Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja. Akan tetapi
manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan sekitar
mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan
komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat
dari komunikasi adalah pengetahuan.

Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan


manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak jarang
manusia harus mempelajari Epistemologi. Epistemologi disebut juga sebagai teori
pengetahuan karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika
dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi segala ilmu
dan pengetahuan.

Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang
paling sulit. Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang
membentang luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan darinya. Selain
itu pengetahuan merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan
ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari.

Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu, perlu diketahui apa saja
yang menjadi dasar-dasar pengetahuan yang dapat digunakan manusia untuk
mengembangkan diri dalam mengikuti perkembangan informasi yang pesat.

1
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Epistemologi ?

2. Bagaimana ruang lingkup Epistimologi ?

3. Apa saja aliran- aliran yang ada dalam Epistemologi ?

4. Bagaimana pengaruh Epistemologi terhadap peradaban manusia ?

5. Apa saja objek dan tujuan Epistemologi ?

6. Apa landasan dari Epistemologi ?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian Epistemologi

2. Untuk mengetahui ruang lingkup Epistemologi

3. Untuk mengetahui aliran-aliran yang ada dalam Epistemologi

4. Untuk mengetahui pengaruh Epistemologi bagi kehidupan

5. Untuk mengetahui objek dan tujuan Epistemologi

6. Untuk mengetahui landasan dari Epistemologi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Epistemologi

Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti
pengetahuan dan ‘logos” berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata “episteme” dalam
bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan, atau
meletakkan. Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual
untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya.

Bagi suatu ilmu pertanyaan yang mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya,
pembagian ruang lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan
pembahasan dari epistemologinya.

Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).


Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan
konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.

Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi adalah P.
Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan
mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan
dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang
dimiliki.

Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau
mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat
dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal
itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.

3
Dalam ilmu filsafat Epistemologi untuk membedakan dua jenis pengetahuan yaitu
pembenran atau argumen

1. Apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya pengalaman , baik pengalaman

indra maupun pengalaman batin. Sedangkan

2. Aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman , dimana

pengetahuan bertumpu pada kenyataan objektif.

Pengetahuan apriori dan pengetahuan aposteriori menurut :

1. Leibniz. 
Menurut Leibniz, mengetahui realitas secara aposteriori berarti mengetahuinya
berdasarkan apa yang ditemukan secara aktual di dunia ini, yaitu melalui panca indera,
dari pengaruh yang ditimbulkan realitas itu dalam pengalaman kita. Sebaliknya,
mengetahui realitas secara apriori adalah mengetahuinya dengan mengenakan sebab pada
realitas tersebut. Mengetahui sesuatu secara apriori adalah dengan memahami apa yang
menjadi sebabnya, apa yang menimbulkan dan memungkinkan hal itu ada atau terjadi.
Leibniz membedakan antara kebenaran aposteriori atau kebenaran yang berasal dari
fakta, dan kebenaran apriori atau kebenaran yang berasal dari akal budi.  Kebenaran
apriori dapat dibuktikan dengan melihat keterkaitannya dengan proposisi yang sama,
sedangkan kebenaran aposteriori hanya bisa dilihat sebagai benar berdasarkan
pengalaman.

2. Immanuel Kant.
Kant menganggap pembedaan antara aposteriori dan apriori sebagai pembedaan
antara apa yang berasal dari pengalaman dan apa yang tidak berasal dari pengalaman,
atau apakah suatu konsep dapat dibuktikan kebenarannya dengan memberikan alasan atau
sebabnya atau tidak. Pembedaan tersebut selanjutnya berkembang menjadi pembedaan
antara pengetahuan empiris dan pengetahuan yang bukan empiris. Yang selanjutnya
pembedaan tersebut berkembang menjadi pembedaan antara proposisi. Sebuah proposisi

4
aposterioriadalah proposisi yang kebenarannya hanya bisa diketahui dengan merujuk
pada pengalaman tertentu. Sedangkan sebuah proposisi apriori adalah proposisi yang
kebenarannya bisa diketahui lepas dari pengalaman. Tanpa pengalaman apapun kita bisa
mengetahui proposisi tersebut. Hal ini berarti bahwa proposisi tersebut dapat dibuktikan
kekeliruannya atau dapat dibuktikan sebagai salah hanya dengan mengandalkan akal
budi, tanpa harus merujuk pada pengalaman apapun. Kebenaran dari proposisi apriori
diketahui hanya dengan mengkaji proposisi itu sendiri atau dengan kata lain
kebenarannya dideduksikan dengan proposisi itu sendiri.

2.2. Ruang Lingkup Epistemologi

M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan


validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat,
unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin
menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah
ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun
ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang
benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya.

Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok ; masalah
sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Mengingat epistemologi mencakup aspek yang
begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi
sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu
seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.

Dalam pembahasan-pembahasan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek


tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa
seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu.
Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.

M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak


terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara
konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak
membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu,

5
aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-
tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.

Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan


pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat,
khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan
pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi
sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan
yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan”
pengetahuan.

2.3. Aliran-Aliran Epistemologi

Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya :

1. Empirisme

Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskos yang berasal dari kata empiria,
yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata yunaninya, pengalaman yang
dimaksud ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena manusia
menyentuhnya, gula manis karena manusia mencicipinya.

John locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan teori
tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu
pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang
kosong itu,lantas ia memiliki pengetahuan. Mula- mula tangkapan indera yang masuk itu
sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan berarti.berarti, bagaimanapun
kompleks (sulit)-nya pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada
pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan
yang benar. Jadi, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.

Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode
eksperimen. Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena keterbatasan indera
6
manusia. Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu kecil ketika
dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu besar

2. Rasionalisme

Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia,
menurut aliran ini, menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek.

Bapak aliran ini adalah Descartes (1596-1650). Descartes seorang filosof yang
tidak puas dengan filsafat scholastic yang pandangannya bertentangan, dan tidak ada
kepastian disebabkan oleh kurangnya metode berpikir yang tepat. Dan ia juga
mengemukakan metode baru, yaitu metode keragu-raguan.

Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang
berpikir. Sebab, yang sedang berpikir itu tentu ada dan jelas ia sedang erang menderang.
Cogito Ergo Sun (saya berpikir, maka saya ada)

Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa
orang kepada kebenaran. Yang benar hanya tindakal akal yang terang benderang yang
disebut Ideas Claires el Distictes (pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah). Idea
terang benderang inilah pemberian tuhan seorang dilahirkan ( idea innatae = ide bawaan).

Sebagai pemberian tuhan, maka tak mungkin tak benar. Karena rasio saja yang
dianggap sebagai sumber kebenaran, aliran ini disebut rasionlisme. Aliran rasionalisme
ada dua macam , yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang
agama , aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk
mengkritik ajran agama. Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari
empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan .

3. Positivisme

Tokoh aliaran ini adalah august compte (1798-1857). Ia menganut paham


empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh
pengetahuan. Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan
eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen.

7
Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas, Misalnya untuk mengukur
jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat
menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah kemajuan sains
benar benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti
empirisnya.

4. Intuisionisme

Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya
indera yang terbatasa, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah, demikian bargson.
Jadi, pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelektual atau akal juga terbatas.

Akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada
objek itu, jadi dalam hal itu manusia tidak mengetahui keseluruhan (unique), tidak
dapatmemahami sifat-sifat yang tetap pada objek. Misalnya manusia menpunyai
pemikiran yang berbeda-beda. Dengan menyadari kekurangan dari indera dan akal maka
bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu
intuisi.

5. Kritisme

Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang ahli
pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan
empirisme. Seorang ahli pikir jerman Immanuel Kant (1724-18004) mencoba
menyelesaikan persoalan diatas,pada awalnya, kant mengikuti rasionalisme tetapi
terpengaruh oleh aliran empirisme.Akhirnya kant mengakui peranan akal harus dan
keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan
bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman
(empirime).

Jadi, metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia mendasarkan diri


dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya persoalan-
persoalan yang melampaui akal.

6. Idealisme

8
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata
ideayaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh plato dan pada filsafat
modern.

Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu, tokoh-


tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit tidak disebut
idealisme karena mereka tidak menggunakan argumen epistemologi yang digunakan
oleh idealisme.

Idealisme secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab


epistemologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan apriori atau deduktifdapat diperoleh
dari manusia dengan akalnya.

7. Pengaruh Epistemologi

Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu


peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya.

Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai
ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi
pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis
dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka.

Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains


dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan
pengembangan epistemologi.

Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan
sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi
modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan
alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai


penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari
pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.

9
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi
menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih
adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan
yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa
yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.

2.4. Objek Dan Tujuan

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek


disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika
diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan
sasaran sedangkan tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi antara
objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang
mengantarkan tercapainya tujuan.

Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang untuk
pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemologi ini
menurut Jujun S. Suriasuamantri berupa “ segenap proses yang terlibat dalam usaha kita
untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang
menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya
tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap perantara yang harus dilalui dalam
mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa
suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.

Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut? Jacques Martain


mengatakan, “ tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan,
apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya
dapat tahu.”hal ini menunjukkan, bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh
pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari akan tetapi yang menjadi pusat
perhatian dari tujuan epistemologi adalah hal lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki
potensi untuk memperoleh pengetahuan.

Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam dinamika


pengetuhuan. Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa jangan
sampai kita puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara

10
atau bekal untuk memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan
melambangkan sikap pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan
sikap dinamis.

2.5. Landasan Epistemologi

Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan
ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur
dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan
pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut
ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi
syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa
disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah.

Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan


menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan sangat
bergantung pada metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh
dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.

Rasio atau akal merupakan instrumen utama untuk memperoleh pengetahuan.


Rasio ini telah lama digunakan manusia untuk memecahkan atau menemukan jawaban
atas suatu masalah pengetahuan. Bahkan ini merupakan cara tertua yang digunakan
manusia dalam wilayah keilmuan. Pendekatan sistematis yang mengandalkan rasio
disebut pendekatan rasional dengan pengertian lain disebut dengan metode deduktif yang
dikenal dengan silogisme Aristoteles, karena dirintis oleh Aristoteles.

Pada silogisme ini pengetahuan baru diperoleh melalui kesimpulan deduktif (baik
menggunakan logika deduktif, berpikir deduktif atau metode deduktif), maka harus ada
pengetahuan dan dalil umum yang disebut premis mayor yang menjadi sandaran atau
dasar berpijak dari kesimpulan-kesimpulan khusus. Bertolak dari premis mayor ini
dimunculkan premis minor yang merupakan bagia dari premis mayor. Setelah itu baru
bisa ditarik kesimpulan deduktif.

Disamping itu, pendekatan rasiaonal ini selalu mendayagunakan pemikiran dalam


menafsirkan suatu objek berdasarkan argumentasi-argumentasi yang logis. Jika kita

11
berpedoman bahwa argumentasi yang benar adalah penjelasan yang memilki kerangka
berpikir yang paling meyakinkan, maka pedoman ini pun tidak mampu memecahkan
persoalan, sebab kriteria penilainya bersifata nisbi dan selalu subjektif.

Lagi pula kesimpulan yang benar menurut alur pemikiran belum tentu benar
menurut kenyataan. Seseorang yang menguasai teori-teori ekonomi belum tentu mampu
menghasilkan keuntungan yang besar, ketika dia mempraktekan teori-teorinya. Padahal
teori-teori itu dibangun menurut alur pemikiran yang benar

Karena kelemahan rasionalisme atau metode deduktif inilah, maka memunculkan


aliran empirisme. Aliran ini dipelopori oleh Francis Bacon (1561-1626). Bacon yakin
mampu membuat kesimpulan umum yang lebih benar, bila kita mau engumpulkan fakta
melalui pengamatan langsung, maka dia mengenalkan metode induktif sebagi lawan dari
metode deduktif. Sebagi implikasi dari metode induktif,

tentunya Bacon menolak segala macam kesimpulan yang tidak didasarkan fakta
lapangan dan hasil pengamatan.

Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan


menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan sangat
bergantung pada metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh
dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif. Pengetahuan yang diperoleh
oleh manusia melalui akal, indera mempunyai metode tersendiri dalam teori
pengetahuan,diantaranya adalah:

1. Metode induktif

Induksi merupakan suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan


hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Menurut David
Hume (1711-1716), pernyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapa pun besar
jumlahnya, secara logis tidak dapat menghasilkan suatu pernyataan umum yang tak
terbatas.

2. Metode Deduktif

Deduksi merupakan suatu metode yang menyimpulkan bahwa data empirik


diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada

12
dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan
itu sendiri.

3. Metode Positivisme

Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal
dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia menyampaikan segala uraian
atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Menurut Comte perkembangan pemikiran
manusia berlangsung dalam tiga tahap yaitu teologis, metofisis, dan positif.

4. Metode Kontemplatif

Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk
memperoleh pengetahuan sehingga objek yang dihasilkan pun berbeda-beda harusnya
dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.

5. Metode Dialektis

Merupakan metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat.

Epistemologi mempunyai 3 bagian yaitu :

A. LOGIKA

Logika merupakan sub-bagian dalam studi Epistemologi. Dalam mempelajari


Epistemologi tidak boleh mengabaikan logika, karena dasar pertanyaan dari Epistemologi
ialah “bagaimana”. Logika disini berperan dalam menjawab sebuah gejala secara rasio
atau nalar dengan membuat formalisasi. Contohnya.

Hukum logika merupakan dasar teori yang sudah diketahui selama ribuan tahun.
Bila implikasi B (disebut consequens juga) dari hipotesis B (disebut antecendens juga)
maka belum tentu bahwa A (yang lebih umum dari pada B) itu benar, tetapi bila hanya
satu kali saja implikasi A tidak terjadi, maka A telah dibuktikan salah.

13
B. PENGETAHUAN

Banyak pihak yang menyatakan bahwa hanya jenis pengetahuan tertentu yang
benar-benar layak disebut pengetahuan. Hal yang demikian dilakukan Bertrand Russel
ketika mengkhususkan kata ini hanya untuk pengetahuan sains, sedangkan yang lain
dianggap mendekati ilmiah.

Meskipun pernyataan Russel ini terdengar masuk akal, namun bertentangan


dengan maksud Epistemologis, sebab Russel mengambil keputusan dengan meyakini
keunggulan sains diatas pengetahuan yang lain. Sebaliknya, filsafat pengetahuan adalah
keterbukan macam-macam makna “pengetahuan”. Membuka setiap kemungkinan serta
setiap cara-cara memperoleh pengetahuan disebut “pengetahuan”.

Setidaknya segala peradaban di dunia ini ada karena pengetahuan, baik itu
pengetahuan tentang alam, atau pun perenungan. Para filsuf terdahulu megawali filsafat
melalui perenungan untuk mencari hakikat kebenaran, di masa itu kebenaran masih
bersifat relatif (individu). Banyak cara dalam memperoleh pengetahuan, baik dengan
pemikiran Rasionalisme, Empirisme, Strukturalisme, dan lain-lain. Selain bentuk
pemikiran, terdapat pula pola dalam menjelaskan hasil berpikir sesuai gejala yang timbul.

1. Kebenaran Pengetahuan

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran (Surajiyo, 2008) antara
lain sebagai berikut :

1. The correspondence theory of truth (Teori Kebenaran Saling Berkesesuian).


Berdasarkan teori pengetahuan Aristoteles yang menyatakan bahwa kebenaran itu berupa
kesesuaian antara arti yang dimaksud dengan faktanya.

2. The Semantic Theory of Truth (Teori Kebenaran berdasarkan Arti).


Berdasarkan Teori Kebenaran Semantiknya Bertrand Russell, bahwa kebenaran
(proposisi) itu ditinjau dari segi arti atau maknanya.

Kebenaran dapat dibuktikan secara : Radikal (Individu), Rasional (Obyektif),


Sistematik (Ilmiah), dan Semesta (Universal). Andi Hakim Nasution dalam bukunya
Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa kebenaran mempunyai tiga tingkatan, yaitu haq al-
14
yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin. Adapun kebenaran menurut Anshari mempunyai
empat tingkatan, yaitu:

1) Kebenaran wahyu,

2) Kebenaran spekulatif filsafat,

3) Kebenaran positif ilmu pengetahuan,

4) Kebenaran pengetahuan biasa.

Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar,
sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan
mungkin salah.

2. Terjadinya Pengetahuan

Ada lima sumber pengetahuan:

1) Otoritas, yang terdapat dalam enseklopedi, buku teks yang baik, rumus, dan

tabel;

2) Common sense, yang ada pada adat dan tradisi;

3) Intuisi yang berkaitan dengan perasaan ;

4) Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman;

5) Pengalaman yang terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.

Menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis,

mengemukakan ada enam alat untuk memperoleh pengetahuan, yaitu :

1) Pengalaman Indra (sense experience)

2) Nalar (reason)

3) Otoritas (authority)

4) Intuisi (Intuition)

5) Wahyu (revelation)

15
6) Keyakinan (faith)

C. ILMU

Dalam ilmu, orang berusaha mematangkan pengetahuan dengan memenuhi tolak


ukur yang sesuai. Hal ini merupak sebuah cara dalam merumuskan tujuan penyelidikan
ilmiah. Dalam memperoleh ilmu hendaknya tahu terlebih dari dahulu. Hal ini
dikarenakan ilmu muncul akibat keragu-raguan yang dipikir secara reflektif. Pemikiran
secara reflektif ini disebut pengetahuan yang dapat berubah menjadi ilmu jika dilakukan
penyelidikan atau pembuktian secara ilmiah. Contohnya dalam tata surya, orang
terdahulu menganggap matahari mengelilingi bumi, pernyataan seperti ini disebut
pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman. Pernyataan diatas masih memdapatkan
pertimbangan karena belum terbukti secara ilmiah, ketika kenyataannya berbeda dan
dapat dibuktikan secara ilmiah bisa disebut sebagai pengetahuan dan ilmu. Dalam studi
ilmiah disebut Ilmu Astronomi.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah merupakan sekumpulan
pegetahuan yang disusun secara konsisten serta teruji kebenarannya secara empiris dalam
menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia untuk melakukan
tindakan dalam menguasai gejala tersebut sesuai penjelasan yang ada.

Dengan definisi demikian, maka akan timbul pertanyaan? Apakah pengetahuan


yang teruji secara ilmiah namun tidak bisa dijadikan sebuah ketetapan dapat dikatakan
ilmu? Ilmu menurut pengertian secara umum ialah semua pengetahuan yang dapat diuji
kebenarannya serta pasti. Bagaimana dengan sejarah? Apakah itu termasuk dalam
golongan ilmu atau humaniora? Hal seperti sejarah sulit sekali dicari kebenarannya,
sebab penggunaan data sejarah sering kali merupakan penuturan orang, bisa saja orang
itu berbohong.

16
2.6. Pengaruh Epistemologi

Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas


menganalisis secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
harus berkembang terus, sehingga tidak jarang temuan ilmu pengetahuan ditentang atau
disempurnakan oleh temuan ilmu pengetahuan yang kemudian.

Epistemologi juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep


atau teori-teori yang ada. Penguasaan epistemologi, terutama cara-cara memperoleh
pengetahuan sangat membantu seseorang dalam melakuakan koreksi kritis terhadap
bangunan pemikiran yang diajukan orang lain maupun dirinya sendirinya. Sehingga
perkembangan ilmu pengetahuan relative mudah dicapai, bila para ilmuwan memperkuat
penguasaannya.

Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu


peradaban sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologilah yang
menentukan kemajuan sains dan teknologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat
strategis dalam merekayasa pegembangan alam menjadi sebuah produk sains yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi
meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh ternyata
teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemology.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan makalah di atas, dapat penulis simpulkan bahwa epistemology ilmu
pengetahuan adalah merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan
radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan.
ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk
memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya,
dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti
manusia.
Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan
metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Mujammil Qomar, 2005. Epistemologi Pendidikan Islam: dari metode Rasional Hingga
Metode Kritik, Jakarta: Erlangga.

Sudarsono, 2001. ILMU FILSAFAT, Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Tafsir Ahmad, 2009. Filsafat Ilmu, Bandung: PT REMAJA POSDAKARYA.

Internet

http://belongtosarah.blogspot.com/2013/04/makalah-filsafat-ilmu-epistemologi.html. Di
akses Rabu 21 Mei 2014 (12:03-12:50 AM).

[1] http://belongtosarah.blogspot.com/2013/04/makalah-filsafat-ilmu-epistemologi.html.
Di akses Rabu 21 Mei 2014 (12:03 AM)

[2] Sudarsono.2001.Ilmu Filsafat. hal 138

18
[3] Ahmad Tafsir.2009.Filsafat Ilmu. hal 43

[4] Ibid. hal 48

[5] Ibid. hal 48

[6] Qomar Mujammil, epistemologi pendidikan islam: dari metode rasional hingga
metode kritik, ( Jakarta: Erlangga 2005), h. 7

[7] http://belongtosarah.blogspot.com/2013/04/makalah-filsafat-ilmu-epistemologi.html.
Di akses Rabu 21 Mei 2014 (12:50 AM)

[8] Qomar Mujammil, Epistemologi Pendidikan Islam: dari Metode Rasional Hingga
Metode Kritik, ( Jakarta: Erlangga 2005), h. 27

19

Anda mungkin juga menyukai