Anda di halaman 1dari 14

Perspektif Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi

Nilai Kegunaan Ilmu


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :
Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu :
Dr. Afiful Ikhwan, M.Pd.I

Oleh:
Ana Maulida Sabila

NIM:
17160105

MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran.
Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, dan tetap mencari
kebenaran dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun, tidak
semua kebenaran yang didapat itu dapat memuaskan manusia. Ia harus
mengujinya dengan metode ilmiah, demi mendapatkan kebenaran yang
bersifat ilmiah, dan bukan sekedar kebenaran semu.
Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat, tidaklah
menjadikan manusia berhenti mencari kebenaran. Melainkan menjadikan
manusia semakin berusaha untuk mencari kebenaran berlandaskan teori yang
sudah ada. Jujun S. Suriasumantri mengatakan bahwa pengetahuan
merupakan khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak
langsung turut memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan juga dapat
dikatakan sebagai jawaban dari berbagai pertamyaan yang muncul dalam
kehidupan.1
Maka, untuk menemukan nilai kegunaan sebuah ilmu pengetahuan
dapat ditinjau dari perspektif ontologi, yaitu hakikat ilmu, perspektif
epistemologi, yaitu bagaimana cara memperoleh ilmu, dan perspektif
aksiologi, yaitu nilai kegunaan ilmu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah perspektif ontologi nilai kegunaan ilmu?
2. Bagaimanakah perspektif epistemologi nilai kegunaan ilmu?
3. Bagaimanakah perspektif aksiologi nilai kegunaan ilmu?

1
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu, (Jakarta : Kencana, 2014), hal. 191

2
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan pembahasan adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui perspektif ontologi nilai kegunaan ilmu
2. Mengetahui perspektif epistemologi nilai kegunaan ilmu
3. Mengetahui perspektif aksiologi nilai kegunaan ilmu

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERSPEKTIF ONTOLOGI NILAI KEGUNAAN ILMU


1. Definisi Ontologi
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata ‘ontos’ yang
berarti ‘berada’ (yang ada), dan kata ‘logia’ yaitu pengetahuan. Maka,
secara istilah, ontologi adalah ilmu hakikat yang mneyelidiki alam nyata
ini dan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Dengan kata lain, ontologi
adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang ada.2
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling mendasar, ia
membahas secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang ada dalam
setiap kenyataan yang meliputi realitas. Bidang kajian ontologi berkaitan
dengan metafisika yaitu hakikat, oleh karenanya, hakikat ini tidak dapat
dijangkau oleh paca indra karena tak berbentuk, berwaktu, dan
bertempat. Dengan jalan mempelajari hakekat, maka dapat memperoleh
pengetahuan dan dapat menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu.

2. Hakikat Ontologi
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada,
yang merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani dan rohani.
Ontologi juga berarti teori atau studi tentang wujud seperti karakteristik
dasar dari seluruh realitas. Ontologi bersinonim dengan metafisika, yaitu
studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari
suatu benda umtuk menentukan arti, struktur, dan prinsip benda tersebut.3
Menurut Suruasumantri, ontologi membahas tentang apa yang
ingin diketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu
pengkajian mengenai teori tentang ‘ada’. Telaah ontologis akan
menjawab pertanyaan-pertanyaan :
a. Apakah objek ilmu yang akan ditelaah?

2
I Dewa Gede, dkk, Filsafat Ilmu Dari Pohon Pengetahuan sampai Karakter Keilmuan
Ilmu Hukum (Malang: IKAPI, 2014), hal. 28
3
Ibid, hal. 29

4
b. Bagaimana wujud hakiki tentang objek tersebut?
c. Bagaimana hubungan antara objek tersebut dengan daya tangkap
manusia (seperti berpikir, merasa, dan menginderanya) yang
membuahkan pengetahuan?4
Dalam pemahaman ontologi dapat dikemukakan pandangan-
pandangan pokok pemikiran, antara lain:
a. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin ada dua. Baik
yang asal berupa materi atau non materi.
b. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam
hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan rohani.
Dualisme mengakui bahwa realitas terdiri dari materi atau yang
ada secara fisik dan mental atau beradanya tidak kelihatan secara
fisik.
c. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui
bahwa segala amcam bentuk ini semuanya nyata.
d. Agnotisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui
hakikat benda. baik hakikat materi maupun non materi.5

3. Dasar Ontologi Ilmu


Secara ontologis, ilmu membatasi diri terhadap masalah yang
dikajinya, yaitu hanya terfokus pada masalah yang terdapat pada ruang
jangkauan pengalaman manusia. Istilah yang dipakai untuk menunjukkan
sifat kejadian yang terjangkau fitrah pengalaman manusia disebut dunia
empiris.

4
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu................., hal. 185
5
Ibid, hal. 186-187

5
Ilmu mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang menurutnya
mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan objek yang
ditelaahnya, maka ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris.
Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia
empiris.
Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa suatu hal terjadi. Dengan
kata lain, proses keilmuan bertujuan untuk mencari hakikat objek empiris
tertentu, untuk menemukan sari berupa ilmu pengetahuan. Untuk
mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa andaian (asumsi)
mengenai objek-objek empiris. Asumsi ini diperlukan sebagai arah dan
landasan bagi kegiatan penelaahan kita. Sebuah pengetahuan baru
dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang
dikemukakannya.6

B. PERSPEKTIF EPISTEMOLOGI NILAI KEGUNAAN ILMU


1. Definisi Epistemologi

Dalam disiplin filsafat ilmu, masalah pengetahuan berkisar pada


tiga hal, yaitu aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Aspek
pertama membicarakan tentang hakikat ilmu yang mencakup, esensi,
substansi, termasuk ke dalamnya beberapa cabang. Aspek kedua
berkaitan dengan bagaimana cara memperoleh ilmu. Aspek ketiga
berkaitan dengan nilai-nilai yang terdapat pada ilmu pengetahuan.7
Kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme yang
berarti pengetahuan dan logos yang berarti perkataan, pikiran, ilmu.
Maka secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya
intelektual untuk menempatkan sesuatu pada kedudukan setepatnya. 8
Kajian pokok epistemologi adalah sumber, asal mula, dan sifat dasar
pengetahuan. Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan, yaitu apakah

6
Ibid, hal. 188
7
Idri, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadits, dan Ilmu Hukum Islam (Jakarta: PT
Kharisma Putra Utama, 2015), hal.1-2
8
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2016), hal. 63

6
pengetahuan itu, apakah yang menjadi sumber dan dasar pengetahuan,
apakah pengetahuan itu merupakan kebenaran atau dugaan.9
Menurut Horald H. Titus, dkk, secara global terdapat 3 persoalan
pokok dalam bidang epistemologi, yaitu :
a. Apakah sumber-sumber pengetahuan? Darimana pengetahuan
yang benar itu datang, dan bagaimana kita dapat mengetahui?
b. Apakah watak dari pengetahuan? Adakah dunia yang riil diluar
akal, dan kalau ada, dapatkah kita mengetahui?
c. Apakah pengetahuan kita benar (valid)? Bagaimana kita
membedakan kebenaran dan kekeliruan?10

2. Metode untuk Memperoleh Pengetahuan


1. Empirisme
Empirisme merupakan suatu doktrim filsafat yang
menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan
dan mengecilkan peranan akal.11 John Locke, bapak empirisme
Britania, mengatakan bahwa pada waktu dilahirkan akalnya
merupakan catatan kosong (tabula rasa), dan di dalam buku catatan
itulah tercatat pengalaman indriawi. Menurut Locke, seluruh sisa
pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta
membandingkan ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi
yang pertama-tama dan sederhana.12
Ia memandang akal sebagai tempat penampungan, yang
secara pasif menerima hasil penginderaan. Ini berarti betapapun
rumitnya pengetahuan dapat dilacak kembali melalui pengalaman
indrawi yang pertama. Apa yang tidak dapat dan tidak perlu dilacak
kembali bukanlah pengetahuan, atau setidaknya bukan pengetahuan
yang faktual.13
9
Idri, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadits......., hal.3
10
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis..........., hal. 64
11
Ibid, hal.73
12
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu.............., hal. 199
13
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis..........., hal. 74

7
2. Rasionalisme
Rasionalisme adalah pandangan bahwa kita mengetahui apa
yang kita pikirkan dan bahwa akal mempunyai kemampuan untuk
mengungkapkan kebenaran. Dengan menekankan kekuatan manusia
untuk berpikir dan apa yang diberikan oleh akal kepada pengetahuan,
seorang rasionalis, pada hakekatnya berkata bahwa rasa (sense) itu
sendiri tidak dapat memberikan kita pertimbangan yang koheren dan
universal.14
Rasionalis menganggap bahwa kebenaran terletak pada akal
budi dan pengalaman berfungsi sebagai sejenis perangsang bagi
pikiran. Maka, kebenaran dan kesesatan terletak pada akal, bukan
pada suatu barang seperti pengalaman.15

3. Fenomenalisme
Fenomenalisme adalah metode dalam memperoleh sumber ilmu
pengetahuan dengan menggali pengalaman dari dirinya sendiri.
Immanuel Kant, membuat uraian tentang pengalaman sesuatu dalam
dirinya, dengan merangsang alat indrawi kita dan diterima oleh akal
kita dalam bentuk pengalaman dan disusun sistematis melalui
penalaran. Karena itu, kita tidak pernah memiliki pengetahuan tentang
sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan apa yang nampak pada
kita, artinya pengetahuan tentang gejala (phenomenon). 16

4. Intuisionisme
Intuisionisme adalah cara memperoleh ilmu pengetahuan
melalui intuisi untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Tokoh

14
Ibid, hal.75
15
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat.........,hal.200
16
Ibid, hal.200

8
yang terkenal dalam aliran ini adalah Henry Bergson. Salah satu yang
menarik, adalah adanya pengalaman di samping pengalaman yang
dihayati indra.17
Intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman indrawi
yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Aliran ini
mengatakan bahwa pengetahuan dalam beberapa bentuk lebih lengkap
diperoleh melalui intuisi, sebagai lawan dari nisbi yang sebagian saja
diberikan analitis.18

5. Kritisisme
Kritisisme dipelopori oleh Immanuel Kant. Dalam
menyingkap pengetahuan, aliran ini memulai dengan pertanyaan “Apa
yang sesuangguhnya dapat kita ketahui? Dan bagaimana caranya?”.
Pertama-tama, aliran ini menganut paham bahwa apapun yang kita
saksikan dalam kehidupan, realitas tersebut selalu berada dalam ruang
dan waktu. Selanjutnya, setiap manusia dalam mencandra realitas
selalu memprosesnya melalui sensasi menuju persepsi lalu ke
konsepsi sehingga menjadi pengetahuan.19
Bagi kritisime, ada korelasi antara realitas empiris dan
proses penalaran dalam mengonstruksi pengetahuan. Dengan inilah,
aliran ini mengkritik empirisme yang memutlakkan pengalaman
empiris dan rasionalisme yang memutlakkan rasio. Sebab pengetahuan
pada hakekatnya adalah kerja nalar dan realitas empiris. Tepat pada
titik ini pula, kritisisme dianggap dapat mendamaikan keduanya.

6. Metode Ilmiah
Metode Ilmiah berusaha menggabungkan antara
pengalaman empiris (observasi) dan akal dalam memperoleh

17
Ibid, hal.201
18
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat.............,hal. 79
19
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis..........., hal. 76-7

9
pengetahuan. Menurut Harold H. Titus, dkk, terdapat enam langkah
untuk memperoleh pengetahuan secara rinci, yaitu : (1) keinsyafan
tentang adanya problema, (2) data yang relevan dan tersedia
dikumpulkan, (3) data ditertibkan, (4) hipotesis dibentuk, (5) deduksi
dapat ditarik dari hipotesis, (6) verifikasi.

C. PRESPEKTIF AKSIOLOGI TENTANG NILAI KEGUNAAN ILMU


1. Definisi Aksiologi

Kata aksiologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata “Axsiso”
berarti nilia, dan “logos” artinya ilmu atau teori. Jadi aksiologi memiliki
arti teori tentang nilai. Teori yang membahas tentang hakikat nilia,
berdasarkan penjelasan tersebut aksiologi disebut juga dengan “Filsafat
Nilia”. Persoalan tentang nilai apabila dibahas secara filsafat, maka akan
lebih memperhatikan persoalan tentang “sumber nilai”20.
Aksiologi bisa diartikan sebagai studi tentang hakikat tertinggi,
realitas dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan, dan kebenaran)
dengan demikian aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi dari
niliai-nilai etika dan estetika, dengan kata lain apakah yang baik atau
bagus itu (Sarwan, 1984.22). aksiologi senantiasa diberi pengertian umum
sebagai filosofis tentang niali yaitu studi terhadap watak dasa nilia-nilai
atau pertimbangan dan argumen-argumen filosofis berkenaan dengan nilai-
nilai21.
Di dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang
bersangkutan dengan masalah-masalah nilai khusus seperti ekonomi,
estetika, etika, filsafat, agama dan epistimologi. Epistimologi berkaitan
dengan masalah kebenaran etika bersangkutan dengan masalah kebaikan
(kesusilaan), dan estetika berkaitan dengan masalah keindahan. Aksiologi
juga menyelediki berbagai pernyataan-pernyataan tentang etika dan

20
Josef M. Monteiro, Pendidikan Kewarganegaraan, Perjuangan Membentuk Bangsa
(Yogyakarta: Budi Utama,2015), hal. 24
21
Leis Sudibyo, dkk, Filsafat Ilmu I (Yogyakarta: Budi Utama,2014), hal. 76.

10
estetika. Ilmu yang membahas hal tersebut adalah filsafat nilai (Yulia
Siska, 2015:18-20)22
Dengan aksiologis dunia filsafat melakukan apa yang disebut
investigasi secara rasional terhadap hubungan antara ilmu dan eksistensi
manusia berdasarkan sudut pandah etis. Aksiologis terus bergerak,
sejauhmana hubungan antara ilmu dengan eksistensi manusia tanpa
merubah nilai etis.

2. Aksiologi nilai kegunaan ilmu

Berbicara tentang ilmu maka akan ada hubungan yang erat dengan
etika, bebas atau tidaknya ilmu itu selalu menjadi masalah yang rumit dan
tidak hanya membutuhkan jawaban iya atau tidak. Sebenarnya sejak saat
pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral namun
dalam prespektif yang berbeda.
a. Hakikat Nilai
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya,
berbicara tentang aksiologis maka kita mendekatkan diri dari arti
aksiologis. Aksiologi memang selalu terhubung dengan masalah nilai
kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai, artinya pada tahap-tahap
tertentu ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral
suatu masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama.23

Tidak dipungkiri bahwa ilmu telah banyak merubah dunia


dalam memberantas berbagai masalah termasuk penyakit kelaparan,
kemiskinan dan berbagai wajah kehidupan yang duka. Namun apakah
hal itu selalu berjalan demikian: Ilmu selalu menjadi berkah dan
penyelamat bagi manusia.
Menilai dari sebuah filsafat dalam prespektif aksiologis yaitu
dengan melihat pada apakah suatu nilai bersifat objektif atau bersifat

22
Mukhlis Kanto dan Patta Rappana, Filsafat Manajemen. Media perkasa, hal. 50
23
I Gusti Rai Bagus Utama, Filsafat Ilmu dan Logika. 2013, hal. 11

11
subjektif. Kenapa bisa dikatakan objektif, jika nilai-nilai tidak
tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu
gagasan berbeda pada objeknya, bukan pada subjeknya yang
melakukan penilaian.24

BAB III

24
Bahrum, Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi. Vol 8, No.2 2013

12
PENUTUP

Kesimpulan
1. Perspektif Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada,
yang merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani dan rohani.
Ontologi juga berarti teori atau studi tentang wujud seperti karakteristik
dasar dari seluruh realitas, dengan matafisika sebagai bidang kajiannya.
2. Perspektif epistemologi adalah ilmu yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode, dan validitas suatu ilmu pengetahuan. Dalam
menemukan sumber ilmu pengetahuan, dapat dilakukan melalui beberapa
metode, yaitu: empirisme, kritisisme, intuisionisme, fenomenalisme,
rasionalisme, dan metode ilmiah.
3. Perspektif aksiologi berkaitan dengan nilai (etika dan estetika) ilmu
pengetahuan. Pada dasarnya, ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan
manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan
taraf hidup manusia dan kesejahteraannya dengan menitikberatkan pada
kodrat dan martabatnya.

DAFTAR PUSTAKA

13
Bagus Utama, I Gusti Rai, 2013, Filsafat Ilmu dan Logika
Bahrum, Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi. Vol 8, No.2 2013
Gede, I Dewa dkk, 2014, Filsafat Ilmu Dari Pohon Pengetahuan sampai Karakter
Keilmuan Ilmu Hukum, Malang: IKAPI
Idri, 2015, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadits, dan Ilmu Hukum Islam,
Jakarta: PT Kharisma Putra Utama
Kanto, Mukhlis, dkk, Filsafat Manajemen. Media perkasa
Latif, Mukhtar ,2014, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu, Jakarta : Kencana
Monteiro, Josef M., 2015, Pendidikan Kewarganegaraan, Perjuangan
Membentuk Bangsa, Yogyakarta: Budi Utama
Sudibyo, Leis, dkk, 2014, Filsafat Ilmu I, Yogyakarta: Budi Utama
Zaprulkhan, 2016, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2016

14

Anda mungkin juga menyukai