Anda di halaman 1dari 6

“Memoria: Reminisce – Me and You ”

“Tunggu aku yaa, kalau ada keluarga aku yang sakit atau maag kakak aku kambuh lagi, aku janji
bakal kesini lagi terus main sama kamu”

Ucapan janji nya kembali terngiang membuat perasaan ku seketika memburuk. Aroma petrikor
yang tercium dan biasanya menimbulkan kesan menenangkan justru kini menjadi aroma pendukung
yang semakin membuat ku merasakan perasaan aneh. Setiap kali ucapan janji itu terputar bagaikan
kaset rusak, selalu berhasil membuyarkan fokus ku, aku tak bisa dan tak ingin melupakannya.

Ada hal yang membuatku kesal sebenarnya, yaitu aku benar-benar lupa siapa nama dia. Entah
lupa atau waktu itu aku memang tak sempat menanyakan namanya. Pikiranku menerawang jauh ke
kejadian 11 tahun silam, dimana 2 orang bocah kecil yaitu aku dan dia bertemu dan bermain bersama
dalam waktu singkat kemudian salah satu dari kami mengucap janji untuk bertemu kembali. Janji
yang entah bisa di tepati atau akan selamanya hanya menjadi sebatas janji saja.

Janji yang remeh, janji yang mungkin orang lain hanya anggap main-main, janji seorang anak
kecil yang tidak ada artinny. Puluhan pertanyaan tak terjawab terus membayangi pikiranku. Apa dia
akan kembali dan menepati janjinya? Bahkan jika janji itu sudah terucap selama 11 tahun lamanya?
Bisakah aku kembali bertemu dengannya? Dan apakah dia ingat padaku jika memang ada sebuah
‘Takdir’ yang mempertemukan kami?

11 tahun yang lalu.

Aku menatap nanar ibuku yang terbaring lemah di brangkar rumah sakit, meskipun waktu itu aku
hanya anak kecil berumur 5 tahun yang masih kurang paham terhadap sesuatu hal tapi aku tetap saja

Merasa sedih melihat keadaan ibuku yang tengah berjuang melawan penyakitnya. Meskipun ibu
selalu berusaha tampak baik-baik saja tapi aku tau bahwa dia tengah menahan sakitnya. Selayaknya
seorang aktris yang jago dalam memerankan ekspresi wajahnya, itulah ibuku.

Sore itu, aku dan kakak perempuanku tengah duduk di halaman belakang kamar rawat inap
ibuku, yang kemudian tiba-tiba seorang anak laki-laki menghampiri kami berdua lalu bertanya dimana
nampan makanan khusus pasien harus ia letakkan yang di jawab oleh kakakku untuk meletakkan
nampan itu di depan pintu saja karena nanti nya akan ada petugas rumah sakit yang mengambilnya.
Aku tidak mengenalnya, tapi sepertinya kakak ku mengenal anak laki laki yang kuperkirakan
seumuran dengan kakakku itu.

Sepeninggal anak laki-laki itu, aku dan kakakku kembali bermain dan bercanda bersama dan
bercerita hal hal random sekedar untuk menghabiskan waktu. Kakak perempuan ku itu tipe orang
yang selera humornya benar-benar bagus dan dia pandai sekali membuat lelucon yang membuatku
tertawa lepas dan lupa sesaat dengan fakta bahwa menginap di rumah sakit itu sangat tidak enak.

Keesokannya, aku bermain seorang diri di dalam ruang perawatan ibuku di karenakan kakakku
sudah berangkat sekolah dan aku sendiri waktu itu baru memasuki jenjang TK. Tidak sendirian juga
sebenarnya karena ada beberapa kerabat yang datang menjenguk ibuku yang mengajak ku bermain
dan bercanda namun tidak terlalu ku tanggapi karena waktu itu aku adalah seorang bocah yang
pemalu. Merasa suntuk, aku memutuskan meminta izin pada Ayahku untuk bermain di luar.
“Boleh, tapi mainnya jangan jauh-jauh, jangan nakal juga yaa, hati-hati jangan sembarangan
mengikuti orang” Kata Ayahku segera setelah aku meminta izin darinya, dengan mengenakan dress
bermotif beruang, aku melangkah riang menuju ke taman dekat ruang rawat ibuku, sesekali beberapa
kakak kakak perawat menyapaku yang kubalas tentu saja dengan sapaan balik. Aku pun bermain
sendirian, bermainku hanya sekedar mengamati tumbuhan yang ada ataupun mengamati orang yang
berlalu lalang.

Tiba-tiba aku di kagetkan dengan seseorang yang menepuk bahuku, untuk ukuran anak kecil
seusiaku yang sangat mudah terpengaruh dengan alur sinetron, tentu akan berpikir bahwa mungkin
saja itu adalah penculik. Namun, begitu aku berbalik ternyata dia adalah anak laki-laki yang kemarin
bertanya pada kakakku. Dia tersenyum sehingga menampakkan dua gigi depannya yang lebar dan
lebih panjang mirip kelinci lalu ikut berjongkok di sampingku yang sedang mencabuti bunga dan
menyusunnya sedemikian rupa, sebenarnya ini tidak boleh sih tapi maklum lah nama juga anak kecil
apapun yang menyenangkan pasti akan di jadikan mainan.

“Mau main bareng ga?” tanya nya dan malah ikut memetik bunga dan membantuku
menyusunnya menjadi karangan bunga ala-ala.

Aku diam, tidak tahu harus dan mau menjawab apa hingga aku memilih mengabaikannya dan
lanjut bermain sendiri.

“Main di sana yuk?” Ajaknya lagi sembari menunjuk ke arah yang sedikit jauh tentu langsung
kutolak dengan gelengan karena mengingat pesan ayahku yang melarangku untuk pergi bermain jauh.
“Ayah larang main ke tempat jauh” Cicitku dengan suara pelan.

Tak kusangka, dia langsung menarik tanganku menuju ke ruang rawat ibu ku dan meminta izin
untuk mengajakku bermain bersama.

“Tante, boleh ga aku ajak adek main diluar?”

“Iya boleh tapi dijaga yaa, jangan kejauhan. Jangan sembarangan ikut orang lain” Pesan Ibuku.
Setelah mendapat izin, akhirnya kami berdua pun melangkah bersama menuju tempat yang ia maksud
tapi sebelum itu, dia mengajak ku untuk ke kantin rumah sakit terlebih dahulu yang tentunya aku
mengikut saja. Ternyata dia membeli minuman gelas, yaitu teh gelas beku.

“Maaf yaa, uang ku Cuma cukup buat beli satu teh gelas. Nih, kita bagi dua saja deh” Katanya
kemudian menyodorkan sedotan minumannya kepadaku, “Dikit aja yaa hehehe” Tambahnya lagi
sembari terkekeh pelan begitu aku meminum minumannya.

Hal itu ternyata tak luput dari perhatian beberapa kakak-kakak perawat yang sedang istirahat di
kantin pada saat itu, bahkan ada beberapa kakak-kakak perawat yang dengan sengaja bercanda dengan
bertanya-tanya tentang ku dan dia.

“Dia adek aku, adek sepupu” Jawabnya, membuat aku mendongak bingung menatapnya. Aneh
saja karena aku baru mengenal dia kemarin eh atau hari ini yaa? Dan dia sudah bilang saja kalau kita
berdua itu bersepupu. Tentu aku tau bahwa dia berbohong karena aku hapal semua sepupuku dan dia
sama sekali tidak ada di list sepupuku hehehe.

“Sepupu dari mana nih?” Tanya salah satu kakak perawat yang ada disitu, segera dia menjawab
“Dari kakek, iya kan dari kakek?”

Aku tidak menjawab karena aku memang tidak tau dan juga sedikit merasa tidak nyaman dengan
situasi sekarang sehingga aku menarik-narik ujung baju dia, bermaksud memberikan kode bahwa aku
ingin segera pergi dari sini. Dan syukurlah dia paham akan ketidaknyamananku.

“Kak balik dulu yaa, udah di cari sama ibu” Pamitnya kepada kakak-kakak perawat lalu bergegas
menarikku meninggalkan kantin rumah sakit.

Di perjalanan menuju ruang rawat ibuku, tiba-tiba dia berkata “Kalau ada orang yang nanya
kamu itu apa aku, jawab aja kamu adek aku. Kita sepupuan begitu okee?”

Kami pun lanjut berjalan tetapi kemudian bertemu dengan beberapa anak kecil yang sedang
bermain di lorong rumah sakit yang lumayan sepi. Ada seorang anak kecil laki-laki yang kuperkirakan
lebih tua denganku, badannya gempal dan wajahnya agak tengil. Juga ada 3 anak kecil perempuan
yang menurutku itu adalah adiknya.

“Ayo kita tanding, siapa yang paling cepat sampai dia yang menang” Tantang bocah laki-laki
bertubuh gempal itu yang kemudian membuat bocah laki-laki di sampingku segera menyetujui. Aku
melayangkan tatapan khawatir, tidak mau ikut perlombaan lari ala-ala itu tapi dia, si bocah laki-laki
yang tadi mengajakku bermain, meyakinkan untuk ikut saja dan tidak perlu merasa malu atau
khawatir akan kalah apalagi anak laki-laki satunya yang bertubuh gempal beserta ketiga adiknya kini
meledek-ledek mengatakan bahwa aku penakut.

Berbekal di panas-panasi akhirnya akupun mau bertanding ala-ala itu, dan yaa aku kalah,
semakin menjadi jadilah si bocah gempal itu beserta adiknya mengejekku, di perlakukan seperti itu
membuatku sudah bersiap untuk menangis namun dia langsung merangkulku dan menatap bocah
gempal dan adiknya itu dengan tatapan marah.

“Diam! Jangan ejek adik aku!” Ketusnya tapi tak di gubris dan masih saja terus menerus
mengeluarkan ejekannya. Waktu itu sempat-sempatnya aku berkata bahwa aku bukan adiknya dia tapi
dia malah menyuruhku untuk mulai saat itu memanggilnya kakak karena katanya mulai saat itu aku
adalah adiknya. “Tadi kan kakak udah bilang kalau ada yang nanya bilang aja kamu adik aku gitu”
Bisiknya.

“Adik kamu penakut banget hahahah! Lemah banget ihh, huuuu! Lemah, gabisa lari huuuu!”
soraknya.

Mungkin karena dia juga mulai merasa kesal alhasil ia memilih untuk menarikku pergi dari situ
tanpa memperdulikan bocah gempal dan adik adiknya itu yang masih saja tertawa dan mengejek
ngejek, sebenarnya tadi aku ada niatan untuk menjambak salah satu bocah perempuan seumuranku
disitu tapi dia buru-buru menarikku berlalu pergi.
“Mereka tadi anak anak nakal kan” Ucapku, dia mengangguk sambil meminum minumannya
“Iya nakal, harusnya tadi kita ga main sama mereka. Adiknya curang, maaf yaa” Balasnya yang
kubalas balik dengan menggelengkan kepala pertanda bahwa tak apa-apa, ia tak salah.

“Haus kak” Keluhku yang membuat dia menoleh padaku.

“Yaudah lah, kita balik aja ke ruang rawat ibu kamu. Ini juga udah siang banget, waktunya
istirahat sama tidur siang” Ajaknya yang langsung kusetujui karena aku pribadi memang merasa
sudah lelah bermain dan sekarang merasa lapar dan sangat mengantuk.

Tapi, begitu kami berdua berjalan bersama tiba-tiba ada 3 orang anak kecil laki-laki yang
berlarian ke arah yang sama dengan kami.

“Hoyy ikutan ayo, kita mau main di luar” Ajak salah satu dari mereka lalu melanjutkan larinya
membuat dia malah ikutan berlari namun sambil menarikku membuatku mau tak mau harus ikutan
berlari juga. Walaupun agak kesusahan sebenarnya mengikuti langkahnya.

Kami berlari lumayan jauh hingga tibalah kami di ujung lorong yang terdapat pagar yang
menghubungkan antara area dalam rumah sakit area luar yang terdapat taman taman kecil. Ketiga
anak laki-laki tadi kulihat kini 2 diantara nya sudah memanjat pagar dan berhasil melompat keluar
sementara yang satu kini tengah berbincang yang aku tak tahu apa yang mereka perbincangkan karena
aku sedikit menjaga jarak dengan dia, sebenarnya aku berpikir bahwa mungkin saja dia ingin
mengajakku juga untuk melompati pagar dan tentu saja aku tak berminat dan berniat untuk kembali
saja ke ruangan rawat inap ibuku.

Dia hampir saja mengikut lompat pagar, akan tetapi seorang wanita paruh baya tiba-tiba datang
dan memanggilnya untuk kembali lantaran kakaknya yang sedang di rawat telah sembuh dan siang itu
telah di izinkan untuk pulang. Aku menatpnya, entah kenapa aku merasa sedih dengan sebuah
informasi bahwa dia akan pulang sebentar lagi.

Aneh kan? Padahal kami berdua hanya kenal dan bermain dalam waktu hitungan jam saja.
Namun, aku merasa tidak mau berpisah dan tidak mau dia pulang. Aku masih ingin bermain
dengannya. Aku tidak ingin hal ini berakhir begitu cepat. Aku tidak mau!

“Iya bentar bu, ibu duluan aja ke kamar kakak nanti aku nyusul!” Balasnya sambil berteriak
membuat ibunya melangkah pergi.

Dia tiba-tiba berdiri di hadapanku dan menatapku dengan pandangan sedih membuatku ikut
merasa sedih, “Kakak aku udah sembuh, udah mau pulang” Katanya. “Ibu kamu masih sakit?” Tanya
nya yang kemudian kubalas dengan anggukan.

Tiba-tiba dia menyunggingkan senyumnya dan mengucap “Tunggu aku yaa, kalau ada keluarga
aku yang sakit, aku janji bakal kesini lagi main sama kamu”.

Setelahnya dia benar-benar pergi berlari menyusul ibunya, meninggalkan ku sendirian di lorong
ruang inap yang sunyi senyap ini . Akhirnya, akuapun memilih juga untuk kembali ke ruangan rawat
inap ibuku. Dan begitu menatap keluar jendela ruangan yang kebetulan berhadapan dengan ruang
rawat inap, aku melihatnya tengah bersiap memasuki mobil hingga akhirnya ia masuk dan mobil itu
perlahan-lahan berjalan menjauh, yang bahkan dia tak menoleh sama sekali padahal aku berharap dia
menoleh barang 5 detik saja mungkin untuk sekedar melambai. Namun, harapanku sirna.

“Dek, Hei?! Ini buku kamu tadi jatuh di sana” Aku yang tengah duduk di pojok cafe sembari
melamun seketika tersentak kaget karena seseorang tiba-tiba berucap sembari menepuk pelan bahuku.
Meskipun pelan tapi berhasil membuatku jantungan. Dia menyodorkan sebuah novel bersampul
matahari dan bunga kepadaku.

“Eh kok malah ngelamun, bukunya?” Tegurnya dan kembali menyodorkan buku yang kuyakini
bahwa itu memang buku ku yang mungkin aku tak sadar bahwa buku itu terjatuh saat aku berlari tadi
karena berusaha menghindari rintikan air yang membasahi sebagian permukaan bumi

Bak di drama-drama aku malah stagnan di tempat, entah bagaimana ekspresi ku saat ini. Seolah-
olah waktu terhenti dan hanya berfokus kepadaku saja. Dia, yang masih mengulurkan tangannya yang
tengah memegang buku ku, entahlah, aku merasa familiar dan tidak asing dengan wajahnya. Aku
selayaknya sedang merasakan sesuatu yang orang-orang sering sebut dengan ‘De Javu’. Aku terpaku
menatap wajahnya, pandangan kami bertemu menghantarkan perasaan hangat yang menjalar secara
tiba-tiba di tambah lagi dia tengah menyunggingkan senyumnya. Senyuman yang mengingatkan ku
akan suatu momen.
Tunggu --- apa takdir sedang ikut bermain dalam kisah hidupku?

-END-
TENTANG PENULIS

Nama pena : Jhyerin


Nama asli : Nur Annisa Sri Septiani
Media sosial : - Instagram : @onyourrr_saa
- Twitter : @jayysaa_
- Wattpad : @jayblvd (Readers acc)
- Email :
jeonannisa260905@gmail.com
Alasan menulis : Awal mula tertarik dengan dunia kepenulisan
dimulai saat saya mengenal salah satu platform untuk membaca cerita
yang bernama ‘Wattpad’ dan mulai membaca beberapa cerita. Sejak saat
itu saya mulai iseng-iseng untuk sekedar membuat cerita juga yang
kemudian saya publish di wattpad. Dan tak di duga ternyata cerita saya
hingga kini telah di baca sebanyak 207 ribu kali dan beberapa kali
mendapat peringkat 1 cerita pada beberapa kategori membuat saya
merasa bahwa passion saya adalah menulis cerita dan menjadikan saya tambah bersemangat untuk
semakin mengasah kemampuan saya dalam menulis cerita dengan mengikuti beberapa kelas “Menulis
cerita, novel & cerpen” online. Cerpen “ Memoria: Reminisce – Me and You ” ini sendiri,
saya tulis berdasarkan kisah nyata yang tentu saya tambah dengan sedikit bumbu-bumbu fiksi agar
semakin menjadi menarik.

Anda mungkin juga menyukai