf yah kaak..” aku jadi sangat merasa
bersalah pada kakakku. Hanya karena rasa kangen dan nafsuku untuk memintanya agar cepat
pulang dengan meneleponnya malah membuat kak Alya tidak konsen menyetir dan akhirnya
tak sengaja menyenggol mobil orang. Duh…

“Adeek, kakak gak papa kok cuma nyenggol dikit ajah.. adek jangan khawatir yah..” suaranya
yang lembut langsung dapat menenangkanku. Kakakku sangat baik, bahkan di saat aku yang
salah, dia tidak mau menyalahkanku, malah menenangkanku supaya tak khawatir.

“Kak Alya.. nyenggolnya parah nggak?”


“Ummm.. gak tau dek, kayaknya parah sih.. tuh mobil yang kakak senggol udah keluar
orangnya.. duuh, mana serem-serem lagi tampangnya” ujar kak Alya tenang, namun malah aku
yang kembang kempis penuh kecemasan, ibarat kalah bermain arcade tapi tak punya coin
penyelamat.

“Udah kak ganti aja terus cabut deh” ujarku dengan panik, aku ingin kak alya cepat-cepat
menyelesaikan urusan ini dan segera pulang. Bagaimanapun juga aku khawatir pada
keselamatan kakakku.

“Bentar yah dek.. mereka udah datang..”


“Kak Alyaa!”
Aku kira kak Alya langsung menutup hapenya. Ternyata tidak, dengan samar-samar akupun
dapat mendengar kalau kakakku sedang berbicara dengan pengendara yang mobilnya
disenggol olehnya. Tidak terlalu jelas apa yang sedang mereka bicarakan, tapi sepertinya
mereka sedang mambahas masalah ganti rugi. Aku bahkan mendengar suara kak Alya tertawa
cekikikan. Apa kak Alya sedang berusaha bernego harga perbaikan? Entah apa yang kak Alya
katakan pada mereka. Aku harap kak Alya tidak berkata yang tidak-tidak.

Setelah agak lama aku terombang-ambing dalam kekhawatiran dan rasa penasaran ini,
akhirnya aku dengar suara pintu mobil ditutup dan suara mesin mobil dinyalakan.

“Adeek... nunggu lama yah?” akhirnya kudengar lagi suara kak Alya.
“Duuh, kak Alya kemana aja sih?”
“Orang yang punya mobil minta ganti rugi dek, ya udah kakak mau ganti”
“Terus? Udah dikasih uangnya?” tanyaku berharap semua masalah sudah selesai.

“Itu dia deek.. uang di dompet kakak gak cukup..”


“Pakai ATM donk kak…”
“Kartu ATM kakak juga ketinggalan di rumah..”

“Uuh.. kak Alyaa..” aku sambil menepok jidat berpikir, kok ada-ada saja kejadian yang
mengganggu antara aku dan kak Alya.

“Tapi kakak ada uang kok di laci lemari kamar. Ini udah jalan pulang”
“Terus mereka gimana kak?”
“Ya mereka terpaksa ikut ke rumah dek…”

“Aduuuh!” untuk kedua kalinya aku menepok jidatku. Malangnya nasib otongku yang kentang.
Wajar memang kalau orang yang disenggol mobilnya oleh kakakku ikut ke rumah, mungkin
untuk memastikan kalau kak Alya benar-benar akan membayar ganti rugi dan tidak kabur. Aku
harap memang cuma itu alasan orang itu ikut kakakku.

Sesampainya di rumah aku menyambut kak Alya dengan wajah agak bersungut karena dia
tidak pulang sendirian, tapi bersama dua orang asing yang secara tak sengaja harus ikut pulang
kerumah untuk urusan ganti rugi. Menyebalkan.

“Adeek..”
“Kak Alya..” aku mendekatinya sambil mencium punggung tangannya, seolah aku ingin
menunjukkan pada mereka bahwa kak Alya adalah gadis terhormat yang tidak pantas mereka
berpikir yang tidak-tidak terhadapnya.

“Silahkan duduk bapak-bapak.. capek lho berdiri terus” kak Alya mempersilakan mereka duduk
dengan nada yang sangat sopan dan ramah. Harapanku mereka akan segan bila kak Alya
bersikap demikian, tapi sepertinya aku salah.
“Gak capek kok non… masak belum apa-apa udah capek. Bapak berdiri saja, biar lempeng dan
lebih lega, hehehe...” sahut bapak yang berbadan besar dan gemuk yang kemudian ku ketahui
bernama pak Has.

“Ooh gituu? Pakai aja kamar mandinya kalau mau legaan, hihihi..” sambil menyahut mereka kak
Alya malah mengerling imut kearahku. Duuh, mulai deh siksaan kakakku.

“Hehehe, nanti aja deh.. entar juga pasti ada yang bikin kita lega, ya nggak Pak Mit? Hahaha!”
Ujar pak Has pada temannya yang bernama Mamit atau siapalah itu.

“Aduuh, liat tuh deek, si bapak-bapak ini mulai nakal sama kakakmu..” kak Alya hanya meladeni
mereka dengan senyum kecut. Bagaimana mereka tidak berkata kurang ajar kalau kak Alya
terus meladeni candaan mesum mereka. Aku khawatir mereka nantinya juga akan berbuat
kurang ajar pada kakakku.

Kak Alya kemudian pergi ke dapur untuk membuatkan mereka minuman. Untuk apa sih kak?
Kan tinggal kasih duit ganti rugi saja biar urusannya cepat selesai! Kenapa berlama-lama
segala!? Dasar kakakku terlalu ramah! Sungutku dalam hati.

Akupun menyusul kak Alya dan mulai bertanya macam-macam soal kecelakaan tadi. Bahwa
kak Alya memang agak kurang konsentrasi saat telpon denganku tadi, tapi dia berusaha
menenangkanku yang terus merasa bersalah. Namun gara-gara kecelakaan itu juga akhirnya
kak Alya gak sempat beli makanan buat di rumah. Alhasil kak Alya minta tolong padaku untuk
memesan K#C untukku sendiri. Apa kak Alya tidak lapar?

Setelah memesan K#C Delivery seperti yang diminta kak Alya aku kembali ke depan untuk
menemui mereka. Tapi di sana hanya ada Pak Mamit, teman dari Pak Has. Lalu dimana
kakakku dan Pak Has? Dadaku berdebar kencang. Jangan-jangan mereka ada di kamar
kakakku karena ku lihat pintu kamar kak Alya tertutup. Bandot sialan! Sekali dikasih angin
berikutnya malah keterusan! Seharusnya aku berbuat sesuatu atas tingkah tak sopannya bapak
itu, hanya saja entah kenapa aku malah lebih penasaran untuk mengetahui kelanjutannya
dibanding menghentikan semuanya. Untuk kedua kalinya kamar kak Alya dimasuki orang asing
selain keluarganya sendiri setelah tukang antar ayam bakar beberapa hari yang lalu.

Ingin sebenarnya aku mengintip kekamar kakakku, apa memang kak Alya akan mengganti rugi
kerusakan mobil butut Pak Has gara-gara keserempet mobil kak Alya. Tapi kalau memang iya
kenapa harus di dalam kamar segala? Kak Alya menjamu terlalu jauh.
Tiba-tiba nada panggil BB di kamarku berbunyi, tak ingin ketahuan sedang berusaha mengintip
mereka, aku segera berlari kembali ke kamarku dan mengangkatnya. Ternyata dari Dado
temanku, meskipun entah dia masih bisa kusebut teman setelah kejadian waktu itu.

Setelah berbincang-bincang yang tidak begitu penting dan memberitahukan bahwa Dado dan
teman-temannya kapan-kapan ingin main kerumahku, aku segera menutup telponnya tanpa
memperdulikan sedikitpun niatan dan ucapan si Dado. That lucky bastard. Saatnya kembali
keurusan yang mendebarkan tadi. Tapi sesampainya aku di depan kamar kak Alya, pintunya
sudah terbuka. Dan tidak ada seorangpun di dalamnya, kemana mereka pergi?

"Adeek.. sini deh.." kak Alya memanggil dari ruang tamu. Segera kususul dia. Kulihat kakakku
sudah memakai stelan keluarnya, atasan jilbab, kemeja putih lengan panjang, bawahan jeans
agak ketat sehingga memperlihatkan bongkahan pantat kak Alya yang semok. Kakakku terlihat
sangat cantik dan seksi. Tapi kenapa harus dandan secantik ini sih buat menjamu tamu seperti
mereka? Pakai make up segala lagi. Namun yang lebih menjadi pikiranku, kapan kakakku ini
berganti pakaian?? Apa sebelum pak Has masuk ke kamar? Atau saat pak Has di dalam
kamar? Duh… badanku panas dingin memikirkannya.

"Udah disini kak? Ngapain sih tadi di kamar segala? berduaan lagi?" tanyaku agak sedikit
sewot. Mengingat kejadian sebelumnya, aku mulai agak berani menegur kakakku, yang mana
aku sewot karena harusnya aku hanya berduaan seharian bersama kakakku, bukan ada tamu
duo bandot bermuka mesum itu.

"Gak ngapa-ngapain kok, nego masalah ganti rugi aja” jawabnya santai, aku harap memang
demikian. “Ngomong-ngomong K#Cnya udah dipesan belum?" tanyanya kemudian.

"Udah kak, beneran nih kak satu porsi aja buat Aldi? emang kakak gak makan malam?" tanyaku
bingung.

"Eeh.. iya nih, kakak ga makan malam dulu, dek.. mau diet dulu kali ya Bapak-bapak, hihi"
terlihat kak Alya seperti menjawab sekenanya.

"Biar tetep langsing dan cantik ya non Alya, hehe.." sambung Pak Has menjawab seperti ada
udang dibalik batu diantara mereka.

Sungguh malas aku melihat tampang Pak Has yang kelihatan mulai mupeng melihat kakakku
dari tadi. Apalagi Pak Mamit yang hanya diam saja dari tadi, tapi menyimpan ekspresi seperti
orang yang menantikan sesuatu.

"Pak Has dan Pak Mamit sudah mau pulang?" tanyaku tak sabar untuk mengusir mereka dari
rumah ini.

"Anu deek.. ehmm.." kak Alya seperti ingin mengutarakan sesuatu tapi terlihat bingung.

"Kamu kakak tinggal dulu ya.. bentar ajah kok.. Kakak mau ikut Pak Has dan Pak Mamit dulu"
ujar kak Alya kemudian mengagetkanku. Ngapain juga kak Alya sampai mau dianterin mereka
keluar? Cewek sendirian pula.

“Loh, kok?! Kak Alya mau kemana?” tanyaku kaget, kukira kak Alya sudah membayar mereka
dengan uang yang katanya ada di kamar kak Alya.
“Tadinya mau bayar pakai uang cash, tapi uang di laci kakak gak cukup dek… ini jadinya mau
ambil ke ATM juga. Mana bapak ini maunya juga di transfer aja ke rekeningnya” lanjut kak Alya
menjelaskan. Aku jadi bingung, apa sih maksud mereka ini?

"Iya nih, mas Aldi gapapa kan ditinggal sebentar, udah gede jugak, hehe.." Pak Mamit
ikut-ikutan menjelaskan dengan ekspresi wajah mesum.

"Tau nih si Bapak pake maksa lagi ngajaknya, hihi.. gapapa yah dek.." seolah seperti terpaksa
tapi tidak menunjukkan keterpaksaan sama sekali, malah dijadikan candaan.

"Serius nih kak mau sendiri aja? Ngga adek temenin? lagian kalo kurang uangnya aku ada kok,
pakai ATM aku aja ya?" tanyaku setengah berharap kak Alya mau menerima untuk memakai
uang dari ATMku supaya aku saja yang pergi, tapi setengahnya lagi dari diriku membayangkan
apa yang terjadi bila mereka pergi bertiga.

"Ya ampun adek baek banget.. tapi ga usah dek, kan kakak yang nabrak, biar kakak aja yang
jalan. Lagian kamu katanya udah lapar kan? Kamu di rumah aja yah nungguin K#Cnya” kak
Alya berusaha meyakinkan aku dengan senyumnya yang sangat manis itu.

"Tenang aja nak Aldi, ada Bapak-bapak disini kok yang bakal jagain kakakmu yang cantik ini..
jadi nak Aldi ngga usah khawatir yah, hehehe.." potong Pak Has disertai tawa setengah
mengejek membuatku gondok.

"Iya dek, kamu nggak usah khawatir gitu deh.. Bapak-bapak ini kayaknya kuat kok kalo buat
jagain kakak.. Bener nggak Bapak-bapak? awas lho kalau pada gak kuat nanti..” ancamnya
dengan nada centil. Kak Alya!

"Wuiss, tenang aja non Alya.. Kalau perlu, kita jagain ampe non Alya gak mau pulang deh..
hahaha" Tawa Pak Mamit kencang meledek kak Alya. Jelas mereka sedang melecehkan
kakakku!

"Hihi.. Gilak kali ya, adanya Alya gak pulang-pulang bukan karena ga mau pulang.. tapi diculik
sama Bapak-bapak.. Apalagi tampangnya pada serem-serem tu.. ngaca deh pada.." ledekkan
pada kak Alya malah dibalas dengan candaan, aku yang mendengar obrolan yang menjurus ini
mulai panas dingin dibuatnya.

"Hehe.. entar juga lama-lama seneng kok diculik ama kita-kita, ya ngga Pak Mamit?" sambil
mengerling pada temannya seolah punya rencana. Aku yakin kakaku tahu kalau kedua pria itu
punya pikiran kotor terhadapnya, tapi kenapa kakakku terus meladeni!?

"Dek, nanti kalo kakak gak pulang-pulang lapor polisi yah.. bilangin tu bapak-bapak yang culik
kakak"
"Huahahaha… Ada juga polisinya non yang gabung ama kita-kita buat jagain non, HAHAHA!"
tawa Pak Has yang disambung Pak Mamit keras sekali, seolah tak mampu menahan diri
mereka lagi untuk melampiaskannya.

"Hihi, lihat tu dek.. Bapak-bapak ini pada kurang ajar sama kakak, emang kakak mau dijagain
kayak apa coba sampai bikin kakak ga mau pulang?" kak Alya menyampaikan seolah dia tidak
tahu apa maksud dengan kata “menjaga” dari bapak-bapak ini.

Kakakku ini santai banget sih menanggapi gurauan cabul bapak-bapak itu. Aku saja panas
mendengarnya. Hanya saja yang bawah secara tak sadar juga mulai ikut panas.

"Ya udah deh Bapak-bapak, ntar kemaleman lagi.. udah sore nih.. tinggal dulu ya adek.. kakak
pasti pulang kok" sambil memandangku penuh arti ketika kak Alya bilang "pasti pulang",
bukannya "segera pulang". Apa kak Alya berniat berlama-lama dengan mereka? Dadaku
semakin berdebar tidak karuan. Aku teringat pada K#C pesananku tadi, kak Alya sudah
merencanakan hal inikah? Bahwa ia tidak akan makan malam ini di rumah. Mau apa kak Alya
dengan dua pria asing yang baru saja dikenalnya? Aku harap nego masalah ganti rugi itu tidak
seperti apa yang ku bayangkan.

****

Hari sudah malam dan diluar sudah sangat gelap. K#C yang dikirim sudah kusantap tanpa
nafsu sedikitpun. Aku kembali ke kamar merebahkan diri di kasur sambil bersandar pada kepala
kasur. Mereka sudah berangkat sejak sore tadi dan belum kembali. Akupun sudah mulai
berpikir yang tidak-tidak.

Aku tak bisa menyalahkan mereka kalau sampai terjadi apa-apa pada kak Alya, karena kak
Alya sendiri yang sepertinya memancing-mancing mereka. Kini aku malah membayangkan
apabila mereka memang berani berbuat kurang ajar pada kakakku, yang justru memikirkannya
membuat celanaku mendadak terasa sesak. Tanpa sadar aku sudah mengeluarkan otongku
dari persembunyiannya dan mulai mengurut-urutnya.

Ditengah usaha onaniku yang hampir memuncak sambil membayangkan kak Alya, mendadak
ada panggilan di BB ku. Kulihat nama di layar BB. Kak Alya!?

"Halo kak Alya, kok belum pulang?" tanyaku memburu.

"..." tak ada suara.

"Halo kak Alya?" panggilku lagi meyakinkan bahwa memang kak Alya yg membuat panggilan.

".. Hhh.. Dek, kak Alya belum bisa pulang dulu.."


"Kenapa kak? Ada apa?" tanyaku penasaran.
".. Ini.. Ban mobil Pak Has bocor.." jawabnya terputus-putus.

"Kakak kenapa putus-putus gitu ngomongnya" tanyaku dengan cepat seolah ada yang tak
beres.

".. Gak papa kok dek.. uugh.. pelan-pelan Pak.." suaranya terakhir agak menjauh seperti
menghindar dari microphone BB nya.

"Kak Alyaa! Kakak lagi diapain sih?" tanyaku langsung menembak kak Alya, karena terdengar
ia menyebut si Bapak.

".. inii.. aduuhh.. maaf ya dek.. Bapak-bapak nih.. sshhh.. uugghh" kak Alya menjawab dengan
napas agak memburu seperti orang yg sedang berolahraga.

"Kak Alya kenapa? Kok jadi Bapak-bapaknya?" tanyaku mulai sewot dengan
bayangan-bayangan yang kutakutkan, "Kak Alya lagi dientot ya?" lanjutku menembak kak Alya
dengan nada kesal.

"Uugh.. Maaf ya dek, hihi.. Bapak-bapak ini nakal banget.." jawab kak Alya manja, membuatku
tak tahan mendengarnya.

"Uuhh, kak Alya ahh.." kutunjukkan padanya bahwa aku sewot dan gondok. Ternyata benar
dugaanku kalau negosiasi biaya ganti ruginya dengan cara seperti ini. Sialan! Ini salahku
sehingga kakakku sampai berurusan sama mereka. Seandainya aku sabar menunggu kak Alya
pulang. Seandainya aku tidak menelpon kak Alya tadi. Pastinya kak Alya tidak akan
menyenggol mobil tuh orang, dan gak akan berurusan dengan dua orang brengsek itu. Sial!

“Abisnya gimana lagi doonk.. kak Alya dipaksa merekaa.. eegh.. paak..” kak Alya mulai
meracau ngga jelas.

“Kak Alya nakal ah! Kak Alya nakal!” hardikku berkali-kali pada kakak kandungku dengan sebal,
walau saat mengatai kakakku sendiri dengan kata-kata itu justru membuat tanganku mulai
menggenggam erat otongku. Entah karena fantasiku, atau karena mencoba dengan keras
untuk terbiasa bahwa kak Alya sudah dientot dua kali oleh orang asing. Aku bahkan mulai tak
yakin sebenarnya sudah berapa kali kak Alya melakukan hal seperti ini.

"Hihi.. adek pengen yah.." goda kakakku, "jangan yah, sayang.. adek kan saudara kandung
kakak.. ga boleh kalau sekandung ngen-tot bareng.. eeghh.." kak Alya sengaja menekankan
kata ngentot untuk menggodaku.

"Yaahh.. pengen ni kaak.." mohonku.

"Hihihi, adek pasti lagi ngocok yah?" kak Alya emang jago menebak, tapi tidak jago-jago amat
karena memang saban hari kerjaku hanya onani membayangkan kak Alya.
"..iya nih kak.." jawabku memelas.

"Coli aja dek.. bayangin kakak.. hihi" tawanya manjanya terdengar seksi.

"Iya nih kak, Aldi lagi bayangin kakak.." jawabku yang akhirnya malah ikut terbawa permainan
nakalnya.

"..deek.. kakak lagi.. eegh.. Dientot sama Pak Has, kakak direbahin di atas kardus lusuh.." ujar
kak Alya seolah membantuku untuk membayangkan suasana di sana.

“Uugh.. kotor donk kaak?” sambil membayangkan betapa kontrasnya kakakku yang bersih,
cantik, dan harum, harus menerima diperlakukan tak senonoh hanya diatas kardus yang entah
sedang di mana sebenarnya mereka itu.

“..Eegh.. iya deek.. mana bau lagi..”


“Kardusnya bau yah kaak?”

“Aakhh.. kardusnya deek.. Badan Pak Has jugaak.. eegh..” kak Alya berusaha menjelaskan
sambil terengah-engah kalau ia yang sedang digenjot dikelilingi bau yang tak sedap. Tapi justru
aku mulai memacu mendengar erangan kak Alya. Aku hanya bisa membayangkan seperti apa
kak Alya diperlakukan oleh Pak Has saat ini. Yang pasti ini kali keduaku penasaran pada
kakakku yang sedang digagahi orang asing.

"Uughh, kakak nakal.. Terus kak?" pintaku pada kak Alya untuk meneruskannya.

"..."

"Kak.. Kak Alya?"

"..."

"Kakak!" panggilku tak sabar.

"Fuuah! Pak Has niih.. mulut Alya jadi bau rokok juga, huu huuu.." tiba-tiba kak Alya kembali
bersuara. Mulut kak Alya jadi bau rokok?

".. hehe.. Sorry ya sayang, habis enak sih.." terdengar suara pria yg agak jauh dari jangkauan
mic BB menyebut kakakku dengan panggilan “sayang” seenaknya. Kurang ajar orang itu! Uggh,
tapi kenapa kocokanku semakin cepat mendengar kakak kandungku seperti dimiliki seenaknya
oleh orang itu?

"Kak! Kakak diapain?" tanyaku penasaran berat.


".. Adeek, ni kakak dientot sambil dicium-ciumin mulut kakak sama Pak Has.. tapi Pak Has
mulutnya bau rokok.. mana pake lidah lagi, huu.. Marahin tu, dek. Mulut kak Alya main dicaplok
aja.." kakakku bukannya marah malah bertingkah manja pada orang itu, aku saja yang
mendengarnya sangat cemburu bercampur gemas, bagaimana dengan orang lain, aku yakin
kakakku yang cantik jelita ini akan digenjot habis-habisan malam ini. Uugh.. aku tak rela! Tapi
aku tak bisa berhenti..

" Duh… kamu ini cantik banget sih sayang... Ough.. mas Aldi, memek kakakmu rapet bener loh,
enaknya diempot-empot.. hehe.. mau nyobain gak mas Aldi?" potong Pak Has menjahiliku juga
dari jauh ditengah genjotannya pada kakakku.

".. Hush.. enak aja panggil-panggil ‘sayang’.. Alya udah punya ‘cowok’ tau.. ngga boleh main
kerumah lagi loh ntar.. hihi.." napas kak Alya makin memburu walaupun mencoba bercanda.

".. Waah, udah punya cowok rupanya.. ternyata si non nakal juga yah? Hehehe.." Pak Has
mulai agak melecehkan kak Alya sambil menikmati tubuh kakakku, membayangkan dirinya
yang orang biasa bisa menggenjot tubuh gadis cantik dari keluarga atas benar-benar
menimbulkan sensasi rangsangan yang tinggi.

".. Adeek, kak Alya dibilang perempuan nakal tuh deek.. eeghh.. Kalo kak Alya nakal, harusnya
bukan kakak yang bayar ganti rugi kan deek? Hihihi.." bahasa kak Alya mulai menyimpang dan
tak senonoh lagi, aku semakin tak tahan mendengarnya dan mulai ikut meracau tak karuan

".. Ooghh, kak Alya.. kak Alya nakal banget.." aku mulai meringis dan ikut mengatai kakakku
sendiri sambil menikmati kocokanku.

".. Deek, apa kakak minta ganti rugi juga yah dek? Hihi.. ughh.." kak Alya tetap berusaha
menggodaku dengan suara yang mulai terdengar parau.

“Papa dan Mamanya si non tau gak ya kalo non nakal kayak gini.. hehehe..” Pak Has
menyeletuk dengan menyinggung keluarga kami, sungguh sangat merendahkan kak Alya.

“.. Eegghh.. Maah.. Paah.. uugh, Alya dientot Pak Has niih..” celoteh kakak yang seolah
memanggil Papa dan Mama agar diketahui kenakalannya membuatku bernafas kembang
kempis sambil mempercepat kocokanku.

".. Si non emang bener-bener nakal yah..”


“Uugh.. Bapaak..”
“.. Gak malu yah sama Papa Mamanya, mau-mauan dientot sama Bapak, hehehe..”
“Eegh.. Paa.. Maa.. eeghh.. Pak Has nakalin Alyaa..” racau kakakku lagi.

“Bapak bayar pake ini aja ya?" terdengar suara Pak Has disertai dengan tumbukan kulit yang
beradu. Yang sepertinya tumbukan antara paha Pak Has dan pantat kak Alya yang semakin
lama semakin terdengar keras dan cepat.
".. Augh.. Pak! Terus sayang.. uh.. uh.." kak Alya memekik sambil terus bersuara dengan
memburu dan tak mampu berkata-kata, hanya terdengar suara lenguhan seirama dengan bunyi
tepukan dengan tempo yang semakin cepat.

".. Tampung nih pejuh Bapak.. Arggh! Anak nakal.. bapak hamilin!"
“Nghh…. Paaaaakkkkk” Pak Has dan kak Alya berteriak nyaring bersamaan menandakan
mereka bersama-sama mencapai kenikmatan.

"Aaarghh! Kak Alya nakaal!" teriakku juga di sini melepaskan pejuku yang mengotori celana
serta sprei kasurku.

Oh kak Alya. Kakakku benar-benar binal. Aku hanya terbujur lemas di atas kasurku sendiri
sambil pasrah melihat pejuku yang muncrat tak bertarget itu. Samar-samar aku mendengar
suara erangan dan desahan mereka yang sepertinya sedang menikmati sisa-sisa orgasme.
Akupun mendekatkan lagi hapeku ke telingaku.

“Adeek.. dompet kak Alya jadi penuh nih deek.. adek udah muncrat yah?” terdengar suara
manja kak Alya sisa-sisa hasil pergumulan dengan pria bejat yang baru saja menggagahi kakak
kandungku. Sedang aku tak bisa menjawab apa-apa, sibuk mengutuk diriku sendiri yang
ternyata sangat menikmati ejakulasiku dari mendengar kakakku sendiri yang digarap orang
asing. Aku sungguh terlalu, tapi aku tak bisa menahannya.

“Sekarang gantian saya yang isi dompetnya non yah.. hehe, dijamin ampe luber lagi dah,
hahaha!” terdengar suara tawa pria yang lain.

“Uuugh... Pak Mamit nakal deek, mau ikut-ikutan bayar di dompet kakak niih.. boleh ngga sih
dek? Hihihi...” Ugh.. Kak…

Bersambung.

Anda mungkin juga menyukai