Anda di halaman 1dari 17

KURINDUKAN PELUK MU DI UJUNG SENJA

NAMA : M.NABIEL AR RIDHO


KELAS : 9G

Aku selalu berfikir kenapa hidup ini tak selalu berjalan seperti apa yang kita inginkan,
bukankah hidup adalah sebuah pilihan, namun hidup yang aku jalani serasa kurang dari apa
yang ku bayangkan. Walau aku memilih ingin begini dan begitu, namun ada pilihan yang
tidak bisa aku wujudkan dalam kehidupanku.
Menurut ku pilihan yang aku inginkan itu bukanlah menyalahi kodrat ku dari sang
pencipta namun, bagi setiap orang yang mendengar mungkin ia menganggap ku naif tapi
seandainya aku diberikan satu permintaan didunia ini aku ingin sekali itu menjadi nyata
bahkan jika aku harus terlahir kembali.
***
Matahari yang begitu indah dipagi yang nampak cerah dari sudut kamar yang tak begitu
luas terlihat sepasang mata yang hangat memandang jalanan yang mulai terlihat ramai dari
sudut jendela. Entah apa yang terlintas dibenaknya, yang dia tau sekarang dia harus berangkat
kesekolah. Tak lama terdengar ketukan pintu dari luar kamarnya, “Tok....tok....tokkk.”
“Iyaa masuk.” Teriaknya mempersilahkan.
Pintu kamar pun sedikit demi sedikit terbuka hingga nampak sosok wanita yang tepat
dipanggil ibu, ia berdiri tepat selangkah didepan pintu.
“Kamu kenapa diam saja, kamu nanti terlambat kesekolah.”
“Iyaaa bu, ini juga baru selesai pakai baju.” Ucapnya berdiri lalu melangkah keluar dari
kamar namun terhenti tepat disebelah ibunya.
“Kamu kenapa, apa kamu sakit?” ucapnya saat gadis itu tepat disampingnya.
“Tidak bu, aku baik-baik saja aku berangkat.” Ucapnya sembari menyalim tangan ibunya
kemudian berlalu pergi.
“Anak itu setiap pagi selalu saja seperti itu, Amelia kamu selalu membuat ku khawatir.”
Batinya sembari melihat punggung anaknya hingga tak terlihat lagi.
Gadis jelita yang bernama, Amelia cahya putri yang kerap disapa Amelia setiap paginya
memang selalu melamun didepan jendela. Amelia Tak pernah mengungkapkan apa yang ada
dibenaknya.
***
Hari-hari berikutnya berlalu seiring bergantinya waktu Amelia tetap sama gadis murung
yang tak pernah tau menyampaikan apa yang mengganjal dihatinya. Selama ini lewat
buku Diary-nya ia hanya mampu melukis perasaan lewat pena menggaris kata demi kata dan
membentuk sebuah makna tepat pada senja hari yang tenang ia menuangkan isi hatinya
disebuah buku berwarna coklat tua dimeja belajarnya. Tepat hari itu iya menulis ungkapan
perasaannya didalam sebuah Diary coklatnya.
Heii... Diary apa kamu masih ingat keinginan yang ku utarakan padamu, kapan aku bisa
merasakan saat itu? saat dimana aku memiliki tempat untuk curhat layaknya kawan dekat
bahkan orang yang siap menjaga ku, menyayangiku, ada saat aku perlu dialah kakak yang
selama ini aku tunggu. Aku sadar itu takkan mungkin ku miliki sebab aku terlahir sebagai
anak tunggal aku ingin sekali memiliki kakak untuk tempat ku bercerita tentang begitu kejam
hidup ini aku tak ingin menyalahi takdir ilahi namun itulah harapan ku sejak lama. Aku
selalu iri pada teman ku yang memiliki seorang kakak. Aku selalu iri Diary saat mereka
punya kakak yang selalu siap mengantar mereka kesekolah setiap pagi, sedangkan aku. Ibu
ku orang tua tunggal yang ku miliki sekarang namun ia sibuk dengan bisnisnya semenjak
Ayah tiada. Diary aku hanya minta sampaikanlah pada tuhan apakah iya bisa mengirimkan
kakak untukku walau aku harus terlahir kembali. Apa salah aku ingin merasakan apa yang
mereka rasakan? sebab aku hanya berteman dengan kesepian serta kesunyian.
12 Maret 2011
Aku ingin kakak ku datang
Dalam harapan yang terpendam!!!
Senja pun menutup sore itu, sore yang begitu damai Amelia hanya menghabiskan
waktunya dikamar belajar dan belajar seperti kemauan ibunya yang juga membuat Amelia
tertekan, disertai kurangnya kasih sayang dari ibunya karena kesibukan yang ia punya, walau
ibunya terkadang bertanya apakah ia baik-baik saja, namun bukan itu yang Amelia mau.
Pertanyaan apakah keadaanya baik-baik saja bukan itu tapi Amelia hanya membutuhkan
sedikit waktu luang untuk bersama. Hingga Amelia pun terlelap dalam tidurnya dimeja
belajar. Tiba-tiba langkah kaki mendekat pada tubuhnya yang begitu tenang yang tidur
dengan nyaman dimeja belajar.
“Maafkan ibu karena bisnis keluarga ibu jarang meluangkan waktu untukmu.” Sembari
mengusap kepala Amelia.
“Ibu ingin bisa selalu bersamamu tapi keadaan yang membuat ibu harus begini, ibu harap
kamu bisa mengerti ibu melakukan ini semata-mata untuk kebahagiaanmu.” Air matanya pun
mulai mengalir membanjiri pipinnya yang sudah sedikit keriput.
“Sebentar lagi umurmu akan menginjak 17 tahun kamu akan menjadi anak yang lebih dewasa
lagi dan ibu harap kamu mengerti keadaan ibu yang sekarang.” Tambahnya lalu pergi karena
ia sudah tak bisa membendung rasa bersalahnya.
Amelia pun terbangun ia merasa rambutnya sedikit basah, ia juga merasa seperti ibunya
datang menemuinya.
“Apa aku hanya bermimpi.”
“Entah tapi kenapa kepalaku serasa ada air yang membasahi.” Tambahnya
“Sudahlah Amelia mungkin hanya perasaanmu saja, mending sekarang aku tidur.” Ia
kemudian berjalan ke kasurnya dan berbaring hingga matanya terpejam.
***
Esoknya Amelia berangkat kesekolah dengan berjalan kaki walau ibunya selalu meminta
ia kesekolah diantar supir namun ia selalu lebih memilih untuk berjalan kaki terbiasa juga
dengan naik angkot ia beranggapan dengan begitu ia berjumpa dengan banyak orang dan
sedikit melupakan masalahnya menurutnya sederhana lebih menyenangkan, dari situlah ia
bisa melihat kebersamaan keakraban orang-orang disekitarnya dan itulah yang tidak ia punya.
Ditengah perjalanan ia menyebrang ke jalan raya ia melihat tampak seorang anak kecil yang
tengah menangis duduk di depan toko. Namun saat ia menyebrang tiba-tiba ada mobil dari
sebelah kiri begitu cepat melaju ke arahnya.
“Aaahhh….” Pekiknya
Tapi seorang lelaki bertubuh ramping tegak dan lebih tinggi darinya datang
mendorongnya dan membuat ia tersungkur. “Brruuukk...” laki-laki itu terjatuh, laki-laki
itupun kemudian dilarikan kerumah sakit sedangkan Amelia ia terlebih dahulu kearah anak
yang tadinya ia lihat sedang menangis.
“Adekk kenapa nangis?” Tanyaku.
“Aa..ku mencari kakak ku ia pergi membelikan ku es cream.” Ucapnya menangis tersedu-
sedu dan terus menunduk dengan memeluk kedua lututnya.
“Kamu jangan nangis kakak kamu pasti balik lagi kesini.”
“Tidak aku sudah lama menunggunya, ini salah ku kak tadi kakak ku memintakku untuk
menunggunya disini tapi aku malah mengejar tukang penjual balon.” Jelasnya panjang lebar
“Nama kamu siapa?” Ucapnya tersenyum.
“Aku Aska kak.” Anak itu pun berhenti menunduk dan membalas senyum Amelia walau raut
wajahnya masih terlihat sedih.
“Kamu mau nggak ikut dengan kakak, kakak janji bantu kamu cari kakak kamu tapi kita
kerumah sakit sebentar yah.” Bujuknya.
“Kita ngapain kesana kak?”
“Tadi saat kakak mau kesini kakak hampir tertabrak dan ada orang yang nolongin kakak jadi
kakak harus melihat kondisinya terlebih dahulu.”
“kakak juga tidak tega ninggalin kamu disini sendiri.” Tambahnya.
Anak itu pun berdiri dan ikut dengan Amelia kerumah sakit. Sesampainya dirumah sakit
Amelia langsung keruang Administrasi untuk membayar semua biaya rumah sakit laki-laki
yang sudah menolongnya tadi. Kemudian Amelia membesuk laki-laki tersebut
diruang UGD diruangan itu ia tampak melihat laki-laki itu bangun dari kasur tempatnya
diperiksa.
“heiii... kenapa kamu bangun.” Ucap Amelia saat ia sudah didekat laki-laki itu.
“Udah enggak apa-apa kok santai aja kalie.”
“kamu tuh baru aja ditabrak bisanya udah mau pulang.” Ucapnya dengan muka khawatir.
“Hahaha.... luka gini aja dokter bilang ini cuman luka ringan.”
“Luka ringan haa.. asal kamu tau kalau ada apa-apa sama kamu ini salah ku.” Ucapnya tiba-
tiba air yang begitu jernih mengalir dipipinya.
“Aku minta maaf tapi serius aku enggak apa-apa, lagian kamu tadi nyebrang kenapa enggak
liat-liat dulu.”
“Ini memang salah ku aku juga minta maaf.” Ucapnya menghapus air matanya.
“Emang cewek gini yah pintar nyembunyiin sesuatu bahkan jika dia juga terluka dia lebih
mikirin orang lain.”
“Maksud kamu.”
“Kamu enggak sadar lutut kamu juga terluka.”
“Dasar cewek sok kuat udah gih urusin tuh luka aku mau pulang enggak usah khawatirin
orang kalau kamu aja enggak khawatir dengan dirimu sendiri.” Ucapnya lalu melangkah
keluar dari ruangan.
“Dasar cowok aneh diperhatiin ngomel-ngomel.” Ucapnya membatin kemudian ia juga
keluar dari ruangan itu.
Amelia kaget saat ia keluar ia tak melihat Aska yang tadi ia tinggal sebentar dikursi
depan ruang UGD. Amelia pun berlari keluar rumah sakit ia nampak kaget sesampainya
diluar ia melihat Aska berjalan bersama laki-laki itu.
“Askaa.”
“Kakak.” Ucapnya menengok dan tersenyum.
“Kamu mau bawa anak ini kemana apa jangan-jangan kamu.” Ucapnya menghampiri.
“Dasar kamu memang cewek yang paling Aneh udah sok kuat sekarang sok tau.”
“Bukannya sok tau kan jaga-jaga, lagian kamu mau bawa dia kemana?.”
“Bawa pulanglah, masa aku tinggalin adik aku di rumah sakit.”
“Adikk.. Aska adik kamu?”
“Iyaa-lah masih enggak percaya.”
“Jadi kamu yang buat dia nunggu kamu sampe nangis.”
“Asal kamu tau dia takut kamu enggak balik-balik.” Tambahnya
“Kamu ngapain marah-marah sama aku, aku juga nyariin aska kemana-mana.”
“Tapi kenapa kamu nya lama banget dia hampir ngira kalau dia udah hilang.”
“Kak aku kan tadi udah bilang ini salah aku kakak memintaku menunggu tapi aku.” Ucapnya
menunduk merasa bersalah.
“Dia juga salah dek kenapa dia memintamu menunggu sendirian disana kalau ada yang
nyulik kamu gimana siapa yang tanggung jawab”. Ucap Amelia sangat jengkel
“Kamu kalau enggak tau yang sebenarnya enggak usah ikut campur dan sok tau.” Ucap laki-
laki itu juga ikut kesal.
“Tadi dia sendiri yang pengen nunggu disitu karena dia capek buat jalan aku juga
memintanya menunggu sebentar, tapi saat aku balik dia pergi aku cari-cari enggak nemuin
pas aku mau nyebrang aku lihat kamu ditengah jalan yang hampir ditabrak mobil dan gara-
gara itu aku kerumah sakit terus.” Ucapnya terpotong.
“Udah-udah iya aku minta maaf tapi itu juga karena aku liat Aska yang duduk didepan toko
sambil nangis, jadi bukan sepenuhnya salah aku.”
“Capek ngomong sama cewek aneh kaya kamu bisanya nyalahin bukannya terima kasih.”
Ucapnya lalu pergi.
Amelia hanya terdiam ia lalu pulang kerumahnya dengan naik taxi. Di rumahnya ia
masih membayangkan kejadian tadi sore menimpanya.
***
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba hari dimana Amelia berganti umur yang kini
umurnya telah genab 17 tahun. Ia tak meminta apa-apa yang hanya ia inginkan ibunya hadir
dipesta Ulang Tahunnya. Pesta Ulang tahunnya dipersiapkan dengan begitu meriah oleh
teman-teman terdekatnya disebuah taman kompleks perumahannya. Taman itu didekorasi
dengan sedemikian rupa perpaduan warna putih dan biru nuansanya begitu indah serta tertata
dengan rapi. Tamu yang diundang pun berdatangan yakni teman sekolahnya bahkan laki-laki
yang beberapa hari yang lalu menolongnya pun datang.
“Kamu.” Ucap Amelia kaget saat melihat kedatangan laki-laki itu.
“kenapa?” Ucapnya santai.
“Kalian udah pada kenal?” tanya laki-laki teman satu kelas Amelia.
“Iya, cewek ini yang buat aku masuk rumah sakit.” Sindirnya.
“Kemarin kan aku udah minta maaf.”
“Udah kenapa pada berdebat sih.” Ucapnya sembari memberikan kado pada Amelia
“Selamat Ulang Tahun yah.” Tambahnya
“Iya makasih yah, Raka.” Ucapnya mengambil kado tersebut dibarengi dengan senyum
“Jadi yang Ulang tahun tikus jelek ini.”
“Whattt tikus?”
“Sorry... sorry Amelia sepupu gue rada gitu orangnya.”
“Loh jaga sikap dong kan gue enggak enak sama yang punya acara.” Bisiknya.
“Kalau gue tau loh ngajakin gue kepesta dia, gue enggak bakalan kesini tau.” Balasnya.
“Udah dari pada loh bosan dirumah, udah gih kasi tuh kado.” Ucap Raka menyeggol lengan
sepupunya.
“Males banget.”
“Radit udah kasi kenapa si luh.” Bentaknya.
“Jadi nama loh Radit Pantes.”
“Apa?” Ucapnya penasaran.
“Radit, Rada Idiot hahaaaa.” Ucapnya dibarengi tawa kemenangan.
“Puass loh ambil ni kado, semoga jadi dewasa dasar kekanakan.” Ucapnya kesal
memberikan. kadonya lalu pergi tidak jauh dari pesta.
“Apa aku salah ngomong yah.” Ucapnya membatin
“Bukannya dia yang kekanakan gitu aja marah, dasar cowo sensi.” Ucapnya ngedumel sendiri
Acara pun akan segerah dimulai semua tamu undangan mendekat kemeja bundar tempat
kue ulang tahun Amelia berada. Amelia hanya diam ia menengok kiri dan kanan mencari
keberadaan seseorang, namun sosok itu tak ditemukan. Saat kue sudah ditiup Amelia berlari
meninggalkan acara Ulang tahunnya, ia berlari menuju kursi taman yang tidak jauh dari
pestanya.
“Kenapa sih aku enggak pernah sedetik pun diperhatikan, kenapa ibu ku lebih mementingkan
pekerjaannya dari pada anaknya sendiri, andai Ayah masih ada pasti aku enggak akan
ngerasain kaya gini atau andai aku punya kakak sebagai teman curhat aku enggak akan
pernah ngerasain sendiri.” Ucapnya begitu sedih.
“Kamu enggak pernah sendiri, kamu punya orang tua yang menyayangimu.” Ucap sosok
yang entah dia siapa.
“Kamu siapa?” ucapnya menengok ke arah sosok itu.
“Aku Yuda kamu kenapa disini malam-malam?” ucapnya lalu duduk disamping Amelia.
“Aku enggak apa-apa.” Ucapnya menyapu air matanya
“Terus kenapa kamu nangis?” sanggahnya “Bahkan merasa kamu enggak diperhatiin.”
“Sebenarnya hari ini umurku genab 17 tahun tapi ibu ku tidak datang keacara ulang tahunku
ia lupa dan sibuk dengan pekerjaannya sedangkan Ayahku ia sudah menjadi bintang yang
bersinar dilangit sana.” Ucapnya mulai meneteskan air matanya kembali.
“Kamu jangan bersedih umur kamu juga udah 17 tahun itu juga ibu kamu lakuin buat hidup
kamu kedepannya seandainya dia tidak menyayangimu dia tidak akan bekerja lembur dan
selarut ini jika bukan hanya untukmu.” Bujuknya.
“Udah kamu jangan bersedih, kamu boleh menganggapku sebagai kakak mu kalau kamu
sedih kamu luapkan saja kesedihanmu padaku aku siap menanggungnya.” Ucapnya sembari
menghapus air mata Amelia.
“Kenapa kamu baik pada ku kita baru bertemu.” Ucapnya tersenyum.
Yuda tak menghiraukan kata-kata Amelia ia meneruskan bercerita, Yuda bercerita
tentang dirinya. serta bagaimana ia menjalani sebuah hidup.
“Mungkin kamu mengira didunia ini kamu orang yang paling sendiri kamu lebih salah karena
sebenarnya didunia ini ada yang lebih sedih bahkan sendiri, kamu tidak tau aku didunia ini
hanya tinggal seorang diri dipanti asuhan aku tak tau dimana kedua orang tua ku bahkan aku
tak tau apa kah aku punya saudara atau tidak, yang aku pikir mungkin orang tuaku sudah
meninggal.” Ucapnya mulai bercerita.
“Setiap saat aku berharap bisa punya seorang adik perempuan yang cantik selalu merengek
padaku, membuatku tertawa dengan tingkah lucunya, tapi semua itu tidak pernah aku rasakan
bagiku mungkin dengan adanya gadis kecil itu masalahku bisa sedikit berkurang.”
Tambahnya.
“Aku juga sangat ingin memiliki kakak yang selalu ada buat ku, bahkan aku selalu iri pada
temanku yang memiliki seorang kakak.” Ucapnya tersenyum
“Kak Yuda mau enggak kalau aku menganggap mu sebagai kakak ku.” Ucapnya penuh
harap.
“Pliss beri aku kesempatan bisa menjadi adikmu.” Ucapnya memohon.
“Aku janji tidak menyusahkan mu, pliss... Ayolah kak.” Tambahnya.
“Kamu enggak takut kalau aku orang jahat yang menyamar dan kamu memintaku menjadi
kakak mu permohonan apa itu.” Ledeknya.
“Pliss kak bukannya kakak ingin punya adik perempuan.” Rengeknya.
“Iya tapi bukan yang cengeng.”
“Aku enggak cengeng serius.” Ucapnya meyakinkan.
“Tapi tadi nangis.” Ucapnya mengacak rambut Amelia.
“Enggak anggap aja tadi kelilipan.” Ucap Amelia cemberut.
“Hahahaa, iya deh kelilipan.”
“kakak kenapa ngeledek sih.” Ucapnya mencubit lengan Yuda.
“Iyaa.. aduhh aduh sakit,” ucapnya meringis, “kakak mau ko jadi kakak kamu.”
“Beneran?” ucapnya berdiri dengan antusias dan dibarengi anggukan oleh Yuda.
“Yehhh Ayah aku punya kakak aku tau Ayah juga seneng kan disana yeye...yeye... aku juga
punya kakak.” Teriaknya.
“Hussttt udah malam jangan berisik atau aku tarik tadi permintaan itu.”
“Iya dehh aku tuh seneng banget akhirnya permintaanku dikabulkan.” Ucapnya Kembali
duduk.
“Oh iya selamat Ulang Tahun yah doa yang terbaik untukmu maaf kakak tidak punya kado.”
Ucapnya lalu mencubit pipi Amelia.
“Tidak apa, kak Yuda jadi kakak ku saja sudah jadi kado terindah.”
“Aku jamin kamu akan bahagia selalu dan aku juga akan selalu mengusap air matamu disaat
sedih.”
“Aku juga jamin karena kakak sudah ada disampingku aku enggak akan pernah sedih asalkan
kakak juga tidak akan pergi.”
“Iya kakak pasti akan selalu disini disampingmu, menemani serta menjagamu bagaimana
kamu sudah puas.”
“Haaahhaa.... Puasss.” Ucap Amelia dan Yuda bersamaan.
Mereka pun tertawa bersama serta Amelia tak mampu menyembunyikan perasaan
bahagia tatkala apa yang ia harapkan sudah ada didepan mata.
***
Hari-hari Amelia pun menjadi lebih berwarna semenjak kedatangan Yuda namun hari
yang tak pernah Amelia nantikan pun tiba ternyata Tuhan berkehendak lain ia harus menjadi
Amelia yang dulu lagi sunyi bersama kesendirian sebab Yuda menghadap takkdirnya terlebih
dahulu ia mengalami kecelakaan ia terjatuh saat melakukan panjat tebing
saat Adventure bersama kawan-kawannya didaerah puncak. Dihari kematian Yuda Amelia
sangat terpukul bahkan ia mengurung diri dikamar. Hingga seorang teman Yuda menitipkan
surat terakhir yang Yuda berikan untuk Amelia. Amelia pun membaca isi surat terakhir dari
Yuda.
“Bahagia” itulah kata yang menggambarkan perasaanku sekarang ini, bisa memilikimu
bisa menjaga dan menggengggam tangan mu tapi entah apa yang aku rasakan akhir-akhir
ini aku merasa tidak akan barada dekat lagi disampingmu. Aku merasa seakan aku akan ke
suatu tempat yang jauh mungkin bertemu kedua orang tua ku. Aku begitu bahagia punya
gadis kecil sepertimu adik yang begitu aku sayangi tapi kakak tidak bisa berjanji untuk
selalu bersama serta menjagamu kakak takut ada saatnya kakak akan membuatmu kecewa.
Tapi kamu jangan pernah merasa sendiri sebab kakak tau kakak akan selalu ada dihati mu.
Jika terjadi sesuatu pada ku kamu jangan bersedih terlalu lama atau aku tidak akan
melihatmu lagi. Kita tak pernah tau takdir.
Bahkan kita bertemu karena takdir jadi jika kita berpisah itu juga karena takdir dan
jangan pernah kau sesali karena pasti ada hikma disetiap pertemuan dan perpisahan ini.
Kamu harus tau kakak sangat sayang padamu bahkan jika seluruh hidup kakak harus kakak
berikan padamu dan hanya itu yang bisa membuatmu bahagia akan kakak berikan. Itu
karena kakak begitu sayang padamu walau hubungan kita masih singkat tapi kakak yakin
hubungan ini tidak akan berubah dan putus walau kita terpisah.
10 Oktober
2012
Yuda
Prayoga
(Untuk Gadis kecil ku, aku
menyayangimu)
Air mata Amelia tidak dapat dibendung lagi ia meluapkan semua perasaannya. Pada
senja yang tak lagi sama. Amelia memutuskan ke taman dimana ia pertama kali bertemu
dengan Yuda disana ia mulai mengenang apa yang pernah terjadi 1 tahun silam.
“Ditempat ini kita bertemu serta pertama kali kau menghapus air mataku waktu cepat sekali
berlalu hingga Tuhan menjauhkanmu dari ku.” Air matanya pun mulai mengalir.
“Seperti kata mu aku tak menyesali pertemuan itu bahkan aku sangat bersyukur bisa
merasakan pernah digenggam oleh tangan penyayang sepertimu, kakak aku rindu kakak
sekarang kamu sudah tak seperti dulu dan tak menepati janji mu lagi.”
“Kau akan selalu membuatku bahagia menghapus air mataku jika sedih sekarang dimana
dirimu berada.” Ucapnya terisak.
“Ini ambil hapus air matamu.” Ucap Radit memberi sapu tangan.
“Kamu kenapa disini?” ucapnya lalu mengambil sapu tangan dari tangan Radit.
“Enggak penting, yang penting kenapa kamu duduk sendiri disini?” ucapnnya heran.
“Sebentar lagi akan gelap.” Tambahnya.
“Kamu enggak tau sore seperti inilah yang aku rindukan dimana senja tiba, aku kangen
dengan seseorang yang memelukku pada senja seperti ini namun baru sebentar ia menjadi
kakak ku tapi Tuhan lebih menyayanginya.”
“Tapi sekarang aku benci senja dia tak lagi sama.”
“Senja itu indah yang membuatmu tak menyukainya karena kenangan yang ia bawa,
mestinya kamu bersyukur masih bisa mengenangnya saat senja.” Ucapnya lalu memandang
langit sore yang nampak kemerahan sore itu.
“Kamu benar senja memang indah tapi ia cepat sirnah dan tergantikan oleh gelap seperti kak
Yuda yang hanya datang seperti mimpi lalu pergi.”
“Tapi kamu salah bukannya senja yang mengantarkan kita untuk melihat Bintang dia rela
sirna dan digantikan oleh Bintang seperti halnya Yuda dia juga sudah menjadi bintang
disana.” Ucapnya menunjuk langit.
“Senja sampaikan kepadanya aku merindukan peluknya.” Batin Amelia.
Amelia memulai kehidupannya yang baru iya mulai belajar untuk ikhlas bahwasanya apa
yang ada didunia ini memang takkan ada yang abadi. Serta memang ada saat dimana kita
harus ditakdirkan seorang diri. Amelia sangat bersyukur setidaknya ia pernah merasakan
sosok seorang kakak walau itu tak bertahan lama. Tapi yang perlu ia sadari bahwa hidup yang
ia miliki mungkin lebih baik dari seseorang yang ada diluar sana serta dengan kehadiran
Yuda adalah suatu hal yang bisa membuatnya sadar bahwa ada yang lebih sedih bahkan
sendiri dari dirinya sendiri.
*Selesai*
Aku selalu berfikir kenapa hidup ini tak selalu berjalan seperti apa yang kita inginkan,
bukankah hidup adalah sebuah pilihan, namun hidup yang aku jalani serasa kurang dari apa
yang ku bayangkan. Walau aku memilih ingin begini dan begitu, namun ada pilihan yang
tidak bisa aku wujudkan dalam kehidupanku.
Menurut ku pilihan yang aku inginkan itu bukanlah menyalahi kodrat ku dari sang
pencipta namun, bagi setiap orang yang mendengar mungkin ia menganggap ku naif tapi
seandainya aku diberikan satu permintaan didunia ini aku ingin sekali itu menjadi nyata
bahkan jika aku harus terlahir kembali.
***
Matahari yang begitu indah dipagi yang nampak cerah dari sudut kamar yang tak begitu
luas terlihat sepasang mata yang hangat memandang jalanan yang mulai terlihat ramai dari
sudut jendela. Entah apa yang terlintas dibenaknya, yang dia tau sekarang dia harus berangkat
kesekolah. Tak lama terdengar ketukan pintu dari luar kamarnya, “Tok....tok....tokkk.”
“Iyaa masuk.” Teriaknya mempersilahkan.
Pintu kamar pun sedikit demi sedikit terbuka hingga nampak sosok wanita yang tepat
dipanggil ibu, ia berdiri tepat selangkah didepan pintu.
“Kamu kenapa diam saja, kamu nanti terlambat kesekolah.”
“Iyaaa bu, ini juga baru selesai pakai baju.” Ucapnya berdiri lalu melangkah keluar dari
kamar namun terhenti tepat disebelah ibunya.
“Kamu kenapa, apa kamu sakit?” ucapnya saat gadis itu tepat disampingnya.
“Tidak bu, aku baik-baik saja aku berangkat.” Ucapnya sembari menyalim tangan ibunya
kemudian berlalu pergi.
“Anak itu setiap pagi selalu saja seperti itu, Amelia kamu selalu membuat ku khawatir.”
Batinya sembari melihat punggung anaknya hingga tak terlihat lagi.
Gadis jelita yang bernama, Amelia cahya putri yang kerap disapa Amelia setiap paginya
memang selalu melamun didepan jendela. Amelia Tak pernah mengungkapkan apa yang ada
dibenaknya.
***
Hari-hari berikutnya berlalu seiring bergantinya waktu Amelia tetap sama gadis murung
yang tak pernah tau menyampaikan apa yang mengganjal dihatinya. Selama ini lewat
buku Diary-nya ia hanya mampu melukis perasaan lewat pena menggaris kata demi kata dan
membentuk sebuah makna tepat pada senja hari yang tenang ia menuangkan isi hatinya
disebuah buku berwarna coklat tua dimeja belajarnya. Tepat hari itu iya menulis ungkapan
perasaannya didalam sebuah Diary coklatnya.
Heii... Diary apa kamu masih ingat keinginan yang ku utarakan padamu, kapan aku bisa
merasakan saat itu? saat dimana aku memiliki tempat untuk curhat layaknya kawan dekat
bahkan orang yang siap menjaga ku, menyayangiku, ada saat aku perlu dialah kakak yang
selama ini aku tunggu. Aku sadar itu takkan mungkin ku miliki sebab aku terlahir sebagai
anak tunggal aku ingin sekali memiliki kakak untuk tempat ku bercerita tentang begitu kejam
hidup ini aku tak ingin menyalahi takdir ilahi namun itulah harapan ku sejak lama. Aku
selalu iri pada teman ku yang memiliki seorang kakak. Aku selalu iri Diary saat mereka
punya kakak yang selalu siap mengantar mereka kesekolah setiap pagi, sedangkan aku. Ibu
ku orang tua tunggal yang ku miliki sekarang namun ia sibuk dengan bisnisnya semenjak
Ayah tiada. Diary aku hanya minta sampaikanlah pada tuhan apakah iya bisa mengirimkan
kakak untukku walau aku harus terlahir kembali. Apa salah aku ingin merasakan apa yang
mereka rasakan? sebab aku hanya berteman dengan kesepian serta kesunyian.
12 Maret 2011
Aku ingin kakak ku datang
Dalam harapan yang terpendam!!!
Senja pun menutup sore itu, sore yang begitu damai Amelia hanya menghabiskan
waktunya dikamar belajar dan belajar seperti kemauan ibunya yang juga membuat Amelia
tertekan, disertai kurangnya kasih sayang dari ibunya karena kesibukan yang ia punya, walau
ibunya terkadang bertanya apakah ia baik-baik saja, namun bukan itu yang Amelia mau.
Pertanyaan apakah keadaanya baik-baik saja bukan itu tapi Amelia hanya membutuhkan
sedikit waktu luang untuk bersama. Hingga Amelia pun terlelap dalam tidurnya dimeja
belajar. Tiba-tiba langkah kaki mendekat pada tubuhnya yang begitu tenang yang tidur
dengan nyaman dimeja belajar.
“Maafkan ibu karena bisnis keluarga ibu jarang meluangkan waktu untukmu.” Sembari
mengusap kepala Amelia.
“Ibu ingin bisa selalu bersamamu tapi keadaan yang membuat ibu harus begini, ibu harap
kamu bisa mengerti ibu melakukan ini semata-mata untuk kebahagiaanmu.” Air matanya pun
mulai mengalir membanjiri pipinnya yang sudah sedikit keriput.
“Sebentar lagi umurmu akan menginjak 17 tahun kamu akan menjadi anak yang lebih dewasa
lagi dan ibu harap kamu mengerti keadaan ibu yang sekarang.” Tambahnya lalu pergi karena
ia sudah tak bisa membendung rasa bersalahnya.
Amelia pun terbangun ia merasa rambutnya sedikit basah, ia juga merasa seperti ibunya
datang menemuinya.
“Apa aku hanya bermimpi.”
“Entah tapi kenapa kepalaku serasa ada air yang membasahi.” Tambahnya
“Sudahlah Amelia mungkin hanya perasaanmu saja, mending sekarang aku tidur.” Ia
kemudian berjalan ke kasurnya dan berbaring hingga matanya terpejam.
***
Esoknya Amelia berangkat kesekolah dengan berjalan kaki walau ibunya selalu meminta
ia kesekolah diantar supir namun ia selalu lebih memilih untuk berjalan kaki terbiasa juga
dengan naik angkot ia beranggapan dengan begitu ia berjumpa dengan banyak orang dan
sedikit melupakan masalahnya menurutnya sederhana lebih menyenangkan, dari situlah ia
bisa melihat kebersamaan keakraban orang-orang disekitarnya dan itulah yang tidak ia punya.
Ditengah perjalanan ia menyebrang ke jalan raya ia melihat tampak seorang anak kecil yang
tengah menangis duduk di depan toko. Namun saat ia menyebrang tiba-tiba ada mobil dari
sebelah kiri begitu cepat melaju ke arahnya.
“Aaahhh….” Pekiknya
Tapi seorang lelaki bertubuh ramping tegak dan lebih tinggi darinya datang
mendorongnya dan membuat ia tersungkur. “Brruuukk...” laki-laki itu terjatuh, laki-laki
itupun kemudian dilarikan kerumah sakit sedangkan Amelia ia terlebih dahulu kearah anak
yang tadinya ia lihat sedang menangis.
“Adekk kenapa nangis?” Tanyaku.
“Aa..ku mencari kakak ku ia pergi membelikan ku es cream.” Ucapnya menangis tersedu-
sedu dan terus menunduk dengan memeluk kedua lututnya.
“Kamu jangan nangis kakak kamu pasti balik lagi kesini.”
“Tidak aku sudah lama menunggunya, ini salah ku kak tadi kakak ku memintakku untuk
menunggunya disini tapi aku malah mengejar tukang penjual balon.” Jelasnya panjang lebar
“Nama kamu siapa?” Ucapnya tersenyum.
“Aku Aska kak.” Anak itu pun berhenti menunduk dan membalas senyum Amelia walau raut
wajahnya masih terlihat sedih.
“Kamu mau nggak ikut dengan kakak, kakak janji bantu kamu cari kakak kamu tapi kita
kerumah sakit sebentar yah.” Bujuknya.
“Kita ngapain kesana kak?”
“Tadi saat kakak mau kesini kakak hampir tertabrak dan ada orang yang nolongin kakak jadi
kakak harus melihat kondisinya terlebih dahulu.”
“kakak juga tidak tega ninggalin kamu disini sendiri.” Tambahnya.
Anak itu pun berdiri dan ikut dengan Amelia kerumah sakit. Sesampainya dirumah sakit
Amelia langsung keruang Administrasi untuk membayar semua biaya rumah sakit laki-laki
yang sudah menolongnya tadi. Kemudian Amelia membesuk laki-laki tersebut
diruang UGD diruangan itu ia tampak melihat laki-laki itu bangun dari kasur tempatnya
diperiksa.
“heiii... kenapa kamu bangun.” Ucap Amelia saat ia sudah didekat laki-laki itu.
“Udah enggak apa-apa kok santai aja kalie.”
“kamu tuh baru aja ditabrak bisanya udah mau pulang.” Ucapnya dengan muka khawatir.
“Hahaha.... luka gini aja dokter bilang ini cuman luka ringan.”
“Luka ringan haa.. asal kamu tau kalau ada apa-apa sama kamu ini salah ku.” Ucapnya tiba-
tiba air yang begitu jernih mengalir dipipinya.
“Aku minta maaf tapi serius aku enggak apa-apa, lagian kamu tadi nyebrang kenapa enggak
liat-liat dulu.”
“Ini memang salah ku aku juga minta maaf.” Ucapnya menghapus air matanya.
“Emang cewek gini yah pintar nyembunyiin sesuatu bahkan jika dia juga terluka dia lebih
mikirin orang lain.”
“Maksud kamu.”
“Kamu enggak sadar lutut kamu juga terluka.”
“Dasar cewek sok kuat udah gih urusin tuh luka aku mau pulang enggak usah khawatirin
orang kalau kamu aja enggak khawatir dengan dirimu sendiri.” Ucapnya lalu melangkah
keluar dari ruangan.
“Dasar cowok aneh diperhatiin ngomel-ngomel.” Ucapnya membatin kemudian ia juga
keluar dari ruangan itu.
Amelia kaget saat ia keluar ia tak melihat Aska yang tadi ia tinggal sebentar dikursi
depan ruang UGD. Amelia pun berlari keluar rumah sakit ia nampak kaget sesampainya
diluar ia melihat Aska berjalan bersama laki-laki itu.
“Askaa.”
“Kakak.” Ucapnya menengok dan tersenyum.
“Kamu mau bawa anak ini kemana apa jangan-jangan kamu.” Ucapnya menghampiri.
“Dasar kamu memang cewek yang paling Aneh udah sok kuat sekarang sok tau.”
“Bukannya sok tau kan jaga-jaga, lagian kamu mau bawa dia kemana?.”
“Bawa pulanglah, masa aku tinggalin adik aku di rumah sakit.”
“Adikk.. Aska adik kamu?”
“Iyaa-lah masih enggak percaya.”
“Jadi kamu yang buat dia nunggu kamu sampe nangis.”
“Asal kamu tau dia takut kamu enggak balik-balik.” Tambahnya
“Kamu ngapain marah-marah sama aku, aku juga nyariin aska kemana-mana.”
“Tapi kenapa kamu nya lama banget dia hampir ngira kalau dia udah hilang.”
“Kak aku kan tadi udah bilang ini salah aku kakak memintaku menunggu tapi aku.” Ucapnya
menunduk merasa bersalah.
“Dia juga salah dek kenapa dia memintamu menunggu sendirian disana kalau ada yang
nyulik kamu gimana siapa yang tanggung jawab”. Ucap Amelia sangat jengkel
“Kamu kalau enggak tau yang sebenarnya enggak usah ikut campur dan sok tau.” Ucap laki-
laki itu juga ikut kesal.
“Tadi dia sendiri yang pengen nunggu disitu karena dia capek buat jalan aku juga
memintanya menunggu sebentar, tapi saat aku balik dia pergi aku cari-cari enggak nemuin
pas aku mau nyebrang aku lihat kamu ditengah jalan yang hampir ditabrak mobil dan gara-
gara itu aku kerumah sakit terus.” Ucapnya terpotong.
“Udah-udah iya aku minta maaf tapi itu juga karena aku liat Aska yang duduk didepan toko
sambil nangis, jadi bukan sepenuhnya salah aku.”
“Capek ngomong sama cewek aneh kaya kamu bisanya nyalahin bukannya terima kasih.”
Ucapnya lalu pergi.
Amelia hanya terdiam ia lalu pulang kerumahnya dengan naik taxi. Di rumahnya ia
masih membayangkan kejadian tadi sore menimpanya.
***
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba hari dimana Amelia berganti umur yang kini
umurnya telah genab 17 tahun. Ia tak meminta apa-apa yang hanya ia inginkan ibunya hadir
dipesta Ulang Tahunnya. Pesta Ulang tahunnya dipersiapkan dengan begitu meriah oleh
teman-teman terdekatnya disebuah taman kompleks perumahannya. Taman itu didekorasi
dengan sedemikian rupa perpaduan warna putih dan biru nuansanya begitu indah serta tertata
dengan rapi. Tamu yang diundang pun berdatangan yakni teman sekolahnya bahkan laki-laki
yang beberapa hari yang lalu menolongnya pun datang.
“Kamu.” Ucap Amelia kaget saat melihat kedatangan laki-laki itu.
“kenapa?” Ucapnya santai.
“Kalian udah pada kenal?” tanya laki-laki teman satu kelas Amelia.
“Iya, cewek ini yang buat aku masuk rumah sakit.” Sindirnya.
“Kemarin kan aku udah minta maaf.”
“Udah kenapa pada berdebat sih.” Ucapnya sembari memberikan kado pada Amelia
“Selamat Ulang Tahun yah.” Tambahnya
“Iya makasih yah, Raka.” Ucapnya mengambil kado tersebut dibarengi dengan senyum
“Jadi yang Ulang tahun tikus jelek ini.”
“Whattt tikus?”
“Sorry... sorry Amelia sepupu gue rada gitu orangnya.”
“Loh jaga sikap dong kan gue enggak enak sama yang punya acara.” Bisiknya.
“Kalau gue tau loh ngajakin gue kepesta dia, gue enggak bakalan kesini tau.” Balasnya.
“Udah dari pada loh bosan dirumah, udah gih kasi tuh kado.” Ucap Raka menyeggol lengan
sepupunya.
“Males banget.”
“Radit udah kasi kenapa si luh.” Bentaknya.
“Jadi nama loh Radit Pantes.”
“Apa?” Ucapnya penasaran.
“Radit, Rada Idiot hahaaaa.” Ucapnya dibarengi tawa kemenangan.
“Puass loh ambil ni kado, semoga jadi dewasa dasar kekanakan.” Ucapnya kesal
memberikan. kadonya lalu pergi tidak jauh dari pesta.
“Apa aku salah ngomong yah.” Ucapnya membatin
“Bukannya dia yang kekanakan gitu aja marah, dasar cowo sensi.” Ucapnya ngedumel sendiri
Acara pun akan segerah dimulai semua tamu undangan mendekat kemeja bundar tempat
kue ulang tahun Amelia berada. Amelia hanya diam ia menengok kiri dan kanan mencari
keberadaan seseorang, namun sosok itu tak ditemukan. Saat kue sudah ditiup Amelia berlari
meninggalkan acara Ulang tahunnya, ia berlari menuju kursi taman yang tidak jauh dari
pestanya.
“Kenapa sih aku enggak pernah sedetik pun diperhatikan, kenapa ibu ku lebih mementingkan
pekerjaannya dari pada anaknya sendiri, andai Ayah masih ada pasti aku enggak akan
ngerasain kaya gini atau andai aku punya kakak sebagai teman curhat aku enggak akan
pernah ngerasain sendiri.” Ucapnya begitu sedih.
“Kamu enggak pernah sendiri, kamu punya orang tua yang menyayangimu.” Ucap sosok
yang entah dia siapa.
“Kamu siapa?” ucapnya menengok ke arah sosok itu.
“Aku Yuda kamu kenapa disini malam-malam?” ucapnya lalu duduk disamping Amelia.
“Aku enggak apa-apa.” Ucapnya menyapu air matanya
“Terus kenapa kamu nangis?” sanggahnya “Bahkan merasa kamu enggak diperhatiin.”
“Sebenarnya hari ini umurku genab 17 tahun tapi ibu ku tidak datang keacara ulang tahunku
ia lupa dan sibuk dengan pekerjaannya sedangkan Ayahku ia sudah menjadi bintang yang
bersinar dilangit sana.” Ucapnya mulai meneteskan air matanya kembali.
“Kamu jangan bersedih umur kamu juga udah 17 tahun itu juga ibu kamu lakuin buat hidup
kamu kedepannya seandainya dia tidak menyayangimu dia tidak akan bekerja lembur dan
selarut ini jika bukan hanya untukmu.” Bujuknya.
“Udah kamu jangan bersedih, kamu boleh menganggapku sebagai kakak mu kalau kamu
sedih kamu luapkan saja kesedihanmu padaku aku siap menanggungnya.” Ucapnya sembari
menghapus air mata Amelia.
“Kenapa kamu baik pada ku kita baru bertemu.” Ucapnya tersenyum.
Yuda tak menghiraukan kata-kata Amelia ia meneruskan bercerita, Yuda bercerita
tentang dirinya. serta bagaimana ia menjalani sebuah hidup.
“Mungkin kamu mengira didunia ini kamu orang yang paling sendiri kamu lebih salah karena
sebenarnya didunia ini ada yang lebih sedih bahkan sendiri, kamu tidak tau aku didunia ini
hanya tinggal seorang diri dipanti asuhan aku tak tau dimana kedua orang tua ku bahkan aku
tak tau apa kah aku punya saudara atau tidak, yang aku pikir mungkin orang tuaku sudah
meninggal.” Ucapnya mulai bercerita.
“Setiap saat aku berharap bisa punya seorang adik perempuan yang cantik selalu merengek
padaku, membuatku tertawa dengan tingkah lucunya, tapi semua itu tidak pernah aku rasakan
bagiku mungkin dengan adanya gadis kecil itu masalahku bisa sedikit berkurang.”
Tambahnya.
“Aku juga sangat ingin memiliki kakak yang selalu ada buat ku, bahkan aku selalu iri pada
temanku yang memiliki seorang kakak.” Ucapnya tersenyum
“Kak Yuda mau enggak kalau aku menganggap mu sebagai kakak ku.” Ucapnya penuh
harap.
“Pliss beri aku kesempatan bisa menjadi adikmu.” Ucapnya memohon.
“Aku janji tidak menyusahkan mu, pliss... Ayolah kak.” Tambahnya.
“Kamu enggak takut kalau aku orang jahat yang menyamar dan kamu memintaku menjadi
kakak mu permohonan apa itu.” Ledeknya.
“Pliss kak bukannya kakak ingin punya adik perempuan.” Rengeknya.
“Iya tapi bukan yang cengeng.”
“Aku enggak cengeng serius.” Ucapnya meyakinkan.
“Tapi tadi nangis.” Ucapnya mengacak rambut Amelia.
“Enggak anggap aja tadi kelilipan.” Ucap Amelia cemberut.
“Hahahaa, iya deh kelilipan.”
“kakak kenapa ngeledek sih.” Ucapnya mencubit lengan Yuda.
“Iyaa.. aduhh aduh sakit,” ucapnya meringis, “kakak mau ko jadi kakak kamu.”
“Beneran?” ucapnya berdiri dengan antusias dan dibarengi anggukan oleh Yuda.
“Yehhh Ayah aku punya kakak aku tau Ayah juga seneng kan disana yeye...yeye... aku juga
punya kakak.” Teriaknya.
“Hussttt udah malam jangan berisik atau aku tarik tadi permintaan itu.”
“Iya dehh aku tuh seneng banget akhirnya permintaanku dikabulkan.” Ucapnya Kembali
duduk.
“Oh iya selamat Ulang Tahun yah doa yang terbaik untukmu maaf kakak tidak punya kado.”
Ucapnya lalu mencubit pipi Amelia.
“Tidak apa, kak Yuda jadi kakak ku saja sudah jadi kado terindah.”
“Aku jamin kamu akan bahagia selalu dan aku juga akan selalu mengusap air matamu disaat
sedih.”
“Aku juga jamin karena kakak sudah ada disampingku aku enggak akan pernah sedih asalkan
kakak juga tidak akan pergi.”
“Iya kakak pasti akan selalu disini disampingmu, menemani serta menjagamu bagaimana
kamu sudah puas.”
“Haaahhaa.... Puasss.” Ucap Amelia dan Yuda bersamaan.
Mereka pun tertawa bersama serta Amelia tak mampu menyembunyikan perasaan
bahagia tatkala apa yang ia harapkan sudah ada didepan mata.
***
Hari-hari Amelia pun menjadi lebih berwarna semenjak kedatangan Yuda namun hari
yang tak pernah Amelia nantikan pun tiba ternyata Tuhan berkehendak lain ia harus menjadi
Amelia yang dulu lagi sunyi bersama kesendirian sebab Yuda menghadap takkdirnya terlebih
dahulu ia mengalami kecelakaan ia terjatuh saat melakukan panjat tebing
saat Adventure bersama kawan-kawannya didaerah puncak. Dihari kematian Yuda Amelia
sangat terpukul bahkan ia mengurung diri dikamar. Hingga seorang teman Yuda menitipkan
surat terakhir yang Yuda berikan untuk Amelia. Amelia pun membaca isi surat terakhir dari
Yuda.
“Bahagia” itulah kata yang menggambarkan perasaanku sekarang ini, bisa memilikimu
bisa menjaga dan menggengggam tangan mu tapi entah apa yang aku rasakan akhir-akhir
ini aku merasa tidak akan barada dekat lagi disampingmu. Aku merasa seakan aku akan ke
suatu tempat yang jauh mungkin bertemu kedua orang tua ku. Aku begitu bahagia punya
gadis kecil sepertimu adik yang begitu aku sayangi tapi kakak tidak bisa berjanji untuk
selalu bersama serta menjagamu kakak takut ada saatnya kakak akan membuatmu kecewa.
Tapi kamu jangan pernah merasa sendiri sebab kakak tau kakak akan selalu ada dihati mu.
Jika terjadi sesuatu pada ku kamu jangan bersedih terlalu lama atau aku tidak akan
melihatmu lagi. Kita tak pernah tau takdir.
Bahkan kita bertemu karena takdir jadi jika kita berpisah itu juga karena takdir dan
jangan pernah kau sesali karena pasti ada hikma disetiap pertemuan dan perpisahan ini.
Kamu harus tau kakak sangat sayang padamu bahkan jika seluruh hidup kakak harus kakak
berikan padamu dan hanya itu yang bisa membuatmu bahagia akan kakak berikan. Itu
karena kakak begitu sayang padamu walau hubungan kita masih singkat tapi kakak yakin
hubungan ini tidak akan berubah dan putus walau kita terpisah.
10 Oktober
2012
Yuda
Prayoga
(Untuk Gadis kecil ku, aku
menyayangimu)
Air mata Amelia tidak dapat dibendung lagi ia meluapkan semua perasaannya. Pada
senja yang tak lagi sama. Amelia memutuskan ke taman dimana ia pertama kali bertemu
dengan Yuda disana ia mulai mengenang apa yang pernah terjadi 1 tahun silam.
“Ditempat ini kita bertemu serta pertama kali kau menghapus air mataku waktu cepat sekali
berlalu hingga Tuhan menjauhkanmu dari ku.” Air matanya pun mulai mengalir.
“Seperti kata mu aku tak menyesali pertemuan itu bahkan aku sangat bersyukur bisa
merasakan pernah digenggam oleh tangan penyayang sepertimu, kakak aku rindu kakak
sekarang kamu sudah tak seperti dulu dan tak menepati janji mu lagi.”
“Kau akan selalu membuatku bahagia menghapus air mataku jika sedih sekarang dimana
dirimu berada.” Ucapnya terisak.
“Ini ambil hapus air matamu.” Ucap Radit memberi sapu tangan.
“Kamu kenapa disini?” ucapnya lalu mengambil sapu tangan dari tangan Radit.
“Enggak penting, yang penting kenapa kamu duduk sendiri disini?” ucapnnya heran.
“Sebentar lagi akan gelap.” Tambahnya.
“Kamu enggak tau sore seperti inilah yang aku rindukan dimana senja tiba, aku kangen
dengan seseorang yang memelukku pada senja seperti ini namun baru sebentar ia menjadi
kakak ku tapi Tuhan lebih menyayanginya.”
“Tapi sekarang aku benci senja dia tak lagi sama.”
“Senja itu indah yang membuatmu tak menyukainya karena kenangan yang ia bawa,
mestinya kamu bersyukur masih bisa mengenangnya saat senja.” Ucapnya lalu memandang
langit sore yang nampak kemerahan sore itu.
“Kamu benar senja memang indah tapi ia cepat sirnah dan tergantikan oleh gelap seperti kak
Yuda yang hanya datang seperti mimpi lalu pergi.”
“Tapi kamu salah bukannya senja yang mengantarkan kita untuk melihat Bintang dia rela
sirna dan digantikan oleh Bintang seperti halnya Yuda dia juga sudah menjadi bintang
disana.” Ucapnya menunjuk langit.
“Senja sampaikan kepadanya aku merindukan peluknya.” Batin Amelia.
Amelia memulai kehidupannya yang baru iya mulai belajar untuk ikhlas bahwasanya apa
yang ada didunia ini memang takkan ada yang abadi. Serta memang ada saat dimana kita
harus ditakdirkan seorang diri. Amelia sangat bersyukur setidaknya ia pernah merasakan
sosok seorang kakak walau itu tak bertahan lama. Tapi yang perlu ia sadari bahwa hidup yang
ia miliki mungkin lebih baik dari seseorang yang ada diluar sana serta dengan kehadiran
Yuda adalah suatu hal yang bisa membuatnya sadar bahwa ada yang lebih sedih bahkan
sendiri dari dirinya sendiri.
*Selesai*

Anda mungkin juga menyukai