Anda di halaman 1dari 13

Siklus Ovarium terdiri dari fase folikular dan luteal yang bergantian

Setelah pubertas dimulai, ovarium secara terus menerus mengalami dua fase secara bergantian:
fase folikular, yang didominasi oleh keberadaan folikel matang; dan fase luteal, yang ditandai
oleh adanya korpus luteum. Dalam keadaan normal, siklus ini hanya terintrupsi jika terjadi
kehamilan dan akhirnya berakhir pada menopause. Siklus ovarium rerata berlangsung 28 hari,
tetapi hal ini bervariasi di antara wanita dan di antara siklus pada wanita yang sama. Folikel
bekerja pada paruh pertama siklus untuk menghasilkan telur matang yang siap untuk berovulasi
pada pertengahan siklus. Korpus luteum mengambil alih selama paruh terakhir siklus untuk
mempersiapkan saluran reproduksi wanita untuk kehamilan jika terjadi pembuahan pada telur
yang dibebaskan tersebut.

Fase folikular ditandai oleh pembentukan folikel matang


Setiap saat selama siklus, Sebagian folikel-folikel primer mulai berkembang . Selama
pembentukan folikel, seiring dengan pembentukan dan penyimpanan bahan oleh oosit primer
untuk digunakan jika dibuahi, terjadi perubahan-perubahan penting di sel-sel yang mengelilingi
oosit dalam persiapan untuk pembebasan sel telur dari ovarium.
 Proliferasi sel granulosa dan pembentukan zona pelusida
Satu lapisan sel granulosa pada folikel primer berproliferasi untuk membentuk beberapa
lapisan yang mengelilingi oosit. Sel-sel granulosa ini mengeluarkan “kulit” kental mirip
gel yang membungkus oosit dan memisahkannya dari sel granulosa sekitar. Membran
penyekat ini dikenal sebagai zona pelusida. Taut celah menembus zona pelusida dan
terbentang antara oosit dan sel-sel granulosa sekitar di folikel yang sedang berkembang.

 Proliferasi sel teka; sekresi estrogen


Pada saat yang sama ketika oosit sedang membesar dan sel-sel granulosa berproliferasi,
sel-sel jaringan ikat ovarium khusus yang berkontak dengan sel granulosa berproliferasi
dan berdiferensiasi untuk membentuk suatu lapisan luar sel teka sebagai respon terhadap
parakrin yang sekresi oleh sel granulosa. Sel teka dan sel granulosa yang secara kolektif
dinamai sel folikel, berfungsi sebagai satu kesatuan untuk mengeluarkan estrogen. Dari 3
estrogen yang penting secara fisiologis sesuai potensinya yaitu estradiol, estron, dan
estriol (estradiol adalah estrogen ovarium utama).
 Pembentukan antrum
Tahap awal perkembangan folikel yang terjadi tanpa pengaruh gonadotropin berlangsung
sekitar 2 bulan dan bukan bagian dari fase folikular siklus ovarium. Hanya folikel yang
telah cukup berkembang untuk berespons terhadap stimulasi FSH (sekarang disebut
folikel preantral) “direkrut” pada ermulaan fase folikular ketika kadar FSH meningkat.
Dalam setiap siklus, biasanya sekitar 15-20 folikel direkrut. Lingkungan hormon pada
fase folikular mendorong terjadinya pembesaran dan pengembangan cepat kemampuan
sekresi sel-sel folikel, mengubah folikel preantral menjadi folikel sekunder, atau folikel
antral, yang mampu mengeluarkan estrogen. Selama tahap perkembangan folikel ini,
terbentuk suatu rongga berisi cairan, antrum, di bagian tengah sel-sel granulosa. Cairan
folikel Sebagian berasal dari transudasi (mengalir melalui pori kapiler) plasma dan
Sebagian dari sekresi sel folikel. Sewaktu sel folikel mulai mengeluarkan esrogen,
Sebagian dari hormon ini disekresikan ke dalam darah untuk disebarkan ke seluruh
tubuh. Namun, Sebagian estrogen ini terkumpul di cairan antral kaya hormon.
Oosit telah mencapai ukuran penuh saat antrum mulai terbentuk. Perubahan dari folikel
preantral ke folukel antral ini memicu suatu periode pertumbuhan folikel yang cepat.
Selama periode ini, garis tengah folikel meningkat dari kurang dari 1 mm menjadi 12
hingga 16 mm sesaat sebelum ovulasi. Sebagian dari pertumbuhan folikel ini disebabkan
oleh proliferasi berkelanjutan sel granulosa dan sel teka, tetapi sebagian besar disebabkan
oleh pembesaran dramatic antrum. Seiring dengan tumbuhnya folikel, produksi estrogen
juga meningkat.

 Pembentukan folikel matang


Salah satu folikel, folikel “dominan”, biasanya tumbuh lebih cepat daripada yang lain,
berkembang menjadi folikel matang (praovulasi, tersier, atau Graaf) dalam waktu
sekitar 14 hari setelah dimulainya pembentukan folikel. Folikel dominan yang
berkembang menjadi folikel dewasa umumnya memiliki banyak reseptor FSH dan karena
itu menjadi yang paling responsif terhadap stimulasi hormon. Pada folikel matang,
antrum menempati sebagian besar ruang. Oosit, yang dikelilingi oleh zona pelusida dan
satu lapisan sel granulosa, tergeser asimetris ke salah satu sisi folikel, dalam suatu
gundukan kecil yang menonjol ke dalam antrum.

 Ovulasi
Folikel matang yang telah sangat membesar ini menonjol dari permukaan ovarium,
menciptakan suatu daerah tipis yang kemudian pecah untuk membebaskan oosit pada
ovulasi. Pecahnya folikel ditandai oleh pelepasan enzim-enzim (dipicu oleh lonjakan
sekresi LH) dari sel folikel untuk mencerna jaringan ikat di dinding folikel. Karena itu,
dinding yang menonjol tersebut melemah sehingga semakin menonjol hingga ke tahap
ketika dinding tersebut tidak lagi mampu menaan isi folikel yang sangat besar.
Tepat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya. Ovum
(oosit sekunder), masih dikelilingi oleh zona pelusida yang lekat dan sel-sel granulosa
(kini dinamai korona radiata, yang berarti “mahkota memancar”), tersapu keluar folikel
yang pecah ke dalam rongga abdomen oleh cairan antrum yang bocor. Ovum yang
dibebaskan ini cepat tertarik ke dalam oviduktus, tempat fertilisasi dapat terjadi.
Folikel-folikel lain yang sedang berkembang, tetapi gagal mencapai kematangan dan
berovulasi kemudian mengalami degenerasi dan tidak pernah menjadi aktif Kembali.
Kadang-kadang dua (atau mungkin lebih) folikel mencapai kematangan dan berevolusi
hampir secara bersamaan. Jika keduanya dibuahi, dihasilkan kembar fraternal. Karena
kembar fraternal berasal dari ovum berbeda dan dibuahi oleh sperma berbeda, mereka
sama seperti saudara kandung, tetapi dengan tanggal lahir yang sama.
Pecahnya folikel saat ovulasi menandakan berakhirnya fase folikular dan dimulainya fase
luteal

Fase luteal ditandai oleh keberadaan korpus luteum.


Folikel yang pecah yang tertinggal di ovarium setelah pelepasan ovum segera mengalami
perubahan karena sel-sel granulosa dan sel teka yang tertinggal di sisa folikel mengalami
transformasi struktural dan fungsional yang dramatik.
 Pembentukan korpus luteum; sekresi estrogen dan progesteron
Sel-sel folikel lama ini membentuk korpus luteum (KL), suatu proses yang dinamai
luteinisasi. Sel-sel folikel yang berubah menjadi sel luteal ini membesar dan berubah
menjadi jaringan yang sangat aktif menghasilkan hormon steroid. Banyaknya simpanan
kolesterol, molekul precursor steroid, dalam butir-butir lemak di dalam korpus luteum
menyebabkan jaringan ini tampak kekuningan sehingga dinamai korpus (badan) luteum
(kuning).
Korpus luteum menyekresi progesterone ke darah dalam jumlah yang banyak, bersamaan
dengan sedikit estrogen. Sekresi estrogen pada fase folikular diikuti oleh sekresi
progesterone pada fase luteal penting untuk mempersiapkan uterus untuk implantasi
ovum yang dibuahi. KL berfungsi penuh dlam empat hari setelah ovulasi, tetapi struktur
ini terus membesar selama empat hingga lima hari berikutnya.

 Degenerasi korpus luteum


Jika ovum yang dibebaskan tidak dibuahi dan tidak berimplantasi, korpus luteum akan
berdegenerasi dalam waktu sekitar 14 hari setelah pembentukannya. Sel-sel luteal
berdegenerasi dan difagositosis, dan jaringan ikat segera masuk untuk membentuk massa
jaringan fibrosa yang dikenal sebagai korpus albikans (badan putih). Fase luteal kini
usai, dan satu siklus ovarium telah selesai. Suatu gelombang baru pembentukan folikel,
yang dimulai ketika degenerasi korpus luteum tuntas, menandai dimulainya fase folikular
baru.

 Korpus luteum kehamilan


Jika pembuahan dan implantasi terjadi, korpus luteum terus tumbuh dan meningkatkan
produksi progesteron dan estrogennya dan bukan mengalami degenerasi. Struktur
ovarium ini, yang sekarang dinamai korpus luteum kehamilan, menetap hingga kehamilan
berakhir. Struktur ini menghasilkan hormon-hormon yang esensial untuk
mempertahankan kehamilan hingga plasenta yang kemudian terbentuk mengambil alih
fungsi krusial ini.

Siklus ovarium diatur oleh interaksi hormon yang kompleks


Ovarium memiliki dua unit endokrin yang berkaitan: (1) folikel penghasil estrogen selama paruh
pertama siklus dan (2) korpus luteum, yang menghasilkan progesterone dan estrogen, selama
paruh terakhir siklus. Unit-unit ini secara berurutan dipicu oleh hubungan hormon siklik yang
kompleks antara hipotalamus, hipofisis anterior, dan kedua unit endokrin ovarium ini.
Seperti pada pria fungsi gonad pada wanita dikontrol secara langsung oleh hormon-hormon
gonadotropik hipofisis anterior yaitu follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
hormone (LH). Kedua hormon ini diatur oleh gonadotropin-releasing hormone (GnRH)
hipotalamus. Neuron yang menyekresi GnRH pada gilirannya dirangsang oleh kisspeptin yang
dilepaskan oleh neuron kiss1 hipotalamus di tingkat yang lebih tinggi. Aksi umpan balik hormon
gonad pada hipofisis anterior dan hipotalamus menyelesaikan lengkung balik pengendali.
Namun, tidak seperti pada pria, kontrol gonad wanita diperumit oleh sifat fungsi ovarium yang
siklik. Sebagai contoh, efek FSH dan LH pada ovarium bergantung pada stadium siklus ovarium.
Selain itu, estrogen menimbulkan efek umpan-balik negative selama paruh tertentu siklus dan
efek umpan balik positif pada paruh siklus lainnya, bergantung pada konsentrasi estrogen.

 Kontrol fungsi folikel


Dimulai dari fase folikular siklus ovarium. (Gambar 20-18, langkah 1). Tahap-tahap awal
pertumbuhan folikel praantral dan pematangan oosit tidak memerlukan rangsangan
gonadotropik. Namun, diperlukan dukungan hormon untuk pembentukan antrum dan
perkembangan folikel lebih lanjut (langkah 2), serta untuk sekresi estrogen (langkah 3).
Estrogen, FSH (langkah 4), dan LH (langkah 5) semuanya dibutuhkan. Pembentukan
antrum diinduksi oleh FSH. Baik FSH maupun estrogen merangsang proliferasi sel-sel
granulosa. FSH dan LH diperlukan untuk sintesis dan sekresi estrogen oleh folikel, tetapi
kedua hormon ini bekerja pada sel yang berbeda dan pada tahap yang berbeda dalam jalur
pembentukan estrogen (Gamhar 20-19). Baik sel granulosa maupun sel teka ikut serta
dalam produksi estrogen. Perubahan kolesterol menjadi estrogen memerlukan sejumlah
langkah berurutan, dengan langkah terakhir berupa konversi androgen menjadi estrogen
(lihat Gambar19-8, h. 738). Sel-sel teka cepat menghasilkan androgen, tetapi kurang
kemampuannya untuk mengubah androgen ini menjadi estrogen. Sel granulosa,
sebaliknva, mengandung enzim aromatase sehingga dapat mudah mengubah androgen
menjadi estrogen, tetapi sel ini tidak dapat membentuk androgen. LH bekerja pada sel
teka untuk merangsang produksi androgen, sementara FSH bekerja pada sel granulosa
untuk meningkatkan konversi androgen teka (yang berdifusi ke dalam sel granulosa dari
sel teka) menjadi estrogen. Karena kadar basal FSH yang rendah (Gaınbar 20 18. langkah
6) sudah memadai untuk mendorong konversi akhir ini menjadi estrogen, laju sekresi
estrogen oleh folikel terutama bergantung pada kadar LH dalam darah, yang terus
meningkat selama fase folikular (langkah 7). Selain itu. seiring dengan semakin
tumbuhnya folikel, lebih banyak estrogen diproduksi karena sel folikel penghasil
estrogen bertambah.
Sebagian estrogen yang dihasilkan oleh folikel yang sedang tumbuh dikeluarkan ke
dalam darah dan merupakan penyebab terus meningkatnya kadar estrogen plasma selama
fase folikular (langkah 8). Estrogen sisanya tetap berada di dalam folikel, ikut
membentuk cairan antrum dan merangsang proliferasi lebih lanjut sel granulosa (lihat
Gambar 20-19).
Estrogen yang dikeluarkan, selain bekerja pada jaringan spesifik-seks misalnya uterus,
menghambat hipotalamus dan hipofisis anterior secara umpan-balik negatif (Gambar 20-
20). Kadar estrogen yang meningkat sedang dan menandai fase folikular bekerja secara
langsung pada hipotalamus untuk menghambat neuron kiss1 nukleus arkuatus, karena itu
menghambat sekresi GnRH secara tak-langsung sehingga pelepasan FSH dan LH dari
hipofisis anterior yang dipicu oleh GnRH tertekan. Namun, efek primer estrogen bersifat
langsung pada hipofisis itu sendiri. Estrogen secara selektif menghambat sekresi FSH
oleh gonadotrop.
Perbedaan sekresi FSH dan LH yang diinduksi oleh estrogen berperan, paling tidak
sebagian, dalam menurunkan kadar FSH plasma, tidak seperti peningkatan konsentrasi
LH plasma, selama fase folikular ketika kadar estrogen naik (lihat Gambar 20-18,
langkah 6). Faktor penunjang lain yang menyebabkan turunnya FSH selama fase folikular
adalah sekresi inhibin oleh sel-sel folikel. Inhibin terutama menghambat sekresi FSH
dengan bekerja pada hipofisis anterior, seperti yang terjadi pada pria (lihat Gambar 20-
20). Penurunan sekresi FSH menyebabkan atresia semua folikel yang sedang berkembang
kecuali satu yang paling matang.
Berbeda dari FSH, sekresi LH terus meningkat perlahan selama fase folikular (lihat
Gambar 20-18, langkah 7) meskipun terdapat inhibisi sekresi GnRH (dan karenanya,
secara tak-langsung, LH). Hal yang tampaknya paradoks ini disebabkan oleh kenyataan
bahwa estrogen saja tidak dapat secara tuntas menekan sekresi LH tonik (kadar rendah,
terus menerus); untuk menghambat secara total sekresi LH tonik. diperlukan baik
estrogen maupun progesteron. Karena progesteron belum muncul hingga fase luteal
siklus, kadar basal LH dalam darah secara perlahan meningkat selama fase folikular di
bawah inhibisi tak-sempurna oleh estrogen saja.

 Kontrol ovulasi
Ovulasi dan selanjutnya luteinisasi folikel yang pecah dipicu oleh peningkatan mendadak
dan besar sekresi LH (langkah 9). Lonjakan LH ini menyebabkan empat perubahan
besar dalam folikel:
1. Hal ini menghentikan sintesis estrogen oleh sel folikel (langkah 11).
2. Hal ini memulai kembali meiosis di oosit folikel matang dengan menghambat
pelepasan suatu oocyte maturation-inhibiting substance yang dihasilkan oleh sel
granulosa. Bahan ini berperan dalam menghentikan meiosis di oosit primer
setelah oosit ini terbungkus oleh sel-sel granulosa di ovarium janin.
3. Hal ini memicu pembentukan prostaglandin lokal, yang memicu ovulasi dengan
mendorong perubahan vaskular yang menyebabkan pembengkakan folikel secara
cepat sambil menginduksi digesti enzimatik dinding folikel. Bersama-sama,
berbagai efek ini menyebabkan pecahnya dinding yang menutupi tonjolan folikel
(langkah 10).
4. Hal ini menyebabkan diferensiasi sel folikel menjadi sel luteal. Karena lonjakan
LH memicu ovulasi dan luteinisasi, pembentukan korpus luteum secara otomatis
mengikuti ovulasi (langkah 12). Karena itu, lonjakan sekresi LH di pertengahan
siklus merupakan titik dramatik dalam siklus; hal ini mengakhiri fase folikular
dan memulai fase luteal (langkah 15).
Kedua cara sekresi LH—sekresi tonik LH (langkah 7) yang menyebabkan sekresi hormon
ovarium dan lonjakan LH (langkah 9) yang menyebabkan ovulasi—tidak saja terjadi
dalam waktu yang berbeda dan menghasilkan efek berbeda, tetapi juga dikontrol oleh
mekanisme yang berbeda. Sekresi tonik LH ditekan secara parsial (langkah 7) oleh efek
inhibitorik kadar sedang estrogen (langkah 3) selama fase folikular dan tertekan total
(langkah 17) oleh peningkatan kadar progesteron selama fase luteal (langkah 13). Karena
sekresi tonik LH merangsang sekresi estrogen dan progesteron, hal ini merupakan sistem
kontrol umpan-balik negatif yang tipikal, bekerja secara langsung pada neuron kiss1
nukleus arkuatus, dengan inhibisi secara tidak langsung ini menekan pelepasan GnRH
pulsatil.
Sebaliknya, lonjakan LH dipicu oleh efek umpan-balik positif. Sementara kadar estrogen
yang meningkat dan moderat pada awal fase folikular menghambat sekresi LH, kadar
estrogen yang tinggi selama puncak sekresi estrogen pada akhir fase folikular (langkah 8)
merangsang sekresi LH dan memulai lonjakan LH (Gambar 20-21). Estrogen kadar
tinggi menghasilkan lonjakan LH dengan merangsang kelompok lain neuron pelepas
kisspeptin yang unik pada wanita, yang berlokasi di nukleus anteroventral
periventrikular (AVPV). Nukleus AVPV ini terletak di hipotalamus sepanjang bagian
anterior dinding rongga ventrikel ketiga. Karena itu, wanita memiliki dua set neuron
kiss1, satu bertempat di nukleus arkuatus (sama dengan pria) yang dihambat oleh
estrogen (atau testosteron) untuk umpan balik negatif dan satu lagi pada nukleus AVPV
yang dirangsang oleh kadar estrogen yang tinggi untuk umpan balik positif. Konsentrasi
estrogen plasma yang tinggi bekerja secara langsung pada neuron kiss1 nukleus AVPV
untuk meningkatkan kisspeptin dan karenanya pelepasan GnRH, yang meningkatkan
sekresi FSH dan LH. Karena itu, LH meningkatkan produksi estrogen oleh folikel, dan
pemuncakan konsentrasi estrogen yang terjadi meningkatkan sekresi LH. Kadar estrogen
yang tinggi juga bekerja secara langsung pada hipofisis anterior untuk meningkatkan
sekresi LH oleh gonadotrop. Efek yang terakhir ini berperan dalam lonjakan sekresi LH
yang jauh lebih besar daripada peningkatan sekresi FSH pada pertengahan siklus (lihat
Gambar 20-18, langkah 9). Sekresi inhibin yang berlanjut oleh sel folikel juga cenderung
lebih menghambat sekresi FSH, menahan kadar FSH untuk tidak naik setinggi kadar LH.
Belum diketahui apa peran peningkatan sedang FSH pada pertengahan siklus yang
menyertai lonjakan LH. Karena hanya folikel matang praovulasi, bukan folikel pada
tahap awal perkembangan, yang dapat mengeluarkan estrogen dalam jumlah banyak
sehingga dapat memicu lonjakan LH, ovulasi baru terjadi hingga folikel mencapai ukuran
dan kematangan yang sesuai. Karena itu, dapat dikatakan bahwa folikel "memberi tahu"
hipotalamus kapan ia siap dirangsang untuk berovulasi. Lonjakan LH berlangsung selama
sekitar sehari pada pertengahan siklus, tepat sebelum ovulasi.
 Kontrol korpus luteum
LH "memelihara" korpus luteum—yaitu setelah memicu pembentukan korpus luteum,
LH merangsang sekresi berkelanjutan hormon steroid oleh struktur ovarium ini. Di bawah
pengaruh LH, korpus luteum mengeluarkan progesteron (langkah 13) dan estrogen
(langkah 14), dengan progesteron merupakan produk hormon yang paling banyak. Kadar
progesteron plasma meningkat untuk pertama kali selama fase luteal. Tidak ada
progesteron yang dikeluarkan selama fase folikular. Karena itu, fase folikular didominasi
oleh estrogen dan fase luteal oleh progesteron.
Pada pertengahan siklus terjadi penurunan sesaat kadar estrogen darah (langkah 11)
karena folikel penghasil estrogen menemui "ajalnya" saat ovulasi. Kadar estrogen
kembali naik selama fase luteal karena aktivitas korpus luteum, meskipun tidak mencapai
kadar yang sama ketika fase folikular. Apa yang mencegah kadar estrogen yang lumayan
tinggi selama fase luteal ini memicu lonjakan LH Iain? Progesteron. Meskipun estrogen
kadar tinggi merangsang sekresi LH, progesteron, yang mendominasi fase luteal, dengan
kuat menghambat sekresi LH (langkah 17) serta sekresi FSH (langkah 16) dengan bekerja
pada nukleus arkuatus hipotalamus dan hipofisis anterior (Gambar 20-20). Inhibisi FSH
dan LH oleh progesteron mencegah pematangan folikel baru dan ovulasi selama fase
luteal. Di bawah pengaruh progesteron, sistem reproduksi dipersiapkan untuk menunjang
ovum yang baru saja dibebaskan, seandainya ovum tersebut dibuahi, dan bukan
mempersiapkan pelepasan ovum Iain. Tidak ada sekresi inhibin oleh sel-sel luteal.
Korpus lutem berfungsi selama rerata dua minggu dan kemudian berdegenerasi jika tidak
terjadi fertilisasi (lihat Gambar 20-18, langkah 18). Mekanisme yang mengatur
degenerasi korpus luteum belum sepenuhnya diketahui. Menurunnya kadar LH dalam
darah (langkah 17) yang didorong oleh efek inhibitorik progesteron, jelas berperan dalam
degenerasi korpus luteum. Prostaglandin dan estrogen yang dikeluarkan oleh sel luteal itu
sendiri juga mungkin berperan. Matinya korpus luteum mengakhiri fase luteal dan
menyiapkan tahap baru untuk fase folikular berikutnya. Sewaktu korpus luteum
berdegenerasi, kadar progesteron (langkah 19) dan estrogen (langkah 20) plasma turun
cepat karena kedua hormon ini tidak lagi diproduksi. Hilangnya efek inhibisi kedua
hormon ini pada hipotalamus memungkinkan sekresi FSH (langkah 21) dan sekresi LH
tonik (langkah 22) kembali meningkat moderat. Di bawah pengaruh hormon-hormon
gonadotropik ini, kelompok baru folikel primer (langkah 2) fase folikular kembali
diinduksi untuk matang seiring dengan dimuIainya fase folikular baru (langkah 1).

Perubahan siklik uterus disebabkan oleh perubahan hormon selama siklus ovarium
Fluktuasi kadar estrogen dan progesteron dalam darah selama siklus ovarium menimbulkan
perubahan mencolok di uterus, menghasilkan siklus haid, atau siklus uterus. Karena
mencerminkan perubahan hormon selama siklus ovarium, daur haid berlangsung rerata 28 hari,
seperti halnya siklus ovarium, meskipun bahkan pada orang normal dapat terjadi variasi yang
cukup bermakna. Manifestasi nyata perubahan siklik di uterus adalah perdarahan haid siklis
(yaitu sekali sebulan). Namun, perubahan yang relatif kurang jelas berlangsung sepanjang siklus,
sewaktu uterus bersiap untuk implantasi seandainya ovum yang dibebaskan dibuahi, kemudian
dibersihkan total dari lapisan dalamnya (haid) jika implantasi tidak terjadi, hanya untuk
memulihkan dirinya dan kembali bersiap untuk ovum yang akan dibebaskan pada siklus
berikutnya.
 Pengaruh estrogen dan progesteron pada uterus
Uterus terdiri dari dua lapisan utama: miometrium, lapisan otot polos luar, dan
endometrium, lapisan dalam yang mengandung banyak pembuluh darah dan kelenjar.
Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Hormon ini juga
menginduksi sintesis reseptor progesteron di endometrium. Karena itu, progesteron dapat
berefek pada endometrium hanya setelah endometrium "dipersiapkan" oleh estrogen.
Progesteron bekerja pada endometrium yang telah dipersiapkan oleh estrogen untuk
mengubahnya menjadi lapisan yang sesuai dan menunjang pertumbuhan ovum yang
dibuahi. Di bawah pengaruh progesteron, jaringan ikat endometrium menjadi longgar dan
edematosa akibat akumulasi elektrolit dan air, yang memfasilitasi implantasi ovum yang
dibuahi. Progesteron menyiapkan endometrium lebih lanjut untuk menampung mudigah
dengan mendorong kelenjar endometrium mengeluarkan dan menyimpan glikogen
(glukosa simpanan) dalam jumlah besar serta merangsang pertumbuhan besar-besaran
pembuluh darah endometrium. Progesteron juga mengurangi kontraktilitas uterus agar
tercipta lingkungan yang tenang untuk implantasi dan pertumbuhan mudigah.
Siklus haid terdiri dari tiga fase: fase haid; fase proliferatif, dan fase sekretorik, atau
progestasional.
 Fase haid
Fase haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh pengeluaran darah dan sisa
endometrium dari vagina (lihat Gambar 20-18, langkah 23). Berdasarkan konvensi, hari
pertama haid dianggap sebagai permulaan siklus baru. Saat ini bersamaan dengan
pengakhiran fase luteal ovarium dan dimulainya fase folikular. Sewaktu korpus luteum
berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan
selama siklus sebelumnya (langkah 18), kadar progesteron dan estrogen darah turun tajam
(langkah 19 dan 20). Karena efek akhir progesteron dan estrogen adalah mempersiapkan
endometrium untuk implantasi ovum yang dibuahi, terhentinya sekresi hormon steroid ini
menyebabkan lapisan dalam uterus yang kaya vaskular dan nutrien ini kehilangan
hormon-hormon penunjangnya. Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang
pembebasan suatu prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
pembuluh endometrium, menghambat aliran darah ke endometrium. Penurunan
penyaluran O2 yang terjadi kemudian menyebabkan kematian endometrium, termasuk
pembuluh darahnya. Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan pembuluh darah ini
membilas jaringan endometrium ke dalam lumen uterus. Sebagian besar lapisan dalam
uterus terlepas selama haid kecuali sebuah lapisan tipis, dalam berupa sel epitel dan
kelenjar, yang menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus yang sama juga
merangsang kontraksi ringan ritmik miometrium uterus. Kontraksi ini membantu
mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga uterus keluar melalui vagina
sebagai darah haid. Kontraksi uterus yang terlalu kuat akibat produksi berlebihan
prostaglandin menyebabkan dismenore (kram haid) yang dialami oleh sebagian wanita.
Pengeluaran darah rerata selama satu kali haid adalah 50 hingga 150 mL. Darah yang
merembes pelan melalui endometrium yang berdegenerasi membeku di dalam rongga
uterus, kemudian diproses oleh fibrinolisin, suatu pelarut fibrin yang menguraikan fibrin
pembentuk anyaman bekuan. Karena itu, darah haid biasanya tidak membeku karena
telah membeku di dalam uterus dan bekuan tersebut telah larut sebelum keluar vagina.
Namun, jika darah mengalir deras melalui pembuluh yang rusak, darah menjadi kurang
terpajan ke fibrinolisin sehingga jika darah haid banyak, dapat terlihat bekuan darah.
Selain darah dan sisa endometrium, darah haid mengandung banyak leukosit. Sel-sel
darah putih ini berperan penting dalam mencegah infeksi pada endometrium yang
"terbuka" ini.
Haid biasanya berlangsung selama lima hingga tujuh hari setelah degenerasi korpus
luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikular ovarium (langkah 23 dan 1).
Penghentian efek progesteron dan estrogen (langkah 19 dan 20) pada degenerasi korpus
luteum menyebabkan terkelupasnya endometrium (haid) (langkah 23) dan terbentuknya
folikel-folikel baru di ovarium (langkah 1 dan 2) di bawah pengaruh hormon
gonadotropik (langkah 21 dan 22) yang kadarnya meningkat. Turunnya sekresi hormon
gonad menghilangkan pengaruh inhibitorik dari hipotalamus dan hipofisis anterior
sehingga sekresi FSH dan LH meningkat dan fase folikular baru dapat dimulai. Setelah
lima hingga tujuh hari di bawah pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru
berkembang telah menghasilkan cukup estrogen (langkah 3) untuk mendorong perbaikan
dan pertumbuhan endometrium.
 Fase proliferatif
Dengan demikian, darah haid berhenti, dan fase proliferatif siklus uterus dimulai
bersamaan dengan bagian terakhir fase folikular ovarium ketika endometrium mulai
memperbaiki diri dan berproliferasi (langkah 24) di bawah pengaruh estrogen dari
folikel-folikel yang baru berkembang. Saat aliran darah haid berhenti, yang tersisa adalah
lapisan endometrium tipis dengan ketebalan kurang dari 1 mm. Estrogen merangsang
proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di endometrium, meningkatkan
ketebalan lapisan ini menjadi 3 hingga 5 mm. Fase proliferatif yang didominasi oleh
estrogen ini berlangsung dari akhir haid hingga ovulasi. Kadar puncak estrogen (langkah
8) memicu lonjakan LH (langkah 9) yang menjadi penyebab ovulasi (langkah 10).
 Fase sekretorik, atau progestasional
Setelah ovulasi, ketika terbentuk korpus luteum baru (langkah 12), uterus masuk ke fase
sekretorik, atau progestasional (langkah 25) yang bersamaan waktunya dengan fase
luteal ovarium (langkah 15). Korpus luteum mengeluarkan sejumlah besar progesteron
(langkah 13) dan estrogen (langkah 14). Progesteron mengubah endometrium tebal yang
telah dipersiapkan oleh estrogen menjadi jaringan kaya vaskular dan glikogen. Periode ini
disebut fase sekretorik karena kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen ke
dalam uterus untuk makanan awal embrio yang sedang berkembang sebelum
implantasinya, atau fase progestasional ("sebelum kehamilan") yang merujuk kepada
lapisan subur endometrium yang mampu menopang kehidupan awal mudigah setelah
berimplantasi. Jika pembuahan dan implantasi tidak terjadi, korpus luteum berdegenerasi
dan fase folikular dan fase haid baru dimulai kembali.
Berbagai faktor dapat memengaruhi keseimbangan aksis sumbu hipotalamus-hipofisis-
ovarium-organ target perifer sehingga menyebabkan ketidakteraturan menstruasi dan
masalah fertilitas. Di antara masalah ini adalah kelaparan (contoh masalahnya adalah
anoreksia nervosa), stres, dan olahraga berat.

Anda mungkin juga menyukai