Anda di halaman 1dari 91

247

Neuroendocrinology

Clinical Gynecology Endocrinology and Infertility 7 th


Edition
Leon Speroff, MD, Marc A. Fritz, MD
Lippincott Williams & Wilkin, USA, 2005, halaman 145-185

NEUROENDOKRINOLOGI
248

Sepanjang sejarah banyak kepercayaan tidak berdasar mengelilingi


menstruasi. Memang, pandangan dan pendapat mengenai aspek
fisiologi wanita ini mengalami perubahan perlahan-lahan.
Diharapkan, kemajuan ilmiah selama beberapa dekade terakhir ini,
yang telah menunjukkan hubungan dinamis antara pituitari dan
hormon gonad serta sifat siklik dari proses reproduktif normal, akan
menghasilkan pemahaman baru. Perubahan-perubahan hormon,
berkorelasi dengan kejadian morfologis dan kejadian autokrin-
parakrin dalam ovarium, menempatkan koordinasi sistem ini
sebagai salah satu kejadian yang paling menakjubkan dalam
biologi.

Diagnosis dan penatalaksanaan fungsi menstruasi abnormal harus


didasarkan pada pemahaman mekanisme-mekanisme fisiologis
yang terlibat dalam regulasi siklus normal. Untuk memahami siklus
menstruasi normal, adalah bermanfaat untuk membagi siklus
kedalam tiga fase: fase folikuler, ovulasi, dan fase luteal. Kami
mempelajari masing-masing fase ini, mengkonsentrasikan pada
perubahan-perubahan dalam hormon-hormon ovarium dan pituitari,
apa yang mengatur pola perubahan hormon, dan dampak hormon-
hormon ini pada ovarium, pituitari, dan hipotalamus dalam
mengatur siklus menstruasi.

FASE FOLIKULER
Selama fase folikuler terjadi rangkaian kejadian yang teratur yang
memastikan terdapat folikel dalam jumlah yang tepat yang siap
mengalami ovulasi. Dalam ovarium manusia hasil akhir dari
perkembangan folikel ini (biasanya) adalah satu folikel matur.
Proses yang terjadi selama 10-14 hari ini menunjukkan gambaran
serangkaian kerja hormon dan peptida autokrin-parakrin pada

Regulation of the Menstrual Cycle


249

folikel, menyebabkan folikel yang akan mengalami ovulasi


mengalami masa pertumbuhan awal dari suatu folikel primordial
melalui berbagai tahap folikel preantral, antral, dan preovulatorik.

FOLIKEL PRIMORDIAL
Sel-sel germ primordial berasal dari dalam endodermis yolk sac,
alantois, dan hindgut embrio, dan pada masa gestasi 5-6 minggu,
sel-sel tersebut telah bermigrasi ke rigi genitalia. Pembelahan
mitotik cepat dari sel-sel germ dimulai pada kehamilan 6-8 minggu,
dan pada kehamilan 16-20 minggu, tercapai jumlah oosit yang
maksimal: total 6-7 juta pada kedua ovarium. Pembentukan folikel
primordial dimulai pada pertengahan masa kehamilan dan selesai
segere setelah melahirkan. Folikel primordial tidak bertumbuh dan
terdiri dari sebuah oosit, yang berhenti pada tahap diploten dari
profase miotik, dikelilingi oleh sebuah lapisan sel-sel granulosa
berbentuk batang.

Sampai jumlahnya habis, folikel-folikel primordial mulai bertumbuh


dan mengalami atresia dibawah semua keadaan fisiologis.
Pertumbuhan dan atresia tidak dihentikan oleh kehamilan, ovulasi,
atau masa anovulasi. Proses dinamis ini berlanjut pada semua usia,
termasuk pada masa bayi dan sekitar menopause. Dari jumlah
maksimalnya pada kehamilan 16-20 minggu, jumlah oosit akan
menurun tanpa bisa dihentikan. Kecepatan penurunan proporsional
dengan jumlah total yang ada; karena itu, penurunan yang paling
cepat terjadi sebelum melahirkan, menyebabkan penurunan dari 6-
7 juta menjadi 1-2 juta pada saat melahirkan dan menjadi 300.000
sampai 500.000 pada masa pubertas. Dari reservoir besar ini,
sekitar 400 sampai 500 folikel akan mengalami ovulasi selama
masa reproduktif seorang wanita.

Regulation of the Menstrual Cycle


250

Mekanisme untuk menentukan folikel yang mana dan berapa


banyak yang akan bertumbuh pada suatu hari tertentu tidak
diketahui. Jumlah folikel dalam tiap kohort yang bertumbuh
tampaknya bergantung pada ukuran pool residual dari folikel-folikel
primordial inaktif. Mengurangi ukuran pool (misalnya dengan
ooforektomi unilateral) menyebabkan folikel yang tersisa akan
mengalami redistribusi availabilitasnya dengan berlalunya waktu,
namun hilangnya oosit dalam jumlah yang cukup besar pada masa
reproduktif lanjut saat jumlah total sudah berkurang dapat
menyebabkan menopause dini. Mungkin saja bahwa folikel yang
terpisah untuk memegang peranan penting dalam suatu siklus
tertentu mendapat keuntungan dari pemasangan “kesiapan” folikel
yang tepat waktu (mungkin dipersiapkan oleh kerja autokrin-
parakrin dalam lingkungan mikro-nya) dan stimulasi hormon tropik
yang tepat. Folikel pertama yang dapat memberi respon terhadap
rangsang dapat memimpin sehingga tidak akan pernah habis.
Namun demikian, tiap kohort folikel yang mulai bertumbuh terlibat
dalam kompetisi ketat yang berakhir dengan selamatnya satu
folikel.

Selamat dari Atresia (Apoptosis)


Folikel yang akan mengalami ovulasi ditarik pada beberapa hari
pertama siklus. Perkembangan dini folikel terjadi selama beberapa
siklus menstruasi, tetapi folikel ovulatorik adalah salah satu kohort
yang ditarik pada saat transisi fase luteal-fase folikuler. Total
lamanya waktu untuk mencapai status praovulatorik kurang lebih
85 hari. Sebagian besar waktu ini (sampai tahap lanjut) melibatkan
respon-respon yang bebas dari regulasi hormonal. Akhirnya, kohort
folikel ini mencapai tahap dimana, kecuali jika ditarik

Regulation of the Menstrual Cycle


251

(diselamatkan) oleh follicle-stimulating hormone (FSH), langkah


berikutnya adalah atresia. Karena itu, folikel-folikel terus tersedia
(berukuran 2-5 mm) untuk respon terhadap FSH. Peningkatan FSH
merupakan hal penting dalam menyelamatkan sebuah kohort
folikel dari atresia, hal yang biasanya dialami kebanyakan folikel,
dan akhirnya memungkinkan sebuah folikel dominan untuk tampil
dan masuk kedalam jalur untuk mengalami ovulasi. Disampping itu,
dipertahankannya peningkatan FSH ini untuk waktu yang tertentu
adalah penting. Tanpa ada dan persistensi peningkatan kadar FSH
dalam sirkulasi, kohort akan mengalami proses apoptosis, kematian
sel fisiologis terprogram untuk mengeliminasi kelebihan sel.
“Apoptosis” berasal dari bahasa Yunani dan berarti jatuh, seperti
daun gugur dari pohon.

“Penarikan” secara tradisional digunakan untuk menggambarkan


pertumbuhan kontinyu folikel-folikel antral sebagai respon terhadap
FSH. Konsep yang lebih bermanfaat adalah bahwa kohort folikel
yang memberi respon terhadap FSH pada awal suatu siklus
diselamatkan dari apoptosis. Ingat bahwa perkembangan sangat
dini dari folikel dimulai secara kontinyu dan bebas dari pengaruh
gonadotropin. Hampir semua folikel ini mengalami apoptosis;
hanya folikel-folikel yang terpapar pada peningkatan stimulasi FSH
karena kesiapan folikel-folikel tersebut untuk memberi respon dan
peningkatan FSH selama masa transisi fase luteal-fase folikuler
yang memiliki nasib baik untuk berkompetisi untuk dipilih sebagai
sebuah folikel yang dominan.

Regulation of the Menstrual Cycle


252

Tanda-tanda nyata pertama perkembangan folikuler adalah


peningkatan ukuran oosit, dan sel-sel granulosa menjadi berbentuk
lebih kuboid dan bukan skuamous. Perubahan-perubahan ini
mungkin lebih baik dipandang sebagai suatu proses maturasi dan
bukan pertumbuhan. Pada saat yang bersamaan ini, terjadi gap
junction kecil antara sel-sel granulosa dan oosit. Gap junction
adalah saluran yang jika terbuka akan memungkinkan pertukaran
zat gizi, ion, dan molekul-molekul regulatorik. Karena itu, gap
junction bertindak sebagai jalur untuk pertukaran zat gizi,
metabolit, dan sinyal antara sel-sel granulosa dan oosit. Pada satu
arah, inhibisi maturasi akhir oosit (sampai peningkatan tajam LH)
dipertahankan oleh faktor-faktor derivat dari sel-sel granulosa.
Pada arah yang lain, proses pertumbuhan folikuler dipengaruhi oleh
faktor-faktor regulatorik yang berasal dari dalam oosit. Tikus yang
secara genetik mengalami defisiensi faktor diferensiasi

Regulation of the Menstrual Cycle


253

pertumbuhan-9 (GDF-9), suatu peptida yang hanya disintesis dalam


oosit setelah folikel primordial menjadi folikel preantral, adalah
infertil karena perkembangan folikuler tidak dapat berjalan
melebihi tahap folikel primordial. Mutasi dalam FOXL2, gen yang
mengkode sebuah faktor transkripsi, menyebabkan sindrom
blefarofimosis/ptosis/epikantus inversus yang merupakan kelainan
yang mengenai kelopak mata dan menyebabkan kegagalan
ovarium prematur. Faktor transkripsi ini telah terbukti sangat
penting untuk diferensiasi sel-sel granulos; memang, mutasi
dikaitkan dengan tidak adanya tanda yang paling pertama muncul
akan adanya perkembangan folikuler, yaitu perubahan sel-sel
granulosa menjadi berbentuk kuboid.

Komunikasi diantara sel-sel granulosa dan antara oosit dan sel-sel


granulosa bergantung pada pertukaran molekul-molekul kecil
melalui gap junction. Gap junction terdiri dari saluran-saluran yang
dibentuk dari pengaturan protein-protein yang dikenal sebagai
koneksin. Gap junction koneksin sangat penting untuk
pertumbuhan dan multiplikasi sel-sel granulosa, dan untuk nutrisi
dan regulasi perkembangan oosit. Ekspresi koneksin dalam folikel-
folikel ovarium mengalami up-regulasi oleh FSH dan down-regulasi
oleh LH. Disamping itu, FSH mempertahankan satu saluran terbuka
dalam gap junction, jalur yang ditutup oleh LH. Setelah ovulasi, gap
junction sekali lain memiliki peranan penting dalam korpus luteum,
dimana fungsi gap junction diregulasi oleh oksitosin yang
diproduksi secara lokal.

Dengan multiplikasi sel-sel granulosa kuboidal (sampai kurang lebih


15 sel), folikel primordial menjadi folikel primer. Lapisan granulosa
dipisahkan dari sel-sel stroma oleh suatu membran basement yang

Regulation of the Menstrual Cycle


254

disebut lamina basalis. Sel-sel stroma disekitarnya akan


berdiferensiasi menjadi lapisan-lapisan konsentrik yang disebut
teka interna (paling dekat dengan lamina basalis) dan teka
eksterna (bagian luar). Lapisan teka tampak jika proliferasi
granulosa memproduksi 3-6 lapisan sel-sel granulosa.

Keyakinan bahwa dimulainya pertumbuhan folikuler bebas dari


stimulasi gonadotropin didukung oleh persistensi pertumbuhan
awal ini pada tikus mutan yang mengalami defisiensi gonadotropin
dan pada janin-janin anensefalik. Pada sebagian besar keadaan
pertumbuhan ini dibatasi dan segera diikuti oleh atresia. Dalam
studi-studi folikel ovarium manusia, ekspresi gen untuk reseptor
FSH tidak dapat dideteksi sampai folikel primordial telah mulai
bertumbuh. Lebih lanjut, pada seorang wanita dengan mutasi
inaktivasi pada gen subunit beta FSH, terdapat aktivitas folikuler
antral tetapi pertumbuhan kontinyu dan ovulasi tidak mungkin
terjadi. Terapi untuk wanita yang mengalami defisiensi FSH dengan
menggunakan FSH eksogen menyebabkan pertumbuhan folikuler,
ovulasi, dan kehamilan, ini menunjukkan bahwa oosit dan
pertumbuhan folikuler sampai munculnya FSH adalah normal.

Pola umum pertumbuhan yang terbatas dan atresia cepat


mengalami gangguan pada awal siklus menstruasi dimana
sekelompok folikel (setelah kurang lebih 70 hari mengalami
perkembangan) memberi respon kepada perubahan hormonal dan
didorong untuk bertumbuh. Pada wanita-wanita muda, kohort ini
berjumlah 3-11 tiap ovariumnya. Penurunan steroidogenesis dan
sekresi inhibin-A selama fase luteal memungkinkan peningkatan
FSH, dimulai beberapa hari sebelum menstruasi. Penentuan waktu
kejadian yang penting ini didasarkan pada data-data yang

Regulation of the Menstrual Cycle


255

diperoleh dari immunoassay FSH. Dengan menggunakan


pengukuran bioaktivitas FSH yang sensitif, pernah dikatakan bahwa
peningkatan bioaktivitas FSH dimulai pada pertengahan fase luteal
sampai fase luteal lanjut.

FOLIKEL PREANTRAL
Setelah pertumbuhan mengalami percepatan, folikel akan masuk
kedalam tahap preantral bersamaan dengan membesarnya oosit
dan akan dikelilingi oleh sebuah membran, yaitu zona pelusida. Sel-
sel granulosa akan mengalami proliferasi multilapis bersama
dengan organisasi lapisan teka dari stroma disekitrnya.
Pertumbuhan ini bergantung pada gonadotropin dan berkorelasi
dengan peningkatan produksi estrogen. Studi-studi molekuler
menunjukkan bahwa semua sel granulosa dalam folikel matur
merupakan derivat dari 3 sel prekursor saja.

Sel-sel granulosa dari folikel preantral memiliki kemampuan


mensintesis ke-3 kelas steroid; namun, diproduksi jauh lebih
banyak estrogen daripada andogren ataupun progestin. Suatu
sistem enzim aromatase bekerja mengubah androgen menjadi
estrogen dan merupakan sebuah faktor yang membatasi produksi
estrogen oleh ovarium. Aromatisasi diinduksi atau diaktivasi
melalui kerja FSH. Pengikatan FSH pada reseptornya dan aktivasi
sinyal yang dimediasi oleh adenilat siklase diikuti oleh ekspresi
mRNA multipel yang mengkode protein yang bertanggung-jawab
untuk proliferasi, diferensiasi, dan fungsi sel. Karena itu, FSH
menginisiasi steroidogenesis (produksi estrogen) dalam sel-sel
granulosa dan merangsang pertumbuhan dan proliferasi sel
granulosa.

Regulation of the Menstrual Cycle


256

Reseptor-reseptor spesifik untuk FSH tidak terdeteksi dalam sel-sel


granulosa sampai mencapai tahap preantral, dan folikel preantral
memerlukan adanya FSH untuk melakukan aromatisasi androgen
dan memproduksi lingkungan mikro-nya sendiri yang bersifat
estrogenik. Karena itu, produksi estrogen dibatasi oleh kandungan
reseptor FSH. Pemberian FSH akan meningkatkan dan menurunkan
konsentrasi reseptornya sendiri yang terdapat pada sel-sel
granulosa (up- dan down-regulasi) baik in vivo maupun in vitro.
Kerja FSH ini dimodulasi oleh growth factor. Reseptor-reseptor FSH
segera mencapai konsentrasi sekitar 1500 reseptor dalam tiap sel
granulosa.

FSH bekerja melalui protein G, sistem adenilat siklase (dijelaskan


dalam Bab 2), yang akan mengalami down-regulasi dan modulasi
oleh berbagai faktor, termasuk intermedier kalsium-kalmodulin.
Walaupun steroidogenesis dalam folikel ovarium terutama diatur
oleh gonadotropin, terlibat pula jalur-jalur sinyalisasi multipel yang
merespon kepada banyak faktor selain gonadotropin. Disamping
sistem enzim adenilat siklase, jalur-jalur ini meliputi ion gate
channel, reseptor tirosin kinase, dan sistem fosfolipase dari
messenger kedua. Jalur-jalur ini diregulasi oleh berbagai faktor,
termasuk growth factor, nitrit oksida, prostaglandin, dan peptida
seperti gonadotropin-releasing hormone (GnRH), angiotensin II,
faktor nekrosis jaringan-α, dan peptida intestinal vasoaktif.
Pengikatan hormon luteinisasi (LH) pada reseptornya dalam
ovarium juga diikuti oleh aktvasi jalur adenilat siklase-siklik AMP
melalui mekanisme protein G.

FSH bekerjasama sinergis dengan estrogen untuk menyebabkan


kerja mitogenik pada sel-sel granulosa untuk merangsang

Regulation of the Menstrual Cycle


257

proliferasi sel-sel tersebut. Bersama-sama, FSH dan estrogen


mendorong akumulasi cepat reseptor FSH, mencerminkan sebagian
peningkatan dalam jumlah sel granulosa. Terdapatnya estrogen
dini dalam folikel memungkinkan folikel memberi respon kepada
konsentrasi FSH yang relatif rendah, hal ini merupakan fungsi
autokrin untuk estrogen dalam folikel. Seiring dengan berlanjutnya
pertumbuhan, sel-sel granulosa berdiferensiasi menjadi beberapa
sub kelompok populasi sel yang berbeda. Ini tampaknya ditentukan
oleh letak sel relatif terhadap oosit.

Terdapat suatu sistem komunikasi dalam folikel. Tidak semua sel


harus mengandung reseptor untuk gonadotropin. Sel-sel dengan
reseptor dapat mengirimkan sebuah sinyal (oleh gap junction),
yang menyebabkan aktivasi protein kinase dalam sel-sel yang tidak
memiliki reseptor. Karena itu, kerja yang diinisiasi oleh normon
dapat dikirim sepanjang folikel walaupun sebenarnya hanya ada
sebuah sub kelompok sel yang mengikat hormon tersebut. Sistem
komunikasi ini mendorong terjadinya performa yang terkoordinasi
dan sikron sepanjang folikel, suatu sistem yang terus bekerja
dalam korpus luteum.

Peranan androgen dalam perkembangan folikuler dini merupakan


sesuatu yang kompleks. Reseptor-reseptor androgen spesifik
terdapat dalam sel-sel granulosa. Androgen tidak hanya bekerja
sebagai substrat untuk aromatisasi yang diinduksi oleh FSH, tetapi
dalam konsentrasi rendah, dapat semakin memperbaiki aktivitas
aromatase. Jika terpapar pada lingkungan yang kaya androgen, sel-
sel granulosa preantral akan mendukung konversi androgen
menjadi androgen terreduksi-5α yang lebih poten dan bukan
menjadi estrogen. Andorgen-androgen ini tidak dapat diubah

Regulation of the Menstrual Cycle


258

menjadi estrogen dan, sebenarnya, menghambat aktivitas


aromatase. Androgen-androgen ini juga menghambat indusi
pembentukan reseptor LH oleh FSH, suatu langkah penting lain
dalam perkembangan folikuler.

Nasib folikel preantral berada dalam keseimbangan yang


sangat baik. Pada konsentrasi rendah, androgen memperbaiki
aromatisasinya sendiri dan menyumbang bagi produksi estrogen.
Pada kadar yang lebih tinggi, terbatasnya kapasitas aromatisasi
mengalami kelebihan, dan folikel menjadi androgenik dan akhirnya
atretik. Folikel-folikel akan melanjutkan perkembangan hanya jika
folikel-folikel tersebut muncul saat FSH meningkat dan LH berada
dalam konsentrasi rendah. Folikel-folikel yang muncul pada akhir
masa luteal atau awal siklus berikutnya akan didukung oleh suatu
lingkungan dimana aromatisasi dalam sel granulosa dapat terjadi.
Keberhasilan sebuah folikel bergantung pada
kemampuannya untuk mengubah lingkungan mikro yang
didominasi oleh androgen menjadi lingkungan mikro yang
didominasi oleh estrogen.

Regulation of the Menstrual Cycle


259

Rangkuman Kejadian-kejadian Kunci dalam Folikel Preantral


1. Perkembangan folikuler awal terjadi lepas dari pengaruh
hormon.
2. Stimulasi FSH menyelamatkan sebuah kohort folikel dari
apoptosis, mendorong kohort folikel tersebut menuju tahap
preantral.
3. Aromatisasi androgen yang diinduksi oleh FSH dalam
granulosa menyebabkan produksi estrogen.
4. Bersama-sama, FSH dan estrogen meningkatkan kandungan
reseptor FSH dalam folikel dan merangsang proliferasi sel-sel
granulosa.

FOLIKEL ANTRAL
Dibawah pengaruh sinergistik estrogen dan FSH terjadilah
peningkatan produksi cairan folikuler yang terakumulasi dalam
ruang antarsel granulosa, dan akhirnya berkoalesensi membentuk
suatu kavitas, bersamaan dengan transisi folikel kedalam tahap
antral. Akumulasi cairan folikuler memberi cara dengan mana oosit
dan sel-sel granulosa disekitarnya dapat diperlihara dalam suatu
lingkungan endokrin spesifik. Sel-sel granulosa yang mengelilingi
oosit saat ini disebut sebagai kumulus ooforus. Diferensiasi sel-
sel kumulus diyakini merupakan respon terhadap sinyal-sinyal yang
berasal dari dalam oosit.

Pada adanya FSH, estrogen menjadi substansi yang dominan dalam


cairan folikuler. Sebaliknya, pada tidak adanya FSH, androgen
menjadi dominan. LH tidak biasanya dijumpai dalam cairan folikuler
sampai pertengahan siklus. Jika terjadi peningkatan LH sebelum
waktunya dalam sirkulasi dan cairan folikuler, aktivitas mitotik
dalam granulosa akan menurun, perubahan-perubahan degeneratif

Regulation of the Menstrual Cycle


260

akan terjadi, dan kadar androgen intrafolikuler akan meningkat.


Karena itu, dominansi estrogen dan FSH penting untuk
mempertahankan akumulasi sel-sel granulosa dan pertumbuhan
folikuler yang kontinyu. Folikel-folikel antral dengan proliferasi
granulosa terbesar mengandung konsentrasi estrogen tertinggi dan
rasio androgen/estrogen terendah, dan merupakan yang paling
besar kemungkinannya memproduksi oosit yang sehat. Lingkungan
yang androgenik akan mengantagonisasi proliferasi granulosa yang
diinduksi oleh estrogen dan, jika berlangsung lama, akan
mendorong terjadinya perubahan-perubahan degeneratif dalam
oosit.

Steroid yang terdapat dalam cairan folikuler dapat ditemukan


dalam konsentrasi beberapa kali lipat lebih tinggi daripada steroid
dalam sirkulasi dan mencerminkan kapasitas fungsional sel-sel
granulosa dan sel-sel teka disekitarnya. Sintesis hormon steroid
secara fungsional ditempatkan dalam folikel – apa yang dikenal
sebagai sistem dua sel.

Sistem Dua-Sel, Dua-Gonadotropin


Aktivitas aromatase granulosa jauh melebihi apa yang dijumpai
dalam teka. Dalam folikel-folikel preantral dan antral manusia,
reseptor-reseptor LH hanya terdapat dalam sel-sel teka dan
reseptor-reseptor FSH hanya terdapat dalam sel-sel granulosa. Sel-
sel interstisial tekal, terletak dalam teka interna, memiliki kurang
lebih 20000 reseptor LH dalam membran selnya. Sebagai respon
terhadap LH, jaringan teka akan dirangsang untuk memproduksi
androgen yang kemudian dapat diubah, melaui aromatisasi yang
diinduksi oleh FSH, menjadi estrogen dalam sel-sel granulosa.

Regulation of the Menstrual Cycle


261

Interaksi antara kompartemen granulosa dan teka, dan percepatan


produksi estrogen sebagai akibatnya, tidak benar-benar fungsional
sampai tahap lanjut perkembangan antral. Seperti sel-sel granulosa
preantral, granulosa dari folikel-folikel antral kecil menunjukkan
kecenderungan in vitro untuk mengubah sejumlah besar androgen
menjadi bentuk 5α-tereduksi yang lebih poten. Sebaliknya, sel-sel
granulosa yang diisolasi dari folikel-folikel antral besar segera dan
lebih cenderung memetabolisasi androgen menjadi estrogen.
Konversi dari lingkungan mikro androgen menjadi lingkungan
mikro estrogen (konversi yang penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan lebih lanjut) bergantung pada sensitivitas yang
semakin bertambah terhadap FSH yang disebabkan oleh kerja FSH
dan pengaruh estrogen.

Seiring dengan berkembangnya folikel, sel-sel teka mulai


mengekspresikan gen-gen untuk reseptor LH, P450scc, dan 3β-
hidroksisteroid dehidrogenase. Pemasukan kolesterol kedalam
mitokondria yang diatur terpisah (oleh LH), dengan
mempergunakan internalisasi kolesterol LDL, penting untuk
steroidogenesis. Karena itu, steroidogenesis dalam ovarium
bergantung pada LH sampai tingkat tertentu. Sel-sel
granulosa dalam ovarium manusia, setelah luteinisasi dan
vaskularisasi yang terjadi setelah ovulasi, dapat menggunakan
kolesterol HDL dalam suatu sistem yang berbeda dari jalur
kolesterol LDL. Lipoprotein tidak mengalami internalisasi, tetapi
ester kolesteril akan diekstraksikan dari lipoprotein pada
permukaan sel dan kemudian dikirim kedalam sel.

Seiring dengan munculnya folikel, sel-sel teka ditandai oleh


ekspresi P450c17 oleh sel-sel teka tersebut, suatu langkah enzim

Regulation of the Menstrual Cycle


262

yang membatas kecepatan konversi substrat karbon-21 menjadi


androgen. Sel-sel granulosa tidak mengeskpresikan enzim ini dan
karenanya bergantung pada androgen dari teka untuk membuat
estrogen. Peningkatan ekspresi sistem aromatisasi (P450arom)
merupakan penanda meningkatnya maturitas sel-sel granulosa.
Adanya P450c17 hanya dalam sel-sel teka dan P450arom hanya
dalam sel-sel granulosa merupakan bukti nyata yang
membenarkan penjelasan dua-sel, dua-gonadotropin untuk
produksi estrogen.

Pentingnya sistem dua-sel, dua-gonadotropin dalam primata


didukung oleh respon para wanita dengan defisiensi gonadotropin
terhadap terapi dengan FSH rekombinan (murni). Folikel-folikel
berkembang (memastikan adanya peranan penting FSH, dan
peranan LH yang kurang penting, dalam pertumbuhan awal),
namun produksi estradiol dibatasi. Terjadi sejumlah aromatisasi,
mungkin menggunakan androgen yang berasal dari dalam kelenjar
adrenal, sehingga tercapai kadar estradiol fase folikuler dini, tetapi
steroidogenesis kuat yang biasanya terjadi tidak dapat terjadi
tanpa adanya LH untuk menyediakan produksi teka dari substrat
androgen. Respon yang sama pernah dijumpai dalam eksperimen-
eksperimen yang menggunakan antagonis GnRH untuk
menghasilkan monyet-monyet dengan defisiensi LH diikuti oleh
pemberian FSH manusia murni rekombinan. Hasil-hasil ini
menunjukkan bahwa hanya FHS yang diperlukan untuk
folikulogenesis dini, dan bahwa pada primata, peptida-peptida
autokrin-parakrin telah mengambil peranan intraovarium penting
untuk memodulasi respon gonadotropin. Namun, tahap-tahap akhir
maturasi dioptimalisasi oleh LH, meningkatkan jumlah substrat
androgen untuk produksi estrogen dan mendorong pertumbuhan

Regulation of the Menstrual Cycle


263

folikel yang dominan dan secara simultan mempercepat regresi


folikel-folikel yang lebih kecil.

Regulation of the Menstrual Cycle


264

Regulation of the Menstrual Cycle


265

Pemilihan Folikel yang Dominan


Keberhasilan konversi menjadi folikel yang dominan estrogen
menandai “pemilihan” suatu folikel yang ditakdirkan untuk
mengalami ovulasi, dimana dalam proses ini, dengan perkecualian
yang sangat jarang, hanya satu folikel saja yang berhasil. Proses
pemilihan ini sampai tingkat tertentu merupakan hasil dari dua
kerja estrogen: (1) interaksi lokal antara estrogen dan FSH dalam
folikel, dan (2) efek estrogen pada sekresi FSH oleh pituitari.
Mespikun estogen memberi pengaruh positif pada kerja FSH dalam
folikel yang mengalami maturasi, hubungan umpan balik
negatifnya dengan FSH pada tingkat hipotalamus-pituitari
menyebabkan penarikkan dukungan gonadotropin dari folikel-
folikel lain yang kurang berkembang. Penurunan FSH
menyebabkan penurunan aktivitas aromatase yang bergantung
pada FSH, membatasi produksi estrogen dalam folikel-folikel yang
kurang matur. Bahkan jika suatu folikel yang kurang matur berhasil
mencapai lingkungan mikro estrogen, penurunan dukungan FSH
akan mengganggu proliferasi dan fungsi granulosa, mendorong
konversi menjadi lingkungan mikro androgenik, dan karenanya
mendinduksi perubahan atretik yang ireversibel. Memang, kejadian
pertama dalam proses atresia adalah berkurangnya reseptor FSH
dalam lapisan granulosa.

Hilangnya oosit (dan folikel-folikel) melalui atresia merupakan


respon terhadap perubahan-perubahan dalam berbagai faktor.
Jelas bahwa stimulasi dan withdrawal gonadotropin adalah penting,
tetapi steroid ovarium dan faktor-faktor autokrin-parakrin juga
terlibat. Akibat dari perubahan-perubahan yang tidak diinginkan
ini, yaitu atresia, adalah suatu proses yang disebut apoptosis,
kematian sel terprogram. Proses ini ditandai oleh perubahan dalam

Regulation of the Menstrual Cycle


266

mRNA yang diperlukan untuk protein sel, yang mempertahankan


integritas folikel. Jenis “kematian alami” ini merupakan suatu
proses fisiologis, berlawanan dengan kematian sel patologis berupa
nekrosis.

Setelah sel memasuki proses apoptosis, respon sel terhadap FSH


dimodulasi oleh growth factor lokal. Faktor nekrosis tumor (TNF),
yang diproduksi dalam sel-sel granulosa, menghambat stimulasi
sekresi estradiol oleh FSH, kecuali dalam folikel yang dominan.
Terdapat hubungan terbalik antara ekspresi TNF dan stimulasi sel-
sel granulosa oleh gonadotropin. Karenanya, seiring dengan
meningkatnya respon folikel dominan terhadap gonadotropin,
produksi TNF-nya menurun. Folikel-folikel yang gagal merespon
terhadap gonadotropin akan meningkatkan produksi TNF-nya,
sehingga mempercepat perusakan folikel-folikel tersebut.
Walaupun fungsi utama hormon anti-mülleri (AMH) adalah untuk
menyebabkan regresi duktus müleri selama diferensiasi seksual
pria, AMH terdeteksi dalam sel-sel granulosa dari folikel-folikel
primordial dini dan mencapai konsentrasi puncak dalam folikel-
folikel antral. Studi-studi menggunakan tikus model knockout telah
menunjukkan bahwa AMH menghambat pertumbuhan folikel-folikel
primordial. Disamping itu, aktivitas parakrin AMH menghambat
pertumbuhan folikel yang dirangsang oleh FSH, sehingga
menyumbang terhadap munculnya sebuah folikel yang dominan.
Karena aktivitas-aktivitas ini, kadar AMH dalam sirkulasi
mencerminkan jumlah folikel yang sedang bertumbuh, dan
konsentrasi AMH dalam darah dapat menjadi ukuran penuaan
ovarium dan prognosis untuk fertilitas.

Regulation of the Menstrual Cycle


267

Sebuah asimetri dalam produksi estrogen ovarium, ekspresi


munculnya folikel yang dominan, dapat dideteksi dalam efluen
vena ovarium pada hari 5 siklus, bersesuaian dengan penurunan
kadar FSH berangsur-angsur yang dijumpai pada fase midfolikuler
dan mendahului peningkatan diameter yang menandai kemunculan
fisik folikel yang dominan. Ini adalah waktu yang sangat penting
dalam siklus. Estrogen eksogen, yang diberikan bahkan setelah
pemilihan folikel dominan, mengganggu perkembangan
praovulatorik dan menginduksi atresia dengan menurunkan kadar
FSH dibawah kadar yang dipertahankan. Karena folikel-folikel yang
kurang berkembang memasuki proses atresia, hilangnya folikel
dominan selama masa waktu ini memerlukan awal yang bru,
dengan penarikan sebuah set lain folikel-folikel preantral.

Umpan balik negatif estrogen pada FSH bekerja menghambat


perkembangan semua folikel kecuali folikel dominan. Folikel yang
terpilih tetap bergantung pada FSH dan harus menyelesaikan
perkembangan praovulatoriknya walaupun terjadi penurunan kadar
FSH. Karena itu, folikel yang dominan harus lepas dari akibat
supresi FSH yang diinduksi oleh percepatan produksi estrogennya
sendiri. Folikel yang dominan memiliki dua keunggulan bermakna,
diperolehnya jumlah reseptor FSH yang lebih besar karena
kecepatan proliferasi granulosa yang melebihi kecepatan proliferasi
granulosa kohort-nya dan perbaikan kerja FSH karena tingginya
konsentrasi estrogen intrafolikuler dan karena peptida-peptida
autokrin-parakrin lokal. Karenanya, folikel yang dominan lebih
sensitif terhadap FSH, dan selama terdapat durasi penting paparan
FSH pada awalnya, folikel yang dominan terus berkembang.
Akibatnya, stimulus untuk aromatisasi, FSH, dapat dipertahankan,
sementara pada waktu yang sama juga ditarik dari antara folikel-

Regulation of the Menstrual Cycle


268

folikel yang kurang berkembang. Karena itu, gelombang atresia


diantara folikel-folikel yang kurang berkembang tampaknya sejajar
dengan peningkatan estrogen.

Akumulasi massa sel-sel granulosa yang lebih besar disertai


dengan kemajuan perkembangan vaskulatur tekal. Padahari 9,
vaskularitas tekal dalam folikel dominan adalah dua kali lebih
banyak daripada vaskularitasnya dalam folikel-folikel antral
lainnya. Ini memungkinkan pengiriman preferensial gonadotropin
menuju folikel, suatu mekanisme lain dengan mana folikel yang
dominan mempertahankan responsivitas FSH dan terus menhalami
perkembangan dan berfungsi walaupun terjadi penurunan kadar
gonadotropin. Folikel ovarium mengekspresikan sebuah growth
factor poten (vascular endothelial growth factor) yang menginduksi
angiogenesis, dan eskpresi ini dijumpai pada dua titik
perkembangan saat proliferasi kapiler merupakan hal yang

Regulation of the Menstrual Cycle


269

penting: saat munculnya folikel yang dominan dan korpus luteum


dini.

Untuk merespon kepada peningkatan tajam ovulatorik dan menjadi


korpus luteum yang berhasil, sel-sel granulosa harus memperoleh
reseptor LH. FSH menginduksi perkembangan reseptor LH pada sel-
sel granulose folikel-folikel antral besar. disini sekali lagi estrogen
dan peptida-peptida autokrin-parakrin lokal bertindak sebagai
koordinator utama. Dengan peningkatan konsentrasi estrogen
dalam folikel, FSH mengubah titik berat kerjanya, dari up-regulasi
reseptornya sendiri menjadi memproduksi reseptor LH. Kombinasi
kapasitas untuk respon kontinyu walaupun terjadi penurunan kadar
FSH dan tingginya lingkungan estrogen lokal dalam folikel yang
dominan menciptakan kondisi yang optimal untuk perkembangan
reseptor LH. LH dapat menginduksi pembentukan reseptornya
sendiri dalam sel-sel granulosa yang telah dimatangkan oleh FSH,
namun mekanisme primernya mempergunakan stimulasi FSH dan
perbaikan estrogen.

Bukti dari stimulasi ovarium untuk fertilisasi in vitro menunjukkan


bahwa LH memegang peranan penting dalam tahap lanjut
perkembangan folikel, memberi dukungan untuk maturasi akhir
dan fungsi folikel yang dominan. Karena itu, adanya LH dalam
folikel sebelum ovulasi merupakan kontributor penting bagi
perkembangan folikuler yang optimal yang akhirnya menghasilkan
sebuah oosit yang sehat.

Kerja lokal estrogen dalam folikel ovarium dipertanyakan saat


studi-studi awal gagal mendeteksi reseptor estrogen dalam
kompartemen ovarium yang bermakna manapun. Selanjutnya

Regulation of the Menstrual Cycle


270

ditemukan bahwa sel-sel granulosa manusia hanya mengandung


mRNA untuk reseptor-beta estrogen. Eskpresi dinamis reseptor-
beta estrogen konsisten dengan peranan lokal penting bagi
estrogen dalam folikel ovarium serta pertumbuhan dan fungsi
korpus luteum.

Walaupun prolaktin selalu terdapat dalam cairan folikuler, tidak


ada bukti yang menunjukkan bahwa prolaktin penting selama
siklus ovulatorik normal pada primata.

Sistem Umpan Balik


Melalui produksi estrogen dan peptidanya sendiri, folikel yang
dominan memegang kontrol atas nasibnya sendiri. Dengan
mengubah sekresi gonadotropin melalui mekanisme umpan balik
folikel yang dominan mengoptimalisasi lingkungannya sendiri
sampai terjadi kerusakan folikel-folikel yang kurang berkembang.

Seperti yang telah dibahas dalam Bab 5, gonadotropin-releasing


hormone (GnRH) memegang peranan obligatorik dalam kontrol
sekresi gonadotropin, tetapi pola sekresi gonadotropin yang
dijumpai dalam siklus menstruasi merupakan hasil dari modulasi
umpan balik steroid dan peptida yang berasal dari folikel dominan,
yang bekerja langsung pada hipotalamus dan pituitari anterior.
Disamping itu, peningkatan GnRH menyertai peningkatan tajam
LH, menunjukkan bahwa umpan balik positif estrogen bekerja pada
pituitari maupun hipotalamus. Estrogen juga menunjukkan efek
inhibitoriknya dalam hipotalamus maupun pituitari anterior,
menurunkan sekresi pulsatil GnRH maupun respon GnRH pituitari.
Progesteron bekerja pada dua tempat. Kerja inhibitoriknya terjadi

Regulation of the Menstrual Cycle


271

pada tingkat hipotalamus, dan, seperti estrogen, kerja positifnya


terjadi langsung pada pituitari.

Sekresi FSH sangat sensitif terhadap efek inhibitorik negatif


estrogen bahkan pada kadar rendah. Pada kadar yang lebih tinggi,
estrogen berkombinasi dengan inhibin untuk menyebabkan
penekanan besar yang berlangsung lama pada FSH. Sebaliknya,
peranan estrogen pada pelepasan LH bervariasi dengan
konsentrasi dan durasi paparan. Pada kadar rendah, estrogen
menunjukkan hubungan umpan balik negatif dengan LH. Namun,
pada kadar yang lebih tinggi, estrogen mampu memberikan umpan
balik stimulatorik positif pada pelepasan LH.

Transisi dari supresi menjadi stimulasi pelepasan LH terjadi seiring


dengan peningkatan estradiol selama fase midfolikuler. Terdapat
dua hal penting dalam mekanisme ini: (1) konsentrasi estradiol,
dan (2) lamanya peningkatan estradiol dapat dipertahankan. Pada
wanita, konsentrasi estradiol yang diperlukan untuk mencapai
umpan balik positif adalah lebih dari 200 pg/mL, dan konsentrasi ini
harus dipertahankan selama kurang lebih 50 jam. Kadar estrogen
ini pada dasarnya tidak pernah tercapai sampai folikel dominan
telah mencapai diameter 15 mm. Rangsang estrogen harus
dipertahankan melewati inisiasi peningkatan tajam LH sampai
peningkatan tersebut benar-benar terjadi. Seandainya tidak, maka
peningkatan tajam LH akan berlangsung lebih pendek atau bahkan
gagal terjadi.

Dalam pola bulanan yang sudah tetap, gonadotropin disekresikan


secara pulsatil dengan frekuensi dan magnitud yang bervariasi
sesuai fase siklus. Pola pulsatil ini langsung disebabkan oleh

Regulation of the Menstrual Cycle


272

sekresi pulsatil serupa dari GnRH, tetapi modulasi amplitudo dan


frekuensinya merupakan akibat umpan balik steroid pada
hipotalamus dan pituitari anterior. Sekresi pulsatil memiliki
frekuensi lebih sering tetapi dengan amplitudo lebih kecil
selama fase folikuler dibandingkan dengan fase luteal,
dengan dijumpai sedikit peningkatan frekuensi saat fase
folikuler berlanjut ke tahap ovulasi.

Pola pulsatil FSH tidak mudah dibedakan karena waktu paruhnya


yang relatif lebih panjang dibandingkan dengan LH, tetapi data-
data eksperimental menunjukkan bahwa FSH dan LH disekresikan
secara simultan dan bahwa GnRH merangsang sekresi kedua
gonadotropin tersebut. Bahkan selambat 36-48 jam sebelum
menstruasi, sekresi gonadotropin masih ditandai oleh kejarangan
pulsasi LH dan kadar FSH rendah yang khas merupakan gambaran
fase luteal lanjut. Selama transisi dari fase luteal sebelumnya
menuju fase folikuler berikutnya, GnRH dan gonadotropin
dibebaskan dari efek inhibitorik estradiol, progesteron, dan inhibin.
Peningkatan progresif dan cepat dalan sekresi pulsasi GnRH
dikaitkan dengan sekresi preferensial FSH dibandingkan dengan
LH. Frekuensi pulsasi GnRH dan LH meningkat 4-5 kali lipat selama
masa ini, disertai dengan peningkatan kadar FSH dalam sirkulasi 3-
5 kali lipat, dan peningkatan kadar LH 2 kali lipat.
Perubahan-perubahan frekuensi pulsasi GnRH dalam fase luteal
berkorelasi dengan lamanya paparan terhadap progesteron,
sedangkan perubahan-perubahan amplitudo pulsasi tampaknya
dipengaruhi oleh perubahan kadar progesteron. Baik estradiol dan
progesteron diperlukan untuk mencapai pola sekretotik GnRH yang
rendah dan tersupresi selama fase luteal. Studi-studi menunjukkan
bahwa steroid mempengaruhi perubahan frekuensi pelepasan

Regulation of the Menstrual Cycle


273

GnRH oleh hipotalamus dan kerja pituitari pada amplitudo pulsasi


gonadotropin. Kerja inhibitorik steroid fase luteal sebagian
dimediasi oleh peningkatan peptida opioid endogen dalam
hipotalamus. Baik estrogen dan progesteron dapat meningkatkan
opiat endogen, dan pemberian klomifen (suatu antagonis estrogen)
selama fase luteal meningkatkan frekuensi pulsasi LH tanpa
mempengaruhi amplitudo. Karenanya, estrogen memperbaiki kerja
stimulatorik progesteron pada peptida opioid endogen, sehingga
menyebabkan terjadinya kadar opiat endogen yang relatif tinggi
selama fase luteal.

Endorfin plasma mulai meningkat dalam 2 hari sebelum LH


mencapai puncak, bersamaan dengan peningkatan tajan
gonadotropin pada pertengahan siklus. Kadar maksimal tercapai
segera sebelum LH mencapai puncak, bersamaan dengan ovulasi.
Kadarnya kemudian berangsur-angsur menurun sampai tercapai
nadir selama menstruasi dan fase folikuler dini. Monyet
menunjukkan kadar beta-endorfin tertinggi dalam darah porta
hipofiseal pada pertengahan siklus. Siklisitas normal
memerlukan periode-periode sekuensial aktivitas opioid
hipotalamus yang tinggi (pertengahan siklus dan fase
luteal) dan rendah (selama menstruasi).

Masih ada satu lagi kerja estrogen yang penting. Terdapat


perbedaan antara pola sekresi FSH dan LH seperti yang ditentukan
oleh immunoassay dan bioassay, mnunjukkan bahwa gonadotropin
yang secara biologis lebih aktif disekresikan pada pertengahan
siklus dan bukan pada masa-masa lain selama siklus berlangsung.
Kualitas ini, bioaktivitas banding imunoreaktivitas, ditentukan oleh
struktur molekuler molekul gonadotropin, suatu konsep yang

Regulation of the Menstrual Cycle


274

dalam Bab 2 disebut sebagai heterogenitas hormon-hormon tropik.


Terdapat hubungan jelas antara aktivitas dan waktu paruh hormon-
hormon glikoprotein dan kandungan asam sialatnya. Efek umpan
balik estrogen meliputi modulasi sialilasi serta ukuran dan aktivitas
gonadotropin yang kemudian dilepaskan, maupun perbaikan
pelepasan sekretorik gonadotropin yang secara biologis aktif yang
dirangsang oleh GnRH. Maka jelas beralasan untuk
mengintensifkan efek gonadotropin pada pertengahan siklus.
Karena itu, kerja umpan balik positif estrogen meningkatkan
kuantitas maupun kualitas (bioaktivitas) FSH dan LH. Disamping
perubahan pada pertengahan siklus yang mendukung aktivitas
gonadotropin pada folikel ovarium, isoform-isoform FSh dengan
aktivitas biologis lebih besar juga meningkat selama fase luteal
lanjut, perubahan yang dengan tepat diarahkan untuk mendorong
pertumbuhan folikel ovarium baru untuk siklus berikutnya.

Terdapat ritme diurnal dalam sekresi FSH dan LH. Berlawanan


dengan peningkatan nokturnal yang dijumpai pada hormon
adrenokortikotropik (ACTH), thyroid-stimulating hormone (TSH),
growth hormone, dan prolaktin, FSH dan LH menunjukkan
penurunan nokturnal, yang mungkin dimediasi oleh opiat endogen.
Ritme diurnal untuk LH ini hanya dijumpai pada fase folikuler dini,
sedangkan FSH mempertahankan ritme sirkadian sepanjang siklus
menstruasi (dan karenanya tidak dipengarugi oleh umpan balik
hormon steroid) dan bahkan pada masa postmenopause.

Inhibin, Aktivin, dan Folistatin


Keluarga peptida ini disintesis oleh sel-sel granulosa sebagai
respon terhadap FSH dan disekresikan kedalam cairan folikuler dan
efluen vena ovarium. Ekspresi peptida-peptida ini tidak terbatas

Regulation of the Menstrual Cycle


275

pada ovarium; peptida-peptida ini terdapat dalam banyak jaringan


diseluruh tubuh dan bertindak sebagai regulator autokrin-parakrin.
Inhibin merupakan inhibitor penting dari sekresi FSH. Aktvin
merangsang pelepasan FSH dalam pituitari dan memperbaiki kerja
FSH dalam ovarium. Folistatin menekan akitivitas FSH dengan
mengikat aktivin.

Inhibin terdiri dari dua peptida yang berbeda (dikenal sebagai


subunit alfa dan beta) yang dikaitkan oleh ikatan disulfida. Dua
bentuk inhibin (inhibin-A dan inhibin-B) telah dimurnikan, masing-
masing mengandung sebuah subunit alfa identik dan subunit-
subunit beta yang berbeda namun berkaitan. Karenanya, terdapat
3 subunit unuk inhibin: alfa, beta-A, dan beta-B. Tiap subunit
merupakan produk dari RNA messenger yang berbeda, masing-
masing berasal dari molekul prekursornya sendiri.

Bentuk-bentuk Inhibin:
Inhibin-A: Alfa-BetaA
Inhibin-B: Alfa-BetaB

FSH merangsang sekresi inhibin dari sel-sel granulosa dan,


sebaliknya, disupresi oleh inhibin – suatu hubungan resiprokal.
Perbaikan tehnik-tehnik assay telah menunjukkan bahwa inhibin-B
merupakan bentuk inhibin yang terutama disekresikan oleh sel-sel
granulose pada fase folikuler siklus. Sekresi inhibin lebih lanjut
diatur oleh kontrol autokrin-parakrin lokal. GnRH dan epidermal
growth factor menurunkan stimulasi sekresi inhibin oleh FSH,
sedangkan insulin-like growth factor-1 memperbaiki produksi
inhibin. Efek inhibitorik GnRH dan growth factor konsisten dengan
kemampuannya menurunkan produksi estrogen dan pembentukan

Regulation of the Menstrual Cycle


276

reseptor LH yang dirangsang oleh FSH. Kedua bentuk GnRH (GnRH-


I dan GnRH-II) bersama dengan reseptornya diekspresikan dalam
sel-sel granulosa.

Sekresi inhibin-B kedalam sirkulasi lebih lanjut


mengamplifikasi withdrawal FSH dari folikel-folikel lain,
suatu mekanisme mayor dengan mana folikel yang muncul
mendapat kemampuan dominansinya. Inhibin-B meningkat
perlahan-lahan tetapi teratur, dengan cara pulsatil (periodisitas 60-
70 menit) mencapai kadar puncak pada fase folikuler dini dan fase
midfolikuler, dan kemudian menurun pada fase folikuler lanjut
sebelum ovulasi untuk mencapai nadir pada fase midluteal.
Memuncaknya inhibin-B pada hari setelah ovulasi mungkin
merupakan akibat dari lepasnya inhibin-B dari folikel yang pecah.
Hubungan inhibin-B dan FSH ini didukung dengan ditunjukkannya
bahwa kadar inhibin-B lebih rendah dan kadar FSH lebih tinggi
pada fase folikuler pada wanita-wanita berusia 45-49 tahun
dibandingkan dengan wanita-wanita yang lebih muda. Suatu
fibrotekoma ovarium yang mensekresi inhibin-B berkaitan dengan
amenore sekunder dan infertilitas akibat supresi sekresi FSH.

Regulation of the Menstrual Cycle


277

Dengan adanya reseptor-reseptor LH pada sel-sel granulosa folikel


yang dominan dan perkembangan folikel berikutnya menjadi
korpus luteum, ekspresi inhibin berada dibawah kontrol LH, dan
ekspresi berubah dari inhibin-B menjadi inhibin-A. kadar inhibin-A
dalam sirkulasi meningkat pada fase folikuler lanjut untuk
mencapai kadar puncak pada fase midluteal. Karena itu, inhibin-A
menyumbang bagi supresi FSH sampai tingkat nadir selama fase
luteal, dan bagi perubahan-perubahan transisi luteal-folikuler.

Inhibin memiliki efek inhibitorik yang luas dan multiple pada


sekresi gonadtropin. Inhibin dapat memblokade sintesis dan

Regulation of the Menstrual Cycle


278

sekresi FSH, mencegah up-regulasi reseptor-reseptor GnRH oleh


GnRH, menurunkan jumlah reseptor GnRH yang ada, dan, pada
konsentrasi tinggi, mendorong degradasi intraseluler gonadotropin.

Aktivin, derivat dari sel-sel granulosa, namun juga dapat dijumpai


dalam gonadotrop pituitari, mengandung 2 subunit yang identik
dengan subunit beta inhibin A dan B. Disamping itu, aktivin telah
diidentifikasikan dengan varian-varian subunit beta, disebut
sebagai beta-C, beta-D, dan beta-E. Gen aktivin beta-C dan beta-E
telah dibuktikan tidak memiliki kegunaan pada model tikus
knockout. Aktivin memperbaiki sekresi FSH dan menghambat
respron prolaktin, ACTH, dan growth hormone. Aktivin
meningkatkan respon pituitari terhadap GnRH dengan
memperbaiki pembentukan reseptor GnRH. Efek aktivin diblokade
oleh inhibin dan folistatin. Struktur gen aktivin homolog terhadap
gen transforming growth factor-β, menunjukkan bahwa produk-
produk ini semua berasal dari keluarga gen yang sama. Sebuah
anggota lain yang juga penting dari keluarga ini adalah hormon
anti-mülleri, demikian juga sebuah protein yang aktif selama
embriogenesis insekta, dan sebuah protein yang aktif dalam
embrio katak.
Bentuk-bentuk Aktivin
Aktivin-A: BetaA-BetaA
Aktivin-AB: BetaA-BetaB
Aktivin-B: BetaB-BetaB
Aktivin-C: BetaC-BetaC
Aktivin-AC: BetaA-BetaC
Aktivin-E: BetaE-BetaE

Regulation of the Menstrual Cycle


279

Aktivin terdapat dalam banyak tipe sel, mengatur pertumbuhan


dan diferensiasi. Dalam folikel ovarium, aktivin meningkatkan
pengikatan FSH dalam sel-sel granulosa (dengan mengatur jumlah
reseptor) dan memperbaiki stimulasi aromatisasi oleh FSH dan
produksi inhibin. Terdapat bukti yang cukup yang diperoleh dari
sel-sel manusia untuk menunjukkan bahwa inhibin dan aktivin
bekerja langsung pada sel-sel teka untuk mengatur sintesis
androgen. Inhibin mendorong kerja stimulatorik LH dan/atau IGF-I,
sedangkan aktivin menghambat kerja ini. Inhibin dalam dosis yang
semakin meningkat dapat mengatasi kerja inhibitorik aktivin.
Sebelum ovulasi, aktivin menekan produksi progesteron dalam
granulosa, mungkin mencegah luteinisasi prematur. Terdapat
repertoire reseptor kinase transmembran sel untuk aktivin, dengan
afinitas dan struktur domain yang berbeda. Heterogenitas reseptor
ini memungkinkan ditimbulkannya berbagai respon yang berbeda
oleh sebuah peptida. Baik aktivin-A maupun inhibin-A telah terbukti
sangat poten dalam merangsang maturasi oosit in vitro yang
kemudian akan menghasilkan angka fertilisasi yang tinggi.

Pada pria, aktivin menghambat dan inhibin memfasilitasi stimulasi


biosintesis androgen dalam sel-sel Leydig oleh LH. Disamping itu,
aktivin merangsang dan inhibin menurunkan proliferasi
spermatogonial; inhibin diproduksi dalam sel Sertoli, lokus yang
memiliki peranan utama dalam memodulasi spermatogenesis.
Karenanya, aktivin dan inhibin memegang peranan autokrin-
parakrin serupa dalam gonad pria maupun gonad wanita.

Pituitari anterior mengekspresikan subunit-subunit inhibin/aktivin,


dan aktivin yang diproduksi secara lokal memperbaiki sekresi FSH.
Aktivin-A telah terbukti langsung merangsang sintesis reseptor

Regulation of the Menstrual Cycle


280

GnRH dalam sel-sel pituitari. Folistatin merupakan suatu peptida


yang disekresikan oleh berbagai sel pituitari, termasuk gonadotrop.
Peptida ini juga telah disebut sebagai FSH-supressing protein
karena kerja utamanya: inhibisi sintesis dan sekresi FSH serta
respon FSh terhadap GnRH dengan berikatan dengan aktivin dan
dengan cara itu menurunkan aktivitas aktivin. Aktivin merangsang
produksi folistatin, dan inhibin mencegah respon ini. Folistatin juga
diekspresikan oleh sel-sel granulosa sebagai respon terhadap FSH,
dan, karenanya, folistatin, seperti inhibin dan aktivin, berfungsi
secara lokal dalam folikel dan pituitari. Kadar aktivin dalam
sirkulasi meningkat pada fase luteal lanjut; namun, aktivin sangat
terikat dalam sirkulasi, dan tidak jelas apakah aktivin memiliki
peranan endokrin. Namun demikian, penentuan waktunya tepat
bagi aktivin untuk berperan dalam peningkatan FSH selama transisi
fase luteal-fase folikuler.

Secara ringkas, sekresi FSH oleh pituitari dapat diatur oleh


keseimbangan aktivin dan inhibin, dengan folistatin memegang
peranan menghambat aktivin dan mendorong aktivitas inhibin.
Dalam folikel ovarium, aktivin dan inhibin mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan dengan memodulasi respon teka
dan granulosa terhadap gonadotropin.

Keluarga peptida inhibin-aktivin (juga termasuk hormon anti-


mülleri dan transforming growth factor-β) menghambat
pertumbuhan sel dan dapat dianggap sebagai sebuah kelas tumor-
supressor protein. Telah dihasilkan tikus-tikus yang tidak memiliki
gen subunit-alfa inhibin. Tikus-tikus yang homozigot dan tidak
memiliki inhibin rentan terhadap perkembangan tumor stroma
gonad yang tampak setelah diferensiasi dan perkembangan

Regulation of the Menstrual Cycle


281

seksual normal. karenanya, gen inhibin-alfa merupakan tumor-


supressor gene spesifik untuk gonad. Sebuah faktor yang ikut
berperan dalam perkembangan tumor ini mungkin adalah
tingginya kadar FSH yang dikaitkan dengan defisiensi inhibin.

Growth Factor
Growth factor merupakan polipeptida yang memodulasi proliferasi
dan diferensiasi sel, bekerja melalui pengikatan dengan reseptor-
reseptor membran sel spesifik. Growth factor bukan merupakan
substansi endokrin klasik; growth factor bekerja secara lokal dan
memiliki fungsi parakrin dan autokrin. Terdapat berbagai growth
factor, dan kebanyakan sel mengandung berbagai reseptor untuk
berbagai growth factor.

Insulin-like Growth Factor. Insulin-like growth factor


(sebelumnya disebut somatomedin) adalah peptida yang memiliki
kesamaan struktural dan fungsional terhadap insulin dan
memediasi kerja growth hormone. Insulin-like growth factor-I (IGF-I)
dan insulin-like growth factor-II (IGF-II) merupakan polipeptida
rantai tunggal yang mengandung tiga ikatan disulfida. IGF-I dikode
pada lengan panjang kromosom 12 dan IGF-II pada lengan pendek
kromosom 11 (yang juga mengandung gen insulin). Gen-gen
tersebut dipengaruhi oleh berbagai promoter, dan karenanya
regulasi yang berbeda dapat menentukan kerja akhirnya.
IGF-I memediasi kerja growth hormone untuk mendorong
pertumbuhan. Mayoritas IGF-I dalam sirkulasi berasal dari
sintesisnya yang bergantung pada growth hormone dalam hepar.
Namun, IGF-I disintesis dalam banyak jaringan dimana produksinya
dapat diatur bersamaan dengan growth hormone atau secara
bebas oleh faktor-faktor lain.

Regulation of the Menstrual Cycle


282

IGF-II memiliki ketergantungan yang kecil pada growth hormone.


Diyakini bahwa IGF-II penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan janin. Kedua IGF ini menginduksi ekspresi gen-gen
seluler yang bertanggung-jawab untuk proliferasi dan diferensiasi
seluler.

Protein Pengikat Insulin-Like Growth Factor. Terdapat enam


peptida nonglikosilasi yang berfungsi sebagai protein pengikat IGF,
IGFBP-1 sampai IGFBP-6. Protein-protein pengikat ini bertindak
membawa IGF dalam serum, memperpanjang waktu paruh, dan
mengatur efek IGF pada jaringan. Kerjanya sebagai pengatur
terjadi karena pengikatan dan sekuesterisasi IGF, mencegah akses
IGF menuju reseptor permukaan membran sel, dan, karenanya,
tidak memungkinkan kerja sinergistik yang terjadi jika
gonadotropin dan growth factor berkombinasi. IGFBP juga dapat
menunjukkan kerja langsung pada fungsi seluler, terlepas dari
fungsi growth factor. IGFBP-1 adalah BP utama dalam cairan
amnion; IGFBP-3 adalah BP utama dalam serum dan sintesisnya,
yang terutama terjadi dalam hepar, bergantung pada growth
hormone. Kadar IGFBP-3 dalam sirkulasi mencerminkan konsentrasi
IGF total (IGF-I ditambah IGF-II) dan membawa setidaknya 90% dari
IGF dalam sirkulasi. BP-BP ini tidak mengikat insulin. BP mengalami
perubahan dengan pertambahan usia (kadar IGFBP-3 menurun)
dan selama kehamilan (penurunan kadar IGFBP-3 karena adanya
protease yang unik untuk kehamilan dalam sirkulasi).

Reseptor IGF. Reseptor tipe I secara preferensial mengikat IGF-1


dan dapat disebut sebagai reseptor IGF-1. Reseptor tipe II dengan
cara yang sama dapat disebut sebagai reseptor IGF-II. IGF-I juga

Regulation of the Menstrual Cycle


283

berikatan dengan reseptor insulin tetapi dengan afinitas rendah.


Nsulit berikatan dengan reseptor IGF-I dengan afinitas sedang.
Reseptor IGF-I dan reseptor insulin memiliki struktur yang mirip:
tetramer yang terdiri dari dua subunit α dan dua subunit β yang
dihubungkan dengan ikatan disulfida. Komponen intraseluler β dari
subunit adalah suatu tirosin kinase yang diaktivasi oleh
autofosforilasi. Reseptor IGF-II tidak mengikat insulin. Reseptor IGF-
II adalah suatu glikoprotein rantai tunggal, dengan 90% strukturnya
meluas ke ekstraseluler. Reseptor ini benfungi sebagai reseptor
yang berikatan dengan protein G. Efek fisiologis IGF-I dimediasi
oleh reseptornya sendiri, tetapi IGF-II dapat bekerja melalui kedua
reseptor. Memang, reseptor IGF-I mengikat IGF-I dan IGF-II dengan
afinitas yang sama. Pada sel-sel manusia, reseptor IGF-I dan
reseptor IGF-II terdapat dalam sel-sel teka dan sel-sel granulosa
serta sel-sel granulosa yang telah mengalam luteinisasi. Jaringan
stroma ovarium mengandung reseptor IGF-I.

Kerja IGF Pada Ovarium. IGF-I telah terbukti merangsang


kejadian-kejadian berikut ini dalam sel-sel teka dan granulosa
ovarium: sintesis DNA, steroidogenesis, aktivitas aromatase,
sintesis reseptor LH, dan sekresi inhibin. IGF-II merangsang mitosis
granulosa. Dalam sel-sel ovarium manusia, IGF-I, dalam sinergi
dengan FSH, merangsang sintesis protein dan steroidogenesis.
Setelah reseptor LH muncul, IGF-I memperbaiki sintesis
progesteron yang diinduksi oleh LH dan merangsang proliferasi sel-
sel granulos-luteal. IGF-I, dalam sinergi dengan FSH, sangat aktif
merangsang folikel-folikel praovulatorik. Karenanya, IGF-I dapat
terlibat dalam sintesis estradiol maupun sintesis progesteron.

Regulation of the Menstrual Cycle


284

Dalam percobaan binatang, sintesis IGF-I oleh sel-sel granulosa


bergantung pada FSH tetapi didorong oleh estradiol. Growth
hormone juga bekerja secara sinergis dengan FSH dan estradiol
untuk meningkatkan sintesis IGF. Cerita ini menjadi
membingungkan jika berbagai growth factor dan regulator
dipelajari, karena berbagai efek stimulatorik dan inhibitorik
mereka. Pada tikus, sel granulosa adalah tempat utama untuk

Regulation of the Menstrual Cycle


285

ekspresi gen IGF-I, yang aktif hanya sebelum ovulasi. Hal ini tidak
terdeteksi dalam folikel-folikel atretik atau dalam korpus luteum.
Sekali lagi pada tikus, ekspresi gen IGF-II tampaknya terbatas pada
sel-sel teka dan sel-sel interstisial. Namun, tempat ekspresi IGF
berbeda pada primata.

Dalam studi-studi dengan jaringan ovarium, IGF-II diekspresikan


dalam jumlah tinggi dalam sel-sel teka maupun sel-sel granulosa;
namun, kadarnya paling tinggi dalam granulosa dan meningkat
dengan bertumbuhnya folikel. IGF-II juga disintesis oleh granulose
luteinisasi dan tampaknya memiliki fungsi autokrin lokal. Temuan-
temuan ini menunjukkan bahwa IGF-II adalah IGF primer dalam
ovarium manusia. Namun demikian, IGF-I masih merupakan produk
bermakna dari sel-sel teka manusia.

Sel-sel teka manusia mengekspresikan transkrip mRNA, yang


mengkode reseptor-reseptor untuk IGF-I dan insulin. Karena insulin
dan IGF-II dapat mengaktivasi reseptor untuk IGF-I, jalur ini
menyediakan metode untuk mengeluarkan pengaruh parakrin pada
sel-sel granulosa dan aktivitas autokrin dalam teka (memperbaiki
stimulasi produksi androgen oleh LH). Studi-studi in vitro
memastikan bahwa IGF-II mampu merangsang steroidogenesis dan
proliferasi dalam sel-sel teka dan granulosa manusia. Kerja ini
diperbaiki oleh growth hormone, yang meningkatkan produksi IGF
dan, karenanya, secara tidak langsung memperbaiki stimulasi
folikel-folikel ovarium oleh gonadotropin.

Skenario pada primata ini didukung oleh ditemukannya kadar IGF-II


yang lebih tinggi, tetapi IGF-I tidak, dalam cairan folikuler folikel-
folikel yang sedang berkembang, dengan kadar tertinggi terdapat

Regulation of the Menstrual Cycle


286

dalam folikel yang dominan. Kadar IGF dalam cairan folikuler


berkorelasi dengan kadar estradiol dan mengalami peningkatan
pendek lebih lanjut setelah peningkatan tajam LH. Tidak ada
perubahan siklus menstruasi dalam kadar IGF-I, IGF-II, IGFBP-1,
atau IGFBP-3 dalam sirkulasi; kadar tinggi dalam folikel dominan
tidak berkaitan dengan peningkatan kadar dalam sirkulasi.

Regulation of the Menstrual Cycle


287

Dalam studi-studi menggunakan jaringan manusia, IGFBP-1


menghambat steroidogenesis yang dimediasi oleh IGF-I dan
proliferasi sel-sel granulosa luteinisasi. Sintesis IGFBP oleh
granulosa manusia dihambat oleh FSH, IGF-I, dan IGF-II. Temuan-
temuan ini sesuai dengan gambara umum bahwa BP melawan hasil
sinergistik gonadotropin dan growth factor. Secara umum, ekspresi
IGFBP-1 dijumpai dalam sel-sel granulosa dari folikel-folikel yang
bertumbuh; IGFBP-3 dalam sel-sel teka dan granulosa dari folikel
dominan; IGFBP-2, -4, dan -5 dalam teka dan granulosa dari folikel-
folikel antral dan atretik; dan IGFBP-6 belum dijumpai dalam
ovarium. Protein pengikat yang dominan dalam folikel-folikel
praovulatorik adalah IGFBP-2 dalam granulosa dan IGFBP-3 dalam
teka, yang meningkat secara progresif dalam folikel yang muncul
sebagai folikel yang dominan, dan kemudian menurun dalam fase
folikuler lanjut. Ini menunjukkan bahwa –1, -2, dan –3 memegang
peranan dalam folikel-folikel yang bertumbuh; -2, -4, dan –5 dalam
folikel-folikel yang atretik dan kurang berkembang. Ekspresi IGFBP
dalam ovarium polikistik serupa dengan ekspresinya yang dijumpai
dalam folikel-folikel atretik. Penurunan IGFBP-3 yang terjadi dalam
folikel dominan akan memungkinkan peningkatan kadar dan
aktivitas IGF. Peningkatan IGFBP-2 dalam folikel-folikel yang kurang
berkembang mungkin berkorelasi dengan sekuesterisasi IGF,
menyebabkan folikel kehilangan dorongan penting dalam
perbaikan gonadotropin.

Regulation of the Menstrual Cycle


288

Kadar IGFBP-1 dalam sirkulasi menurun sebagai respon terhadap


insulin, dan karenanya kadar dalam sirkulasi menurun pada wanita-
wanita dengan anovulasi dan ovarium polikistik yang mengalami
peningkatan kadar insulin. Pasien-pasien ini juga mengalami
peningkatan kadar IGF-1 dalam sirkulasi, mungkin akibat sintesis
dam sekresi yang dirangsang oleh LH dalam sel-sel teka. Kadar
IGFBP-1 dalam cairan folikuler dari ovarium polikistik menurun;
karenanya BP ini tidak memegang peranan menghambat kerja IGF-
I dalam ovarium polikistik. Kadar IGFBP-2 dan –4 dalam cairan
folikuler dari pasien-pasien anovulatorik meningkat (seperti pada
folikel-folikel atretik). Bahkan walaupun perubahan-perubahan ini
mungkin berperan dalam patofisiologi anovulatorik, perubahan-
perubahan ini konsisten dengan kegagalan perkembangan dan
karenanya mungkin bukan merupakan faktor etiologis.

Aktivitas IGF dapat juga dimodulasi oleh protease yang mengatur


aktivitas protein pengikat IGF. Cairan folikuler yang didominasi
estrogen mengandung IGFBP-4 dalam kadar sangat rendah,

Regulation of the Menstrual Cycle


289

berlawanan dengan kadar tinggi IGFBP-4 yang terdapat dalam


cairan folikuler yang didominasi androgen. Rendahnya kadar
IGFBP-4 dalam cairan folikuler yang didominasi estrogen dikaitkan
dengan adanya protease spesifik untuk IGFBP-4. Protease ini akan
menurunkan aktivitas IGFBP dan mendorong aktivitas IGF, suatu
mekanisme lain untuk memastikan keberhasilan folikel dominan.

Cerita mengenai insulin-like growth factor adalah kompleks,


menakjubkan, sekaligus menarik. Namun kontribusinya mungkin
bersifat fasilitatorik dan tidak esensial. Dwarfisme tipe Laron
ditandai oleh defisiensi IGF-I akibat kelainan dalam reseptor growth
hormone. Walaupun IGF-I terdapat dalam kadar rendah dan IGFBP
terdapat dalam kadar tinggi, seorang wanita dengan dwarfisme
tipe Laron akan merespon terhadap stimulasi gonadotropin
eksogen dengan produksi banyak folikel matur disertai dengan
produksi estrogen yang baik dan oosit yang dapat difertilisasi.
Sebuah penjelasan lain untuk temuan ini adalah bahwa IGF-II, dan
bukan IGF-I, adalah faktor yang penting dalam folikel dominan
manusia. Kemungkinan ini didukung oleh bukti yang menunjukkan
bahwa IGF-II adalah IGF yang paling banyak dalam folikel-folikel
ovarium manusia. Sebuah kemungkinan lain adalah bahwa
dwarfisme tipe Laron hanya tidak memiliki IGF-I yang bergantung
pada growth hormone, dan IGF ovarium tidak benar-benar
bergantung pada growth hormone.

Rangkuman Kerja Insulin-Like Growth Factor dalam


Ovarium

Regulation of the Menstrual Cycle


290

1. IGF yang paling banyak dalam folikel manusia adalah IGF-II,


diproduksi dalam sel-sel teka, sel-sel granulosa, dan sel-sel
granulosa luteinisasi.
2. IGF-II mendorong kerja gonadotropin, sehingga merangsang
proliferasi sel granulosa, aktivitas aromatase, dan sintesis
progesteron.
3. Gonadotropin merangsang produksi IGF, dan pada percobaan
binatang rangsangan ini diperbaiki oleh estradiol dan growth
hormone.
4. Reseptor-resepor IGF-I terdapat dalam sel-sel teka dan
granulosa, dan hanya reseptor IGF-II yang terdapat dalam
granulosa luteinisasi. IGF-II mengaktivasi reseptor IGF-I
maupun IGF-II.
5. FSH menghambat sintesis protein pengikat, dan karenanya
memaksimalisasi ketersediaan growth factor.

Epidermal Growth Factor. Epidermal growth factor merupakan


mitogen untuk berbagai sel, dan kerjanya dipotensiasi oleh growth
factor lain. Sel-sel granulosa, khususnya, merespon kepada growth
factor ini dalam berbagai cara yang berkaitan dengan stimulasi
gonadotropin, termasuk proliferasi. Epidermal growth factor
menekan up-regulasi FSH pada reseptornya sendiri.

Transforming Growth Factor. TGF-α adalah suatu analog


struktural dari epidermal growth factor dan dapat berikatan dengan
reseptor epidermal growth factor. TGF-β mempergunakan reseptor
yang berbeda dari reseptor epidermal growth factor. Faktor-faktor
ini dianggap merupakan growth regulator autokrin. Inhibin dan
aktivin berasal dari keluarga gen yang sama. TGF-β, disekresi oleh
sel-sel teka, memperbaiki induksi reseptor-reseptor LH oleh FSH

Regulation of the Menstrual Cycle


291

pada sel-sel granulosa, suatu aksi yang berlawanan dengan kerja


epidermal growth factor. Walaupun mekanisme kerja tersebut
dapat dianggap memiliki dampak positif pada sel-sel granulosa,
pada teka, TGF-β emiliki dampat negatif, menghambat produksi
androgen. Growth differentiation factor 9 (GDF-9) adalah anggota
dari keluarga TGF-β yang berasal dari dalam oosit dan penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan normal folikel ovarium.
Fibroblast Growth Factor. Faktor ini merupakan mitogen untuk
berbagai sel dan terdapat dalam semua jaringan yang
memproduksi steroid. Peranan pentingnya dalam folikel ovarium
meliputi stimulasi mitosis dalam sel-sel granulosa, stimulasi
angiogenesis, stimulai aktivator plasminogen, inhibisi up-regulasi
FSH terhadap reseptornya sendiri, dan inhibisi ekspresi reseptor LH
yang diinduksi oleh FSH dan produksi estrogen. Aksi-aksi ini
berlawanan dengan kerja transforming growth factor-β.

Platelet-Derived Growth Factor. Growth factor ini memodifikasi


jalur siklik AMP yang merespon kepada FSH, terutama jalur-jalur
yang terlibat dalam diferensiasi sel granulosa. Baik platelet-derived
growth factor maupun epidermal growth factor juga dapat
memodifikasi produksi prostaglandin dalam folikel.

Angiogenic Growth Factor. Vaskularisasi folikel dipengaruhi oleh


peptida-peptida dalam cairan folikuler, terutama vascular
endothelial growth factor (VEGF), suatu sitokin yang diproduksi
dalam sel-sel granulosa sebagai respon terhadap LH. Interferensi
dengan VEGF menyebabkan supresi angogenesis teka dan inhibisi
pertumbuhan dan perkembangan folikuler. Sel-sel luteal merespon
kepada human chorionic gonadotropin (hCG) dengan output VEGF
yang lebih besar, suatu mekanisme yang mungkin ikut berperan

Regulation of the Menstrual Cycle


292

dalam peningkatan permeabilitas vaskuler yang dikaitkan dengan


hiperstimulasi ovarium yang dapat terjadi pada pemberian
gonadotropin eksogen (Bab 31). Angiopoietin berikatan dengan
sebuah reseptor endotel (Tie-2) dan memberi pengaruh inhibitorik
pada angiogenesis. Angiopoietin-1 adalah agen aktifnya, dilawan
oleh angiopoietin-2, yang berkompetisi untuk reseptor Tie-2 pada
sel-sel endotel. Ekspresi diferensial faktor-faktor angiogenesis ini
terlibat dalam pertumbuhan dan regresi folikel dan korpus luteum
yang terkoordinasi.
Sistem Interleukin-1. Lekosit merupakan komponen yang
menonjol dari folikel ovarium dan merupakan sumber utama
interleukin. Interleukin-1 adalah anggota dari keluarga
imunomediator sitokin. Ovarium manusia memiliki sistem
interleukin-1 lengkap (ligan dan reseptor). Pada tikus, interleukin-1
merangsang sintesis prostaglandin ovarium dan mungkin
memegang peranan dalam ovulasi.
Faktor Nekrosis Tumor-α (TNF-α). TNF-α juga merupakan
produk dari lekosit (makrofag). Kemungkinan besar TNF-α juga
merupakan pemain kunci dalam proses apoptosis, suatu gambaran
dari atresia folikuler maupun luteolisis korpus luteum.

Peptida-peptida Lain. Cairan folikuler benar-benar merupakan


sup protein. Cairan tersebut terdiri dari eksudat-eksudat dari
plasma dan sekresi-sekresi dari sel-sel folikuler. Berbagai hormon
dapat dijumpai dalam cairan folikuler, demikian juga enzim dan
peptida, yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan folikuler, ovulasi, dan modulasi respon-respon
hormonal.

Regulation of the Menstrual Cycle


293

Cairan folikuler mengandung prorenin, prekursor inaktif dari renin,


dalam konsentrasi yang kurang lebih 12 kali lebih tinggi daripada
konsentrasinya dalam plasma. Tampaknya LH merangsang sintesis
prorenin dalam folikel, dan terdapat pemuncakan kadar prorenin
plasma pada pertengahan siklus. Kadar prorenin dalam sirkulasi
juha meningkat (10 kali lipat) selama tahanp-tahap awal
kehamilan, akibat dari stimulasi ovarium yang disebabkan oleh
peningkatan human chorionic gonbadotropin (hCG). Peningkatan
prorenin dari ovarium ini tidak bertanggung-jawab untuk
perubahan-perubahan bermakna apapun dalam kadar bentuk
aktifnya, renin, dalam plasma. Peran yang mungkin dimiliki oleh
sistem prorenin-renin ovarium ini meliputi stimulasi steroidogenesis
untuk menyediakan substrat androgen bagi produksi estrogen,
regulasi metabolisme kalsium dan prostaglandin, dan stimulasi
angiogenesis. Sistem ini dapat mempengaruhi fungsi vaskuler dan
jaringan didalam maupun diluar ovarium.

Anggota-anggota dari keluarga pro-opiomelanokortin ditemukan


dalam cairan folikuler. Kadar ACTH dan β-lipotropin dalam folikel
tetap konstan sepanjang siklus, tetapi kadar β-endorfin
memuncak sesaat sebelum ovulasi. Disamping itu, enkefalin
terdapat dalam konsentrasi yang relatif tidak berubah. Sistem
corticotropin-releasing hormon (CRH) terdapat dalam sel-sel teka,
tetapi tidak dalam sel-sel granulosa, lengkah dengan CRH, reseptor
CRH, dan protein pengikat CRH. CRH menghambat produksi
androgen yang dirangsang oleh LH dalam sel-sel teka, tampaknya
dengan menekan ekspresi gen P450c17.

Hormon Anti-mülleri diproduksi oleh sel-sel granulose dan


mungkin ikut berperan dalam maturasi oosit (hormon ini

Regulation of the Menstrual Cycle


294

menghambat miosis oosit) dan perkembangan folikuler. Hormon


anti-mülleri secara langsung menghambat proliferasi sel-sel
granulosa dan sel-sel luteal, maupun proliferasi yang dirangsang
oleh epidermal growth factor.

Cairan folikuler menghambat berlanjutnya miosis sampai


peningkatan tajam LH praovulatorik dapat mengatasi atau
menghilangkan hambatan ini. Aksi ini disebabkan oleh inhibitor
maturasi oosit (OMI). Protein plasma A yang terkait dengan
kehamilan, yang dijumpai dalam plasenta, juga terdapat dalam
cairan folikuler. Protein plasma ini dapat menghambat aktivitas
proteolitik dalam folikel sebelum ovulasi. Endotelin-1 adalah
suatu peptida, yang diproduksi dalam sel-sel endotel vaskuler,
yang mungkin merupakan substansi yang sebelumnya dikenal
sebagai inhibitor luteinisasi; ekspresi gen endotelin diinduksi oleh
hipoksia yang dikaitkan dengan granulosa avaskuler, dan hal ini
menghambat produksi progesteron yang diinduksi oleh LH.
Oksitosin dijumpai dalam folikel-folikel praovulatorik dan korpis
luteum. Protein pengikat growth hormone terdapat dalam cairan
folikuler dan memiliki karakter mirip dengan protein pengikat
dalam serum.

Ringkasan Kejadian-kejadian Kunci dalam Folikel Antral


1. Produksi estrogen fase folikuler dijelaskan oleh mekanisme
dua-sel, dua-gonadotropin, memungkinkan pembentukan
penting lingkungan mikro yang didominasi oleh estrogen.
2. Seleksi folikel dominan terjadi selama hari 5-7, dan
akibatnya, kadar estradio perifer mulai menunjukkan
peningkatan bermakna pada hari 7 siklus.

Regulation of the Menstrual Cycle


295

3. Kadar estradiol, derivat dari folikel dominan, meningkat tetap


dan, melalui efek umpan balik negatif, memberikan pengaruh
supresif yang semakin besar pada pelepasan FSH.
4. Bersamaan dengan menyebabkan penurunan kadar FSH,
peningkatan estradiol pada fase midfolikuler memberi
pengaruh umpan balik positif pada sekresi LH.
5. Kerja positif estrogen juga meliputi modifikasi molekul
gonadotropin, menyebabkan peningkatan kualitas
(bioaktivitas) maupun kuantitas FSH dan LH pada
pertengahan siklus.
6. Kadar LH meningkat tetap selama fase folikuler lanjut,
sehingga merangsang produksi androgen dalam teka dan
mengoptimalisasi maturasi akhir dan fungsi folikel yang
dominan.
7. Suatu responsivitas unik terhadap FSH memungkinkan folikel
dominan untuk mempergunakan androgen sebagai substrat
dan lebih lanjut mempercepat produksi estrogen.
8. FSH menginduksi tampilnya reseptor-reseptor LH pada sel-sel
granulosa.
9. Respon folikuler terhadap gonadotropin dimodulasi oleh
berbagai growth factor dan peptida autokrin-parakrin.
10. Inhibin-B, yang disekresi oleh sel-sel granulosa sebagai
respon terhadap FSH, secara langsung menekan sekresi FSH
pituitari.
11. Aktivin, yang berasal dari pituitari maupun granuloa,
memperbaiki sekresi dan kerja FSH.
12. IGF mendorong semua kerja FSH dan LH.

Pertumbuhan dan Perkembangan Folikuler pada Ovarium


Primata: Formulasi suatu Mekanime.

Regulation of the Menstrual Cycle


296

Bukti sangat menunjukkan bahwa peptida-peptida autokrin-


parakrin-lah, dan bukan estrogen, yang memegang peranan utama
dalam mengatur pertumbuhan dan perkembang folikuler pada
primata. Pada percobaab menggunakan monyet, tidak terjadi
penurunan jumlah total atau pengurangan ukuran jika produksi
estradiol secara efektif dapat ditekan oleh terapi dengan inhibitor
sistem enzim aromatase atau dengan inhibitor 3β-hidroksisteroid
dehidrogenase. Perkembangan oosit tidak mengalami perubahan,
namun angka fertilisasi selanjutnya menurun akibat terapi ini.
Sebuah argumen lain yang menentang adanya peranan penting
estrogen dalam keberhasilan stimulasi pertumbuhan dan
perkembang folikuler normal menggunakan gonadotropin pada
wanita-wanita dengan defisiensi 17α-hidroksilase (suatu kelainan
yang diturunkan yang mencegah diproduksinya androgen dan
estrogen).

Adanya peranan estrogen yang lebih kecil lebih lanjut didukung


oleh respon wanita-wanita dengan defisiensi gonadotropin
terhadap terapi dengan FSH rekombinan (murni). Terjadi sejumlah
aromatisasi, mungkin dengan menggunakan androgen yang
berasal dari kelenjar adrenal, sehingga menyebabkan tercapainya
kadar estradiol fase folikuler dini, tetapi steroidogenesis kuat yang
biasanya terjadi tidak mungkin terjadi tanpa adanya LH untuk
menyediakan substrat androgen yang diproduksi oleh teka. Namun
demikian, oosit dapat diperoleh kembali, dan dengan fertilisasi in
vitro, kehamilan dapat tercapai. Respon yang sama ini dijumpai
dalam percobaan-percobaan yang menggunakan antagonis GnRH
untuk menghasilkan monyet yang tidak memiliki LH yang diikuti
oleh pemberian FSH manusia murni, rekombinan.

Regulation of the Menstrual Cycle


297

Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa hanya FSH yang diperlukan


untuk folikulogenesis dini, dan bahwa pada primata, peptida-
peptida autokrin-parakrin memperoleh peranan penting
memodulasi respon gonadotropin. Perhatikan aksi-aksi yang telah
didokumentasikan pada ovarium primata berikut ini:
1. Inhibin dan aktivin mengatur sintesis androgen dalam sel-sel
teka manusia. Inhibin memperbaiki dan aktivin menekan
kerja stimulatorik LH dan/atau IGF-1, dan inhibin dapat
mengatasi kerja inhibitorik aktivin pada sel-sel teka.
2. Pada sel-sel granulosa imatur, aktivin memperbaiki semua
aktivitas FSH, terutama aktivitas aromatase (produksi
estrogen).
3. Dalam sel-sel granulosa luteinisasi, aktivin memiliki aktivitas
mitogenik langsung dan menekan steroidogenesis sebagai
respon terhadap LH, sedangkan inhibin tidak memiliki efek
pada aromatase yang bergantung pada LH dalam sel-sel
granulosa matur.
4. Pada fase folikuler, produksi inhibin dalam granulosa berada
dibawah kontrol FSH, tetapi selama fase folikuler lanjut
terjadi suatu perubahan, yang memuncak sebagai kontrol LH
terjadap sintesis inhibin luteal.
5. Seiring dengan pertumbuhan folikel, produksi aktivin
menurun dan produksi inhibin meningkat. Disamping itu,
kadar folistatin dalam cairan folikuler meningkat dengan
meningkatnya pertumbuhan folikel, suatu mekanisme untuk
menurunkan aktivitas aktivin. Pada fase folikuler dini, FSH
dan estradiol memperbaiki sekresi inhibin-B, mungkin secara
tidak langsung dengan meningkatkan jumlah sel granulosa,
sedangkan pada fase folikuler lanjut, saat kadar LH
meningkat, terjadilah sekresi inhibin-A.

Regulation of the Menstrual Cycle


298

Aksi-aksi ini terjadi bersama dalam formulasi berikut: Pada fase


folikuler dini, aktivin yang diproduksi oleh granulosa dalam folikel-
folikel imatur memperbaiki kerja FSH pada aktivitas aromatase dan
pembentukan reseptor FSH dan LH, dan secara simultan menekan
sintesis androgen teka. Pada fase folikuler lanjut, peningkatan
produksi inhibin (secara spesifik inhibin-B) oleh granulosa (dan
penurunan aktivin) mendorong sintesis androgen dalam teka
sebagai respon terhadap LH dan IGF-II untuk memberikan substrat
bagi produksi estrogen yang lebih besar dalam granulosa. Dalam
granulosa matur dari folikel praovulatorik yang dominan, aktivin
bertindak mencegah luteinisasi prematur dan produksi
progesteron.

Folikel yang berhasil adalah folikel yang mendapatkan tingkat


aktivitas aromatase dan reseptor LH tertinggi sebagai respon
terhadap FSH. Folikel yang berhasil ditandai oleh estrogen yang
tertinggi (untuk aksi umpan balik sentral) dan produksi inhibin
terbesar (untuk kerja lokal maupun sentral). Hal ini terjadi dalam
sinkronisasi dengan ekspresi aktivin yang tepat. Kadar aktivitas
gen tertinggi yang mengkode aktivin dijumpai dalam folikel-folikel
antral imatur dan kadar yang terendah dalam folikel-folikel
praovulatorik. Karenanya protein aktivin (yang memperbaiki kerja
FSH) diproduksi dalam jumlah yang paling besar pada awal-awal
perkembangan folikuler untuk memperbaiki reseptivitas folikel
terhadap FSH. Sedangkan mengenai kadar inhibin dalam sirkulasi,
inhibin-B merupakan inhibin yang mendominasi cairan folikuler dari
folikel-folikel preantral dan inhibin-A meningkat jika folikel-folikel
menjadi besar dan matur. Sintesis dan sekresi inhibin selama fase
folikuler diatur oleh FSH dan growth factor.

Regulation of the Menstrual Cycle


299

Konsentrasi androgen yang tepat dalam sel-sel granulose


mendorong aktivitas aromatase dan produksi inhibin dan,
sebaliknya, inhibin mendorong stimulasi sintesis androgen oleh LH
dalam teka. Dengan perkembangan folikel, ekspresi inhibin (secara
spesifik inhibin-A) berada dibawah kontrol LH. Sebuah kunci untuk
keberhasilan ovulasi dan fungsi luteal adalah konversi produksi

Regulation of the Menstrual Cycle


300

inhibin menjadi resposivitas LH untuk mempertahankan supresi


FSH secara sentral dan perbaikan kerja LH secara lokal. Memang,
respon-respon folikel-folikel ovarium terhadap stimulasi FSH dan LH
eksogen untuk fertilisasi in vitro menunjukkan bahwa maturasi
akhir dan fungsi folikel dominan sebelum ovulasi sangat
dipengaruhi oleh LH. Maturasi akhir folikel dominan dan kesehatan
oosit dioptimalisasi dengan adanya LH.

Peranan yang lebih kecil diberikan kepada insulin-like growth factor


dengan melihat keberhasilan produksi berbagai folikel yang
memproduksi estrogen yang menghasilkan oosit-oosit yang dapat
difertilisasi pada seorang wanita dengan defisiensi IGF-I yang
mendapat terapi gonadotropin. Growth factor tersebut memegang
peranan penting, tetapi mungkin tidak esensial, sebagai agen
fasilitator. Namun, terjadinya kehamilan pada seorang wanita
dengan defisiensi IGF-I mungkin menunjukkan bahwa IGF-II
memiliki arti penting yang lebih besar.

Regulation of the Menstrual Cycle


301

Regulation of the Menstrual Cycle


302

Ringkasan Kejadian-kejadian Kunci dalam Folikel Ovarium


Primata
1. FSH memiliki aktivitas ganda dalam sel granulose, yaitu
merangsang aromatisasi androgen menjadi estrogen,
meningkatkan kandungan reseptor FSH dan LH dalam sel
granulosa, merangsang proliferasi sel-sel granulosa, dan
memproduksi faktor-faktor autokrin-parakrin, terutama
aktivin dan inhibin.
2. Dalam granulosa dari fase folikuler dini, aktivin memperbaiki
aktivitas FSH: ekspresi reseptor FSH, aromatisasi, produksi
inhibin/aktivin, dan ekspresi reseptor LH. Dalam teka, aktivin
menekan produksi andrgen, sehingga memungkinkan
terciptanya lingkungan mikro estrogen.
3. Pada fase folikuler lanjut, inhibin memperbaiki stimulasi
sintesis androgen oleh LH dalam teka untuk menyediakan
substrat bagi aromatisasi menjadi estrogen dalam granulosa,
sehingga akan tersedia sejumlah besar estrogen yang

Regulation of the Menstrual Cycle


303

diperlukan untuk kerja folikuler lokal dan untuk memicu


peningkatan tajam LH.
4. Inhibin-B disekresi oleh sel-sel granulosa kedalam sirkulasi,
dimana inhibin tersebut akan bekerja dengan cara endokrin
klasik untuk menekan sekresi FSH oleh kelenjar pituitari,
sebuah metode pnting untuk memastikan adanya dominasi
sebuah folikel tunggal.
5. Dengan munculnya reseptor-reseptor LH, produksi inhibin
dapat dipertahankan seiring dengan beralihan produksi
inhibin menjadi dibawah kontrol LH.
6. Pada fase folikuler lanjut, maturasi akhir folikel untuk
menghasilkan tingkat steroidogenesis yang diinginkan dan
sebuah oosit dengan viabilitas terbaik memerlukan adanya
LH.
7. Semua fungsi dimodulasi oleh sekelompok growth factor, dan
IGF-II, khususnya, mungkin penting.

FOLIKEL PRAOVULATORIK
Sel-sel granulosa dalam folikel praovulatorik membesar dan
memperoleh inklusi lipid sedangkan teka mengalami vakuolisasi
dan sangat granuler, sehingga folikem praovulatorik tampak
hiperemik. Oosit melanjut mengalami miosis, mendekati akhir
pembelahan reduksinya.

Mendekati maturitas, folikel praovulatorik memproduksi jumlah


estrogen yang semakin banyak. Selam fase folikuler lanjut,
pertama-tama estrogen meningkat perlahan-lahan, dan kemudian
dengan cepat, mencapai pundak sekitar 24-36 jam sebelum
ovulasi. Onset peningkatan tajam LH terjadi saat kadar puncak
estradiol tercapai. Dalam menyediakan stimulus ovulatorik untuk

Regulation of the Menstrual Cycle


304

folikel terpilih, peningkatan tajam LH menutup nasib folikel-folikel


yang tersisa, dengan kadar estrogen dan FSH-nya yang lebih
rendah, dengan semakin meningkatkan superioritas androgen.

Dengan bekerja melalui reseptornya sendiri, LH mendorong


luteinisasi granulosa dalam folikel yang dominan dan
menyebabkan produksi progesteron. Reseptor LH, setelah
diekspresikan, menghambat pertumbuhan sel lebih lanjut dan
memfokuskan energi sel pada steroidogenesis (aksi yang diperbaiki
oleh IGF). Peningkatan dalam progesteron dalam dideteksi dalam
efluen venosa ovarium yang membawa folikel praovulatorik sedini
hari 10 siklus. Peningkatan kecil namun bermakna dalam produksi
progesteron pada masa praovulatorik ini memiliki arti fisologis
yang sangat penting. Sebelumnya munculnya progesteron folikuler
ini, kadar progesteron dalam sirkulasi diperoleh dari kelenjar
adrenal.

Reseptor-reseptor progesteron mulai tampak dalam sel-sel


granulose folikel dominan pada masa periovulatorik. Pandangan
tradisonal adalah bahwa reseptor-reseptor progesteron
diekspresikan sebagai respon terhadap estrogen melalui suatu
mekanisme yang dimediasi oleh estrogen-reseptor. Hal ini tidaklah
demikian dengan folikel ovarium primata. Data-data eksperimental
pada monyet memberi bukti yang baik bahwa LH merangsang
ekspresi reseptor-reseptor progesteron dalam sel-sel granulosa.
Data-data in vitro menggunakan sel-sel manusia menunjukkan
bahwa progesteron praovulatorik dan ekspresi reseptor-reseptor
progesteron secara langsung menghambat mitosis sel granulosa,
mungkin menjelaskan keterbatasan proliferasi sel granulosa saat
sel-sel ini memperoleh reseptor LH.

Regulation of the Menstrual Cycle


305

Progesteron mempengaruhi respon umpan balik positif terhadap


estrogen dengan cara yang bergantung pada waktu dan dosis. Jika
diberikan setelah pematangan estrogen yang adekua, progesteron
memfasilitasi respon umpan balik positif, dalam aksi langsung pada
pituitari, dan pada adaya kadar estradiol dibawah ambang batas
dapat menginduksi peningkatan tajam LH yang khas. Karena itu,
onset ovulasi yang mengejutkan kadang-kadang dapat dijumpai
pada wanita amenorik anovulatorik yang mendapat tes progestin.
Jika diberikan sebelum stimulus estrogen, atau dalam dosis tinggi
(mencapai kadar dalam darah lebih dari 2 ng/mL), progesteron
memblokade peningkatan tajam LH pada pertengahan siklus.

Progesteron dalam kadar rendah yang sesuai yang diperoleh dari


folikel yang mengalami maturasi ikut berperan bagi ketepatan
sinkronisasi peningkatan tajam pada pertengahan siklus.
Disamping kerja fasilitatoriknya pada LH, progesteron pada
pertengahan siklus sangat bertanggung-jawab untuk peningkatan
tajam LH. Aksi progesteron ini dapat dipandang sebagai satu
langkah lebih lanjut dalam memastikan selesainya kerja FSH pada
folikel, terutama memastikan bahwa sebuah komplemen penuh
reseptor-reseptor LH terdapa dalam lapisan granulosa. Dalam
situasi-situasi eksperimental tertentu, peningkatan estradiol secara
bertahap saja dapat memicu peningkatan tajam LH dan FSH yang
simultan, menunjukkan bahwa progesteron memang memperbaiki
efek estradiol tetapi tidak bersifat obligatorik. Namun demikian,
blokade sintesis atau aktivitas progesteron pada pertengahan
siklus pada monyet mengganggu proses ovulatorik dan luteinisasi.
Kerja estrogen dan progesteron ini memerlukan adanya kerja GnRH
yang kontinyu.

Regulation of the Menstrual Cycle


306

Masa praovulatorik dikaitkan dengan peningkatan kadar 17α-


hidroksiprogesteron dalam plasma. Steroid ini tampaknya tidak
memiliki peranan dalam regulasi siklus, dan keberadaannya dalam
darah hanya menggambarkan adanya sekresi suatu produk
intermediet. Namun demikian, steroid ini memberi sinyal bagi
stimulasi P450scc dan P450c17 oleh LH, aktivitas enzim yang
penting bagi produksi androgen teka, substrat untuk estrogen
granulosa. Setelah ovulasi, beberapa sel teka mengalami
luteinisasi sebagai bagian dari korpus luteum dan kehilangan
kemampuan untuk memproduksi androgen untuk aromatisasi
menjadi estrogen.

Jika folikel yang kurang berkembang gagal mencapai maturitas


penuh dan menjalani atresia, sel-sel teka kembali kepada asalnya
sebagai komponen dari jaringan stroma, namun mempertahankan
kemampuan untuk merespon kepada LH dengan aktivitas P450 dan
produksi steroid. Karena produk dari jaringan teka adalah
androgen, peningkatan jaringan stroma pada fase folikuler lanjut
dikaitkan dengan peningkatan kadar androgen dalam plasma
perifer pada pertengahan siklus. Terdapat peningkatan
androstenedion sebesar 15% dan testosteron sebesar 20%. Respon
ini ditingkatkan oleh peningkatan inhibin, yang diketahui akan
memperbaiki stimulasi produksi androgen oleh LH dalam sel-sel
teka.

Produksi androgen pada tahapan siklus ini mungkin memiliki dua


tujuan: (1) peranan lokal dalam ovarium untuk memperbaiki proses
atresia pada folikel-folikel yang kurang berkembang, dan (2) efek
sistemik untuk merangsang libido.

Regulation of the Menstrual Cycle


307

Androgen intraovarium mempercepat kematian sel granulosa dan


atresia folikuler. Mekanisme spesifik untuk hal ini tidak jelas,
namun adalah menarik untuk mencurigai adanya interferensi
dengan estrogen dan faktor-faktor autokrin-parakrn dalam
memperbaiki aktivitas FSH. Karena itu, androgen mungkin
memegang peranan regulatorik dalam memastikan bahwa hanya
folikel yang dominan saja yang mencapai ovulasi.

Telah diketahui dengan baik bahwa libido dapat dirangsang oleh


androgen. Jika peningkatan androgen pada pertengahan siklus
mempengaruhi libido, maka peningkatan aktivitas seksual harus
terjadi bersamaan dengan hal ini. Studi-studi awal gagal
menunjukkan pola konsisten dalam frekuensi koitus pada wanita
karena adanya efek inisiasi pasangan pria. Jika hanya perilaku
seksual yang diinisiasi oleh wanita yang dipelajari, dijumpai puncak
aktivitas seksual yang diinisiasi oleh wanita selama fase ovulatorik
siklus. Frekuensi koitus pasangan-pasangan yang telah menikah
juga tampak meningkat pada saat ovulasi. Karena itu, peningkatan
androgen pada pertengahan siklus dapat meningkatkan aktivitas
seksual pada saat dimana kemungkinan terjadinya kehamilan
paling besar.

Ringkasan Kejadian-kejadian Kunci dalam Folikel


Praovulatorik
1. Produksi estrogen menjadi cukup untuk mencapai dan
mempertahankan konsentrasi ambang batas perifer estradiol
yang diperlukan untuk menginduksi peningkatan tajam LH.

Regulation of the Menstrual Cycle


308

2. Dengan bekerja melalui reseptornya, LH menginisiasi


luteinisasi dan produksi progesteron dalam lapisan
granulosa.
3. Peningkatan progesteron praovulatorik memfasilitasi kerja
umpan balik positif estrogen dan mungkin diperlukan untuk
menginduksi pemuncakan FSH pada pertengahan siklus.
4. Terjadi peningkatan androgen lokal dan perifer pada
pertengahan siklus, derivat dari jaringan teka dari folikel-
folikel yang gagal dan kurang berkembang.

OVULASI
Folikel praovulatorik, melalui kerjasama estradiol, menyediakan
stimulus ovulatoriknya sendiri. Terdapat variasi yang cukup besar
dalam penentuan waktu dari siklus ke siklus, bahkan pada wanita
yang sama. Perkiraan yang masuk akal dan akurat menempatkan
ovulasi kurang lebih 10-12 jam setelah LH mencapai puncak dan
24-36 jam setelah kadar puncak estradiol tercapai. Onset
peningkatan tajam LH merupakan indikator yang paling dapat
diandalkan sebagai tanda adanya ovulasi yang akan segera terjadi,
yang terjadi 34-36 jam sebelum rupturnya folikel. Sebuah ambang
batas konsentrasi LH harus dipertahankan selama setidaknya 14-
27 jam agar maturasi penuh oosit dapat terjadi. Biasanya
peningkatan tajam LH berlangsung 48-50 jam.

Karena keseksamaan penentuan waktu yang terlibat dalam


program-program fertilisasi in vitro, kami memiliki sejumlah data
yang menarik. Peningkatan tajam LH cenderung terjadi pada
sekitar jam 3.00 pagi, dimulai antara tengah malam dan ja, 8.00
pagi, pada lebih dari dua pertiga wanita. Ovulasi terjadi terutama
pada pagi hari selama Musing Semi, dan tertuama pada malam

Regulation of the Menstrual Cycle


309

hari selama Musim Gugur dan Musin Dingin. Dari bulan Juli sampai
Februai di Belahan Bumi Utara, sekitar 90% wanita mengalami
ovulasi antara jam 4.00 dan jam 7.00 malam; selama Musim Semi,
50% wanita mengalami ovulasi antara tengah malah dan jam 11.00
pagi. Kebanyakan studi telah menyimpulkan bahwa ovulasi terjadi
lebih sering (hampir 55%) pada ovarium kanan dibandingkan
ovarium kiri, dan oosit dari ovarium kanan memiliki potensi
kehamilan lebih tinggi. Sisi mana yang mengalami ovulasi tidak
mempengaruhi karakteristik siklus, tetapi siklus dengan fase
folikuler pendek cenderung diikuti oleh ovulasi kontralateral, dan
ovulasi terjadi secara acak setelah siklus dengan fase folikuler
panjang. Ovulasi yang terjadi bergantian antara kedua ovarium
merupakan hal yang mendominasi siklus pada wanita-wanita yang
lebih muda, tetapi setelah usia 30 tahun ovulasi terjadi lebih sering
dari ovarium yang sama; namun, selama masa reproduktif lebih
banyak ovulasi yang terjadi dari ovarium kanan. Kehamilan lebih
besar kemungkinannya terjadi pada ovulasi kontralateral daripada
ovulasi ipsilateral, dan ovuilasi ipsilateral meningkat dengan
pertambahan usia dan berkurangnya fertilitas.

Regulation of the Menstrual Cycle


310

Peningkatan tajam gonadotropin merangsang sejumlah kejadian


yang akhirnya menyebabkan ovulasi, pelepasn fisik oosit dan
massa kumulus sel-sel granulosanya. Ini bukan merupakan
kejadian yang eksplosif; karena itu, harus terjadi suatu seri
perubahan kompleks yang menyebabkan maturasi akhir oosit dan
dekomposisi lapiran kolagenosa dari dinding folikuler.

Peningkatan tajam LH menginisiasi myosin dalam oosit (miosis


tidaklah selesai dampai sperma telah masuk dan badan polar
kedua dilepaskan), luteinisasi sel-sel granulosa, ekspansi kumulus,
dan sintesis prostaglandin dan eikosanoid-eikosanoid lain yang
penting untuk ruptur folikel. Maturasi oosit dan luteinisasi yang
prematur dicegah oleh faktor-faktor lokal. Aktivitas siklik AMP yang
diinduksi oleh LH dapat mengatasi kerja inhibitorik lokal dari
inhibitor maturasi oosit (OMI) dan inhibitor luteinisasi (LI). LI dapat
berupa endotelin-1, suatu produk dari sel-sel endotel vaskuler. OMI
berasal dari sel-sel granulosa, dan aktivitasnya bergantung pada

Regulation of the Menstrual Cycle


311

kumulus ooforus yang intak. Aktivin juga menekan produksi


progesteron oleh sel-sel luteal, memberikan sebuah cara lain untuk
mencegah luteinisasi prematur.
Terdapat banyak sekali bukti bahwa oosit memiliki kontrol
terhadap fungsi granulosa. Kumulus ooforus berbeda dari sel-sel
granulosa lain, yaitu tidak memiliki reseptor LH dan tidak
memproduksi progesteron. Ekspresi reseptor LH yang diinduksi
oleh FSH dalam sel-sel granulosa yang saling berkaitan mengalami
supresi oleh oosit. Oosit memungkinkan sel-sel kumulus untuk
merespon kepada perubahan-perubahan fisik dan biokimiawi yang
diinduksi oleh gonadotropin tidak lama sebelum ovulasi. Faktor-
faktor lokal yang menceagh maturasi oosit dan luteinisasi
premature mungkin berada dibawah kontrol oosit.

Dengan peningkatan tajam LH, kadar progesteron dalam folikel


terus meningkat sampai terjadi ovulasi. Peningkatan progresif
dalam kadar progesteron ini dapat bertindak menghentikan
peningkatan tajam LH saat dikeluarkannya efek umpan balik
negatif pada konsentrasi yang lebih tinggi. Disamping efek
sentralnya, progesteron meningkatkan distensibilitas dinding
folikel. Perubahan sifat elastis dinding folikel diperlukan untuk
menjelaskan peningkatan cepat volume cairan folikuler, yang
terjadi segera sebelum ovulasi, tanpa disertai oleh perubahan
bermakna dalam tekanan intrafolikuler. Lepasnya ovum dikaitkan
dengan perubahan-perubahan degeneratif kolagen dalam dinding
folikuler sehingga tidak lama sebelum ovulasi dinding folikel
menjadi tipis dan teregang. FSH, LH, dan progesteron merangsang
aktivitas enzim-enzim proteolitik, mengakibatkan digesti kolagen
dalam dinding folikuler dan meningkatkan distensibilitas dinding
folikuler. Peningkatan tajam gonadotropin juga melepaskan

Regulation of the Menstrual Cycle


312

histamin, dan histamin saja dapat menginduksi ovulasi pada


beberapa model percobaan.

Enzim-enzim proteolitik diaktivasi dalam urutan yang teratur. Sel-


sel granulosa dan teka memproduksi aktivator plasminogen
sebagai respon terhadap peningkatan tajam gonadotropin.
Plasminogen diaktivasi oleh salah satu dari dua aktivator
plasminogen: aktivator plasminogen tipe jaringan dan aktivator
plasminogen tipe urokinase. Aktivator-aktivator ini dikode oleh gen-
gen yang terpisah dan diatur juga oleh inhibitor.

Aktivator plasminogen yang diproduksi oleh sel-sel granulosa


mengaktivasi plasminogen dalam cairan folikuler untuk
memproduksi plasmin. Selanjutnya, plasmin memproduksi
kolagenase aktif untuk memecah dinding folikuler. Pada model
hewan coba tikus, sintesis aktivator plasminogen dipicu oleh
stimulasi LH (maupun growth factor dan FSH), sedangkan sintesis
inhibitor plasminogen menurun. Karenanya, sebelum dan setelah
ovulasi, aktivitas inhibitor tinggi, tetapi pada saat ovulasi, aktivitas
aktivator tinggi dan inhibitor berada pada nadirnya. Regulasi
molekuler dari faktor-faktor ini diperlukan untuk terjadinya
koordinasi yang menyebabkan ovulasi. Sintesis aktivator
plasminogen dalm sel-sel granulosa diekspresikan hanya pada
tahap praovulatorik yang tepat sebagai respon terhadap LH. Sistem
inhibitor, yang sangat aktif dalam sel-sel teka dan sel-sel
interstisial, mencegah tidak tepatnya aktivasi plasminogen dan
disrupsi folikel-folikel yang sedang bertumbuh. Sistem inhibitor
telah terbukti terdapat dalam sel-sel granulosa manusia dan cairan
folikuler praovulatorik dan responsif terhadap substansi-substansi
parakrin, epidermal growth factor, dan interleukin-1β. Pergerakan

Regulation of the Menstrual Cycle


313

folikel yang akan mengalami ovulasi menuju ke permukaan


ovarium penting dalam hal bahwa permukaan folikel yang terpapar
sekarang rentan terhadap ruptur karena terpisah dari sel-sel yang
kaya akan sistem inhibitor plasminogen. Ovulasi terjadi akibat
digesti proteolitik apeks folikuler, sebuah daerah yang disebut
stigma.

Pada tikus, gen yang mengkode aktivator plasminogen


mengandung sebuah regio promoter yang memiliki beberapa
sekuens untuk faktor-faktor transkripsi yang elah diketahui, seperti
elemen responsif siklik AMP (CRE). Aktivasi CRE ini (yang
melibatkan protein pengikat CRE) memerlukan stimulasi FSH.
Karenanya, kedua gonadotropin tersebut tampaknya terlibat dalam
proses ini.

Prostaglandin seri E dan F dan eikosanoid-eikosanoid lain (terutama


HETE, ester metil asam hidroksieikotetraenoat) menunjukkan
peningkatan nyata dalam cairan folikuler praovulatorik, mencapai
konsentrasi puncak saat ovulasi. Sintesis prostaglandin dirangsang
oleh interleukin-1β, sehingga mengimplikasikan sitokin ini dalam
ovulasi. Inhibisi sintesis produk-produk ini dari asam arakidonat
memblokade rupturnya folikel tanpa mempengaruhi proses-proses
lain yang diinduksi oleh LH yaitu luteinisasi, steroidogenesis, dan
maturasi oosit. Prostaglandin dapat bekerja membebaskan enzim-
enzim proteolitik dalam dinding folikuler, dan HETE dapat
mendorong angiogenesis dan hiperemi (suatu respon yang
menyerupai inflamasi). Prostaglandin juga dapat menyebabkan
kontraksi otot polos yang pernah diidentifikasikan dalam ovarium,
sehingga membantu penonjolan massa oosit-sel kumulus. Peranan
prostaglandin ini telah diketahui dengan sangat baik

Regulation of the Menstrual Cycle


314

sehingga pasien-pasien dengan infertilias harus disarankan


untuk menghindari penggunaan obat-obatan yang
menghambat sintesis prostaglandin.

Sejumlah besar lekosit masuk kedalam folikel sebelum ovulasi.


Netrofil merupakan gambaran menonjol dalam kompartemen teka
dari folikel-folikel sehat maupun folikel-folikel antral atretik.
Akumulasi lekosit dimediasi oleh mekanisme kemotaktik dari
sistem interleukin. Sel-sel imun ini mungkin ikut menyumbang
untuk terjadinya perubahan-perubahan seluler yang dikaitkan
dengan ovulasi, fungsi korpus luteum, dan apoptosis.

Kadar estradiol menurun saat LH mencapai puncaknya. Ini mungkin


merupakan akibat dari down-regulasi LH terhadap reseptor-
reseptornya sendiri pada folikel. Jaringan teka yang berasal dari
folikel-folikel antral yang sehat menunjukkan supresi
steroidogenesis yang nyata saat dipaparkan terhadap LH dalam
kadar tinggi, sedangkan pemaparan terhadap kadar rendah
merangsang produksi steroid. Rendahnya kadar progesteron pada
pertengahan siklus menyebabkan aksi inhibitorik pada multiplikasi

Regulation of the Menstrual Cycle


315

sel granulosa lebih lanjut, dan penurunan estrogen mungkin juga


mencerminkan peranan folikuler lokal dari progesteron ini.
Akhirnya, estrogen dapat menyebabkan efek inhibitorik pada
P450c17, sebuah aksi langsung pada gen yang tidak dimediasi oleh
reseptor.

Sel-sel granulosa yang melekat pada membran basement dan


mengelilingi folikel menjadi sel-sel luteal. Sel-sel granulosa
kumulus melekat pada oosit. Pada tikus, sel-sel kumulus secara
metabolik berkaitan dengan oosit dan merespon kepada
peningkatan tajam FSH dengan mensekresi asam hialuronat, yang
menyebabkan dispersi sel-sel kumulus sebelum ovulasi. Respon
asam hialuronat ini bergantung pada dipertahankannya kaitan
dengan oosit, menunjukkan adanya sekresi suatu faktor
pendukung. Oosit lebih lanjut mensekresi faktor-faktor yang
mendorong proliferasi sel granulosa dan mempertahankan
organisasi struktural folikel. Proliferasi sel-sel kumulus ditekan oleh
FSH, sebaliknya FSH merangsang proliferasi sel granulosa mural,
didukung oleh faktor atau faktor-faktor oosit.

Pemuncakan FSH, sebagian dan mungkin benar-benar bergantung


pada peningkatan progesteron praovulatorik, memiliki beberapa
fungsi. Produksi aktivator plasminogen sensitif terhadap FSH
maupun LH. Ekspansi dan dispersi sel-sel kumulus memungkinkan
massa oosit-sel kumulus berenang bebas dalam cairan antral tepat
sebelum folikel pecah. Proses ini melibatkan deposisi matriks asam
hialuronat, yang sintesisnya dirangsang oleh FSH. Akhirnya,
pemuncakan FSH yang adekuat memastikan adanya komplemen
reseptor LH yang adekuat pada lapisan granulosa. Harus dicatat
bahwa fase luteal yang memendek atau inadekuat dijumpai pada

Regulation of the Menstrual Cycle


316

siklus-siklus dimana FSH terdapat dalam kadar rendah atau


mengalami supresi selektif kapanpun selama fase folikuler.

Mekanisme yang menghentikan peningkatan tajam LH tidak


diketahui. Dalam beberapa jam setelah peningkatan LH, terdapat
penurunan mendadak kadar estrogen dalam sirkulasi. Penurunan
LH dapat disebabkan oleh hilangnya kerja stimulatorik positif dari
estradiol atau oleh peningkatan umpan balik negatif dari
progesteron. Penurunan kadar LH secara mendadak juga dapat
mencerminkan deplesi kandungan LH dalam pituitari karena down-
regulasi reseptor-reseptor GnRH, baik karena perubahan dalam
frekuensi pulsasi GnRH atau karena perubahan dalam kadar
steroid. LH mungkin lebih lanjut dikontrol oleh umpan balik
negatif “pendek” dari LH pada hipotalamus. Supresi langsung
yang disebabkan oleh LH pada produksi hypothalamic-releasing
hormone pernah ditunjukkan. Namun, pada domba, peningkatan
tajam LH berakhir sebelum sinyal-sinyal GnRH mulai menurun.
Sebuah kemungkinan lain telah diajukan, yaitu suatu faktor
penghambat peningkatan tajam gonadotropin (GnSIF) yang berasal
dari ovarium. GnSIF diproduksi dalam sel-sel granulosa dibawah
kontrol FSH dan mencapai kadar puncak dalam sirkulasi pada fase
midfolikuler. Peranan utamanya dianggap adalah untuk mencegah
luteinisasi prematur. Besar kemungkinannya bahwa kombinasi
semua pengaruh ini menyebabkan penurunan cepat dalam sekresi
gonadotropin.

Banyaknya kontribusi progesteron bagi ovulasi ditonjolkan oleh


hasil-hasil percobaan-percobaan pada monyet. Supresi
steroidogenesis pada pertengahan siklus mencegah ovulasi, tetapi
tidak mencegah berlanjutnya kembali miosis oosit. Pemberian

Regulation of the Menstrual Cycle


317

agonis progestin pada model eksperimental ini mengembalikan


ovulasi.

Peningkatan tajam gonadotropin yang adekuat tidak memastikan


terjadinya ovulasi. Folikel harus berada pada tahap kematangan
yang tepat agar dapat merespon kepada rangsang ovulatorik.
Dalam siklus normal, pelepasan gonadotropin dan maturasi akhir
folikel terjadi bersamaan karena penentuan waktu peningkatan
tajam gonadotropin dikontrol oleh kadar estradiol, yang sebaliknya
merupakan fungsi dari pertumbuhan dan maturasi folikuler. Karena
itu, pelepasan gonadotropin dan maturasi morfologis biasanya
terkoordinasi dan terjadi bersamaan. Pada mayoritas siklus
manusia, hubungan umpan balik yang diperlukan dalam sistem ini
hanya memungkinkan satu folikel mencapai titik ovulasi. Kelahiran
multipel nonidentik dapat, sebagian, mencerminkan kemungkinan
statistik acak dari adanya lebih dari satu folikel yang memenuhi
persyaratan untuk ovulasi.

Ringkasan Kejadian-kejadian Ovulatorik Kunci


1. Peningkatan tajam LH menginisiasi berlanjutnya miosis
dalam oosit, luteinisasi granulosa, dan sintesis progesteron
dan prostaglandin dalam folikel.
2. Progesteron memperbaiki aktivitas enzim-enzim proteolitik
yang, bersama dengan prostaglandin, bertanggung-jawab
untuk digesti dan ruptur dinding folikuler.
3. Peningkatan FSH pada pertengahan siklus yang dipengaruhi
oleh progesteron bertindak membebaskan oosit dari
perlekatan folikuler, untuk mengubah plasminogen menjadi
enzim proteolitik, plasmin, dan untuk memastikan adanya

Regulation of the Menstrual Cycle


318

cukup reseptor LH untuk memungkinkan terjadinya fase


luteal normal yang adekuat.

FASE LUTEAL
Sebelum terjadinya ruptur folikel dan pelepasan ovum, sel-sel
granulosa mulai bertambah besar dan memiliki gambaran
bervakuolisasi yang dikaitkan dengan akumulasi pigmen kuning,
lutein, yang mendapatkan namanya dari proses luteinisasi dan
subunit anatomis, korpus luteum. Selama 3 hari pertama setelah
ovulasi, sel-sel granulosa terus membesar. Disamping itu, sel-sel
teka lutein dapat berdiferensiasi dari teka dan stroma disekitarnya
untuk menjadi bagian dari korpus luteum. Disolusi lamina basalis
dan vaskularisasi dan luteinisasi cepat menyebabkan sulitnya
membedakan asal sel-sel spesifik.

Kapiler-kapiler mulai menembus kedalam lapisan granulosa setelah


berhentinya peningkatan tajam LH, mencapai kavitas sentral, dan
seringkali mengisi ruang tersebut dengan darah. Angiogenesis
merupakan gambaran penting dari proses luteinisasi, suatu respon
terhadap LH yang dimediasi oleh growth factor seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan angiopoietin yang diproduksi
dalam sel-sel granulosa luteinisasi. Pada fase luteal dini,
angiogenesis menyertai peningkatan ekspresi VEGF, disertai
dengan stabilisasi pertumbuhan pembuluh darah yang
dipertahankan oleh angiopoietin-1 yang berikatan dengan reseptor
Tie-2 endotel. Dengan regresi korpus luteum, ekspresi VEGF dan
angiopoietin-1 menurun sehingga memungkinkan lebih besarnya
pendudukan reseptor Tie-2 oleh angiopoietin-2, menyebabkan
peluruhan vaskuler yang menyertai luteolisis.

Regulation of the Menstrual Cycle


319

Pada hari 8 atau 9 setelah ovulasi, tercapai puncak vaskularisasi,


dikaitkan dengan kadar puncak progesteron dan estradiol dalam
darah. Korpus luteum merupakan salah satu struktur dengan aliran
darah tertinggi tiap unit massa dalam tubuh. Kadang-kadang,
pertumbuhan pembuluh darah kedalam dan perdarahan ini
menyebabkan perdarahany yang tidak diketahui dan menjadi
kedaruratan bedah akut yang dapat terjadi kapan saja selama fase
luteal. Memang, ini merupakan resiko klinis yang bermakna pada
wanita-wanita yang mendapat antikoagulan; wanita-wanita
demikian harus mendapat medikasi untuk mencegah ovulasi.

Fungsi luteal normal memerlukan perkembangan folikuler


praovulatorik yang optimal. Supresi FSH selama fase folikuler
dikaitkan dengan kadar estradiol praovulatorik yang lebih rendah,
penekanan produksi progesteron pada fase midluteal, dan
penurunan massa sel luteal. Bukti eksperimental mendukung
pendapat bahwa akumulasi reseptor LH selama fase folikuler telah
menentukan terlebih dahulu sejauh mana luteinisasi dan kapasitas
fungsional selanjutnya dari korpus luteum. Keberhasilan konversi
granulosa avaskuler fase folikuler menjadi jaringan luteal
tervaskularisasi juga memiliki arti penting. Karena produksi steroid
bergantung pada transpor kolesterol oleh lipoprotein densitas

Regulation of the Menstrual Cycle


320

rendah (LDL), vaskularisasi lapisan granulosa penting untuk


memungkinkan LDL-kolesterol mencapai sel-sel luteal untuk
menyediakan cukup substrat bagi produksi progesteron. Salah satu
tugas penting LH adalah untuk mengatur pengikatan reseptor LDL,
internalisasi, dan pemrosesan pasca reseptor; induksi ekspresi
reseptor LDL terjadi dalam sel-sel granulosa selama tahap dini
luteinisasi sebagai respon terhadap peningkatan tajam LH pada
pertengahan siklus. Mekanisme ini menyediakan kolesterol bagi
mitokondria untuk dipergunakan sebagai blok pembangun dasar
dalam steroidogenesis.

Waktu hidup dan kapasitas steroidogenik korpus luteum


bergantung pada sekresi LH tonik yang kontinyu. Studi-studi pada
wanita-wanita yang telah menjalani hipofisektomi telah
menunjukkan bahwa fungsi korpus luteum normal memerlukan
keberadaan sejumlah kecil LH secara kontinyu. Ketergantungan
korpus luteum pada LH lebih lanjut didukung oleh luteolisis yang
segera terjadi setelah pemberian agonis atau antagonis GnRH atau
withdrawal GnRH saat ovulasi telah diinduksi oleh pemberian GnRH
pulsatil. Tidak ada bukti bhwa hormon-hormon luteotropik lain,
seperti prolaktin, memegang peranan selama siklus menstruasi
pada primata.

Korpus luteum tidaklah homogen. Disamping sel-sel luteal,


terdapat juga sel-sel endotel, lekosit, dan fibroblas. Sel-sel
nonsteroidogenik membentuk sebagian besar (70-85%) dari
seluruh populasi sel. Sel-sel imun lekosit memproduksi beberapa
sitokin, termasuk interleukon-1β dan faktor nekrosis tumor-α.
Banyaknya lekosit yang berbeda dalam korpus luteum juga
merupakan sumber yang kaya untuk enzim-enzim sitolitik,

Regulation of the Menstrual Cycle


321

prostaglandin, dan growth factor yang terlibat dalam angiogenesis,


steroidogenesis, dan luteolisis.

Korpus luteum merupakan salah satu contoh terbaik dari


komunikasi dan komunikasi silang dalam biologi. Sebagai contoh,
sel-sel endotel menyumbangkan senyawa-senyawa vasoaktif, dan,
sebaliknya, sel-sel steroidogenik menyumbangkan faktor-faktor
yang mempengaruhi angiogenesis. Fungsi harmonis sistem ini
menunjukkan proporsi yang berkebalikan dengan kompleksitasnya.
Sel-sel endotel merupakan sekitar 50% sel dalam sebuah korpus
luteum matur. Seperti pada bagian tubuh manapun, sel-sel endotel
berpartisipasi dalam reaksi imun dan fungsi endokrin. Sel-sel
endotel merupakan sumber endotelin-1, yang diekspresikan
sebagai respon terhadap perubahan-perubahan dalam aliran
darah, tekanan darah, dan tekanan oksigen. Studi-studi telah
menunjukkan bahwa endotelin-1 mungkin merupakan mediator
luteolisis.

Bahkan populasi sel luteal tidaklah homogen, terdiri dari


setidaknya dua tipe sel yang berbeda, sel-sel besar dan kecil.
Beberapa ahli percaya bahwa sel-sel besar berasal dari sel-sel
granulosa dan sel-sel kecil berasal dari sel-sel teka. Sel-sel kecil
merupakan sel yang paling banyak. Walaupun terdapat fakta
bahwa steroidogenesis yang lebih besar terjadi pada sel-sel besar,
adalah sel-sel kecil yang mengandung reseptor LH dan hCG. Tidak
adanya reseptor LH/hCG pada sel-sel besar, yang diperkirakan
berasal dari sel-sel granulosa yang memperoleh reseptor LH pada
fase folikuler lanjut, memerlukan penjelasan. Mungkin sel-sel besar
berfungsi maksimal dengan reseptor benar-benar terduduki dan
fungsional, atau karena komunikasi antarsel melalui gap junction,

Regulation of the Menstrual Cycle


322

sel-sel besar tidak memerlukan dukungan gonadotropin langsung.


Karenanya, sel-sel besar dapat berfungsi pada kadar tinggi,
dibawah kontrol faktor-faktor regulatorik yang berasal dari sel-sel
kecil sebagai respon terhadap gonadotropin. Disamping itu, fungsi
secara umumnya dipengaruhi oleh sinyal-sinyal autokrin-parakrin
dari sel-sel endotel dan sel-sel imun.

Sel-sel luteal besar memproduksi peptoda (oksitosin, relaksin,


inhibin, dan growth factor lain) dan lebih aktif dalam
steroidogenesis, dengan aktivitas aromatase lebih besar dan lebih
banyak sintesis progesteron daripada sel-sel kecil. Sel-sel
granulosa manusia (telah mengalami luteinisasi saat diperoleh dari
pasien-pasien yang menjalani fertilisasi in vitro) mengandung
mRNA P450c17 dalam jumlah minimal. Hal ini konsisten dengan
penjelasan dua-sel, yang menugaskan produksi androgen (dan
P450c17) pada sel-sel yang berasal dari sel-sel teka. Dengan
luteinisasi, ekspresi P450scc dan 3β-hidroksisteroid dehidrogenase
mengalami peningkatan nyata seperti yang diperkirakan, untuk
menjelaskan peningkatan produksi progesteron, dan terus
diekspresikannya mRNA untuk enzim-enzim ini memerlukan LH.
Tentu saja sistem aromatase (P450arom) tetap aktif dalam sel-sel
granulosa luteinisasi.

Regulation of the Menstrual Cycle


323

Kadar progesteron normalnya meningkat tajam setelah ovulasi,


mencapai puncak sekitar 8 hari setelah peningkatan tajam LH.
Inisiasi pertumbuhan folikuler baru selama fase luteal dihambat
oleh rendahnya kadar gonadotropin akibat aksi umpan balik negatif
estrogen, progesteron, dan inhibin-A. Dengan muncuilnya reseptor-
reseptor LH pada se-sel granulosa dari folikel yang dominan dan
perkembangan folikel selanjutnya menjadi korpus luteum, ekspresi
inhibin akan berada dibawah kontrol LH, dan ekspresi akan
berubah dari inhibin-B menjadi inhibin-A. kadar inhibin-A dalam
sirkulasi mengalami peningkatan pada fase folikuler lanjut untuk

Regulation of the Menstrual Cycle


324

mencapai kadar puncak pada fase midluteal. Karena itu, inhibin-A


ikut menyumbang untuk terjadinya supresi FSH mencapai kadar
nadir selama fase luteal, dan untuk terjadinya perubahan-
perubahan pada saat transisi fase luteal-fase folikuler.

Sekresi progesteron dan estradiol selama fase luteal bersifat


episodik, dan perubahan-perubahan yang terjadi berkorelasi erat
dengan pulsasi LH. Karena sekresi episodik inilah, kadar
progesteron yang relatif rendah pada fase midluteal, yang oleh
beberapa ahli dianggap menunjukkan fase luteal yang inadekuat,
dapat dijumpai dalam perjalanan fase luteal yang benar-benar
normal.

Dalam siklus normal jangka waktu dari peningkatan tajam LH pada


pertengahan siklus sampai terjadinya menstruasi selalu kurang
lebih 14 hari. Untuk tujuan praktis, fase luteal yang berlangsung
antara 11 dan 17 hari dapat dianggap normal. Insiden fase luteal
pendek adalah sekitar 5-6%. Telah diketahui dengan baik bahwa
variabiltas besar dalam panjang siklus antar wanita disebabkan
oleh bervariasinya jumlah hari yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan maturasi folikuler pada fase folikuler. Fase luteal tidak dapat
diperpanjang tanpa batas tertentu bahkan dengan terus
menambah paparan LH, ini menunjukkan bahwa kerusakan korpus
luteum disebabkan oleh mekanisme luteolitik aktif.

Korpus luteum segera menurun 9-11 hari setelah ovulasi, dan


mekanisme denegerasinya masih belum diketahui. Pada spesies-
spesies mamalia nonprimata tertentu, sebuah faktor luteolitik yang
berasal dari dalam uterus (prostaglandin F2α) mengatur masa hidup
korpus luteum. Belum ada faktor luteolitik pasti yang telah

Regulation of the Menstrual Cycle


325

diidentifikasi dalam siklus menstruasi primata, dan pengangkatan


uterus pada primata tidak mempengaruhi siklus ovarium. Regresi
morfologis sel-sel luteal dapat diinduksi oleh estradiol yang
diproduksi oleh korpus luteum. Peningkatan prematur kadar
estradiol dalam sirkulasi pada fase luteal dini menyebabkan
penurunan segera konsentrasi progesteron. Injeksi langsung
estradiol kedalam ovarium yang membawa korpus luteum
menginduksi luteolisis sementara perlakuan yang sama pada
ovarium kontralateral tidak menimbulkan efek apapun. Aksi
estrogen ini mungkin dimediasi oleh nitrit oksida. Nitrit oksida
merangsang sintesis prostaglandin luteal dan menurunkan
produksi progesteron. Nitrit oksida dan hCG memilki kerja yang
berlawan dalam korpus luteum manusia; nitrit oksida dikaitkan
dengan apoptosis sel-sel luteal. Namun, sinyal akhir untuk luteolisis
adalah prostaglandin F2α, yang diproduksi dalam ovarium sebagai
respon terhadap estrogen luteal disintesis secara lokal. Ada satu
kemungkinan lain mengenai peranan estrogen yang diproduksi
oleh korpus luteum. Dengan melihat kebutuhan estrogen untuk
sintesis reseptor progesteron dalam endometrium, estrogen fase
luteal mungkin diperlukan untuk memungkinkan terjadinya
perubahan-perubahan yang diinduksi oleh progesteron dalam
endometrium setelah ovulasi. Kandungan reseptor progesteron
yang inadekuat karena pematangan estrogen yang inadekuat
merupakan suatu kemungkinan mekanisme lain untuk terjadinya
infertilitas atau abortus ini, suatu bentuk lain defisiensi fase luteal.

Bukti eksperimental menunjukkan bahwa dampak luteolitik


prostaglandin F2α sebagian dimediasi oleh endotelin-1.
Prostaglandin F2α merangsang sintesis endotelin; endotelin-1
menghambat steroidogenesis luteal, dan sebaliknya, endotelin-1

Regulation of the Menstrual Cycle


326

merangsang produksi prostaglandin dalam sel-sel luteal. Disamping


itu, endotelin-1 merangsang pelepasan faktor nekrosis tumor-α,
suatu growth factor yang diketahui menginduksi apoptosis.

Korpus luteum melibatkan interaksi seluler yang memerlukan


kontak sel-dengan-sel. Gap junction merupakan gambaran
menonjol dari sel-sel luteal, seperti juga dalam folikel sebelum
ovulasi. Jika berbagai tipe sel korpus luteum dipelajari bersama-
sama, performanya berbeda dibandingkan dengan studi-studi tipe-
tipe sel tunggal, steroidogenesis yang lebih besar lebih mendekati
fungsi total korpus luteum. Diyakini bahwa komunikasi dan
pertukaran sinyal terjadi melalui struktur gap junction, ini
menjelaskan bagaimana sel-sel kecil merespon kepada LH dan
hCG, tetapi sel-sel besar merupakan tempat utama
steroidogenesis. Regulasi sistem gap junction dipengaruhi oleh
oksitosin, ini merupakan peranan parakrin oksitosin dalam korpus
luteum.

Jika ovulasi diinduksi dengan pemberian GnRH, kerusakan fase


luteal normal tetap erjadi walaupun tidak ada perubahan
pelakukan, hal ini membantah pendapat mengenai perubahan LH
sebagai mekanisme luteolitik. Disamping itu, afinitas pengikatan
reseptor LH tidak mengalami perubahan sepanjang fase luteal;
karenanya penurunan steroidogenesis pasti mencerminkan
deaktivasi sistem (sehingga menyebabkan korpus luteum refrakter
terhadap LH), mungkin melalui uncoupling sistem adenilat siklase
protein G. Hal ini didukung oleh studi-studi pada monyet dimana
perubahan frekuensi atau amplitudo pulsasi LH tidak menyebabkan
luteolisis.

Regulation of the Menstrual Cycle


327

Proses luteolisis melibatkan enzim-enzim proteolitik, terutama


matriks metaloproteinase (MMP). Enzim-enzim ini berada dibawah
kontrol inhibitorik oleh inhibitor jaringan metaloproteinase (TIMP)
yang disekresi oleh sel-sel luteal steroidogenik, dan karena kadar
TIMP tidak mengalami perubahan dalam jaringan luteal sampai
akhir fase luteal, luteolisis dianggap melibatkan penigkatan
langsung ekspresi MMP. Sebuah bagian penting dari misi human
chorionic gonadotropin (hCG) (salah satu cara penghindaran
apoptosis) adalah untuk mencegah peningkatan ekspresi MMP ini.
para peneliti lain telah mengindikasikan bahwa hCG dapat
meningkatkan produksi TIMP, dan hal ini akan menghambat
aktivitas MMP dan luteolisis. Disamping itu, ovarium manusia
mengandung sistem interleukin-1 lengkap, sehingga menyediakan
sebuah sumber lain untuk enzim-enzim sitolitik.

Survival korpus luteum dapat diperpanjang dengan munculnya


suatu stimulus baru dengan intensitas yang meningkat cengan
cepat, yaitu hCG. Stimulus baru ini pertama kali muncul pada
puncak perkembangan korpus luteum (9-13 hari setelah ovulasi),
tepat pada waktunya untuk mencegah regresi luteal. hCG
bertindak mempertahankan steroidogenesis vital korpus luteum
sampai kurang lebih minggu kesembilan atau kesepuluh masa
gestasi, pada saat mana steroidogenesis plasenta telah terjadi.
Pada sejumlah kehamilan steroidogenesis plasenta telah terjadi
pada minggu ketujuh. Disamping itu, penyelamatan korpus luteum
oleh kehamilan dini dengan hCG dikaitkan dengan pemeliharaan
sistem vaskuler (bukan pertumbuhan pembuluh darah baru), suatu
proses yang bergantung pada faktor-faktor angiogenik VEGF dan
angiopoietin-2.

Regulation of the Menstrual Cycle


328

Berlainan dengan pola bifasik yang ditunjukkan oleh kadar


progesteron dalam sirkulasi (penurunan setelah ovulasi dan
kemudian puncak baru yang lebih tinggi pada fase midluteal),
kadar mRNA untuk kedua enzim utama yang terlibat dalam sintesis
progesteron (pembelahan rantai samping kolesterol dan 3β-
hidroksisteroid dehidrogenase) mencapai maksimal pada saat
ovulasi dan menurun sepanjang fase luteal. Hal ini menunjukkan
bahwa masa hidup korpus luteum ditentukan pada saat ovulasi,
dan regresi luteal tidak dapat dihindari kecuali korpus luteum
diselamatkan oleh hCG kehamilan. Karena itu, primata telah

Regulation of the Menstrual Cycle


329

mengembangkan sebuah sistem yang memerlukan


penyelamatan korpus luteum, berlawanan dengan binatang-
binatang yang lebih rendah yang menggunakan mekanisme
yang secara aktif menyebabkan kerusakan korpus luteum
(luteolisis).

Ringkasan Kejadian-kejadian Kunci pada Fase Luteal


1. Fungsi luteal normal memerlukan perkembangan folikuler
praovulatorik yang optimal (terutama stimulasi FSH yang
adekuat) dan adanya dukungan FSH tonik secara kontinyu.
2. Fase luteal dini ditandai oleh angiogenesis aktif yang
dimediasi oleh VEGF. Pertumbuhan pembuluh darah baru
diatur oleh angiopoietin-1 yang bekerja melalui reseptornya
yaitu Tie-2 pada sel-sel endotel. Regresi korpus luteum
dikaitkan dengan penurunan ekspresi VEGF dan angiopoietin-
1 dan peningkatan aktivitas angiopoietin-2.
3. Progesteron, estradiol, dan inhibin-A bekerja secara sentral
untuk menekan gonadotropin dan pertumbuhan folikuler
baru.
4. Regresi korpus luteum dapat melibatkan kerja luteolitik dari
produksi estrogennya sendiri, dimediasi oleh perubahan
dalam konsentrasi prostaglandin lokal dan melibatkan nitrit
oksida, endotelin, dan faktor-faktor lain.
5. Pada masa-masa awal kehamilan, hCG menyelamatkan
korpus luteum, mempertahankan fungsi luteal sampai
steroidogenesis plasenta telah terjadi.

TRANSISI LUTEAL-FOLIKULER
Intveral antara penurunan produksi estradiol dan progesteron pada
fase luteal lanjut sampai seleksi folikel yang dominan merupakan

Regulation of the Menstrual Cycle


330

waktu yang penting dan menentukan, ditandai oleh terjadinya


menstruasi, tetapi yang tidak terlalu jelas dan sangat penting
adalah perubahan-perubahan hormon yang menginisiasi siklus
berikutnya. Faktor-faktor yang penting itu mencakup GnRH, FSH,
LH, estradiol, progesteron, dan inhibin.

Dengan mengingat pentingnya peranan aksi yang dimediasi oleh


FSH pada sel-sel granulosa, adalah tepat bahwa penarikan folikel
baru yang sedang mengalami ovulasi diatur oleh peningkatan
selektif FSH yang dimulai sekitar 2 hari sebelum onset menstruasi.
Dengan menggunakan bioassay FSH yang sensitif, peningkatan
bioaktivitas FSH dapat diukur sejak sedini fase midluteal. Terdapat
setidaknya dua perubahan yang berpengaruh yang menyebabkan
peningkatan FSH yang penting ini: penurunan steroid dan inhibin
luteal dan perubahan sekresi GnRH pulsatil.

Inhibn-B, berasal dari sel-sel granulosa korpus luteum dan saat ini
dibawah regulasi LH, mencapai nadir dalam sirkulasi pada masa
midluteal. Inhibin-A mencapai puncak pada fase lutea, dan,
karenanya, dapat membantu menekan sekresi FSH oleh pituitari
untuk mencapai kadar terendah yang dapat dicapai selama siklus
menstruasi. Proses luteolisis, apapun mekanismenya, yang disertai

Regulation of the Menstrual Cycle


331

dengan rusaknya korpus luteum, mempengaruhi sekresi inhibin-A


maupun steroidogenesis. Pemberian inhibin-A pada monyet efektif
menekan FSH dalam sirkulasi. Karenanya, sebuah pengaruh
supresif penting pada sekresi FSH dibuang dari pituitari anterior
selama beberapa hari terakhir fase luteal. Kerja selektif inhibin
pada FSH (dan bukan LH) bertanggung-jawab sebagian untuk lebih
tingginya peningkatan FSH yang dijumpai selama transisi luteal-
folikuler, dibandingkan dengan perubahan LH. Pemberian FSh
rekombinan (murni) pada wanita-wanita dengan defisiensi
gonadotropin telah menunjukkan bahwa pertumbuhan dini folikel
memerlukan FSH, dan bahwa LH tidaklah esensial selama tahapan
siklus ini.

Kadar inhibin-B mulai meningkat perlahan-lahan setelah


peningkatan FSH (sebagai akibat dari stimulasi FSh pada sekresi
inhibin oleh sel-sel granulosa) dan mencapai kadar puncak sekitar
4 hari setelah terjadi peningkatan maksimal FSH. Karenanya,
supresi sekresi FSH selama fase folikuler merupakan aksi yang
ditunjukkan oleh inhibin-B, sedangkan lolosnya inhibisi FSH selama
transisi luteal-folikuler sebagian merupakan respon terhadap
menurunnya sekresi inhibin-A oleh korpus luteum.

Kadar aktivin dalam sirkulasi mengalami peningkatan pada fase


luteal lanjut dan mencapai puncak pada saat menstruasi; namun,
aktivin berada dalam keadaan sangat terikat dalam sirkulasi, dan
tidak jelas apakah aktivin memiliki peranan endokrin. Namun
demikian, waktunya adalah tepat bagi aktivin untuk ikut berperan
dalam peningkatan FSH selama transisi luteal-folikuler. Aktivin
memperbaiki dan folistatin menekan aktivitas GnRH. Bukti in vivo

Regulation of the Menstrual Cycle


332

dan in vitro menunjukkanbahwa respon gonadotropin terhadap


GnRH memerlukan aktivitas aktivin.

Peningkatan selektif FSH juga sangat dipengaruhi oleh perubahan


dalam sekresi GnRH pulsatil, yang sebelumnya sangat ditekan oleh
tingginya kadar estradiol dan progesteron fase luteal yang
memberikan efek umpan balik negatif pada hipotalamus.
Peningkatan pulsasi GnRH secara progresif dan cepat (seperti yang
dinilai melalui pengukuran pulsasi LH) terjadi selama transisi luteal-
folikuler. Dari fase midluteal sampai terjadinya menstruasi,
terdapat 4,5 kali lipat peningkatan frekuensi pulsasi LH (dan
mungkin juga GnRH) dari sekitar 3 pulsasi setiap 24 jam menjadi
14 pulsasi setiap 24 jam. Selama masa ini, rata-rata kadar LH
meningkat kurang lebih 2 kali lipat, dari sekitar rata-rata 4,8 IU.L
menjadi 8 IU/L. Peningkatan FSH, seperti yang terlihat, lebih besar
daripada peningkatan LH. Frekuensi pulsasi FSH meningkat 3,5 kali
lipat dari fase midluteal sampai saat terjadinya menstruasi, dan
kadar FSH meningkat dari rata-rata sekitar 4 IU/L menjadi 15 IU/L.
Peningkatan frekuensi pulsasi GnRH dari sekresi kadar rendah telah
dikaitkan dengan peningkatan selektif awal FSH pada beberapa
model eksperimental, termasuk monyet yang telah menjalani
ovariektomi disertai dengan perusakan hipotalamus. Terapi wanita-
wanita hipogonad dengan GnRH pulsatil pertama-tama
menyebabkan dominansi sekresi FSH (dibandingkan LH). Respon
eksperimental ini serta perubahan-perubahan yang terjadi selama
transisi luteal-folikuler mirip dengan apa yang dijumpai selama
pubertas, yaitu predominasi sekresi FSH seiring dengan mulai
meningkatnya sekresi GnRH pulsatil.

Regulation of the Menstrual Cycle


333

Respon pituitari terhadap GnRH juga merupakan faktor. Estradiol


menekan sekresi FSH melalui hubungan umpan balik negatif
klasiknya pada tingkat pituitari. Penurunan estradiol pada fase
luteal lanjut mengembalikan kemampuan pituitari untuk merespon
dengan peningkatan sekresi FSH.

Rangkuman Kejadian-kejadian Kunci pada Transisi Luteal-


Folikuler
1. Kerusakan korpus luteum menyebabkan terjadinya kadar
nadir estradiol, progesteron, dan inhibin dalam sirkulasi.
2. Penurunan inhibin-A menghilangkan suatu pengaruh supresif
pada sekresi FSH dalam pituitari.
3. Penurunan estradiol dan progesteron memungkinkan
peningkatan progresif dan cepat frekuensi sekresi GnRH
pulsatil dan penyingkiran pituitari dari supresi umpan balik
negatif.
4. Pembuanga inhibin-A dan estradiol dan peningkatan pulsasi
GnRH bekerja sama memungkinkan sekresi FSH yang lebih
besar dibandingkan dengan LH, disertai dengan peningkatan
frekuensi sekresi episodik.
5. Peningkatan FSH bersifat instrumental dalam
menyelamatkan kurang lebih satu kelompok folikel yang
sudah siap yang berumur 70 hari dari atresia, sehingga
memungkinkan sebuah folikel yang dominan memulai
kemunculannya.

Regulation of the Menstrual Cycle


334

SIKLUS MENSTRUASI NORMAL


Lama siklus menstruasi ditentukan oleh kecepatan dan kualitas
pertumbuhan dan perkembangan folikuler, dan variasi siklus pada
wanita individual adalah normal. lama siklus adalah yang paling
pendek (dengan variabilitas paling kecil) pada usia akhir 30an, saat
dimana terjadi peningkatan FSH yang samar-samar tetapi nyata
dan penurunan inhibin. Hal ini dapat digambarkan sebagai
percepatan pertumbuhan folikuler (karena adanya perubahan-
perubahan dalam FSH dan inhibin-B). Pada saat yang sama, lebih
sedikit folikel yang bertumbuh tiap siklusnya seiring dengan
bertambahnya usia seorang wanita. Kurang lebih 2-4 tahun (6-8
tahun menurut Trelolar) sebelum menopause, siklus akan
memanjang lagi. Dalam 10-15 tahun terakhir sebelum menopause,
terdapat percepatan kehilangan folikuler. Kehilangan yang
dipercepat ini dimulai saat jumlah total folikel mencapai kurang
lebih 25000, suatu jumlah yang pada wanita normal dicapai pada
usia 37-38 tahun. Akhirnya terjadi menopause karena asupan
folikel telah mengalami deplesi.

Regulation of the Menstrual Cycle


335

Perubahan-perubahan dalam tahun-tahun akhir masa reproduktif


mencerminkan kompetensi folikuler lebih rendah karena folikel-
folikel primordial yang lebih baik merespon lebih dini,
meninggalkan folikel-folikel yang kurang berkembang, atau
kenyataan bahwa total pool folikuler berkurang jumlahnya (atau
kedua faktor). Hal yang mendukung adanya peranan bagi pool
folikuler berkurang adalah pengamatan bahwa cairan folikuler yang
diperoleh dari folikel-folikel praovulatorik wanita-wanita yang lebih
tua mengandung jumlah inhibin-A dan –B yang serupa dengan apa
yang diukur dalam cairan folikuler dari wanita-wanita muda.

Variasi aliran dan lama siklus menstruasi sering terjadi pada masa-
masa ekstrim dari masa reproduktif, selama awal-awal masa
remaja, dan beberapa tahun sebelum menopause. Prevalensi siklus

Regulation of the Menstrual Cycle


336

anovulatorik paling tinggi pada wanita-wanita dibawah usia 20


tahun dan diatas usia 40 tahun. Menarche biasanya diikuti oleh
kurang lebih 5-7 tahun siklus yang relatif panjang yang berangsur-
angsur memendek dan menjadi lebih teratur. Walaupun
karakteristik siklus menstruasi umumnya tidak menunjukka
perubahan besar selama masa reproduktif, rata-rata panjang siklus
dan variabilitas perlahan-lahan berkurang. Rata-rata, panjang
siklus rata-rata dan variabilitas mencapai tingkat yang rendah pada
usia sekitar 40-42 tahun. Selama 8-10 tahun selanjutnya sebelum
menopause, kecenderungan ini berbalik; baik rata-rata panjang
siklus dan variabilitas mengalami peningkatan tetap sejalan
dengan berkurangnya keteraturan dan frekuensi ovulasi. Rata-rata
panjang siklus paling besar pada wanita-wanita dengan massa dan
komposisi tubuh yang ekstrim; baik indeks massa tubuh yang
tinggi dan rendah dikaitkan dengan peningkatan panjang siklus
rata-rata.

Secara umum, variasi dalam panjang siklus mencerminkan


perbedaan-perbedaan dalam lamanya fase folikuler dari siklus
ovarium. Wanita-wanita dengan siklus 25 hari mengalami ovulasi
pada atau sekitar hari 10-12 siklus, dan mereka dengan siklus 35
hari mengalami ovulasi kurang lebih 10 hari kemudian. Dalam
beberapa tahun setelah menarche, fase luteal menjadi sangat
konsisten (13-15 hari) dan tetap demikian sampai memasuki masa
perimenopause. Pada usia 25, lebih dari 40% siklus panjangnya
adalah antara 25 dan 28 hari; sejak usia 25 sampai 35 tahun, lebih
dari 60% siklus panjangnya adalah antara 25 dan 28 hari.
Walaupun merupakan interval menstruasi yang paling sering
dilaporkan, hanya sekitar 15% dari siklus pada wanita-wanita usia
reproduktif yang benar-benar berlangsung 28 hari. Kurang dari 1%

Regulation of the Menstrual Cycle


337

wanita mengalami siklus teratur yang berlangsung kurang dari 21


hari atau lebih dari 25 hari. Kebanyakan wanita mengalami siklus
yang berlangsung selama 24 sampai 35 hari, tetapi setidaknya
20% wanita mengalami siklus ireguler.

Regulation of the Menstrual Cycle

Anda mungkin juga menyukai