Anda di halaman 1dari 13

 Fisologi Siklus Menstruasi

Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran
darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala yang berasal dari mukosa uterus dan terjadi relatif
teratur mulai dari menarche sampai menopause, kecuali pada masa hamil dan laktasi. Lama
perdarahan pada menstruasi bervariasi, pada umumnya 4-6 hari, tapi 2-9 hari masih dianggap
fisiologis. Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron secara tiba-
tiba, terutama progesteron pada akhir siklus ovarium bulanan. Dengan mekanisme yang
ditimbulkan oleh kedua hormon di atas terhadap sel endometrium, maka lapisan endometrium
yang nekrotik dapat dikeluarkan disertai dengan perdarahan yang normal.
Selama siklus menstruasi, jumlah hormon estrogen dan progesterone yang dihasilkan oleh
ovarium berubah. Bagian pertama siklus menstruasi yang dihasilkan oleh ovarium adalah
sebagian estrogen. Estrogen ini yang akan menyebabkan tumbuhnya lapisan darah dan jaringan
yang tebal diseputar endometrium. Di pertengahan siklus, ovarium melepas sebuah sel telur
yang dinamakan ovulasi. Bagian kedua siklus menstruasi, yaitu antara pertengahan sampai
datang menstruasi berikutnya, tubuh wanita menghasilkan hormon progesteron yang
menyiapkan uterus untuk kehamilan. Siklus menstruasi dibagi menjadi siklus ovarium dan
siklus endometrium. Di ovarium terdapat tiga fase, yaitu fase folikuler, fase ovulasi dan fase
luteal. Di endometrium juga dibagi menjadi tiga fase yang terdiri dari fase menstruasi, fase
proliferasi dan fase ekskresi.10
 Hormon yang mengontrol siklus menstruasi
Menstruasi merupakan hasil kerja sama yang sangat rapi dan baku dari hypothalamus-
pituitary-ovarian endocrine axis. Hipotalamus memacu kelenjar hipofisis dengan mensekresi
gonadotropin-releasing hormone (GnRH) suatu deka-peptide yang disekresi secara pulsatif
oleh hipotalamus. Pulsasi sekitar 90 menit, mensekresi GnRH melalui pembuluh darah kecil di
sistem portal kelenjar hipofisis anterior, gonadotropin hipofsis memacu sintesis dan pelepasan
follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing-hormone (LH).12
FSH adalah hormon glikoprotein yang memacu pematangan folikel selama fase folikuler
dari siklus. FSH juga membantu LH memacu sekresi hormon steroid, terutama estrogen oleh
sel granulosa dari folikel matang. LH berperan dalam steridogenesis dalam folikel dan penting
dalam ovulasi yang tergantung pada mi-cycle surge dari LH. Aktivitas siklik dalam ovarium
atau siklus ovarium dipertahankan oleh mekanisme umpan balik yang bekerja antara ovarium,
hipotalamus, dan hipofisis.
 Menstruasi dan Ovulasi
Pada masa pubertas, tiap ovarium mengandung 200.000 oogonia, setiap bulan sebanyak
15-20 folikel dirangsang untuk tumbuh oleh follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
hormone (LH) yang disekresi oleh kelenjar hipofise anterior. Jika satu ovum dilepaskan dan
tidak terjadi kehamilan maka selanjutnya akan terjadi menstruasi. Pengaturan sistem ini
kompleks dan saling umpan balik. Stimulus awal berasal dari hipotalamus dengan pelepasan
gonadotrophic-releasing hormone (GnRH) ke dalam pembuluh darah portal hipofisis. GnRH
merangasang pertumbuhan dan maturasi gonadotrof yang mensekresi FSH dan LH. FSH
bekerja pada 10-20 folikel primer terpilih, dengan berikatan dengan sel granulose teka yang
mengelilinginya. Efek meningginya jumlah FSH adalah sekresi cairan ke dalam rongga folikel,
salah satu di antaranya tumbuh lebih cepat daripada yang lain. Pada saat yang sama sel
granulose teka yang mengelilingi folikel terpilih mensekresi lebih banyak estradiol, yang
memasuki siklus darah. Efek endokrinologik peningkatan kadar estradiol ini adalah
menimbulkan umpan balik negatif pada hipofisis anterior dan hipotalamus.
Akibatnya sekresi FSH menurun sedangkan sekresi estradiol meningkat mencapai puncak.
Sekitar 24 jam kemudian terjadi lonjakan besar sekresi dari LH (LH surge) dan lonjakan sekresi
FSH yang lebih kecil. Umpan balik positif ini menyebabkan pelepasan satu ovum dari folikel
yang paling besar, sehingga terjadi ovulasi. Folikel yang kolaps akibat pelepasan ovum
berubah sifatnya. Sel granulose teka berproliferasi dan warnanya menjadi kuning disebut sel
luteinteka. Folikel yang kolaps menjadi korpus luteum. Sel-sel lutein korpus luteum
menghasilkan progesterone dan estrogen. Sekresi progesterone mencapai puncak datar
(plateau) sekitar empat hari setelah ovulasi, kemudian meningkat secara progresif apabila
ovum yang dibuahi mengadakan implantasi ke dalam endometrium. Sel-sel trofoblastik embrio
yang telah tertanam segera menghasilkan human chorionic gonadotropin (HCG) yang
memelihara korpus luteum sehingga sekresi estradiol dan progesterone terus berlanjut.
Sebaliknya, jika tidak terjadi kehamilan, sel lutein teka berdegenerasi sehingga menghasilkan
estradiol dan progesteron yang lebih sedikit, sehingga mengurangi umpan balik negatif pada
gonadotrof yang disertai dengan meningkatnya sekresi FSH. Penurunan kadar estradiol dan
progesteron dalam sirkulasi darah menyebabkan perubahan di dalam endometrium yang
menyebabkan terjadinya menstruasi.
 Siklus Endometrium
Menstruasi adalah pengeluaran darah secara periodik, cairan jaringan, dan debris sel-sel
endometrium dari uterus dalam jumlah yang bervariasi. Biasanya menstruasi terjadi selang
waktu 22-35 hari dan pengeluaran darah menstruasi berlangsung 1-8 hari.14
o Fase Proliferatif
Pada fase proliferatif terjadi proses perbaikan regeneratif, setelah endometrium
mengelupas sewaktu menstruasi. Permukaan endometrium dibentuk kembali dengan
metaplasia sel-sel stroma dan pertumbuhan keluar sel-sel epitel kelenjar endometrium dan
dalam tiga hari setelah menstruasi berhenti, perbaikan seluruh endometrium sudah selesai. Pada
fase proliferatif dini, endomentrium tipis, kelenjarnya sedikit, sempit, lurus, dan dilapisi sel
kuboid, dan stromanya padat. Fase regeneratif dini berlangsung dari hari ke tiga siklus
menstruasi hingga hari ke tujuh, ketika proliferasi semakin cepat. Kelenjar-kelenjar epitel
bertambah besar dan tumbuh ke bawah tegak lurus terhadap permukaan. Sel-selnya menjadi
kolumner dengan nukleus di basal sel-sel stroma berploriferasi, tetap padat dan berbentuk
kumparan. Pembelahan sel terjadi pada kelenjar dan stroma. Pada saat menembus endometrium
basal, masing-masing arteri berjalan lurus, tetapi pada lapisan superfisial dan media arteri
berubah menjadi spiral.
o Fase Luteal
Pada fase luteal, jika terjadi ovulasi maka endometrium akan mengalami perubahan yang
nyata, kecuali pada awal dan akhir masa reproduksi. Perubahan ini mulai pada 2 hari terakhir
fase proliferatif, tetapi meningkat secara signifikan setelah ovulasi. Vakuol-vakuol sekretorik
yang kaya glikogen tampak di dalam sel-sel yang melapisi kelenjar endometrium. Pada
mulanya vakuol-vakuol tersebut terdapat di bagian basal dan menggeser inti sel ke arah
superfisial. Jumlahnya cepat meningkat dan kelenjar menjadi berkelok-kelok. Pada hari ke
enam setelah ovulasi, fase sekresi mencapai puncak. Vakuol-vakuol telah melewati nukleus.
Beberapa di antaranya telah mengeluarkan mukus ke dalam rongga kelenjar. Arteri spiral
bertambah panjang dengan meluruskan gulungan. Apabila tidak ada kehamilan, sekresi
estrogen dan progesteron menurun karena korpus luteum menjadi tua. Penuaan ini
menyebabkan peningkatan asam arakidonat dan endoperoksidase bebas di dalam endometrium.
Enzim-enzim ini menginduksi lisosom sel stroma untuk mensintesis dan mensekresi
prostaglandin (PGF2α dan PGE2) dan prostasiklin. PGF2α merupakan suatu vasokonstriktor
yang kuat dan menyebabkan kontraksi uterus, PGE2 menyebabkan kontraksi uterus dan
vasodilatasi, sedangkan prostasiklin adalah suatu vasodilator, yang menyebabkan relaksasi otot
dan menghambat agregasi trombosit. Perbandingan PGF2α dengan kedua prostaglandin
meningkat selama menstruasi. Perubahan ini mengurangi aliran darah melalui kapiler
endometrium dan menyebabkan pergeseran cairan dari jaringan endometrium ke kapiler,
sehingga mengurangi ketebalan endometrium. Hal ini tersebut menyebabkan bertambahnya
kelokan arteri spiral bersamaan dengan terus berkurangnya aliran darah. Daerah endometrium
yang disuplai oleh arteri spiral menjadi hipoksik, sehingga terjadi nekrosis iskemik. Daerah
nikrotik dari endometrium mengelupas ke dalam rongga uterus disertai dengan darah dan
cairan jaringan, sehingga menstruasi terjadi.14
o Fase Menstruasi
Pada fase menstruasi lapisan endometrium superifisial dan media dilepaskan, tetapi
lapisan basal profunda endometrium dipertahankan. Endometrium yang lepas bersama dengan
cairan jaringan dan darah membentuk koagulum di dalam uterus. Koagulum ini segera
dicairkan oleh fibrinolisin dan cairan, yang tidak berkoagulasi yang dikeluarkan melalui
serviks dengan kontraksi uterus. Jika jumlah darah yang dikeluarkan pada proses ini sangat
banyak mungkin fibrinolisin tidak mencukupi sehingga wanita in mengeluarkan bekuan darah
dari serviks.
Gambar. Siklus menstruasi.
 Metode Pemeriksaan Ovulasi Sederhana
1. Metode Suhu Basal Tubuh (Basal Body Temperature Method)
Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai oleh tubuh selama istirahat
atau dalam keadaan istirahat (tidur). Pengukuran suhu basal dilakukan pada pagi
hari segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas lainnya. Tujuan
pencatatan suhu basal untuk mengetahui kapan terjadinya masa subur/ovulasi. Suhu
basal tubuh diukur dengan alat yang berupa termometer basal. Termometer basal
ini dapat digunakan dalam waktu selama 5 menit. Suhu normal tubuh sekitar 97-
98,8 F (36-37) derajat Celcius sampai sekitar 1 Sehari sebelum ovulasi. Pada waktu
ovulasi, suhu akan turun terlebih dahulu dan naik menjadi 37-38 derajat kemudian
tidak akan kembali pada suhu 36 derajat Celcius. Pada saat itulah terjadi masa
subur/ovulasi. Kondisi kenaikan suhu tubuh ini akan terjadi sekitar 3-4 hari,
kemudian akan turun kembali sekitar 2 derajat dan akhirnya kembali pada suhu
tubuh normal sebelum menstruasi. Hal ini terjadi karena produksi progesteron
menurun. Saat ovulasi, korpus luteum mulai menghasilkan progesteron. BBT
meningkat 0,5-1,08 F. Pada fase luteal, saat korpus luteum mengalami regresi dan
hormon progesteron menurun, BBT kembali ke kisaran yang lebih rendah dalam 1-
2 hari sebelum menstruasi.
Apabila grafik (hasil catatan suhu tubuh) tidak terjadi kenaikan suhu tubuh,
kemungkinan tidak terjadi masa subur/ovulasi sehingga tidak terjadi kenaikan suhu
tubuh. Hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya korpus luteum yang memproduksi
progesteron. Begitu sebaliknya, jika terjadi kenaikan suhu tubuh dan terus
berlangsung setelah masa subur/ovulasi kemungkinan terjadi kehamilan. Karena,
bila sel telur/ovum berhasil dibuahi, maka korpus luteum akan terus memproduksi
hormon progesteron. Akibatnya suhu tubuh tetap tinggi.
o Indikasi pada pemeriksaan BBT
Digunakan sebagai konsepsi (Metode suhu basal tubuh berguna bagi pasangan
yangmenginginkan kehamilan) maupun kontrasepsi (Metode suhu basal tubuh
berguna bagi pasangan yang menginginkan menghindari atau mencegah kehamilan)
Beberapa keadaan yang menyebabkan kontraindikasi pada pemeriksaan BBT
1. Penyakit (demam)
2. Gangguan tidur
3. Merokok dan atau minum alkohol
4. Penggunaan obat-obatan ataupun narkoba
5. Stres, emosi
6. Perubahan suhu ruangan
7. Baru saja mengkonsumsi pil KB atau anti-piretik
Pada penelitian yang dilakukan di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo tahun 2016-
2017, sebanyak 49 wanita infertilitas yang mempunyai siklus menstruasi yang normal
diminta untuk berpartisipasi dan dilakukan pengukuran suhu basal tubuh. Dari hasil
penelitian tersebut, suhu basal tubuh dalam mendiagnosis ovulasi memiliki
sensitivitas 46,7% dan spesifisitas 78,9%.
2. Metode Lendir Serviks (Bilings)
Dasar Perubahan siklis dari lendir serviks yang terjadi karena perubahan kadar
estrogen. Pola yang diidentifikasi menunjukkan bahwa individu wanita dapat
memperkirakan masa ovulasi dengan cukup akurat tanpa harus memperhatikan
perubahan suhu basal tubuh. Perubahan pola tersebut antara lain :
a. Hari-hari kering : Setelah darah haid bersih, kebanyakan ibu mempunyai 1 sampai
beberapa hari tidak terlihat adanya lendir dan daerah vagina terasa kering
b. Hari-hari subur : Ketika terobservasi adanya lendir sebelum ovulasi, ibu dianggap
subur ketika terlihat adanya lendir, walaupun jenis lendir yang kental dan lengket.
Lendir subur yang basah dan licin mungkin sudah ada di serviks.
c. Hari Puncak : Adalah hari terakhir adanya lendir licin, mulur dan ada perasaan basah.
Kenali masa subur dengan memantau lendir yang keluar dari vagina, pengamatan
dilakukan sepanjang hari dan ambil kesimpulan pada malam hari. Periksa lendir dengan
jari tangan atau tisu di luar vagina dan perhatikan perubahan perasaan kering- basah.
Tidak dianjurkan untuk periksa ke dalam vagina.
Untuk menggunakan metode lendir serviks (MOB) seorang wanita harus belajar
mengenali pola kesuburan dan pada dasar ketidak suburannya. Untuk menghindari
kekeliruan dan untuk menjamin keberhasilan pada awal masa belajar, pasangan diminta
secara penuh tidak bersenggama pada siklus haid, untuk mengenali pola kesuburan dan
ketidak suburan.
o Efektifitas
Angka kegagalan metode kontrasepsi sederhana MOB ini adalah 0,4-39,7 100 wanita
per tahun.
o Keuntungan metode lendir serviks
a. Dalam kendali wanita.
b. Memberikan kesempatan pada pasangan menyentuh tubuhnya.
c. Meningkatkan kesadaran terhadap peerubahan pada tubuh.
d. Memperkirakan lendir yang subur sehingga memungkinkan kehamilan.
e. Dapat digunakan mencegah kehamilan
o Kerugian/kekurangan metode lendir serviks
a. Membutuhkan komitmen.
b. Perlu diajarkan oleh spesialis KB alami.
c. Dapat membutuhkan 2-3 siklus untuk mempelajari metode
d. Infeksi vagina dapat menyulitkan identifikasi lendir yang subur
e. Beberapa obat yang digunakan mengobati flu, tersebut dapat menghambat produksi
lendir serviks
f. Melibatkan sentuhan pada tubuh, yang tidak disukai beberapa wanita.
g. Membutuhkan pantang berhubungan intim
o Teknik penggunaan metode lendir serviks:
a. Catatlah setiap kali pengamatan dilakukan dengan suatu rangkaian kode misalnya
stiker atau tinta berwarna ataupun tulisan tangan.
Contoh kode yang dipakai untuk mencatat kesuburan:
1. Pakai tanda * atau merah untuk menandakan perdarahan (haid).
2. Pakai huruf K atau hijau untuk menandakan perasaan kering.
3 Gambar suatu tanda @ & atau biarkan kosong untuk memperlihatkan lendir subur
yang basah, jernih, licin dan mulur.
4. Pakai huruf L atau warna kuning untuk memperlihatkan lendir tak subur yang kental,
putih, keruh dan lengket
b. Periksa lendir setiap kali ke belakang dan sebelum tidur, kecuali ada perasaan sangat
basah pada waktu siang. Setipa malam sebelum tidur, tentukan tingkat yang paling
subur dan beri tanda pada catatan untuk kode yang sesuai. Lendir mungkin akan
berubah pada hari yang sama.
a. Abstinen/ pantang senggama paling sedikit satu siklus sehingga klien akan mengenali
hari-hari lendir, mengenali pola kesubiuran dan pola ketidaksuburan dengan bimbingan
terlatih.
b. Hindari senggama pada waktu haid.
c. Pada hari kering setelah haid, aman untuk bersenggama selang satu malam( aturan
selang seling).
d. Hindari senggama segera setelah ada lendir jenis apa juga atau perasaan basah
muncul (aturan awal).
e. Tandai hari terakhir dengan lendir jernih, licin dan mulur dengan tanda X. Ini adalah
hari puncak (hari ovulasi).
f. Setelah hari puncak ,hindari senggama untuk tiga hari berikut siang dan malam
(aturan puncak). Mulai dari pagi hari ke empat setelah kering, ini adalah hari hari aman
untuk bersenggama sampai hari haid berikutnya
3. Fern Test
o Definisi Fern Test
Pemeriksaan Fern (uji pakis)lendir serviks merupakan salah satu parameter
dalam evaluasi lendir serviks. Ferning adalah pembentukan struktur seperti daun pakis
mengacu pada derajat dan pola yang tampak jika lendir dikeringkan di atas permukaan
kaca objek. Pembentukan struktur daun pakis pada lendir serviks salah satunya
ditentukan oleh konsentrasi NaCl. Sepanjang siklus menstruasi komponen tersebut
merupakan garam dengan persentase tertinggi. Konsentrasi garam tersebut mencapai
puncaknya pada saat ovulasi.
Waktu pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pada saat ovulasi,
bentuk daun pakis akan lebih jelas terlihat apabila diambil sampel lender pada waktu
yang mendekati ovulasi, dimana struktur tersebut akan mengering menjadi sebuah
bentuk seperti daun pakis (tes fern). Sebelum dan sesudah ovulasi dan selama
kehamilan akan di temukan pola dengan ciri khas yang berbeda.Pada saat terjadi ovulasi
lender serviks akan menjadi sangat cair dan jernih sebaliknya akan tampak kekuningan
dan kental jika diperiksa pada saat tahapan pra ovulasi dan pasca ovulasi dari siklus
haid.
Terdapatnya infeksi serviks atau darah pada saat pemeriksaan fern akan
menghambatkan pembentukan pola pakis yang sempurna. Ditemukannya pola pakis
yang sempurna selama pertengahan siklus menstruasi menandakan aktivitas estrogen
yang baik dan tidak terdapat infeksi serviks.

Gambar. Mukus serviks yang mengalamai kristalisasiberbentuk daun


atau fern(kepustakaan: Cunningham, FG. Williams Obstetric. 24th edition.
United States, New York : McGraw-Hill Education; 2014. p. 48-49, 168)

o Tujuan Pemeriksaan
a. Menilai aktivitas estrogen
Pemeriksaan fern merupakan sebuah metode sederhana untuk dapat menilai ada
atau tidaknya aktivitas dari estrogen. Terdapatnya infeksi serviks atau darah pada
saat pemeriksaan fern akan menghambatkan pembentukan pola pakis yang
sempurna. Ditemukannya pola pakis yang sempurna selama pertengahan siklus
menstruasi menandakan aktivitas estrogen yang baik dan tidak terdapat infeksi
serviks.
b. Menentukan ovulasi
Ovulasi dapat di tegakkan dengan cukup akurat pada wanita - wanita dengna
siklus menstruasi yang teratur. Tidak ditemukannya pola pakis pada mukus serviks
selama masa pra menstruasi menandakan aktivitas dari korpus luteum yang
menghasilkan progesteron. Satu apusan mukus serviks harus di ambil pada saat
pertengahan siklus menstruasi dan satu kali lagi pada saat sebelum menstruasi untuk
dapat dengan akurat menegakkan ovulasi. Ferning atau pola pakis harus ditemukan
pada saat pemeriksaan intermenstruasi dan menghilang pada saat sebelum
menstruasi untuk dapat menegakkan terjadinya ovulasi pada siklus tersebut.Tetapi
karena karena banyaknya faktor yang terlibat dalam gambaran dari pola pakis ini,
maka pemeriksaan ini tidak dapat secara akurat menentukan hari dimana ovulasi
terjadi.
c. Menilai mukus serviks dan penetrasi sperma
Ditemukannya suatu pola pakis dengan bentuk yang sangat baik pada saat
pertengahan siklus menstruasi menandakan aktivitas estrogen dan kanal serviks
yang sehat, dimana keadaan tersebut memiliki daya penerimaan terhadap penetrasi
sperma yang tinggi.Jika gambaran pola pakis yang sempurna tidak ditemukan, dan
hanya pola pakis yang tidak khas dengan unsur seluler yang sangat jelas, dan subyek
yang di periksa tidak mengalami endoservitis maka terapi estrogen mungkin dapat
di berikan pada subyek tersebut, tetapi memberikan terapi estrogen hanya
berdasarkan pada pemeriksaan apusan lendir serviks tidak disarankan untuk di
lakukan.
d. Insufisiensi Progesteron pada Plasenta
Pemeriksaan fern dapat di gunakan untuk menilai insufisiensi progesterone
pada plasenta. Ditemukannya pola pakis (Ferning) pada masa awal kehamilan
mungkin menandakan perlunya terapi progesteron tambahan khususnya pada
pasien - pasien dengan abrotus habitualis. Ketika pemeriksaan fern di gunakan
untuk tujuan diagnostik, maka perhatian yang sangat teliti harus dilakukan untuk
membedakan bentuk ferning yang tidak khas dan bentuk ferning yang sempurna.
Beberapa peneliti juga telah mencoba untuk membuat sebuah derajat dari jenis dan
kuantitas ferning mulai derajat 1 - 4, tergantung dari jumlah yang ditemukan pada
saat pemeriksaan, dimana derajat I dan II merupakan gambaran ferning tidak khas
dan tidak bisa dijadikan sebagai alat diagnostik. Perbedaan tersebut bisa di lihat
dengan menggunakan mirkoskop kekuatan tinggi dan rendah. Dimana fokus akan
mengalami perubahan pada ferning yang tidak khas, dimana latarnya akan tetap
menjadi hitam dan batang serta cabangnya akan menjadi bercahaya. Padaferning
yang sempurna, batang utama begitu juga dengan cabangnya akan menjadi lebih
gelap, sementara latarnya akan tetap jelas.
e. Menentukan kehamilan awal
Ditemukannya pola pakis yang sempurna dapat menyingkirkan diagnosis dari
kehamilan jika seorang wanita tidak mengalami haid pada periode tersebut. Hasil
tes fern yang positif menunjukkan terjadinya siklus anovulatorik pada wanita
tersebut. Penggunaan alfa estradiol dosis tinggi parenteral pada pasien dengan
iregularitas menstruasi dan siklus anovulatorik akan mempresipitasi pembentukan
fern pada wanita - wanita yang tidak sedang hamil.
f. Memeriksa kebocoran cairan amnion
Ruptur membran amnion spontan merupakan suatu kejadian yang normal
terjadi pada saat persalinan. Ruptur yang terjadi sebelum onset persalinan di sebut
dengan ketuban pecah dini, dimana akan terjadi banyak komplikasi (2% - 20%)
infeksi dan mortalitas setelah ruptur terjadi.12 Ketuban pecah dini dapat di
diagnosis dengan anamnesis yaitu terdapat riwayat pengeluaran cairan dari vagina,
dan di konfirmasi dengan pemeriksaan speculum. Pemeriksaan baku emas yang
tidak invasif untuk menentukan diagnosis ruptur, adalah :
1) Akumulasi cairan jernih pada fornix posterior di vagina atau kebocoran cairan
yang berasal dari ostium serviks
2) pH yang bersifat basa dari cairan yang dikeluarkan yang dapat di periksa dengan
menggunakan kertas lakmus yang akan mengubah warna kertas dari kuning
menjadi biru (tes nitrazine)
3) ditemukannya pembentukan pola pakis (ferning) pada cairan yang dikeluarkan
oleh serviks pada saat dikeringkan.
Saat ini, pemeriksaan fern sebagian besar digunakan bersama – sama dengan
tes nitrazine untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini (KPD) Tingkat
sensitivitas dan spesifisitas yang di laporkan dari pemeriksaan fern adalah 51% dan
70%, pada pasien yang tidak sedang hamil sedangkan sensitivitas dan
spesifisitasnya akan meningkat menjadi 98% dan 88% pada pasien yang sedang
hamil.
g. Sebagai evaluasi infertilitas
Infertilitas merupakan masalah yang dihadapi oleh pasangan suami istri yang telah
menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan senggama teratur, tanpa
menggunakan kontrasepsi tetapi belum berhasil memperoleh kehamilan.
Penyebab infertilitas dapat diklasifikasikan sebagai factor koitus laki-laki (40%),
cerviks (5%-10%), tuba uterina (30%) factor ovulasi (15-20%) dan peritoneal atau
factor pelvik (40%).
Pemeriksaan dasar infertilitas merupakan hal yang sangat penting dalam tatalaksana
infertilitas. Dengan melakukan pemeriksaan dasar yang baik dan lengkap, maka
terapi dapat diberikan dengan cepat dan tepat, sehingga penderita infertilitas dapat
terhindar dari keterlambatan tatalaksana infertilitas yang dapat memperburuk
prognosis dari pasangan suami istri tersebut. Masalah utama yang terkait dengan
fertilitas adalah gangguan fungsi ovulasi.Dengan pengaruh kadar estrogen yang
memicu ovulasi, lendir serviks akan menjadi tipis, berair, asin dan elastis, ketiga
kakrakteristik ini dapat di evaluasi dengan tes fern.Terbentuknya pola ferning
tergantung pada adanya mucin, protein, dan kosentrasi elektrolit, semua elektrolit
menghasilkan reaksi pembentukan ferning maka jumlah elektrolit yang banyak
akan memberikan gambaran ferning yang lebih jelas, sepanjang siklus menstruasi
natrium terdapat dalam jumlah paling banyak 0.7% sehingga dalam lender serviks
natrium lebih dominan dalam pembentukan ferning.
o Alat dan Bahan
a. Mikroskop
b. Spekulum vagina
c. Cotton swab
d. Sarung tangan
e. Glass objek mikroskop
o Teknik Pemeriksaan
a. Masukkan spekulum vagina, ke dalam vagina pasien. Jangan menggunakan
lubrikan, karena dapat mempengaruhi hasil analisis.
b. Kumpulkan sampel cairan dari fornik menggunakan cotton swab. Hindari
bagian servik, karena cairan servik akan menyebabkan hasil false positif.
c. Usapkan cotton swab pada objek glass, lalu biarkan mengering
d. Setelah sampel kering, periksa dibawah mikroskop tanpa coverslip.
e. Cairan amnion yang mengering akan menghasilkan gambaran kristalisasi
dengan “fern” pattern. Sedangkan cairan vagina tidak
Ferning mengacu pada derajat dan pola kristalisasi yang diamati ketika
lendir serviks kering dipermukaan kaca.Dalam hal ini jenis gambaran ferning dapat
bervariasi dan bergantung misalnya pada tebal siapan atau jumlah sel. Skor (nilai)
yang dipakai pada evaluasi lender serviks adalah:
A. 0= Tidak ada kristalisasi
B. 1= Terjadi kristalisasi dengan pembentukan daun pakis yang hanya mempunyai
batang primer saja (atipik)
C. 2= Pembentukan daun pakis dengan mayoritas hanya batang primer dan
sekunder.
D. 3= Pembentukan daun pakis dengan batang primer, sekunder, tersier dan
kuartener
o Keterbatasan
a. Fern test ini hanya bisa dilakukan oleh tenaga ahli yang sudah terkualifikasi
b. Hasil false positif: “ferning” bukan ciri spesifik cairan amnion, cairan lain
seperti darah, mukus servik, semen dan beberapa sampel urin juga ketika kering
dapat menimbulkan gambaran fern pada mikroskop.
c. Hasil false negatif: prolonged rupture membran ( >24 jam) atau ruptur membran
yang sedikit dapat menghasilkan false negatif.

 Pemeriksaan Akurasi Tinggi


a. Pemeriksaan kadar hormone LH
Deteksi lonjakan hormon luteinizing (LH), baik dalam serum atau dalam urin,
sangat sensitif dan spesifik untuk ovulasi dan memberikan akurasi besar untuk
menentukan kapasitas konsepsi. Namun, karena sperma mengalami ejakulasi
sebelum lonjakan LH wanita dapat bertahan cukup lama untuk membuahi sel
telur, metode yang hanya menentukan lonjakan ini tidak ideal untuk kontrasepsi.
Sebelum lonjakan LH, kadar estrogen serum meningkat dan beberapa
perubahan terjadi pada komponen cairan tubuh, termasuk lendir serviks dan
saliva. (Su, et al., 2017)
b. Pemeriksaan transvaginal
Ultrasonografi transvaginal dapat dengan jelas menentukan waktu ovulasi
dan diakui sebagai pemeriksaan referensi standar untuk mendeteksi ovulasi. Ini
dilakukan oleh teknisi yang berpengalaman, ahli radiologi, atau ginekolog.
Menjadi invasif, mahal, dan tidak nyaman, teknik ini tidak digunakan secara
luas; ini digunakan terutama di klinik ginekologi dan sering dilakukan sebagai
langkah dalam teknik reproduksi buatan. Menggunakan pemeriksaan
ultrasonografi serial, waktu ovulasi dapat ditentukan sebagai titik antara
diameter folikel maksimum dan kolaps folikel. Indikasi ovulasi meliputi:
 Hilang atau tiba-tiba penurunan ukuran folikel.
 Peningkatan echogenisitas di dalam folikel, menunjukkan pembentukan
corpus luteum.
 Cairan bebas di panggul (atau kantong Douglas).
 Penggantian "triple-line appearance" endometrium oleh endometrium
homogen, hyperechoic "luteinized" . (Su, et al., 2017)
 Uji pasca senggama
Uji pasca senggama merupakan penilaian interaksi spermatozoa dengan mukosa
serviks uteri, dalam kpnsisi invivo. UPS dilaukan selama kualitas mukosa optimum,
yaitu : pada periode ovulasi.
Demikian juga sperma harus dikeluarkan setelah abstinensia selama 3-7 hari 28
sebelum senggama, pasangan dianjutakn melakukan senggama 2 jam sebelum
pemeriksaan. UPS ini menilai kemampuan spermatozoa dalam penetrasi mukosa
serviks dan kemampuan hidupnya dalam lingkungan tersebut. Untuk
menentukannya didasarkan pada jumlah sperma motil dalam beberapa lapang
pandang di mikroskop.
Adanya anti spermatozoa antibody pada mukosa serviks dapat menyebabkan
penurunan nilai UPS, hal ini dapat juga menunjukkan perlawanan mukosa serviks
terhadap spermatozoa. Pada pasangan suami istri infertile pemeriksaan ini sangat
penting. Perlu diketahui bahwa mukosa serviks terdapat di sepanjang canalis
serviks uteri dan pada waktu pemeriksaan hanya mengambil sebagiansampel dari
mukosa tersebut. Pada prinsipnya UPS merupakan sampling mukosa serviks
beberapa jam (9-24 jam ) setalah hubungan senggama dan dihitung kehadiran dan
kualitas sperma.
Prosedur UPS :
 Tampilkan serviks dengan speculum tanpa minyak vagina
 Cairan di fornix posterior diaspirasi dengan spuit tuberculin tanpa jarum
 Pakai spuit tuberculin lain yang berbeda untuk mengambil mukosa di
kanalis servikalis
 Kemudian masing-masing cairan diletakkan diatas objek glass dan ditutup
dengan deks glass serta dibuat apusan tebal (100um)
 Dilihat dengan pembesaran mikroskop sebesar 400x.
 Untuk sample dari cairan vagina dipakai untuk menetapkan apakah sperma
diletakkan di dalam vagina. Spermatozoa dalam vagina akan mati dalam 2
jam.
 Untuk sample dari canalis cervix dihitung jumlah dan motilitas
spermatozoa. Motilitasnya dinilai gradasinya. Pada pasangan normal
sesudah senggama pada mid siklus akan didapatkan lebih 50 spermatozoa
motil pada grade a dan b setiap lapangan pandang. (Zhennavld, 2019)
DAFTAR PUSTAKA
Department of Laboratory Medicine San Francisco General Hospital. 2009. Fern Test. In Point
of Care Testing October 2009 pg 1-4
Cunningham, FG. Williams Obstetric. 24th edition. United States, New York : McGraw-Hill
Education; 2014. p. 48-49, 168
Hamill T. Fern Test Examination of Amniotic Fluid by Microscopy. UCSF Medical Center
Laboratory Medicine. 2013. P.1
Weisu-hsiu., Yu-Chiao Yi., Ting-Yen Wei. 2017. Detection of Ovulation, a Review of
Currently Available Methods. Dept.Obstetrics,Gynecology & Women’s Healthy.
Bioengineering & translational medicine;2; 238-246.
Wileysonlinelibrary.com/journal/btm2
Alexander mukti. 2017. The Ovulation Detection Accuracy between Body Basal Temperature,
Cervical Mucus and Combination of Both Compared to Ultrasound Examination. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Evans-Hoeker, E. et al., 2013. Cervical mucus monitoring prevalence and associated
fecundability in women trying to conceive. HHS Public Access.
Reed, B. G. & Carr, B. R., 2018. The Normal Menstrual Cycle and the Control of Ovulation.
Reproductive Endocrinology & Infertility Physician.
Steward, K. & Raja, A., 2019. Physiology, Ovulation, Basal Body Temperature. Treasure
Island.
Su, H. et al., 2017. Detection of ovulation, a review of currently available methods.
Bioengineering and Translational Medicine.
Zhennavld, 2019. Uji Pasca Senggama. Scribd.

Anda mungkin juga menyukai