Anda di halaman 1dari 15

Siklus haid berlangsung sekitar satu bulan

Manusia wanita memproduksi gamet dalam siklus bulanan (rata-rata 28 hari; kisaran normal 24-
35). Siklus ini biasa disebut siklus haid karena ditandai oleh 3-7 hari periode perdarahan uterin
yang dikenal sebagai mens (menses, bulan) atau menstruasi. Siklus haid dapat diterangkan
dengan memperhatikan berbagai perubahan yang terjadi di folikel ovarium, siklus ovarium, atau
dengan memperhatikan berbagai perubahan di lapisan endometrium uterus, siklus uterin.

Siklus ovarium dibagi 3 fase :

1. Fase folikular. Bagian pertama siklus ovarium, dikenal sebagai fase folikular,
merupakan periode pertumbuhan folikel dalam ovarium. Fase ini paling beragam dalam
lamanya dan berlangsung selama 10 hari sampai 3 minggu.
2. Ovulasi. Segera setelah satu atau lebih folikel matang, ovarium melepaskan oosit ketika
ovulasi.
3. Fase luteal. Fase siklus ovarium setelah ovulasi dikenal sebagai pascaovulasi atau fase
luteal. Nama kedua berasal dari perubahan folikel yang pecah menjadi korpus luteum
(corpus, badan + luteus, kuning) dinamai berdasarkan pigmen kuning dan timbunan lipid.
Korpus luteum menyekresi hormon yang melanjutkan persiapan untuk kehamilan. Bila
tidak terjadi kehamilan, korpus luteum berhenti berfungsi setelah dua minggu dan siklus
ovarium dimulai kembali

Lapisan endometrium uterus juga mengalami siklus (siklus uterin) yang diatur oleh hormon
ovarium :

1. Haid. Awal fase folikular dalam ovarium bertepatan dengan perdarahan haid dari uterus.
2. Fase proliferasi. Bagian akhir fase folikular ovarium bertepatan dengan fase proliferasi
di uterus, saat endometrium menambah suatu lapisan baru untuk mengantisipasi
kehamilan.
3. Fase sekretorik. Setelah ovulasi, hormon dari korpus luteum mengubah endometrium
yang menebal menjadi suatu struktur sekretorik. Ini berarti bahwa fase luteal siklus
ovarium bersamaan dengan fase sekretorik siklus uterin. Bila tidak terjadi kehamilan,
lapisan superfisial endometrium terlepas saat haid dan siklus uterin berulang kembali

Siklus ovarium dan uterus berada di bawah pengaturan utama berbagai hormon :
 GnRH dari hipotalamus
 FSH dan LH dari hipofisis anterior
 Estrogen, Progesteron, Inhibin, dan AMH dari ovarium

Selama fase folikular, hormon steroid yang dominan adalah estrogen. Ovulasi dipicu oleh
gelombang lonjakan FSH dan LH. Pada fase luteal, progesteron dominan meskipun estrogen
masih ada. Peran hormon Anti-Müelleri (AMH) mula-mula diketahui pada perkembangan laki-
laki tetapi para ahli menemukan bahwa AMH juga dihasilkan oleh folikel ovarium pada bagian
awal siklus ovarium. AMH tampaknya berperan sebagai rem untuk mencegah perkembangan
folikel yang terlalu banyak di saat yang bersamaan.

1. Fase folikular
a. Fase folikular awal

Fase folikular ditandai oleh pembentukan folikel matang. Setiap saat selama
siklus, Sebagian folikel-folikel primer mulai berkembang . Selama pembentukan folikel,
seiring dengan pembentukan dan penyimpanan bahan oleh oosit primer untuk digunakan
jika dibuahi, terjadi perubahan-perubahan penting di sel-sel yang mengelilingi oosit
dalam persiapan untuk pembebasan sel telur dari ovarium

Hari pertama haid adalah hari pertama siklus. Titik ini dipilih untuk memulai
siklus karena perdarahan haid merupakan gejala klinis yang mudah diamati. Tepat
sebelum awal setiap siklus, sekresi gonadotropin dari hipofisis anterior meningkat. Di
bawah pengaruh FSH, beberapa folikel di ovarium mulai matang.

Ketika folikel berkembang, sel granulosanya (dibawah pengaruh FSH) dan sel teka
(dibawah pengaruh LH) mulai menghasilkan hormon steroid. Sel-sel granulosa juga
mulai menyekresi AMH. AMH tersebut menurunkan kepekaan folikel terhadap FSH,
yang tampaknya mencegah perekrutan folikel primer tambahan saat salah satu kelompok
mulai berkembang. Para dokter kini menggunakan kadar AMH darah sebagai indikator
mengenai jumlah folikel yang berkembang pada awal siklus serta sebagai penanda untuk
keadaan yang dikenal sebagai sindrom ovarium polikistik (PCOS), yaitu keadaan folikel
ovarium yang membentuk kista berisi cairan. Satu lapisan sel granulosa pada folikel
primer berproliferasi untuk membentuk beberapa lapisan yang mengelilingi oosit. Sel-sel
granulosa ini mengeluarkan “kulit” kental mirip gel yang membungkus oosit dan
memisahkannya dari sel granulosa sekitar. Membran penyekat ini dikenal sebagai zona
pelusida. Taut celah menembus zona pelusida dan terbentang antara oosit dan sel-sel
granulosa sekitar di folikel yang sedang berkembang.
Sel-sel teka menyintesis androgen yang berdifusi ke dalam sel-sel granulosa di dekatnya,
tempat aromatase mengubahnya menjadi estrogen. Peningkatan kadar estrogen darah
yang bertahap menimbulkan berbagai efek. Estrogen menimbulkan umpan balik negatif
terhadap sekresi FSH dan LH hipofisis, yang mencegah perkembangan folikel tambahan
dalam siklus yang sama. Pada saat yang sama, estrogen merangsang produksi estrogen
tambahan oleh sel-sel granulosa. Lengkung umpan balik positif ini memungkinkan
folikel meneruskan produksi estrogen meskipin kadar FSH dan LH menurun. Pada saat
yang sama ketika oosit sedang membesar dan sel-sel granulosa berproliferasi, sel-sel
jaringan ikat ovarium khusus yang berkontak dengan sel granulosa berproliferasi dan
berdiferensiasi untuk membentuk suatu lapisan luar sel teka sebagai respon terhadap
parakrin yang sekresi oleh sel granulosa. Sel teka dan sel granulosa yang secara kolektif
dinamai sel folikel, berfungsi sebagai satu kesatuan untuk mengeluarkan estrogen. Dari 3
estrogen yang penting secara fisiologis sesuai potensinya yaitu estradiol, estron, dan
estriol (estradiol adalah estrogen ovarium utama).
Di uterus, haid berakhir pada fase folikular. Dibawah pengaruh estrogen dari
folikel yang sedang berkembang, endometrium mulai tumbuh, atau berproliferasi.
Periode ini ditandai dengan peningkatan jumlah sel dan penambahan pasokan darah
untuk membawa zat gizi dan oksigen ke endometrium yang sedang menebal. Estrogen
juga menyebabkan kelenjar mukus serviks menghasilkan mukus yang bening seperti air.

b. Fase folikular pertengahan dan lanjut


Tahap awal perkembangan folikel yang terjadi tanpa pengaruh gonadotropin
berlangsung sekitar 2 bulan dan bukan bagian dari fase folikular siklus ovarium.
Hanya folikel yang telah cukup berkembang untuk berespons terhadap stimulasi FSH
(sekarang disebut folikel preantral) “direkrut” pada ermulaan fase folikular ketika
kadar FSH meningkat. Dalam setiap siklus, biasanya sekitar 15-20 folikel direkrut.
Lingkungan hormon pada fase folikular mendorong terjadinya pembesaran dan
pengembangan cepat kemampuan sekresi sel-sel folikel, mengubah folikel preantral
menjadi folikel sekunder, atau folikel antral, yang mampu mengeluarkan estrogen.
Selama tahap perkembangan folikel ini, terbentuk suatu rongga berisi cairan, antrum,
di bagian tengah sel-sel granulosa. Cairan folikel Sebagian berasal dari transudasi
(mengalir melalui pori kapiler) plasma dan Sebagian dari sekresi sel folikel. Sewaktu
sel folikel mulai mengeluarkan esrogen, Sebagian dari hormon ini disekresikan ke
dalam darah untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Namun, Sebagian estrogen ini
terkumpul di cairan antral kaya hormon.
Ketika folikel membesar, sel granulosa mulai menyekresi cairan yang
berkumpul di rongga sentral folikel yang disebut antrum (antron, gua). Cairan
antrum mengandung hormon dan enzim yang diperlukan untuk ovulasi. Pada setiap
tahap perkembangan folikel, beberapa folikel mengalami atresia (kematian sel yang
diatur oleh hormon). Hanya beberapa folikel yang mencapai tahap akhir dan biasanya
hanya satu folikel dominan yang berkembang sampai ovulasi.

Saat fase folikular hampir berakhir, sekresi estrogen ovarium mencapai


puncaknya. Pada saat ini hanya satu folikel yang masih berkembang. Saat fase
folikular berakhir, sel-sel granulosa folikel dominan mulai menyekresi inhibin dan
progesteron selain estrogen. Estrogen yang telah menimbulkan umpan balik negatif
terhadap GnRH pada fase folikular berubah menjadi umpan balik positif dan
menimbulkan lonjalan GnRH pra-ovulasi.

Tepat sebelum ovulasi, kadar estrogen yang tetap tinggi, dibantu oleh kadar
progesteron yang meningkat, meningkatkan respons hipofisis terhadap GnRH.
Akibatnya, sekresi LH meningkat sangat tinggi, suatu fenomena yang disebut
lonjakan LH. Juga terjadi lonjakan FSH meskipun lebih sedikit, mungkin disebabkan
oleh penekanan oleh inhibin dan estrogen.

Lonjakan LH merupakan bagian penting ovulasi. Tanpa lonjakan tersebut,


tidak akan terjadi fase akhir pematangan oosit. Meiosis terjadi kembali dalam folikel
yang sedang berkembang, yaitu pembelahan meiosis pertama, yang mengubah oosit
primer menjadi satu oosit sekunder (telur) dan satu badan polar yang dikeluarkan.
Ketika pembelahan ini berlangsung, cairan antrum berkumpul dan folikel bertumbuh
mencapai ukuran terbesar,siap untuk melepaskan sel telur.

Oosit telah mencapai ukuran penuh saat antrum mulai terbentuk. Perubahan
dari folikel preantral ke folukel antral ini memicu suatu periode pertumbuhan folikel
yang cepat. Selama periode ini, garis tengah folikel meningkat dari kurang dari 1 mm
menjadi 12 hingga 16 mm sesaat sebelum ovulasi. Sebagian dari pertumbuhan folikel
ini disebabkan oleh proliferasi berkelanjutan sel granulosa dan sel teka, tetapi
sebagian besar disebabkan oleh pembesaran dramatic antrum. Seiring dengan
tumbuhnya folikel, produksi estrogen juga meningkat.
Salah satu folikel, folikel “dominan”, biasanya tumbuh lebih cepat daripada
yang lain, berkembang menjadi folikel matang (praovulasi, tersier, atau Graaf)
dalam waktu sekitar 14 hari setelah dimulainya pembentukan folikel. Folikel dominan
yang berkembang menjadi folikel dewasa umumnya memiliki banyak reseptor FSH
dan karena itu menjadi yang paling responsif terhadap stimulasi hormon. Pada folikel
matang, antrum menempati sebagian besar ruang. Oosit, yang dikelilingi oleh zona
pelusida dan satu lapisan sel granulosa, tergeser asimetris ke salah satu sisi folikel,
dalam suatu gundukan kecil yang menonjol ke dalam antrum.
Kadar tinggi estrogen pada fase folikular lanjut menyiapkan uterus untuk
kehamilan yang mungkin terjadi. Endometrium tumbuh menjadi setebal 3-4 mm.
Tepat sebelum ovulasi, kelenjar serviks menghasilkan sejumlah besar mukus yang
encer dan berserabut untuk memudahkan masuknya sperma. Ovulasi siap
berlangsung.

c. Ovulasi

Sekitar 16-24 jam setelah puncak LH tercapai, terjadi ovulasi. Folikel matang
menyekresi kolagenase, suatu enzim yang melarutkan kolagen di jaringan
penghubung yang menyatukan sel-sel folikel. Produk pemecahan kolagen
menimbulkan reaksi peradangan, menarik leukosit yang menyekresi prostaglandin ke
dalam folikel. Prostaglandin tersebut dapat menyebabkan sel-sel otot polos di teka
luar berkontraksi, merobek dinding folikel di titik terlemahnya. Cairan antrum ikut
tersemprot keluar bersama sel telur, yang dikelilingi oleh dua sampai tiga lapis sel
granulosa. Sel telur dibawa ke tuba fallopii untuk selanjutnya dibuahi atau mati.

Folikel matang yang telah sangat membesar ini menonjol dari permukaan
ovarium, menciptakan suatu daerah tipis yang kemudian pecah untuk membebaskan
oosit pada ovulasi. Pecahnya folikel ditandai oleh pelepasan enzim-enzim (dipicu
oleh lonjakan sekresi LH) dari sel folikel untuk mencerna jaringan ikat di dinding
folikel. Karena itu, dinding yang menonjol tersebut melemah sehingga semakin
menonjol hingga ke tahap ketika dinding tersebut tidak lagi mampu menaan isi folikel
yang sangat besar.
Tepat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya.
Ovum (oosit sekunder), masih dikelilingi oleh zona pelusida yang lekat dan sel-sel
granulosa (kini dinamai korona radiata, yang berarti “mahkota memancar”), tersapu
keluar folikel yang pecah ke dalam rongga abdomen oleh cairan antrum yang bocor.
Ovum yang dibebaskan ini cepat tertarik ke dalam oviduktus, tempat fertilisasi dapat
terjadi.
Folikel-folikel lain yang sedang berkembang, tetapi gagal mencapai
kematangan dan berovulasi kemudian mengalami degenerasi dan tidak pernah
menjadi aktif Kembali. Kadang-kadang dua (atau mungkin lebih) folikel mencapai
kematangan dan berevolusi hampir secara bersamaan. Jika keduanya dibuahi,
dihasilkan kembar fraternal. Karena kembar fraternal berasal dari ovum berbeda
dan dibuahi oleh sperma berbeda, mereka sama seperti saudara kandung, tetapi
dengan tanggal lahir yang sama.
Pecahnya folikel saat ovulasi menandakan berakhirnya fase folikular dan
dimulainya fase luteal. Selain menyebabkan robeknya folikel, lonjakan LH
menyebabkan sel-sel teka folikel bermigrasi ke dalam ruang antrum, bercampur
dengan sel-sel granulosa dan memenuhi rongga tersebut. Kedua jenis sel tersebut
kemudian berubah menjadi sel-sel luteal korpus luteum. Proses ini, dikenal sebagai
luteinisasi, mencakup berbagai perubahan biokimia dan morfologi.
2. Fase luteal awal sampai pertengahan
a. Fase luteal awal sampai pertengahan
Fase luteal ditandai oleh keberadaan korpus luteum.Folikel yang pecah yang
tertinggal di ovarium setelah pelepasan ovum segera mengalami perubahan karena
sel-sel granulosa dan sel teka yang tertinggal di sisa folikel mengalami transformasi
struktural dan fungsional yang dramatik.

Setelah ovulasi, sel-sel luteal yang baru terbentuk menghimpun butir-butir


lipid dan granula glikogen di dalam sitoplasmanya dan mulai menyekresi
progesteron. Pada awalnya sintesis estrogen menurun tetapi setelah fase luteal
berjalan, korpus luteum memproduksi progesteron dan estrogen yang semakin
meningkat. Progesteron merupakan hormon dominan pada fase luteal. Kadar estrogen
meningkat tetapi tidak pernah mencapai puncak seperti sebelum ovulasi.

Sel-sel folikel lama ini membentuk korpus luteum (KL), suatu proses yang
dinamai luteinisasi. Sel-sel folikel yang berubah menjadi sel luteal ini membesar dan
berubah menjadi jaringan yang sangat aktif menghasilkan hormon steroid. Banyaknya
simpanan kolesterol, molekul precursor steroid, dalam butir-butir lemak di dalam
korpus luteum menyebabkan jaringan ini tampak kekuningan sehingga dinamai
korpus (badan) luteum (kuning).Korpus luteum menyekresi progesterone ke darah
dalam jumlah yang banyak, bersamaan dengan sedikit estrogen. Sekresi estrogen pada
fase folikular diikuti oleh sekresi progesterone pada fase luteal penting untuk
mempersiapkan uterus untuk implantasi ovum yang dibuahi. KL berfungsi penuh
dlam empat hari setelah ovulasi, tetapi struktur ini terus membesar selama empat
hingga lima hari berikutnya.

Gabungan estrogen dan progesteron menimbulkan umpan balik negatif


terhadap hipotalamus dan hipofisis anterior. Sekresi gonadotropin, yang dihambat
lebih lanjut melalui produksi inhibin luteal, tetap terhenti di sebagian besar fase
luteal.

Dibawah pengaruh progesteron, endometrium meneruskan persiapannya


untuk kehamilan dan menjadi struktur sekretorik. Kelenjar endometrium bergelung
dan pembuluh-pembuluh darah tumbuh ke dalam lapisan jaringan penghubung. Sel-
sel endometrium menyimpan lipid dan glikogen di dalam sitoplasmanya. Deposit ini
merupakan persediaan makanan bagi embrio yang berkembang pada saat plasenta,
penghubung janin-ibu, berkembang.

Progesteron juga menyebabkan pengentalan lendir serviks. Lendir yang


mengental membentuk sumbat yang menutup lubang serviks, mencegah bakteri dan
juga sperma masuk uterus. Salah satu efek progesteron yang menarik adalah
kemampuan termogeniknya. Selama fase luteal siklus ovulatoar, suhu tubuh basal
seorang wanita, yang diukur segera setelah bangun tidur dan sebelum tidur,
meningkat 0,3-0,5oF dan tetap naik sampai haid. Karena perubahan suhu terjadi
setelah ovulasi, perubahan suhu tidak dapat digunakan untuk menentukan ovulasi.
Namun, hal ini merupakan cara sederhana untuk menilai apakah seorang wanita
mempunyai siklus yang disertai ovulasi (ovulatory) atau tanpa disertai dengan ovulasi
(anovulatory)

b. Fase luteal lanjut dan menstruasi

Masa hidup korpus luteum adalah sekitar 12 hari. Jika ovum yang dibebaskan
tidak dibuahi dan tidak berimplantasi, korpus luteum akan berdegenerasi dalam waktu
sekitar 14 hari setelah pembentukannya. Sel-sel luteal berdegenerasi dan
difagositosis, dan jaringan ikat segera masuk untuk membentuk massa jaringan
fibrosa yang dikenal sebagai korpus albikans (badan putih). Ketika sel-sel luteal
berdegenerasi, produksi progesteron dan estrogen menurun. Penurunan ini
meniadakan sinyal umpan balik negatif ke hipofisis dan hipotalamus sehingga sekresi
FSH dan LH meningkat.

Keberlangsungan sekresi endometrium bergantung kepada adanya


progesteron. Saat korpus luteum berdegenerasi dan produksi hormon menurun,
pembuluh darah di permukaan endometrium berkontraksi. Tanpa oksigen dan bahan
makanan, sel-sel permukaan mati. Sekitar dua hari setelah korpus luteum tidak
berfungsi, atau 14 hari setelah ovulasi, endometrium mulai melepaskan lapisan
permukaannya dan terjadilah haid.

Cairan menstruasi dari uterus terdiri dari 40 mL darah dan 35 mL cairan


serosa serta sisa-sisa sel. Biasanya hanya terdapat sedikit bekuan darah dalam cairan
haid akibat adanya plasmin, yang memecah bekuan darah. Haid berlangsung selama
3-7 hari. Hingga masuk ke fase folikular siklus ovulasi berikutnya.

Jika pembuahan dan implantasi terjadi, korpus luteum terus tumbuh dan
meningkatkan produksi progesteron dan estrogennya dan bukan mengalami
degenerasi. Struktur ovarium ini, yang sekarang dinamai korpus luteum kehamilan,
menetap hingga kehamilan berakhir. Struktur ini menghasilkan hormon-hormon yang
esensial untuk mempertahankan kehamilan hingga plasenta yang kemudian terbentuk
mengambil alih fungsi krusial ini.
 Kontrol ovulasi
Ovulasi dan selanjutnya luteinisasi folikel yang pecah dipicu oleh peningkatan mendadak
dan besar sekresi LH (langkah 9). Lonjakan LH ini menyebabkan empat perubahan
besar dalam folikel:
1. Hal ini menghentikan sintesis estrogen oleh sel folikel (langkah 11).
2. Hal ini memulai kembali meiosis di oosit folikel matang dengan menghambat
pelepasan suatu oocyte maturation-inhibiting substance yang dihasilkan oleh sel
granulosa. Bahan ini berperan dalam menghentikan meiosis di oosit primer
setelah oosit ini terbungkus oleh sel-sel granulosa di ovarium janin.
3. Hal ini memicu pembentukan prostaglandin lokal, yang memicu ovulasi dengan
mendorong perubahan vaskular yang menyebabkan pembengkakan folikel secara
cepat sambil menginduksi digesti enzimatik dinding folikel. Bersama-sama,
berbagai efek ini menyebabkan pecahnya dinding yang menutupi tonjolan folikel
(langkah 10).
4. Hal ini menyebabkan diferensiasi sel folikel menjadi sel luteal. Karena lonjakan
LH memicu ovulasi dan luteinisasi, pembentukan korpus luteum secara otomatis
mengikuti ovulasi (langkah 12). Karena itu, lonjakan sekresi LH di pertengahan
siklus merupakan titik dramatik dalam siklus; hal ini mengakhiri fase folikular
dan memulai fase luteal (langkah 15).
Kedua cara sekresi LH—sekresi tonik LH (langkah 7) yang menyebabkan sekresi hormon
ovarium dan lonjakan LH (langkah 9) yang menyebabkan ovulasi—tidak saja terjadi
dalam waktu yang berbeda dan menghasilkan efek berbeda, tetapi juga dikontrol oleh
mekanisme yang berbeda. Sekresi tonik LH ditekan secara parsial (langkah 7) oleh efek
inhibitorik kadar sedang estrogen (langkah 3) selama fase folikular dan tertekan total
(langkah 17) oleh peningkatan kadar progesteron selama fase luteal (langkah 13). Karena
sekresi tonik LH merangsang sekresi estrogen dan progesteron, hal ini merupakan sistem
kontrol umpan-balik negatif yang tipikal, bekerja secara langsung pada neuron kiss1
nukleus arkuatus, dengan inhibisi secara tidak langsung ini menekan pelepasan GnRH
pulsatil.
Sebaliknya, lonjakan LH dipicu oleh efek umpan-balik positif. Sementara kadar estrogen
yang meningkat dan moderat pada awal fase folikular menghambat sekresi LH, kadar
estrogen yang tinggi selama puncak sekresi estrogen pada akhir fase folikular (langkah 8)
merangsang sekresi LH dan memulai lonjakan LH (Gambar 20-21). Estrogen kadar
tinggi menghasilkan lonjakan LH dengan merangsang kelompok lain neuron pelepas
kisspeptin yang unik pada wanita, yang berlokasi di nukleus anteroventral
periventrikular (AVPV). Nukleus AVPV ini terletak di hipotalamus sepanjang bagian
anterior dinding rongga ventrikel ketiga. Karena itu, wanita memiliki dua set neuron
kiss1, satu bertempat di nukleus arkuatus (sama dengan pria) yang dihambat oleh
estrogen (atau testosteron) untuk umpan balik negatif dan satu lagi pada nukleus AVPV
yang dirangsang oleh kadar estrogen yang tinggi untuk umpan balik positif. Konsentrasi
estrogen plasma yang tinggi bekerja secara langsung pada neuron kiss1 nukleus AVPV
untuk meningkatkan kisspeptin dan karenanya pelepasan GnRH, yang meningkatkan
sekresi FSH dan LH. Karena itu, LH meningkatkan produksi estrogen oleh folikel, dan
pemuncakan konsentrasi estrogen yang terjadi meningkatkan sekresi LH. Kadar estrogen
yang tinggi juga bekerja secara langsung pada hipofisis anterior untuk meningkatkan
sekresi LH oleh gonadotrop. Efek yang terakhir ini berperan dalam lonjakan sekresi LH
yang jauh lebih besar daripada peningkatan sekresi FSH pada pertengahan siklus (lihat
Gambar 20-18, langkah 9). Sekresi inhibin yang berlanjut oleh sel folikel juga cenderung
lebih menghambat sekresi FSH, menahan kadar FSH untuk tidak naik setinggi kadar LH.
Belum diketahui apa peran peningkatan sedang FSH pada pertengahan siklus yang
menyertai lonjakan LH. Karena hanya folikel matang praovulasi, bukan folikel pada
tahap awal perkembangan, yang dapat mengeluarkan estrogen dalam jumlah banyak
sehingga dapat memicu lonjakan LH, ovulasi baru terjadi hingga folikel mencapai ukuran
dan kematangan yang sesuai. Karena itu, dapat dikatakan bahwa folikel "memberi tahu"
hipotalamus kapan ia siap dirangsang untuk berovulasi. Lonjakan LH berlangsung selama
sekitar sehari pada pertengahan siklus, tepat sebelum ovulasi.
 Kontrol korpus luteum
LH "memelihara" korpus luteum—yaitu setelah memicu pembentukan korpus luteum,
LH merangsang sekresi berkelanjutan hormon steroid oleh struktur ovarium ini. Di bawah
pengaruh LH, korpus luteum mengeluarkan progesteron (langkah 13) dan estrogen
(langkah 14), dengan progesteron merupakan produk hormon yang paling banyak. Kadar
progesteron plasma meningkat untuk pertama kali selama fase luteal. Tidak ada
progesteron yang dikeluarkan selama fase folikular. Karena itu, fase folikular didominasi
oleh estrogen dan fase luteal oleh progesteron.
Pada pertengahan siklus terjadi penurunan sesaat kadar estrogen darah (langkah 11)
karena folikel penghasil estrogen menemui "ajalnya" saat ovulasi. Kadar estrogen
kembali naik selama fase luteal karena aktivitas korpus luteum, meskipun tidak mencapai
kadar yang sama ketika fase folikular. Apa yang mencegah kadar estrogen yang lumayan
tinggi selama fase luteal ini memicu lonjakan LH Iain? Progesteron. Meskipun estrogen
kadar tinggi merangsang sekresi LH, progesteron, yang mendominasi fase luteal, dengan
kuat menghambat sekresi LH (langkah 17) serta sekresi FSH (langkah 16) dengan bekerja
pada nukleus arkuatus hipotalamus dan hipofisis anterior (Gambar 20-20). Inhibisi FSH
dan LH oleh progesteron mencegah pematangan folikel baru dan ovulasi selama fase
luteal. Di bawah pengaruh progesteron, sistem reproduksi dipersiapkan untuk menunjang
ovum yang baru saja dibebaskan, seandainya ovum tersebut dibuahi, dan bukan
mempersiapkan pelepasan ovum Iain. Tidak ada sekresi inhibin oleh sel-sel luteal.
Korpus lutem berfungsi selama rerata dua minggu dan kemudian berdegenerasi jika tidak
terjadi fertilisasi (lihat Gambar 20-18, langkah 18). Mekanisme yang mengatur
degenerasi korpus luteum belum sepenuhnya diketahui. Menurunnya kadar LH dalam
darah (langkah 17) yang didorong oleh efek inhibitorik progesteron, jelas berperan dalam
degenerasi korpus luteum. Prostaglandin dan estrogen yang dikeluarkan oleh sel luteal itu
sendiri juga mungkin berperan. Matinya korpus luteum mengakhiri fase luteal dan
menyiapkan tahap baru untuk fase folikular berikutnya. Sewaktu korpus luteum
berdegenerasi, kadar progesteron (langkah 19) dan estrogen (langkah 20) plasma turun
cepat karena kedua hormon ini tidak lagi diproduksi. Hilangnya efek inhibisi kedua
hormon ini pada hipotalamus memungkinkan sekresi FSH (langkah 21) dan sekresi LH
tonik (langkah 22) kembali meningkat moderat. Di bawah pengaruh hormon-hormon
gonadotropik ini, kelompok baru folikel primer (langkah 2) fase folikular kembali
diinduksi untuk matang seiring dengan dimuIainya fase folikular baru (langkah 1).

Perubahan siklik uterus disebabkan oleh perubahan hormon selama siklus ovarium
Fluktuasi kadar estrogen dan progesteron dalam darah selama siklus ovarium
menimbulkan perubahan mencolok di uterus, menghasilkan siklus haid, atau siklus
uterus. Karena mencerminkan perubahan hormon selama siklus ovarium, daur haid
berlangsung rerata 28 hari, seperti halnya siklus ovarium, meskipun bahkan pada orang
normal dapat terjadi variasi yang cukup bermakna. Manifestasi nyata perubahan siklik di
uterus adalah perdarahan haid siklis (yaitu sekali sebulan). Namun, perubahan yang
relatif kurang jelas berlangsung sepanjang siklus, sewaktu uterus bersiap untuk
implantasi seandainya ovum yang dibebaskan dibuahi, kemudian dibersihkan total dari
lapisan dalamnya (haid) jika implantasi tidak terjadi, hanya untuk memulihkan dirinya
dan kembali bersiap untuk ovum yang akan dibebaskan pada siklus berikutnya.
 Pengaruh estrogen dan progesteron pada uterus
Uterus terdiri dari dua lapisan utama: miometrium, lapisan otot polos luar, dan
endometrium, lapisan dalam yang mengandung banyak pembuluh darah dan kelenjar.
Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Hormon ini juga
menginduksi sintesis reseptor progesteron di endometrium. Karena itu, progesteron dapat
berefek pada endometrium hanya setelah endometrium "dipersiapkan" oleh estrogen.
Progesteron bekerja pada endometrium yang telah dipersiapkan oleh estrogen untuk
mengubahnya menjadi lapisan yang sesuai dan menunjang pertumbuhan ovum yang
dibuahi. Di bawah pengaruh progesteron, jaringan ikat endometrium menjadi longgar dan
edematosa akibat akumulasi elektrolit dan air, yang memfasilitasi implantasi ovum yang
dibuahi. Progesteron menyiapkan endometrium lebih lanjut untuk menampung mudigah
dengan mendorong kelenjar endometrium mengeluarkan dan menyimpan glikogen
(glukosa simpanan) dalam jumlah besar serta merangsang pertumbuhan besar-besaran
pembuluh darah endometrium. Progesteron juga mengurangi kontraktilitas uterus agar
tercipta lingkungan yang tenang untuk implantasi dan pertumbuhan mudigah.
Siklus haid terdiri dari tiga fase: fase haid; fase proliferatif, dan fase sekretorik, atau
progestasional.
 Fase haid
Fase haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh pengeluaran darah dan sisa
endometrium dari vagina (lihat Gambar 20-18, langkah 23). Berdasarkan konvensi, hari
pertama haid dianggap sebagai permulaan siklus baru. Saat ini bersamaan dengan
pengakhiran fase luteal ovarium dan dimulainya fase folikular. Sewaktu korpus luteum
berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan
selama siklus sebelumnya (langkah 18), kadar progesteron dan estrogen darah turun tajam
(langkah 19 dan 20). Karena efek akhir progesteron dan estrogen adalah mempersiapkan
endometrium untuk implantasi ovum yang dibuahi, terhentinya sekresi hormon steroid ini
menyebabkan lapisan dalam uterus yang kaya vaskular dan nutrien ini kehilangan
hormon-hormon penunjangnya. Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang
pembebasan suatu prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
pembuluh endometrium, menghambat aliran darah ke endometrium. Penurunan
penyaluran O2 yang terjadi kemudian menyebabkan kematian endometrium, termasuk
pembuluh darahnya. Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan pembuluh darah ini
membilas jaringan endometrium ke dalam lumen uterus. Sebagian besar lapisan dalam
uterus terlepas selama haid kecuali sebuah lapisan tipis, dalam berupa sel epitel dan
kelenjar, yang menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus yang sama juga
merangsang kontraksi ringan ritmik miometrium uterus. Kontraksi ini membantu
mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga uterus keluar melalui vagina
sebagai darah haid. Kontraksi uterus yang terlalu kuat akibat produksi berlebihan
prostaglandin menyebabkan dismenore (kram haid) yang dialami oleh sebagian wanita.
Pengeluaran darah rerata selama satu kali haid adalah 50 hingga 150 mL. Darah yang
merembes pelan melalui endometrium yang berdegenerasi membeku di dalam rongga
uterus, kemudian diproses oleh fibrinolisin, suatu pelarut fibrin yang menguraikan fibrin
pembentuk anyaman bekuan. Karena itu, darah haid biasanya tidak membeku karena
telah membeku di dalam uterus dan bekuan tersebut telah larut sebelum keluar vagina.
Namun, jika darah mengalir deras melalui pembuluh yang rusak, darah menjadi kurang
terpajan ke fibrinolisin sehingga jika darah haid banyak, dapat terlihat bekuan darah.
Selain darah dan sisa endometrium, darah haid mengandung banyak leukosit. Sel-sel
darah putih ini berperan penting dalam mencegah infeksi pada endometrium yang
"terbuka" ini.
Haid biasanya berlangsung selama lima hingga tujuh hari setelah degenerasi korpus
luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikular ovarium (langkah 23 dan 1).
Penghentian efek progesteron dan estrogen (langkah 19 dan 20) pada degenerasi korpus
luteum menyebabkan terkelupasnya endometrium (haid) (langkah 23) dan terbentuknya
folikel-folikel baru di ovarium (langkah 1 dan 2) di bawah pengaruh hormon
gonadotropik (langkah 21 dan 22) yang kadarnya meningkat. Turunnya sekresi hormon
gonad menghilangkan pengaruh inhibitorik dari hipotalamus dan hipofisis anterior
sehingga sekresi FSH dan LH meningkat dan fase folikular baru dapat dimulai. Setelah
lima hingga tujuh hari di bawah pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru
berkembang telah menghasilkan cukup estrogen (langkah 3) untuk mendorong perbaikan
dan pertumbuhan endometrium.
 Fase proliferatif
Dengan demikian, darah haid berhenti, dan fase proliferatif siklus uterus dimulai
bersamaan dengan bagian terakhir fase folikular ovarium ketika endometrium mulai
memperbaiki diri dan berproliferasi (langkah 24) di bawah pengaruh estrogen dari
folikel-folikel yang baru berkembang. Saat aliran darah haid berhenti, yang tersisa adalah
lapisan endometrium tipis dengan ketebalan kurang dari 1 mm. Estrogen merangsang
proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di endometrium, meningkatkan
ketebalan lapisan ini menjadi 3 hingga 5 mm. Fase proliferatif yang didominasi oleh
estrogen ini berlangsung dari akhir haid hingga ovulasi. Kadar puncak estrogen (langkah
8) memicu lonjakan LH (langkah 9) yang menjadi penyebab ovulasi (langkah 10).
 Fase sekretorik, atau progestasional
Setelah ovulasi, ketika terbentuk korpus luteum baru (langkah 12), uterus masuk ke fase
sekretorik, atau progestasional (langkah 25) yang bersamaan waktunya dengan fase
luteal ovarium (langkah 15). Korpus luteum mengeluarkan sejumlah besar progesteron
(langkah 13) dan estrogen (langkah 14). Progesteron mengubah endometrium tebal yang
telah dipersiapkan oleh estrogen menjadi jaringan kaya vaskular dan glikogen. Periode ini
disebut fase sekretorik karena kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen ke
dalam uterus untuk makanan awal embrio yang sedang berkembang sebelum
implantasinya, atau fase progestasional ("sebelum kehamilan") yang merujuk kepada
lapisan subur endometrium yang mampu menopang kehidupan awal mudigah setelah
berimplantasi. Jika pembuahan dan implantasi tidak terjadi, korpus luteum berdegenerasi
dan fase folikular dan fase haid baru dimulai kembali.
Berbagai faktor dapat memengaruhi keseimbangan aksis sumbu hipotalamus-hipofisis-
ovarium-organ target perifer sehingga menyebabkan ketidakteraturan menstruasi dan
masalah fertilitas. Di antara masalah ini adalah kelaparan (contoh masalahnya adalah
anoreksia nervosa), stres, dan olahraga berat.

Anda mungkin juga menyukai