A. Pengertian Menstruasi
Wanita. Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita
yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam
hal reproduksi. Pada manusia, hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia pubertas dan
menopause.
Menstruasi biasanya dimulai antara umur 10 dan 16 tahun, tergantung pada berbagai faktor,
termasuk kesehatan wanita, status nutrisi, dan berat tubuh relatif terhadap tinggi tubuh.
Menstruasi berlangsung kira-kira sekali sebulan sampai wanita mencapai usia 45 - 50 tahun,
sekali lagi tergantung pada kesehatan dan pengaruh-pengaruh lainnya. Akhir dari kemampuan
wanita untuk bermenstruasi disebut menopause dan menandai akhir dari masa-masa kehamilan
seorang wanita. Panjang rata-rata daur menstruasi adalah 28 hari, namun berkisar antara 21
hingga 40 hari. Lama waktu terjadinya menstruasi berbeda-beda biasanya ada yang empat
sampai 5 hari, tetapi ada yang 3 hari bahkan satu minggu. Menstruasi ini merupakan siklus yang
berulang-ulang pada organ reproduksi perempuan. Perubahan terjadi karena sel telur menjadi
matang, dan karena tidak dibuahi, dilepaskan oleh indung telur (disebut juga ovulasi). Perubahan
juga mencakup penebalan dinding rahim (uterus), kemudian menipis dan rontok, keluar melalui
saluran rahim. Pelepasan telur oleh indung telur ini terjadi secara periodik.
B.Proses Menstruasi
Fase dalam siklus haid, yaitu:
a. Fase Folikel
Pada akhir siklus menstruasi, hipotalamus mengeluarkan hormone gonadotropin. Hormone ini
akan merangsang hipofisis untuk melepaskan FSH (Follicle Stimulating Hormone) atau hormone
pemicu pertumbuhan folikel. Pada awal siklus berikutnya pada hari pertama sampai ke-14,folikel
akan melanjutkan perkembangannya karena pengaruh FSH dalam ovarium. Setelah itu terbentuk
1
folikel yang sudah masak (folikel de Graaf) dan menghasilkan hormone estrogen yang berfungsi
menumbuhkan endometrium dinding rahim dan memicu sekresi lendir.
b. Fase Estrus
Kenaikan estrogen digunakan untuk mempertahankan pertumbuhan dan merangsang terjadinya
pembelahan sel-sel endometrium uterus. Selain itu juga berperan dalam menghambat
pembentukan FSH oleh hipofisis untuk menghasilkan LH (Luteinizing Hormone) yang berperan
dalam merangsang folikel de graaf yang telah masak untuk melakukan ovulasi dari ovarium.
Ovulasi umumnya berlangsung pada hari ke-14 dari siklus haid. Biasanya pada setiap ovulasi
dihasilkan 1 oosit sekunder.
c. Fase Luteal
LH merangsang folikel yang telah kosong untuk membentuk korpus atau uteum (badan kuning).
Selanjutnya korpus ini menghasilkan progestron yang mengakibatkan endometrium berkembang
tebal dan lembut serta banyak pembuluh darah. Selama 10 hari setelah ovulasi,progesterone
berfungsi mempersiapkan uterus untuk kemungkinan hamil. Uterus pada tahap ini siap menerima
dan member sel telur yang telah dibuahi (zigot).
Jika tidak terjadi fertilisasi corpus luteum berubah menjadi corpus albicans dan berhenti
menghasilkan progesterion.
d. Fase Menstruasi / Perdarahan
Apabila fertilisasi tidak terjadi,produksi progesterone mulai menurun pada hari ke-26. Corpus
luteum (badan kuning) berdegenerasi dan lapisan uterus bersama dinding dalam rahim luruh
(mengelupas) pada hari ke-28 sehingga terjadi pendarahan.
Biasanya haid berlangsung selama 7 hari. Setelah itu dinding uterus pulih kembali. Selanjutnya
karena tidak ada lagi progesterone yang dibentuk,maka FSH dibentuk lagi kemudian terjadilah
proses oogenesis,dan siklus haid dimulai kembali. Siklus haid akan berhenti jika terjadi
kehamilan.
Namun ada yang menyebutkan bahwa pada tiap siklus, dikenal dengan 3 masa utama,yaitu
a. Masa haid selama 2 sampai 8 hari,- Pada waktu itu endometrium dilepas, sedangkan
pengeluaran hormon-hormon ovarium paling rendah (minimum).
2
b. Masa proliferasi sampai hari ke-14,- Endometrium tumbuh kembali, disebut juga
endometrium melakukan proliferasi. Antara hari ke-12 sampai ke-14 dapat terjadi pelepasan
ovum dari ovarium yang disebut ovulasi.
c. Masa sekresi,- Terjadi perubahan dari korpus rubrum menjadi korpus luteum yang
mengeluarkan progesterone. Di bawah pengaruh progesteron ini, kelenjar endometrium yang
tumbuh berkelok-kelok mulai bersekresi dan mengeluarkan getah yang mengandung glikogen
dan lemak. Pada akhir masa ini stroma endometrium berubah kearah sel-sel desidua, terutama
yang berada di seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan adanya nidasi
(menempelnya ovum pada dinding rahim setelah dibuahi).
C. Fisiologi Menstruasi
Ada 4 kompartemen pada fisiologi haid, yaitu endometrium, ovarium, hipofisis, dan
hipotalamus. Hormone wanita terdiri dari hormone estrogen, progesterone dan GnRH yang
terdiri dari FSH dan LH. Hipotalamus berada diotak kecil tepatnya dibawah thalamus.
Hipotalamus merupakan suatu kelenjar yang berfungsi menghasilkan gonadotropin realizing
hormone yang akan mempengaruhi hipofisis dengan melepaskan hormone menuju hipofisis.
Hipotalamus terletak di ciasma optica, yaitu persilangan nervus opticus, dan dibelakangnya ada
sela tursica yang merupakan tempat hipofisis atau pituitary. Hipofisis ini berbentuk seperti buah
almon, yang terdiri dari 2 lobus, yaitu lobus anterior dan posterior. Lobus anterior hipofisis
menghasilkan FSH dan LH, sedangkan lobus posterior hipofisis menghasilkan ADH, oksitosin
dan prolaktin.
Saat wanita mengalami haid, akan terjadi pelepasan membrane basalis pada endometrium
sehingga tebal endometrium ≤ 3 mm, yaitu disaat level hormone estrogen dan progesterone
turun. Karena itu, akan memberikan efek umpan balik melalui neurotransmitter ke hipotalamus,
sehingga GnRH yang dihasilkan hipotalamus mempengaruhi hipofisis untuk memproduksi FSH.
GnRH di hipotalamus dengan sekresi yang pulsasi, ada critical rangenya. Maksudnya, GnRH
hanya dihasilkan sebentar, terutama saat tidur. Jika seorang wanita sering tidur diatas jam 12
3
malam, maka akan sering mengalami gangguan haid. Jadi, saat kita tidur, akan dihasilkan GnRH
dengan sekresi yang pulsasi seperti menyemprot tiap beberapa menit. Setelah itu akan masuk ke
hipofisis melalui aliran darah sehingga terpengaruhlah hipofisis, yang dinamai dengan ‘short
feedback’.
FSH, dihasilkan oleh hipofisis anterior, merupakan hormone gonadotropin yang akan
mempengaruhi gonad wanita yaitu ovarium (kompartemen ke II). Sebenarnya, di ovarium,
terjadi 2 hal, yaitu folikulogenesis dan steroidogenesis yang terjadi secara bersamaan. Di dalam
folikel terdapat 2 sel, yaitu sel granulose dan sel THECA interna dan eksterna. Jika sel granulose
berkembang, akan membentuk dan menghasilkan hormone estrogen yang bersumber dari
androgen yang ada di sel THECA. Prosesnya yaitu, sel androgen yang ada pada sel THECA
yang awalnya berasal dari kolesterol, akan diaromatisasi oleh enzim sitokrom P450 yang dimiliki
sel granulose. Setelah diaromatisasi, jadilah hormone estrogen atau estradiol. Inilah yang
dimaksud dengan proses steroidogenesis. Dengan dihasilkannya estrogen, akan mempengaruhi
proliferasi dari endometrium.
4
‘cohort of follicles’, yaitu kelompok folikel yang akan ditumbuhkan. Kemungkinan hanya 1 atau
2 yang akan menjadi folikel dominan, dan sisanya akan mengalami atresia.
Sel folikel semakin lama akan semakin matang dan berproliferasi. Semakin matang folikel, maka
akan sebanyak reseptor FSH-nya. Akibatnya FSH akan semakin mudah menstimulasi folikel
untuk tumbuh besar hingga menjadi ukuran folikel sebesar 1,8 cm. Jika pertumbuhannya sudah
mencapai 1,8 cm maka folikel ini disebut dengan folikel dominan. Folikel dominan ini nantinya
akan menjadi folikel matang atau folikel de graff.
Begitu juga dengan estradiol yang dihasilkan oleh sel granulose (bagian dari sel folikel).
Estradiol yang dihasilkan akan semakin meningkat di dalam darah. Dengan semakin
meningkatnya kadar estradiol ini, berangsur-angsur terjadi pemulihan endometrium. Oleh karena
vasokonstriksi saat akhir menstruasi, maka endometrium akan mulai pulih dengan ditandai
kelenjarnya bertambah panjang, epitelnya bertambah tebal, dan pembuluh darahnya menjadi
‘coiling’ (art radialis art spiralis). Arteri spiralis inilah yang akan memperdarahi endometrium
sehingga bisa mempersiapkan diri menghadapi implantasi. Ketika estrogen/estradiol mencapai
puncaknya yang maksimum (kadarnya yang tertinggi), akan memacu terbentuknya reseptor LH,
yaitu akan menimbulkan respon umpan balik (+) ke hipotalamus dan hipofisis yang akan
menghasilkan LH untuk menimbulkan ovulasi.
Folikel dominan belum tentu dapat menjadi folikel matang. Jika ada kegagalan saat lonjakan LH,
maka akan terjadi kegagalan ovulasi (anovulasi). Untuk itu, seorang wanita harus berhati-hati.
Jika siklus haidnya 28 hari, maka pada hari ke 12 atau 13 tidak boleh stress, jika terjadi stress,
maka akan menyebabkan kegagalan ovulasi. LH hanya dihasilkan pada malam hari dan hanya
sekitar dua jam. Jika waktu 2 jam ini terganggu, maka LH tidak bisa disekresikan kedalam darah.
LH hanya bertahan didalam darah selama 12 jam, setelah itu akan menurun dan menghilang dari
tubuh.
5
2. menghentikan oosit maturasing inhibitor (OMI) dalam stadium meiosis I.
Jika LH tinggi kadarnya, maka OMI akan hancur. Akibatnya, oosit meiosis I akan masuk ke
meiosis II. Meiosis II inilah yang akan siap di fertilisasi. Jika OMI tidak dihancurkan
dikarenakan LH tidak ada, akibatnya ovulasi tidak akan terjadi (anovulasi) sehingga meiosis II
pun tidak akan terjadi.
Jika ovulasi terjadi oleh adanya LH, maka akan terbentuklah corpus luteum yang berwarna
kuning. Hal ini disebut dengan proses luteinisasi. Pada corpus luteum ini, ada sel granulose
(bagian dari sel folikel) yang menghasilkan progesterone. Dengan dihasilkannya progesterone,
juga akan mempengaruhi proliferasi endometrium, yaitu kelenjarnya semakin berkelok-kelok
dan epitelnya semakin tebal, yaitu > 5 mm. Pada saat setelah ovulasi ini kadar estrogen tetap ada,
namun kadar estrogen lebih rendah dibandingkan kadar progesterone (progesterone dominan).
Kedua hormone ini akan sama-sama mengalami kenaikan, namun kadar progesterone kadarnya
akan lebih tinggi dibandingkan dengan kadar estrogen. Jika ovulasi tidak terjadi, maka tidak
akan terjadi proses luteinisasi (pembentukan corpus luteum) sehingga progesterone pun juga
tidak akan dihasilkan.
Perlu diketahui, fase folikulogenesis pada seorang wanita bisa memanjang, bisa memendek, bisa
15 hari, 17 hari, 21 hari dsb. Sedangkan fase luteal cenderung sama (12-14 hari). Akan tetapi,
ternyata wanita dengan siklus haid > 35 hari cenderung tidak terjadi ovulasi. Karena jika folikel
itu lama matangnya, maka lama-kelamaan akan rusak dan oositnya juga rusak.
Jika terjadi kehamilan, maka progesterone tidak akan perneh turun. Sesuai dengan namanya,
progestasi = mempertahankan kehamilan. Setelah proses ovulasi terjadi, jika endometrium yang
dipersiapkan dibuahi (fertilisasi), yaitu oosit pada meiosis II akan berubah menjadi 2 sel, 4 sel, 8
sel, 16 sel dan 32 sel lalu akan masuk stadium blastokist yang akan mengalami proses hatching,
yaitu keluar dari selubungnya dan akan mengalami implantasi. Proses ini terjadi setelah 72-96
jam terjadinya fertilisasi. Yang dikatakan optimal mengalami implantasi, jika tebal endometrium
> 7 mm. Biasanya, tebal endometrium ini diketahui dari USG transvaginal.
6
Pada saat tidak terjadi implantasi, maka progesterone dan estradiol akan turun tiba-tiba dan
terjadilah proses deskuamasi. Progesterone akan mempengaruhi pembentukan prostaglandin,
metal metalo proteinase, endotelin, PGF2α, dll. Jika tidak terjadi implantasi, maka korpus luteum
akan mengalami degenerasi menjadi corpus albicans, akibatnya progesterone dan estrogen turun,
sehingga prostaglandin, dkk akan menimbulkan terjadinya deskuamasi dan perdarahan
(menstruasi).
Sering terjadi perdarahan secara berlebihan pada sebagian wanita di saat menstruasi. Hal ini
dikarenakan kolaps jaringan tidak terjadi secara serentak, perdarahan hanya sedikit-sedikit terjadi
sehingga pada satu bulan berikutnya akan bertumpuk lagi, lama-kelamaan akan menjadi rapuh,
dan pada suatu saat akan menyebabkan perdarahan haid yang panjang. Untuk menghentikannya,
maka kolaps jaringan harus terjadi secara serentak. Jadi, endometrium harus keluar semuanya,
barulah bisa terjadi vasokonstriksi. Pada membrane basalis, pembuluh darah yang terbuka akan
menjadi vasokonstriksi oleh pengaruh prostaglandin, PGF2α. Jika factor pelepasan dan
penghentian seimbang, maka menstruasi akan terjadi dan berhenti secara normal.
Trombosit tidak dikeluarkan saat menstruasi berlangsung. Itulah sebabnya darah haid yang
dikeluarkan pada umumnya encer. Gumpalan didalam darah merupakan mikrofibrin (fibrin yang
belum matang). Jika terjadi gangguan pembekuan darah (factor X dan XII tidak ada), seperti
pada penyakit ‘von willebrand disease’ atau pada penyakit koagulopati, dimana bisa terjadi
perdarahan uterus abnormal yang iatrogenic. Namun, penyakit ini dapat diobati dengan terapi
hormonal, yaitu dengan pemberian estrogen dan progesterone sintetik (etinil estradiol dan
progestin progesterone).
Setelah darah haid berhenti, yang harusnya berhenti secara serentak. Jika ada flek dalam jangka
panjang, maka ada gangguan. Mungkin saja ada yang salah dari factor vasokonstriksi. biasanya
hal ini terjadi pada endometriosis. Hal ini juga merupakan penyebab perdarahan uterus abnormal.
Normal, pada wanita, interval menstruasi berkisar antara 24-35 hari. Jika seorang wanita tidak
mengalami haid > 35 hari, maka disebut oligomenore. Sebaliknya, jika siklus haid seorang
wanita < 24 hari, maka disebut polimenore.
7
Beberapa kelainan lainnya, yaitu (1) menoragia adalah haid yang panjang dan banyak, tidak
normal (N= 2-8 hari), yaitu durasinya meningkat dan volumnya meningkat hingga lebih dari
80cc/hr. Menoragia disebut sebagai ‘heavy menstrual bleeding’ atau disebut juga perdarahan
haid yang banyak. (2) metroragia adalah perdarahan diluar waktu menstruasi yang normal.
Metroragia disebut sebagai ‘inter-menstrual bleeding’ yaitu perdarahan antara waktu haid yang
kemarin dan haid sekarang. (3) withdrawal bleeding, yaitu terjadi ketika seorang wanita minum
pil KB, yang isi hormone 21 hari dan placebo 7 hari. Yang menyebabkan menjadi withdrawal
bleeding ketika minum yang placebo 7 hari, sehingga hormone akan menjadi turun dan terjadilah
menstruasi. (4) breakthrough bleeding, yaitu jika seorang wanita akan menginduksi menstruasi.
Misal, pada seorang wanita yang sudah lama tidak haid (3 bulan tidak haid), lalu diberi tablet
progestin sehingga mengalami haid. Contoh lain pada seorang wanita post op pengangkatan
kista. Jika hormone tsb tiba-tiba dihentikan, maka tiba-tiba akan lepas dan terjadilah haid.
Keluarnya darah haid tergantung tebal tipisnya endometrium. Pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal dalam jangka panjang, karena adanya efek supresi ovulasi yang lama,
folikulogenesis tidak akan terjadi dan endometrium pun akan menjadi lebih tipis, oleh karena itu,
kebanyakan haid yang dialami hanya berupa bercak-bercak saja. Misalnya pada wanita yang
mengggunakan KB, mereka akan terlihat lebih gemuk dan datang haidnya lebih sering terlambat.
FISIOLOGI OVULASI
A. OVULASI
Ovulasi merupakan proses pelepasan telur yang telah matang tersebut dari dalam rahim untuk
kemudian berjalan menuju tuba falopi untuk dibuahi. Proses ini biasanya terjadi 16 hari setelah
hari pertama siklus menstruasi atau 14 hari sebelum haid berikutnya. Yang dimana pada proses
ini melibatkan interaksi dari hipotalamus – hipofise – ovarium dan endometrium.
Ovarium memiliki 2 peran utama :
8
2. Gametogenesis dan ovulasi
B. PROSES OVULASI
a. Fase pra-ovulasi
Pada fase pra-ovulasi atau akhir siklus menstruasi, hipotalamus mengeluarkan hormon
gonadotropin. Gonadotropin merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH. Adanya FSH
merangsang pembentukan folikel primer di dalam ovarium yang mengelilingi satu oosit primer.
Folikel primer dan oosit primer akan tumbuh sampai hari ke-14 hingga folikel menjadi matang
atau disebut folikel de Graaf dengan ovum di dalamnya. Selama pertumbuhannya, folikel juga
melepaskan hormon estrogen. Adanya estrogen menyebabkan pembentukan kembali (proliferasi)
sel-sel penyusun dinding dalam uterus dan endometrium. Peningkatan konsentrasi estrogen
selama pertumbuhan folikel juga mempengaruhi serviks untuk mengeluarkan lendir yang bersifat
basa. Lendir yang bersifat basa berguna untuk menetralkan sifat asam pada serviks agar lebih
mendukung lingkungan hidup sperma.
b. Fase Ovulasi
Pada saat mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 terjadi perubahan produksi hormon.
Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan reaksi umpan balik negatif
atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih lanjut dari hipofisis. Penurunan konsentrasi
FSH menyebabkan hipofisis melepaskan LH. LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari
folikel de Graaf. Pada saat inilah disebut ovulasi, yaitu saat terjadi pelepasan oosit sekunder dari
folikel de Graaf dan siap dibuahi oleh sperma. Umunya ovulasi terjadi pada hari ke-14.
9
c. Fase pasca-ovulasi
Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit sekunder karena pengaruh
LH dan FSH akan berkerut dan berubah menjadi korpus luteum. Korpus luteum tetap
memproduksi estrogen (namun tidak sebanyak folikel de Graaf memproduksi estrogen) dan
hormon lainnya, yaitu progesteron. Progesteron mendukung kerja estrogen dengan menebalkan
dinding dalam uterus atau endometrium dan menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah pada
endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina dan pertumbuhan
kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga estrogen) tersebut berguna
10
untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada uterus bila terjadi pembuahan atau
kehamilan.
Proses pasca-ovulasi ini berlangsung dari hari ke-15 sampai hari ke-28. Namun, bila sekitar hari
ke-26 tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus albikan. Korpus
albikan memiliki kemampuan produksi estrogen dan progesteron yang rendah, sehingga
konsentrasi estrogen dan progesteron akan menurun. Pada kondisi ini, hipofisis menjadi aktif
untuk melepaskan FSH dan selanjutnya LH, sehingga fase pasca-ovulasi akan tersambung
kembali dengan fase menstruasi berikutnya.
Pada sebagian besar kasus, dari 10 – 20 folikel tumbuh dibawah pengaruh FSH namun hanya
satu diantaranya (folikel dominan) yang dapat tumbuh cukup besar dan memiliki densitas
reseptor FSH yang cukup memadai sehingga dapat memberikan respon dengan rendahnya kadar
FSH sehingga dapat terus berkembang sampai tahapan ovulasi.
Kadar estrogen terus meningkat. Pada pertengahan siklus menstruasi situasi ovarium
mengendalikan adanya perubahan fungsi hipofise. Peningkatan kadar estrogen yang terjadi akan
menyebabkan terjadinya ‘surge’ kadar FSH dan LH ( proses umpan balik positif ). Peristiwa ini
akan memicu terjadinya ovulasi. Peranan LH dalam hal ini adalah untuk:
Menyebabkan adanya produksi prostaglandin dan ensim proteolitik lokal sehingga dapat
terjadi ekstrusi sel telur dari folikel yang telah matang.
Pertumbuhan corpus luteum sehingga menghasilkan progesterone
11
A. Pengertian
Menstruasi adalah perdarahan vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium
uterus. Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi
normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung
jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi (Bobak,
2004).
Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan pendarahan dan
terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi yang berulang
setiap bulan tersebut akhirnya membentuk siklus menstruasi. Siklus menstruasi dihitung dari hari
pertama menstruasi sampai tepat satu hari sebelum menstruasi bulan berikutnya. Umumnya
siklus menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hari (ada pula setiap 21 hari dan 30 hari).
Menstruasi pertama (menarke) pada remaja putri sering terjadi pada usia 11 tahun. Namun tidak
tertutup kemungkinan terjadi pada rentang usia 8-16 tahun.
Menstruasi atau haid adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala
dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam reproduksi. Pada manusia,
hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia pubertas dan menopause. Menstruasi pada wanita
adalah suatu perdarahan rahim yang sifatnya fisiologik (normal) yang datangnya teratur setiap
bulan (siklus haid), dan timbulnya perdarahan tersebut sebagai akibat perubahan hormonal yaitu
estrogen dan progesteron (Hawari, 1997).
Menstruasi bisa menjadi salah satu pertanda bahwa seorang perempuan sudah memasuki masa
suburnya. Karena secara fisiologis menstruasi menandakan telah terbuangnya sel telur miliknya
sudah matang. Mentruasi merupakan proses dalam tubuh perempuan dimana sel telur (ovum)
yang berjalan dari indung telur menuju rahim, melalui aluran yang diberi nama tuba fallofi.
Pengeluaran menstruasi terdiri dari sebagian besar darah, sekitar 2/3. Sisanya 1/3 adalah lendir,
pecahan-pecahan lapisan uterus, dan sel-sel dari lapisan vagina. Darah menstruasi berbeda dari
sirkulasi darah yang melalui tubuh wanita, yang terdiri dari lebih banyak zat kapur dan tidak
memiliki kemampuan untuk membeku, karena darah tersebut harus melalui leher rahim dan
mengalir keluar dari tubuh tanpa menggumpal. Saya percaya zat kapur akan menyebabkan mens
lebih cepat membusuk begitu sekali meninggalkan tubuh, sebagaimana yang diinginkan. Bisa
juga terdapat mikroorganisme yang berada dalam mens yang bisa menginfeksi tubuh wanita jika
mereka/mens tersebut tidak dibuang keluar dari uterus.
Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala yang dapat terjadi pada saat masa menstruasi:
12
Radang pada vagina.
Gatal-gatal pada kulit.
Emosi meningkat.
Nyeri dan bengkak pada payudara
B. Siklus Menstruasi
Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang
terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam hal
reproduksi. Pada manusia, hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia remaja sampai
menopause. Selain manusia, periode ini hanya terjadi pada primata-primata besar, sementara
binatang-binatang menyusui lainnya mengalami siklus estrus.
Pada wanita siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, walaupun hal ini berlaku umum,
tetapi tidak semua wanita memiliki siklus menstruasi yang sama, terkadang siklus terjadi setiap
21 hari hingga 30 hari. Biasanya, menstruasi rata-rata terjadi 5 hari, terkadang menstruasi juga
dapat terjadi sekitar 2 hari sampai 7 hari. Umumnya darah yang hilang akibat menstruasi adalah
10mL hingga 80mL per hari tetapi biasanya dengan rata-rata 35mL per harinya.
Umumnya siklus menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hari (ada pula setiap 21 hari dan 30
hari) yaitu sebagai berikut :
Pada hari 1 sampai hari ke-14 terjadi pertumbuhan dan perkembangan folikel primer yang
dirangsang oleh hormon FSH. Pada seat tersebut sel oosit primer akan membelah dan
menghasilkan ovum yang haploid. Saat folikel berkembang menjadi folikel Graaf yang masak,
folikel ini juga menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis.
Estrogen yang keluar berfungsi merangsang perbaikan dinding uterus yaitu endometrium yang
habis terkelupas waktu menstruasi, selain itu estrogen menghambat pembentukan FSH dan
memerintahkan hipofisis menghasilkan LH yang berfungsi merangsang folikel Graaf yang masak
untuk mengadakan ovulasi yang terjadi pada hari ke-14, waktu di sekitar terjadinya ovulasi
disebut fase estrus.
Selain itu, LH merangsang folikel yang telah kosong untuk berubah menjadi badan kuning
(Corpus Luteum). Badan kuning menghasilkan hormon progesteron yang berfungsi mempertebal
lapisan endometrium yang kaya dengan pembuluh darah untuk mempersiapkan datangnya
embrio. Periode ini disebut fase luteal, selain itu progesteron juga berfungsi menghambat
pembentukan FSH dan LH, akibatnya korpus luteum mengecil dan menghilang, pembentukan
progesteron berhenti sehingga pemberian nutrisi kepada endometriam terhenti, endometrium
menjadi mengering dan selanjutnya akan terkelupas dan terjadilah perdarahan (menstruasi) pada
hari ke-28. Fase ini disebut fase perdarahan atau fase menstruasi. Oleh karena tidak ada
progesteron, maka FSH mulai terbentuk lagi dan terjadilan proses oogenesis kembali.
13
hingga ovulasi – fase folikular – bervariasi lamanya. Siklus yang diamati terjadi pada wanita
yang mengalami ovulasi. Selang waktu antara awal perdarahan menstruasi – fase luteal – relatif
konstan dengan rata-rata 14 ± 2 hari pada kebanyakan wanita (Grenspan, 1998).
Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi; pada umumnya lamanya 4 sampai 6 hari,
tetapi antara 2 sampai 8 hari masih dapat dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi terdiri
dari frahmen-frahmen kelupasan endometrium yang bercampur dengan darah yang banyaknya
tidak tentu. Biasanya darahnya cair, tetapi apabila kecepatan aliran darahnya terlalu besar,
bekuan dengan berbagai ukuran sangat mungkin ditemukan. Ketidakbekuan darah menstruasi
yang biasa ini disebabkan oleh suatu sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam endometrium.
Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama satu periode menstruasi telah
ditentukan oleh beberapa kelompok peneliti, yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb normal 14 gr per dl
dan kandungan besi Hb 3,4 mg per g, volume darah ini mengandung 12-29 mg besi dan
menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg besi untuk setiap hari
siklus tersebut atau 150 sampai 400 mg per tahun (Cunningham, 1995).
14
c. Fase intermenstum atau fase proliferasi
Setelah luka sembuh, akan terjadi penebalan pada endometrium ± 3,5 mm. Fase ini berlangsung
dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus menstruasi.
15
Siklus ovarium dalam menstruasi dibagi menjadi 3 fase, yakni fase folikuler, fase ovulatoir,
dan fase luteal.
1. Fase Folikuler
Fase folikuler dimulai dari hari ke-1 sampai sesaat sebelum kadar LH meningkat dan terjadi
pelepasan sel telur (ovulasi). Dinamakan fase folikuler karena pada saat ini terjadi pertumbuhan
folikel di dalam ovarium. Pada pertengahan fase folikuler, kadar FSH sedikit meningkat
sehingga merangsang pertumbuhan sekitar 3-30 folikel yang masing-masing mengandung 1 sel
telur. Tetapi hanya 1 folikel yang terus tumbuh, yang lainnya hancur.
Pada suatu siklus, sebagian endometrium dilepaskan sebagai respon terhadap penurunan kadar
hormon estrogen dan progesteron. Endometrium terdiri dari 3 lapisan. Lapisan paling atas dan
lapisan tengah dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan menghasilkan
sel-sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan yang telah dilepaskan.
Perdarahan menstruasi berlangsung selama 3-7 hari, rata-rata selama 5 hari. Darah yang hilang
sebanyak 28-283 gram. Darah menstruasi biasanya tidak membeku kecuali jika perdarahannya
sangat hebat.
2. Fase Ovulatoir
Fase ovulatoir dimulai ketika kadar LH meningkat dan pada fase ini dilepaskan sel telur. Sel
telur biasanya dilepaskan dalam waktu 16-32 jam setelah terjadi peningkatan kadar LH.
Folikel yang matang akan menonjol dari permukaan ovarium, akhirnya pecah dan melepaskan
sel telur. Pada saat ovulasi ini beberapa wanita merasakan nyeri tumpul pada perut bagian
bawahnya, nyeri ini dikenal sebagai mittelschmerz, yang berlangsung selama beberapa menit
sampai beberapa jam.
3. Fase Luteal
Fase ini terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama sekitar 14 hari. Setelah melepaskan
telurnya, folikel yang pecah kembali menutup dan membentuk korpus luteum yang
menghasilkan sejumlah besar progesterone
Progesteron menyebabkan suhu tubuh sedikit meningkat selama fase luteal dan tetap tinggi
sampai siklus yang baru dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan untuk memperkirakan
terjadinya ovulasi.
Setelah 14 hari, korpus luteum akan hancur dan siklus yang baru akan dimulai, kecuali jika
terjadi pembuahan. Jika telur dibuahi, korpus luteum mulai menghasilkan HCG (human
chorionic gonadotropin). Hormon ini memelihara korpus luteum yang menghasilkan progesteron
sampai janin bisa menghasilkan hormonnya sendiri.
Awal fase luteal, seiring dengan pematangan korpus luteum. Sekresi progesteron terus menerus
meningkat dan mencapai kadar antara 6 dan 20 ng/ml. Estradiol yang dikeluarkan terutama dari
folikel yang besar yang tidak mengalami atresia, juga tampak pada fase luteal dengan konsentrasi
yang lebih tinggi daripada selama permulaan atau pertengahan fase folikuler. Produksi estradiol
dan progesteron maksimal dijumpai antara hari ke-20 dan 23 (Jacoeb, 1994).
16
otolisis, dan sekret dari uterus, cervik, dan kelenjar-kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3 – 4
hari.
2. Fase pasca haid atau fase regenerasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-angsur sembuh dan
ditutup kembali oleh selaput lendir yang tumbuh dari sel-sel endometrium. Fase ini telah mulai
sejak fase menstruasi dan berlangsung kurang lebih 4 hari.
3. Fase Proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5
sampai hari ke-14 dari siklus haid.
Pada hari 1 sampai 7 : Menstruasi; pada hari pertama ketika pertama kali mengalami
menstruasi, terjadi pengeluaran cairan mentruasi akiba rontoknya jaringan endometrial dari
dalam rahim. Proses ini terjadi sekitar 7 (tujuh) hari. Sedangkan jumlah darah yang keluar
tergantung setebal apa jaringan yang rontok tersebut.
Pada hari 8-12 (fase follicular); pada masa ini terjadi menstruasi telah berhenti. Kemudian
secara otomatis sel telur yang tadinya ada di dalam rahim ikut hancur bersama didnding
endometrial. Oleh karena hal itulah pada fase ini terjadi proses ovum lagi. Proses yang
berlangsung dalam indung telur (ovarium) ini bertujuan untuk mematangkan follicle (telur yang
belum matang), untuk siap dibuahi. Pada fase ini hormon estrogen meningkat.
Pada hari 12-14 (Masa Ovulasi); pada fase ini adalah fase biasa yang disebut masa subur. Pada
masa ini, ovum sudah berpindah dari tuba fallofi dan siap untuk dibuahi. Ovum yang sudang
17
matang dikeluarkan dari indung telur ke tuba fallofi oleh fibrio, jaringan yang ada di ujung tuba
fallofi. Ukuran ovum normal sekitar 0,5 mm, yang merupakan sel terbesar dalam tubuh
perempuan. Pada sebagian perempuan, fase ini diikuti oleh rasa sakit yang disebit mittelschmerz
yang terjadi dalam beberapa jam.
Pada hari 14-28 (Fase Luteal); setelah menunggu lama di tuba fallofi, nasib ovum akan
ditentukan pada fase ini. Jika sudah dibuahi, ovum akan bergerak ke rahim dan tumbuh sebagai
embrio yang berkembang lanjut menjadi janin. Akan tetapi jika tidak, ovum akan tetap di rahim
kembali ke masa menstruasi. Ada masa inilah biasanya terjadi peningkatan hormon estrogen
besar-besaran. Dan disinilah biasanya terjadi Premenstrual Syndrome (PMS).
Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan ketika terjadi menstruasi pada
perempuan, seperti :
a. Menjaga kebersihan diri dengan mandi dan membersihkan bagian organ reproduksi dengan
sabun mandi
b. Makanlah makanan yang bergizi, atau yang banyak mengandung zat besi dan vitamin, seperti
hati ayam/sapi, daging, telur, sayur dan buah.
c. Berhati-hatilah mengkonsumsi obat bila perut terutama daerah sekitar rahim terasa nyeri. Bila
masih dapat diatasi maka tidak dianjurkan untuk membiasakan menggunakan obat-obatan,
kecuali bila sangat mengganggu maka berkonsultasilah pada tenaga kesehatan.
d. Gantilah pembalut bila kotor atau setelah buang air kecil karena untuk kebersihan.
e. Lakukan kegiatan seperti biasa, kecuali ada kegiatan yang berlebihan maka di batasi
18
Fisiologi Menstruasi
Pada siklus menstruasi normal, terdapat produksi hormon-hormon yang paralel dengan
pertumbuhan lapisan rahim untuk mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari janin (proses
kehamilan). Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat berakibat gangguan kesuburan,
abortus berulang, atau keganasan. Gangguan dari sikluas menstruasi merupakan salah satu alasan
seorang wanita berobat ke dokter.
Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah waktu keluarnya darah
haid yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus mentruasi
normal hanya terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi yang ekstrim
(setelah menarche dan menopause) lebih banyak mengalami siklus yang tidak teratur atau siklus
yang tidak mengandung sel telur. Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-
hipofisis-ovarium.
Perubahan di dalam rahim merupakan respon terhadap perubahan hormonal. Rahim terdiri dari 3
lapisan yaitu perimetrium (lapisan terluar rahim), miometrium (lapisan otot rehim, terletak di
bagian tengah), dan endometrium (lapisan terdalam rahim). Endometrium adalah lapisan yangn
berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3 bagian endometrium disebut desidua fungsionalis yang
terdiri dari kelenjar, dan 1/3 bagian terdalamnya disebut sebagai desidua basalis.
19
merangsang hipofisis mengeluarkan LH
3. PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk mengeluarkan
prolaktin
Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis merangsang perkembangan
folikel-folikel di dalam ovarium (indung telur). Pada umumnya hanya 1 folikel yang terangsang
namun dapat perkembangan dapat menjadi lebih dari 1, dan folikel tersebut berkembang menjadi
folikel de graaf yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi FSH, sehingga hipofisis
mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi hormon LH maupun FSH berada di
bawah pengaruh releasing hormones yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH
dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus. Produksi hormon
gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang
mengandung estrogen.
20
dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi rahim siap
untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)
Siklus ovarium :
1. Fase folikular. Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel telur yang berasal
dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan siklus dan siap untuk proses ovulasi
(pengeluaran sel telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase folikular pada manusia berkisar 10-
14 hari, dan variabilitasnya mempengaruhi panjang siklus menstruasi keseluruhan
2. Fase luteal. Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan jangka waktu rata-
rata 14 hari
Siklus hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium serta uterus di dalam siklus menstruasi
normal:
1. Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin (FSH, LH) berada pada level
yang rendah dan sudah menurun sejak akhir dari fase luteal siklus sebelumnya
2. Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan setelah akhir dari korpus
luteum dan pertumbuhan folikel dimulai pada fase folikular. Hal ini merupakan pemicu untuk
pertumbuhan lapisan endometrium
3. Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada pengeluaran FSH hipofisis.
Hormon LH kemudian menurun sebagai akibat dari peningkatan level estradiol, tetapi pada akhir
dari fase folikular level hormon LH meningkat drastis (respon bifasik)
4. Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor (penerima) hormon LH yang
terdapat pada sel granulosa, dan dengan rangsangan dari hormon LH, keluarlah hormon
progesteron
5. Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu yang menyebabkan
terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam kemudian. Ovulasi adalah penanda fase transisi dari
fase proliferasi ke sekresi, dari folikular ke luteal
6. Kedar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum ovulasi sampai fase
pertengahan, dan kemudian meningkat kembali karena sekresi dari korpus luteum
7. Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan penanda bahwa sudah terjadi
ovulasi
8. Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa hidup korpus luteum dan
kemuadian menurun untuk mempersiapkan siklus berikutnya
21
a. Fase Proliferasi
Dinamakan juga fase folikuler, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu (masa) ketika ovarium
beraktivitas membentuk dan mematangkan folikel-folikelnya serta uterus beraktivitas
menumbuhkan lapisan endometriumnya yang mulai pulih dan dibentuk pada fase regenerasi atau
pascahaid.
Pada siklus haid klasik, fase proliferasi berlangsung setelah perdarahan haid berakhir, dimulai
22
pada hari ke-5 sampai 14 (terjadinya proses evolusi). Fase proliferasi ini berguna untuk
menumbuhkan lapisan endometrium uteri agar siap menerima sel ovum yang telah dibuahi oleh
sel sperma, sebagai persiapan terhadap terjadinya proses kehamilan.
Pada fase ini terjasi pematangan folikel-folikel di dalam ovarium akibat pengaruh aktivitas
hormone FSH yang merangsang folikel-folikel tersebut untuk menyintesis hormone estrogen
dalam jumlah yang banyak. Peningkatan pembentukan dan pengaruh dari aktivitas hormone FSH
pada fase ini juga mengakibatkan terbentuknya banyak reseptor hormone LH dilapisan sel-sel
granulose dan cairan folikel-folikel dalam ovarium. Pembentukan hormone estrogen yang terus
meningkat tersebut—sampai kira-kira pada hari ke-13 siklus haid (menjelang terjadinya proses
ovulasi)—akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran hormone LH yang banyak sebagai
manifestasi umpan balik positif dari hormone estrogen (positive feed back mechanism) terhadap
adenohipofisis.
Pada saat mendekati masa terjadinya proses ovulasi, terjadi peningkatan kadar hormone LH di
dalam serum dan cairan folikel-folikel ovarium yang akan memacu ovarium untuk mematangkan
folikel-folikel yang dihasilkan di dalamnya sehingga sebagian besar folikel di ovarium
diharapkan mengalami pematangan (folikel de Graaf). Disamping itu, akan terjadi perubahan
penting lainnya, yaitu peningkatan konsentrasi hormone estrogen secara perlahan-lahan,
kemudian melonjak tinggi secara tiba-tiba pada hari ke-14 siklus haid klasik (pada akhir fase
proliferasi), biasanya terjadi sekitar 16-20 jam sebelum pecahnya folikel de Graaf, diikuti
peningkatan dan pengeluaran hormone LH dari adenohipofisis, perangsangan peningkatan kadar
hormone progesterone, dan peningkatan suhu basal badan sekitar 0,5°C. Adanya peningkatan
pengeluaran kadar hormone LH yang mencapai puncaknya (LH-Surge), estrogen dan
progesterone menjelang terjadinya proses tersebut di ovarium pada hari ke-14 siklus haid.
Di sisi lain, aktivitas hormone estrogen yang terbentuk pada fase proliferasi tersebut dapat
mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim dalam lapisan endometrium uteri serta merangsang
pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida pada lapisan tersebut. Zat-zat ini akan
turut serta dalam pembentukan dan pembangunan lapisan endometrium uteri, khususnya
pembentukan stroma di bagian yang lebih dalam dari lapisan endometrium uteri. Pada saat yang
bersamaan terjadi pembentukan system vaskularisasi ke dalam lapisan fungsional endometrium
uteri.
Selama fase prolferasi dan terjadinya proses ovulasi—di bawah pengaruh hormone estrogen—
terjadi pengeluaran getah atau lendir dari dinding serviks uteri dan vagina yang lebih encer dan
bening. Pada saat ovulasi getah tersebut mengalami penurunan konsentrasi protein (terutama
albumin), sedangkan air dan musin (pelumas) bertambah berangsur-angsur sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan viskositas dari getah yang dikeluarkan dari serviks uteri dan
vaginanya tersebut. Peristiwa ini diikuti dengan terjadinya proses-proses lainnya di dalam
vagina, seperti peningkatan produksi asam laktat dan menurunkan nilai pH (derajat keasaman),
yang akan memperkecil resiko terjadinya infeksi di dalam vagina. Banyaknya getah yang
dikeluarkan dari daerah serviks uteri dan vagina tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya
kelainan yang disebut keputihan karena pada flora normal di dalam vagina juga terdapat
microorganisme yang bersifat pathogen potensial. Sebaliknya, sesudah terjadinya proses ovulasi
(pada awal fase luteal)—di bawah pengaruh hormone progesterone—getah atau lendir yang
23
dikeluarkan dari serviks uteri dan vagina menjadi lebih kental dan keruh.
Setelah terjadinya proses ovulasi, getah tersebut mengalami perubahan kembali dengan
peningkatan konsentrasi protein, sedangkan air dan musinnya berkurang berangsur-angsur
sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan viskositas dan pengentalan dari getah yang
dikeluarkan dari serviks uteri dan vaginanya. Dengan kata lain, pada fase ini merupakan masa
kesuburan wanita.
b. Fase Luteal
Dinamakan juga fase sekresi atau fase prahaid, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu (masa)
ketika ovarium beraktivitas membentuk korpus luteum dari sisa-sisa folikel matangnya (folikel
de Graaf) yang sudah mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadinya ovulasi dan menghasilkan
hormone progesterone yang akan digunakan sebagai penunjang lapisan endometrium uteri untuk
bersiap-siap menerima hasil konsepsi (jika terjadi kehamilan) atau melakukan proses deskuamasi
dan penghambatan masuknya sel sperma (jika tidak terjadi kehamilan). Pada hari ke-14 (setelah
terjadinya proses ovulasi) sampai hari ke-28, berlangsung fase luteal. Pada fase ini mempunyai
ciri khas tertentu, yaitu terbentuknya korpus luteum ovarium serta perubahan bentuk (menjadi
memanjang dan berkelok-kelok) dan fungsi dari kelenjar-kelenjar di lapisan endometrium uteri
akibat pengaruh dari peningkatan hormone LH yang diikuti oleh pengeluaran hormone
progesterone. Adanya pengaruh aktivitas hormone progesterone dapat menyebabkan terjadinya
perubahan sekretorik, terutama pada lapisan endometrium uteri. Pengaruh aktivitas hormone
progesterone selama fase luteal dapat meningkatkan konsentrasi getah serviks uteri menjadi lebih
kental dan membentuk jala-jala tebal di uterus sehingga akan menghambat proses masuknya sel
sperma ke dalam uterus. Bersamaan dengan hal ini, hormone progesterone akan mempersempit
daerah porsio dan serviks uteri sehingga pengaruh aktivitas hormone progesterone yang lebih
lama, akan menyebabkan degenerasi dari lapisan endometrium uteri dan tidak memungkinkan
terjadinya proses nidasi dari hasil konsepsi ke dinding uterusnya.
Peningkatan produksi hormone progesterone yang telah dimulai sejak akhir fase folikuler akan
terus berlanjut sampai akhir fase folikuler akan terus berlanjut sampai akhir fase luteal. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan aktivitas hormone estrogen dalam menyintesis reseptor-reseptornya
(reseptor hormone LH dan progesterone) di ovarium dan terjadinya perubahan sintesis hormon-
hormon seks steroid (hormone estrogen menjadi hormone progesterone) di dalam sel-sel
granulose ovarium. Perubahan ini secara normal mencapai puncaknya pada hari ke-22 siklus
haid klasik karena pada masa ini pengaruh hormone progesterone terhadap lapisan endometrium
uteri paling jelas terlihat. Jika proses nidasi tersebut tidak terjadi, hormone estrogen dan
progesterone akan menghambat sintesis dan aktivitas hormone FSH dan LH di adenohipofisis
sehingga membuat korpus luteum menjadi tidak dapat tumbuh dan berkembang kembali, bahkan
mengalami penyusutan dan selanjutnya menghilang. Di sisi lain, pada masa menjelang terjadinya
perdarahan haid, pengaruh aktivitas hormone progesterone tersebut juga akan menyebabkan
terjadinya penyempitan pembuluh-pembuluh darah yang diikuti dengan dengan terjadinya
ischemia dan nekrosis pada sel-sel dan jaringan endometrium uterinya sehingga memungkinkan
terjadinya proses deskuamasi lapisan endometrium uteri yang disertai dengan terjadinya
perdarahan dari daerah tersebut yang dikeluarkan melalui vagina. Akhirnya, bermanifestasi
sebagai perdarahan haid.
24
Pada saat setelah terjadinya proses ovulasi di ovarium, sel-sel granulosa ovarium akan berubah
menjadi sel-sel luteal ovarium, yang berperan dalam peningkatan pengeluaran hormon
progesteron selama fase luteal siklus haid. Faktanya menunjukan bahwa salah satu peran dari
hormon progesteron adalah sebagai pendukung utama terjadinya proses kehamilan. Apabila
proses kehamilan tersebut tidak terjadi, peningkatan hormon progesteron yang terjadi tersebut
akan mengikuti terjadinya penurunan hormon LH dan secara langsung hormon progesteron
(bersama dengan hormon estrogen) akan melakukan penghambatan terhadap pengeluaran
hormon FSH, LH, dan LHRH, yang derajat hambatannya bergantung pada konsentrasi dan
lamanya pengaruh hormon progesteron tersebut. Kemudian melalui mekamisme ini secara
otomatis hormon-hormon progesteron dan estrogen juga akan menurunkan pengeluaran hormon
LH, FSH, dan LHRH tersebut sehingga proses sintesis dan sekresinya dari ketiga hormon
hipofisis tersebut, yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan folikel-folikel dan proses ovulasi
di ovarium selama fase luteal, akan berkurang atau berhenti, dan akan menghambat juga
perkembangan dari korpus luteum. Pada saat bersamaan, setelah terjadinya proses ovulasi, kadar
hormon estrogen mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya puncak peningkatan
kadar hormon LH dan aktivitasnya yang terbentuk ketika proses ovulasi terjadi dan berakibat
terjadi proliferasi dari sel-sel granulosa ovarium, yang secara langsung akan menghambat dan
menurunkan proses sintesis hormon estrogen dan FSH serta meningkatkan pembentukan hormon
progesteron di ovarium.
Di akhir fase luteal, terjadi penurunan reseptor-reseptor dan aktivitas hormon LH di ovarium
secara berangsur-angsur, yang diikuti penurunan proses sintesis hormon-hormon FSH dan
estrogen yang telah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, pada masa akhir fase luteal akan terjadi
pembentukan kembali hormon FSH dan estrogen dengan aktivitas-aktivitasnya di ovarium dan
uterus.
Beberapa proses lainnya yang terjadi pada awal sampai pertengahan fase luteal adalah
terhentinya proses sintesis enzim-enzim dan zat mukopolisakarida yang telah berjalan
sebelumnya sejak masa awal fase proliferasi. Akibatnya, terjadi peningkatan permeabilitas
(kebocoran) dari pembuluh-pembuluh darah di lapisan endometrium uteri yang sudah
berkembang sejak awal fase proliferasi dan banyak zat-zat makanan yang terkandung di
dalamnya mengalir menembus langsung stroma dari lapisannya tersebut.
Proses tersebut dijadikan sebagai persiapan lapisan endometrium uteri untuk melakukan proses
nidasi terhadap hasil konsepsi yang terbentuk jika terjadi proses kehamilan. Jika tidak terjadi
proses kehamilan, enzim-enzim dan zat mukopolisakarida tersebut akan dilepaskan dari lapisan
endometrium uteri sehingga proses nekrosis dari sel-sel dan jaringan pembuluh-pembuluh darah
pada lapisan tersebut. Hal itu menimbulkan gangguan dalam proses terjadinya metabolisme sel
dan jaringannya sehingga terjadi proses regresi atau deskuamasi pada lapisan tersebut dan
disertai perdarahan.
Pada saat yang bersamaan, peningkatan pengeluaran dan pengaruh hormon progesteron (bersama
dengan hormon estrogen) pada akhir fase luteal akan menyebabkan terjadinya penyempitan
pembuluh-pembuluh darah di lapisan endometrium uteri, yang kemudian dapat menimbulkan
terjadinya proses ischemia di lapisan tersebut sehingga akan menghentikan proses metabolisme
25
pada sel dan jaringannya. Akibatnya, terjadi regresi atau deskuamasi pada lapisan tersebut
disertai perdarahan. Perdarahan yang terjadi ini merupakan manifestasi dari terjadinya
perdarahan haid.
c. Fase Menstruasi
Dinamakan juga fase deskuamasi atau fase haid, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu (masa)
terjadinya proses deskuamasi pada lapisan endometrium uteri disertai pengeluaran darah dari
dalam uterus dan dikeluarkan melalui vagina.
Pada akhir fase luteal terjadi peningkatan hormon estrogen yang dapat kembali menyebabkan
perubahan sekretorik pada dinding uterus dan vagina, berupa peningkatan produksi dan
penurunan konsentrasi getah yang dikeluarkan dari serviks uteri dan vagina serta peningkatan
konsentrasi glikogen dalam serviks uteri dan vagina. Hal ini memungkinkan kembali terjadinya
proses peningkatan pengeluaran getah yang lebih banyak dari serviks uteri dan vaginanya serta
keputihan.
Pada saat akhir fase luteal, peningkatan kadar dan aktivitas hormon estrogen yang terbentuk
kembali masih belum banyak sehingga terjadinya proses-proses perangsangan produksi asam
laktat oleh bakteri-bakteri flora normal dan penurunan nilai derajat keasaman, yang diharapkan
dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi di dalam vagina menjadi tidak optimal, dan ditambah
penumpukan getah yang sebagian besar masih dalam keadaan mengental. Oleh karena itu, pada
saat menjelang proses perdarahan haid tersebut, daerah vagina menjadi sangat beresiko terhadap
terjadinya penularan penyakit (infeksi) melalui hubungan persetubuhan (koitus).
Terjadinya pengeluaran getah dari serviks uteri dan vagina tersebut sering bercampur dengan
pengeluaran beberapa tetesan darah yang sudah mulai keluar menjelang terjadinya proses
perdarahan haid dari dalam uterus dan menyebabkan terlihatnya cairan berwarna kuning dan
keruh, yang keluar dari vaginanya. Sel-sel darah merah yang telah rusak dan terkandung dari
cairan yang keluar tersebut akan menyebabkan sifat bakteri-bakteri flora normal yang ada di
dalam vagina menjadi bersifat infeksius (patogen potensial) dan memudahkannya untuk
berkembang biak dengan pesat di dalam vagina. Bakteri-bakteri infeksius yang terkandung
dalam getah tersebut, kemudian dikeluarkan bersamaan dengan pengeluaran jaringan dari lapisan
endometrium uteri yang mengalami proses regresi atau deskuamasi dalam bentuk perdarahan
haid atau dalam bentuk keputihan yang keluar mendahului menjelang terjadinya haid.
Pada saat bersamaan, lapisan endometrium uteri mengalami iskhemia dan nekrosis, akibat
terjadinya gangguan metabolisme sel atau jaringannya, yang disebabkan terhambatnya sirkulasi
dari pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi lapisan tersebut akibat dari pengaruh
hormonal, ditambah dengan penonjolan aktivasi kinerja dari prostaglandin F2α(PGF2α) yang
timbul akibat terjadinya gangguan keseimbangan antara prostaglandin E2(PGE2) dan F2α
(PGF2α) dengan prostasiklin (PGI2), yang disintesis oleh sel-sel endometrium uteri (yang telah
mengalami luteinisasi sebelumnya akibat pengaruh dari homogen progesteroon). Semua hal itu
akan menjadikan lapisan edometrium uteri mengalami nekrosis berat dan sangat memungkinkan
untuk mengalami proses deskuamasi.
Pada fase menstruasi ini juga terjadi penyusutan dan lenyapnya korpus luteum ovarium (tempat
26
menetapnya reseptor-reseptor serta terjadinya proses pembentukan dan pengeluaran hormon
progesteron dan LH selama fase luteal).
d. Fase Regenerasi
Dinamakan juga fase pascahaid, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu (masa) terjadinya
proses awal pemulihan dan pembentukan kembali lapisan endometrium uteri setelah mengalami
proses deskuamasi sebelumnya. Bersamaan dengan proses regresi atau deskuamasi dan
perdarahan haid pada fase menstruasi tersebut, lapisan endometrium uteri juga melepaskan
hormon prostaglandin E2 dan F2, yang akan mengakibatkan berkontraksinya lapisan
mimometrium uteri sehingga banyak pembuluh darah yang terkandung di dalamnya mengalami
vasokontriksi, akhirnya akan membatasi terjadinya proses perdarahan haid yang sedang
berlangsung.
Di sisi lain, proses penghentian perdarahan haid ini juga didukung oleh pengaktifan kembali
pembentukan dan pengeluaran hormon FSH dan estrogen sehingga memungkinkan kembali
terjadinya pemacuan proses proliferasi lapisan endometrium uteri dan memperkuat kontraksi
otot-otot uterusnya. Hal ini secara umum disebabkan oleh penurunan efek hambatan terhadap
aktivitas adenohipofisis dan hipotalamus yang dihasilkan dari hormon progesteron dan LH (yang
telah terjadi pada fase luteal), saat terjadinya perdarahan haid pada fase menstruasi sehingga
terjadi pengaktifan kembali dari hormon-hormon LHRH, FSH, dan estrogen. Kemudian
bersamaan dengan terjadinya proses penghentian perdarahan haid ini, dimulailah kembali fase
regenerasi dari siklus haid tersebut
27
.
28