Anda di halaman 1dari 48

BAB II

PEMBAHASAN

A. ANALISIS SKENARIO
Bercak-bercak darah
Pada kasus ini, pasien mengalami bercak-bercak darah, hal ini diperkirakan
berhubungan dengan stress yang dialami pasien. Pada saat terjadi stress akan terjadi
peningkatan sekresi korsol oleh hipofisis anterior, peningkatan kortisol ini akan
meningkatkan sekresi androgen yang nantinya akan dirubah menjadi esterogen.
Peningkatan esterogen ini akan menyebabkan perkembangan folikel dan penebalan
endometrium. Peningkatan esterogen yang terus menerus akan menyebabkan gangguan
pada sistem HPO yang menyebabkan tidak terjadi lonjakan LH dan tidak terjadinya
ovulasi. Karena itu progesterone tidak akan dihasilkan sehingga endometrium tidak
mendapatkan nutrisi yang akhirnya menyebabkan nekrosis dan timbul gejala bercakbercak darah.

Haid yang lama


Pada kasus ini diperkirakan berhubungan juga dengan stress yang dialami pasien.
Pada stress akan terjadi peningkatan kortisol. Kortisol ini akan menghambat GnRH
sehingga menurunkan sekresi FSH dan LH oleh hipofisis anterior. Hal ini akan
menyebabkan gejala haid yang lebih lama. Pada kasus ini kami mencurigai pasien
mengalami metroragi, dimana terdapat siklus tambahan dalam siklus menstruasinya yang
disebabkan akibat gangguan hormonal akibat stress.

Riwayat Penggunaan Kontrasepsi Spiral


Penggunaan kontrasepsi oral diperkirakan bisa menimbulkan pendarahan yang
diakibatkan karena kesalahan dalam pemasangannya. Selain itu apabila terjadi pergeseran
letak lokasi juga biasanya dapat menimbulkan pendarahan.

Pada kasus ini kami mencurigai pasien mengalami gejala metroragi yaitu
terjadinya siklus tambahan diluar sikus menstruasi normalnya. Kemungkinan
1

penyebabnya berhubungan dengan stress yang dialami oleh pasien. Adapun diagnosis
banding pada kasus ini adalah PUD dan Mioma Uteri. Untuk memastikannya perlu
dilakukan anamnesis lebih lanjut terkait pola menstruasi sebelumnya dan pemeriksaan
penunjang berupa USG dan Pemeriksaan Darah Lengkap.

B. PENGARUH STRESS PADA GANGGUAN HAID


Berbagai macam perubahan emosi akibat suatu stressor telah dihubungkan dengan
adanya fluktuasi hormonal selama siklus menstruasi. Beberapa penelitian menunjukkan
stressor seperti meninggalkan keluarga, masuk kuliah, bergabung dengan militer, atau
memulai kerja baru mungkin berhubungan dengan tidak datangnya menstruasi. Stressor
yang membuat satu tuntutan baru bagi suatu pekerjaan, meningkatkan panjang siklus
menstruasi, jadi menunda periode setiap bulannya. Sebagai tambahan mengenai
meninggalkan keluarga atau memulai satu pekerjaan baru, beberapa penelitian
menunjukkan satu hubungan baru meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan siklus
yang lebih panjang.
Gangguan pada pola menstruasi ini melibatkan mekanisme regulasi intergratif
yang mempengaruhi prosesbiokimia dan seluler seluruh tubuh termasuk otak dan
psikologis. Pengaruh otak dalam reaksi hormonal terjadi melalui jalur hipotalamushipofisis-ovarium yang meliputi multiefek dan mekanisme kontrol umpan balik. Pada
keadaan stress terjadi aktivasi pada amygdala pada sistem limbik. Sistem ini akan
menstimulasi pelepasan hormone dari hipotalamus yaitu corticotropic releasing hormone
(CRH). Hormon ini secara langsung akan menghambat sekresi GnRH hipotalamus dari
tempat produksinya di nukleus arkuata. Proses ini kemungkinan terjadi melalui
penambahan sekresi opioid endogen.

Peningkatan CRH akan menstimulasi pelepasan endorfin dan adrenocorticotropic


hormone (ACTH) ke dalam darah. Endorfin sendiri diketahui merupakan opiat endogen
yang peranannya terbukti dapat mengurangi rasa nyeri. Sedangkan ACTH dirangsang
oleh CRH secara bergelombang dengan ritme diurnal.Peningkatan kadar ACTH akan
menyebabkan peningkatan pada kadar kortisol darah. Pada wanita dengan gejala amenore
hipotalamik

menunjukkan

keadaan

hiperkortisolisme

yang

disebabkan

adanya

peningkatan CRH dan ACTH. Hormon-hormon tersebut secara langsung dan tidak
langsung menyebabkan penurunan kadar GnRH, dimana melalui jalan ini maka stress
menyebabkan gangguan menstruasi.
Gejala klinis yang tampak terutama adalah amenore, selain itu dapat juga berupa
anovulasi, atau fase luteal yang inadekuat. Gejala klinis yang timbul ini tergantung pada
derajat penekanan pada GnRH. Gejala-gejala ini umumnya bersifat sementara dan
biasanya akankembali normal apabila stress yang ada bisa diatasi.

C. FISIOLOGI MENSTRUASI
Haid (menstruasi) ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai
pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal
mulainya haid yang

lalu dan mulainya haid yang baru. Hari mulainya perdarahan

dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus haid yang normal atau siklus dianggap
sebagai siklus yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara
beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Juga pada kakak beradik bahkan
saudara kembar, siklusnya selalu tidak sama. Panjang siklus yang biasa pada manusia
berkisar antara 25-32 hari, dan kira-kira 97% wanita yang berovulasi siklus haidnya
berkisar antara 18-42 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan
tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi (anovulatoar).
Lama haid biasanya antara 3 5 hari, ada yang 1 2 hari dan diikuti darah sedikit
sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7 8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama haid
itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 16 cc. Jumlah darah haid lebih dari 80
cc dianggap patologik. Kurang lebih 50% darah menstruasi dikeluarkan dalam 24 jam
pertama. Cairan menstruasi terdiri dari utamanya adalah darah arterial, 25% darah vena,
debris jaringan, prostaglandin dan jumlah yang relatif besar dari fibrinolisin dari jaringan
endometrial yang menyebabkan darah haid tidak membeku. Siklus menstruasi normal
pada manusia dapat dibagi menjadi dua
1. Siklus ovarium
2. Siklus uterus (endometrium)

Berikut gambar 1. Siklus menstruasi pada wanita

SIKLUS OVARIUM
Pada siklus ovarium terdiri dari 3 fase, yaitu:
1. fase folikuler
2. fase ovulasi
3. fase luteal

Fase Folikuler
Dimulai dari hari pertama menstruasi sampai terjadinya ovulasi (14 hari). Fase ini
bekerja pada separuh pertama siklus untuk menghasilkan folikuler matang dan sebuah
telur matang yang siap berovulasi di pertengahan siklus. Kurang lebih panjang fase
folikuler antara 10 sampai 14 hari.
Ketika lahir atau masa pre-pubertas, masing-masing ovum dikelilingi oleh selapis
sel-sel granulosa yang dinamakan folikel primordial. Sel-sel granulosa berfungsi
memberi makanan untuk ovum dan untuk mensekresi suatu faktor penghambat oosit
sehingga ovum tetap tertahan dalam keadaan primordial, dalam fase profase meiosis.
Pada masa pubertas, FSH dan LH mulai disekresikan dalam jumlah cukup oleh hipofisis
anterior yang menyebabkan pertumbuhan folikel dimulai, membentuk folikel primer,
folikel sekunder, dan folikel de-Graaf.
Hipotalamus mensekresikan GnRH untuk merangsang hipofisis anterior
mensekresikan FSH dan LH. Peningkatan FSH dan LH mempercepat pertumbuhan
folikel primer. Lapisan tersebut membentuk sel teka eksterna untuk melindungi dan teka
interna yang dapat mensekresi estrogen dan progesteron. FSH dan estrogen
meningkatkan reseptor LH untuk memproduksi progesteron. Massa sel granulosa
mensekresi cairan folikular, produksi estrogen semakin banyak. Pengumpulan cairan ini
menyebabkan munculnya antrum (folikel sekunder).
Selanjutnya estrogen dari satu folikel yang tumbuh paling cepat memberikan
umpan balik negatif ke hipotalamus untuk lebih menekan kecepatan sekresi FSH oleh
hipofisis anterior sehingga menghambat pertumbuhan folikel-folikel yang kurang
berkembang dan pada akhirnya mengalami atresia. Pada 15 jam sebelum ovulasi terjadi
FSH dan LH surge sehingga terbentuklah folikel de Graaf.

Fase Ovulasi
Ovulasi terjadi ketika LH mencapai kadar puncak sehingga enzim proteolitik yang
terdapat di folikel akan menyebabkan dinding folikel menjadi lemah dan ruptur sehingga
terjadilah ovulasi (pelepasan oosit sekunder dari folikel matur).

Fase Luteal
Pada fase luteal, sel folikuler yang tersisa akan membentuk korpus rubrum
kemudian menjadi korpus luteum yang berfungsi mensekresikan progesteron dan
estrogen. Jika tidak terjadi konsepsi maka korpus luteum tersebut akan berubah menjadi
korpus albikan. Hal ini menyebabkan penurunan kadar progesteron dan estrogen
sehingga memulai siklus menstruasi baru.

SIKLUS UTERUS
Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir uterus
mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas ovarium
terhadap produksi berulang dari estrogen dan progesterone. Pada siklus uterus terdiri dari
3 fase, yaitu:
1. Fase proliferasi
2. Fase sekretori
3. Fase menstruasi

Fase Proliferasi (fase estrogen)


Pada permulaan setiap siklus seksual bulanan, sebagian besar endometrium akan
berdeskumuasi akibat menstruasi. Sesudah menstruasi, hanya selapis tipis stroma
endometrium yang tertinggal pada bagian dasar endometrium semula, dan sel-sel epitel
yang tertinggal adalah yang terletak pada bagian dalam kelenjar yang tersisa serta pada
kripta endometrium.
9

Dibawah pengaruh estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih banyak oleh
ovarium selama bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan sel-sel epitel
berfroliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan mengalami epithelisasi
kembali dalam waktu 4 sampai 7 hari setelah terjadinya menstruasi. Kemudian selama
satu setengah minggu berikutnya yaitu sebelum ovulasi, ketebalan endometrium sangat
meningkat karena jumlah sel stroma bertambah banyak dan karena pertumbuhan kelenjar
endometrium serta pembuluh darah baru yang progresif ke dalam endometrium. Pada saat
ovulasi, endometrium mempunyai ketebalan sekitar 3 sampai 4 milimeter.

Fase Sekretorik (fase progesteron)


Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi terjadi,
estrogen dan proesteron disekresi dalam jumlah yang besar oleh korpus luteum. Estrogen
menyebabkan sedikit proliferasi sel tambahan pada endometrium selama fase siklus
endometrium ini, sedangkan progesterone menyebabkan pembengkakan yang nyata dan
perkembangan sekretorik dari endometrium. Kelebihan substansi sekresinya bertumpuk
di dalam sel epitel kelenjar. Juga, sitoplasma dari sel stroma bertambah banyak, deposit
lipid dan glikogen sangat meningkat dalam sel stroma, dan suplai darah ke dalam
endometrium lebih lanjut akan meningkat sebanding dengan peningkatan perkembangan
aktivitas sekresi, sedangkan pembuluh darah menjadi sangat berkelok-kelok. Pada
puncak fase ini, sekitar 1 minggu setelah ovulasi, ketebalan endometrium sudah menjadi
5 sampai 6 milimeter. Maksud dari keseluruhan perubahan tersebut adalah untuk
mempersiapkan endometrium dalam menghadapi implantasi dari ovum yang telah
dibuahi.

Fase Menstruasi
Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum berakhirnya siklus bulanan,
korpus luteum tiba-tiba akan mengalami involusi, dan hormone ovarium(estrogen dan
progesterone) sekresinya menurun ke level yang sangat rendah
Menstruasi disebabkan oleh penekanan terhadap estrogen dan progesterone,
terutama progesterone di akhir siklus bulanan ovarium. Efek utamanya adalah
menurunkan rangsangan terhadap sel endometrium akibat kedua hormon ini, sehingga
10

menyebabkan involusi pada endometrium itu sendiri kira-kira 65% dari ketebalannya.
Kemudian selama 24 jam berikutnya dari onset menstruasi, pembuluh darah menjadi
berkelok-kelok yang menyebabkan lapisan mukosa endometrium menjadi vasospastik,
agaknya hal ini disebabkan karena efek dari involusi seperti pelepasan material
vasikonstriktor

yang salah satunya mungkin adalah prostaglandin yang dihasilkan

berlimpah pada saat ini.


Vasospasme menurunkan nutrisi endometrium, dan hilangnya rangsangan
hormonal menginisiasi nekrosis pada endomerium, terutama pembuluh darah. Sebagai
hasilnya darah akan merembes ke dalam lapisan vaskular endometrium, dan area
hemoragik tumbuh dengan cepat dalam waktu 24 sampai 36 jam. Kemudian secara
berangsur-angsur, lapisan luar endometrium terpisah dari uterus sebagai bagian
hemoragik sampai kira-kira 48 jam setelah onset menstruasi, semua lapisan superficial
endometrium akan mengalami deskuamasi.

D. GANGGUAN LAMA DAN JUMLAH DARAH HAID

HIPERMENORE
Definisi
Perdarahan menstruasi yang jumlah darahnya lebih banyak dari normal, yakni
lebih dari 80ml per siklus dan secara klinis didefinisikan dengan ganti pembalut lebih
dari 6 kali sehari.

MENORRAGHIA
Definisi
Perdarahan menstruasi yang lebih lama dari normal, yakni lebih dari 7 hari
(Durasi memanjang).

Epidemiologi
WHO melaporkan 18 juta perempuan usia 30-35 tahun mengalami haid yang
berlebih dan dari jumlah tersebut 10% termasuk dalam kategori menoragia

11

Etiopatofisiologi

Kondisi dalam uterus: Hemostasis di endometrium pada siklus haid berhubungan


erat dengan platelet dan fibrin. Pada keadaan defisiensi faktor koagulan tersebut
terjadi gangguan hemostasis sehingga perdarahan pada menstruasi terjadi lebih
lama.

Gangguan Anatomi: jika terdapat tumor pada endometrium (ex: mioma, polip)
terjadi ganguan kontraktilitas uterus dan permukaan endomterium menjadi lebih
luas

sehingga

dapat

menyebabkan

dilatasi

pembuluh

darah.

Hal

ini

mengakibatkan gangguan hemostasis normal dan akhirnya perdarahan terjadi


lebih lama.

Penggunaan kontrasepsi

Endomteriosis

Pengguanaan obat antikoagulan

Masalah hormonal

Diagnosis

Anamnesis:
Tanyakan pada pasien kapan terjadinya menarche, kebiasaan siklus menstruasi,
durasi menstruasi biasanya, sejak kapan sudah merasakan bahwa durasi
menstruasinya memanjang, apakah pasien dalam keadaan hamil, tanda dan gejala
lain yang timbul (nyeri haid, mual, muntah, mulas), Riwayat penyakit dahulu,
riwayat pengobatan, pengguanaan kontrasepsi. Singkirkan penyebab iatrogenic
dan adanya penyakit sistemik

Pemeriksaan fisik:
Antropometri dan status gizi, Vital Sign, Pemeriksaan ginekologi (bimanual)
untuk menyingkirkan adanya kelainan organic yang dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan pada uterus abnormal, misalnya mioma uteri, polip, trauma,
ulkus, erosi, atau keganasan.

Pemeriksaan penunjang:

Darah Lengkap: Cek terjadinya anemia dan penyebab anemia, gangguan


fungsi hepar, gangguan tiroid, dan gangguan pembekuan darah
12

USG: menilai adanya kelainan anatomis pada organ reproduksi

Test Hormon hcG: untuk menilai apakah terjadi kehamilan

Pap Smear dan IVA

Tatalaksana
Penanganan pertama adalah stabilisasi hemodinamik pasien. Karena perdarahan
yang banyak tidak jarang pasien mengalami hipovolemik sehingga perlu dinilai keadaan
hemodinamiknya. Bila keadaan hemodinamik tidak stabil maka segera masuk rumah
sakit untuk diberi terapi cairan dan perbaikan keadaan umum pasien. Bila hemodinamik
stabil maka masuk ke penanganan kedua.
Penanganan kedua adalah dengan memberikan medikamentosa hormonal yakni:
(1) kombinasi esterogen dan progestin: Perdarahan akut dan banyak biasanya membaik
bila diobati dengan kombinasi esterogen dan progesterone dalam bentuk pil kontrasepsi.
Dosis dimulai dengan 2x1 tablet selama 5-7 hari dan dilanjutkan dengan 1x1 tablet
selama 3-6 siklus. Dapat diberikan dengan dosis tapering 4x1 tablet selama 4 hari
diturunkan menjadi 3x1 tablet selama 3 hari, 2x1 tablet selama 2 hari dan 1x1 tablet
selama 3 minggu kemudian berhenti tanpa obat selama 1 minggu. Pemberian pil
kontrasepsi kombinasi akan mengurangi jumlah darah haid sampai 60% dan patofisiologi
terjadinya kondisi anovulasi akan terkoreksi sehingga perdarahan akut dan banyak akan
disembuhkan.
(2)terapi esterogen, dapat diberikan dalam 2 bentuk yakni intra vena atau oral,
tetapi sediaan intravena sulit didapatkan. Pemberian esterogen oral dosis tinggi cukup
efektif untuk mengatasi perdarahan uterus abnormal, yaitu esterogen konjugasi dengan
dosis 1,25 mg atau 17 estradiol 2mg setiap 6 jam selama 24 jam. Setelah perdarahan
berhenti dilanjutkan dengan pil kontrasepsi kombinasi.
(3)progestin diberikan hanya diberikan apabila terdapat kontraindikasi pemakaian
esterogen. Progestin diberikan selama 14 hari kemudian berhenti tanpa obat selama 14
hari diulang selama 3 bulan. Saat ini tersedia beberapa sediaan progestin oral yang bisa
digunakan yaitu Medroksi progesterone Asetat (MPA) dengan dosis 2x10 mg dan
normegesterol asetat dosis 2 x 5 mg. Progestin merupakan anti esterogen yang akan
menstimulasi aktivitas enzim 17 hidroksisteroid dehidrogenase dan sulfotransferase
13

sehingga mengonversi estradiol menjadi estron. Progestin akan mencegah terjadinya


endometrium hyperplasia.
Jika dengan terapi hormonal tidak terdapat perbaikan maka diberikan terapi
dengan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Teradapat 5 kelompok OAINS
berdasarkan susunan kimianya yakni: (1) salisilat (Aspirin), (2) Analog asam indoleasetik
(Indometasin), (3) Derivat asam aril proponik (Ibuprofen), (4) fenamat (Asam
mefenamat), (5) Coxibs (Celecoxib). Empat kelompok pertama menghambat COX1 dan
kelompok ke 5 menghambat COX-2.
Asam mefenamat diberikan dengan dosis 250-500mg 2-4 kali sehari. Ibuprofen
diberikan dengan disus 600-1.200 mg perhari. OAINS dapat memperbaiki hemostasis
endometrium dan mampu menurunkan jumlah darah haid 20-50%.
Terapi bedah dengan cara histerektomi hanya dilakukan apabila terapi gagal
dilakukan secara medikamentosa. Histerektomi memiliki angka keberhasilan 100%.
Namun komplikasi tetap dapat terjadi yakni berupa infeksi, perdarahan, dan masalah
dalam penyembuhan luka.

Prognosis
Prognosis hipermenore dan menoragia baik apabila penyebab dari hipermenore
dan menoragia dideteksi dan ditangani secara dini.

HIPOMENORRHEA
Merupakan gangguan haid dimana jumlah darah selama 1 siklus kurang dari 5 ml
serta durasi yang pendek. Etiologi dari hipomenorrhea antara lain gangguan endokrin ,
gangguan organik seperti post-operasi, asherman syndrome serta penyakit kronik atau
penyakit sistemik seperti hipotiroid. Siklus anovulatorik sering menyebabkan terjadinya
hipomenorrhea. Hal tersebut dikarenakan pada siklus ini tidak terdapat progesteron
sehingga endometrium yang meluruh adalah endometrium yang tidak tervaskularisasi
dengan baik. Beberapa penyebab siklus anovulatorik yaitu :

Stress
Stress akan menyebabkan peningkatan kadar
dikeluarkan oleh hypothalamus dapat

CRH. CRH yang

menurunkan sekresi LH oleh hipofisis


14

anterior beberapa saat menjelang fase ovulasi. Akibat tidak adanya LH, maka
tidak akan ada peningkatan progesterone dan sekresi cairan folikular oleh sel
granulose juga akan menurun. Penurunan sekresi cairan folikular akan
menyebabkan folikel de graaf yang telah matang tidak akan membentuk stigma
atau penonjolan sehingga akhirnya folikel tidak akan pecah dan terjadilah siklus
anovulatorik.
Ketika tidak ada folikel yang pecah, maka tidak akan terbentuk corpus
luteum sehingga tidak akan progesterone untuk memvaskularisasi endometrium
yang telah menebal atau berproliferasi oleh rangsangan estrogen yang tinggi
selama fase folikular. Akhirnya, haid yang terjadi merupakan peluruhan
endometrium yang avaskularisasi sehingga jumlah darah haid akan sedikit dan
durasinya pun akan lebih cepat. Terkadang darah yang keluar hanya berupa
bercak-bercak saja.

Prolaktinemia
Hiperprolaktinemia akan menurunkan sekresi GnRH oleh hypothalamus
sehingga akhirnya sekresi hormone-hormon gonadotropik oleh hipofisis anterior
juga akan menurun, terutama sekresi LH.

PCOS
PCOS atau Policystic Ovarian Syndrome merupakan keadaan dimana
ovarium mampu menghasilkan androgen. Hormon androgen pada wanita dengan
PCOS akan meningkat karena androgen tidak hanya dihasilkan oleh kelenjar
adrenal saja seperti wanita normal lainnya tetapi juga oleh ovarium. Hormon
androgen yang tinggi akan menurunkan aktivitas estrogen sehingga estrogen tidak
akan mampu mengirimkan feedback positif ke hipofisis anterior untuk
mensekresikan lebih banyak LH menjelang fase ovulasi. Sekresi LH yang rendah
menjelang ovulasi akan menyebabkan terjadinya siklus anovulatorik.

Diagnosis hipomenorrhea dapat ditegakkan dengan pemeriksaan hormonal seperti


pemeriksaan kadar hormone prolaktin apabila mencurigai adanya hiperprolaktinemia
ataupun pemeriksaan kadar hormone androgen apabila mencurigai danya PCOS. Dapat
juga dilakukan USG untuk melihat bagaimana keadaan uterus apakah terdapat penurunan
15

ketebalan endometrium, apakah terdapat fibrosis/adhesi endometrium. Pemeriksaan


Hysteroscopy dapat digunakan apabila terdapat kecurigaan adanya sindrom ashermann.
Terapi dari hipomenorrhea dilakukan berdasarkan etiologi yang ada. Apabila
memang terdapat hipotiroid maka dapat diberikan pengganti hormone tiroid. Namun,
penyebab dari hipomenorrhe yang tersering adalah gangguan hormonal seperti pada
stress tanpa adanya penyebab organic sehingga biasanya tidak diterapi atau dapat pula
diberikan substitusi hormone estrogen maupun progesterone.

Komplikasi Gangguan Haid


Komplikasi gangguan haid antara lain :

Infertilitas
Apabila terjadi gangguan hormonal yang menyebabkan kadar LH rendah
menjelang fase ovulasi, maka tidak akan ada ovum yang dikeluarkan karena tidak
ada folikel yang pecah. Akibatnya tidak dapat terjadi konsepsi sehingga wanita
tersebut dapat mengalami infertilitas. Keadaan infertilitas ini dapat dijumpai pada
gangguan haid seperti amenorrhea, hipomenorrhea, dan oligomenorrhea.

Osteoporosis
Pada
menyebabkan

amenorrhea
peningkatan

terjadi

penurunan

aktivitas

kadar

osteoklastik.

estrogen

yang

Peningkatan

akan

aktivitas

osteoklastik akan menyebabkan peningkatan resorpsi kalsium di tulang sehingga


akan terjadi penurunan kepadatan tulang.

Anemia
Anemia dapat terjadi pada gangguan haid yang berlangsung terus menerus
dan atau disertai dengan jumlah darah haid yang terlalu banyak seperti pada
hipermenorrhea, menoragia, dan polimenorrhea.

16

E. GANGGUAN SIKLUS HAID

POLIMENOREA
Definisi
Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, dengan lama keluarnya
darah haid berlangsung selama 2-8 hari. Tidak semua wanita mengalami siklus
menstruasi yang teratur setiap bulannya. Kelainan pada siklus menstruasi dapat berupa
polimenorea, oligomenorea ataupun amenorea.
Ketika seorang wanita mengalami siklus menstruasi yang lebih sering (siklus
menstruasi yang lebih singkat dari 21 hari), hal ini dikenal dengan istilah polimenorea.
Wanita dengan polimenorea akan mengalami menstruasi hingga dua kali atau lebih dalam
sebulan, dengan pola yang teratur dan jumlah perdarahan yang relatif sama atau lebih
banyak dari biasanya. Polimenorea harus dapat dibedakan dari metroragia. Metroragia
merupakan suatu perdarahan iregular yang terjadi di anatara dua waktu menstruasi. Pada
metroragia menstruasi terjadi dalam waktu yang lebih singkat dengan darah yang
dikeluarkan lebih sedikit.
Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan
gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain ialah kongesti
(pertumbuhan/ jumlah darah air lendir yang berlebih di suatu organ tubuh) ovarium
karena peradangan endometriosis. Siklus yang terjadi normal menjadi pendek, gejala
umum biasanya disebabkan pemendekan stadium sekresi (stadium sekresi = endometrium
sudah tertimbun glikogen dan kadar yang dipersiapkan sebagai makin untuk telur yang
telah dibuahi) karena carpus luteum mati, sering terjadi karena disfungsi ovarium pada
climacterium (masa peralihan menjelang akhir keaktifan reproduksi pada wanita),
pubertas, penyakit TBC. Kalau siklus pendek tapi teratur ada kemungkinan :

Stadium proliferasi pendek Stadium intermentrium, berlangsung hari ke-5 haid


sampai hari ke-14 haid.

Stadium sekresi pendek Endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya karena
kehilangan cairan.

Terapi : stadium proliferasi dapat diperpanjang dengan oestrogen-progesteron.

17

Etiologi
Timbulnya haid yang lebih sering ini tentunya akan menimbulkan kekhawatiran
pada

wanita

yang

mengalaminya.

Polimenorea

dapat

terjadi

akibat

adanya

ketidakseimbangan sistem hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium.


Ketidakseimbangan hormon tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada proses
ovulasi (pelepasan sel telur) atau memendeknya waktu yang dibutuhkan untuk
berlangsungnya suatu siklus haid normal sehingga didapatkan haid yang lebih sering.
Gangguan keseimbangan hormon dapat terjadi pada:

3-5 tahun pertama setelah haid pertama

Beberapa tahun menjelang menopause

Gangguan indung telur

Stress dan depresi

Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia)

Penurunan berat badan berlebihan

Obesitas

Olahraga berlebihan, misal atlit

Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti antikoagulan, aspirin, NSAID, dll


Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh dengan

sendirinya. Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter jika polimenorea


berlangsung terus menerus. Polimenorea yang berlangsung terus menerus dapat
menimbulkan gangguan hemodinamik tubuh akibat darah yang keluar terus menerus.
Disamping itu, polimenorea dapat juga akan menimbulkan keluhan berupa gangguan
kesuburan karena gangguan hormonal pada polimenorea mengakibatkan gangguan
ovulasi (proses pelepasan sel telur). Wanita dengan gangguan ovulasi seringkali
mengalami kesulitan mendapatkan keturunan.

Patofisiologi
Ketidakteraturan siklus haid disebabkan karena gangguan hormon dalam tubuh.
Atau bisa juga terjadi karena penyakit di dalam organ reproduksi, contohnya tumor
rahim, tumor di indung telur. Selain itu gangguan haid disebabkan juga karena faktor
lainnya seperti stres, kelelahan, gangguan gizi dan penggunaan kontrasepsi,
18

Siklus haid yang tidak teratur kebanyakan terjadi akibat faktor hormonal.Seorang
wanita

yang memiliki

hormon estrogen

dan progesterone secara berlebihan

memungkinkan terjadinya haid dalam waktu yang lebih cepat. Jika gangguan haid
dikarenakan oleh faktor hormonal, maka dapat dipastikan wanita tersebu tmengalami
gangguan kesuburan. Dan dapat diatasi dengan suntikan untuk mempercepat pematangan
sel telur.

Manifestasi klinis

Gejala berupa siklus kurangdari 21 hari (lebihpendekdari 25 hari

Dalam satu bulan bisa mengalami 2 kali menstruasi

Anemia dan stress

Pengobatan
Tujuan terapi pada penderita polimenorea adalah mengontrol perdarahan,
mencegah perdarahan berulang, mencegah komplikasi, mengembalikan kekurangan zat
besi dalam tubuh, dan menjaga kesuburan. Untuk polimenorea yang berlangsung dalam
jangka waktu lama, terapi yang diberikan tergantung dari status ovulasi pasien, usia,
risiko kesehatan, dan pilihan kontrasepsi. Kontrasepsi oral kombinasi dapat digunakan
untuk terapinya. Pasien yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan
setelah terapi diberikan, dan kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi.

OLIGOMENOREA
Definisi
Oligomenorea merupakan suatu kondisi dimana siklus haid lebih panjang, lebih
dari 35 hari (nomal: 25-35 hari). Apabila panjangnya siklus lebih dari tiga bulan, hal itu
sudah dinamakan amenorea. Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang.
Oligomenorea merupakan suatu keadaan dimana siklus menstruasi memanjang
lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama. Wanita yang mengalami
oligomenorea akan mengalami menstruasi yang lebih jarang daripada biasanya. Namun,
jika berhentinya siklus menstruasi ini berlangsung selama lebih dari 3 bulan, maka
kondisi tersebut dikenal sebagai amenorea sekunder. Oligomenorea biasanya terjadi
19

akibat adanya gangguan keseimbangan hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisisovarium. Gangguan hormon tersebut menyebabkan lamanya siklus menstruasi normal
menjadi memanjang, sehingga menstruasi menjadi lebih jarang terjadi. Oligomenorea
sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah haid pertama ataupun beberapa tahun
menjelang terjadinya menopause. Oligomenorea yang terjadi pada masa-masa itu
merupakan variasi normal yang terjadi karena kurang baiknya koordinasi antara
hipotalamus, hipofisis dan ovarium pada awal terjadinya menstruasi pertama dan
menjelang terjadinya menopause, sehingga timbul gangguan keseimbaangan hormon
dalam tubuh. Oligomenorea dan amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama,
perbedaannya terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan
wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya juga ovulatoar
dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasanya Oligomenore yang terjadi pada
remaja, seringkali disebabkan karena kurangnya sinkronisasi antara hipotalamus, kelenjar
pituari & indung telur. Hipotalamus merupakan bagian otak yang mengatur suhu tubuh,
metabolisme sel & fungsi dasar seperti makan, tidur & reproduksi. Hipotalamus
mengatur pengeluaran hormon yang mengatur kelenjar pituari. Kemudian kelenjar pituari
akan merangsang produksi hormon yang mempengaruhi pertumbuhan & reproduksi.
Pada awal & akhir masa reproduksi wanita, beberapa hormon tersebut dapat menjadi
kurang tersinkronisasi, sehingga akan menyebabkan terjadinya haid yang tidak teratur.
Pada PCOS (polycystic ovary syndrome), oligomenore dapat disebabkan oleh kadar
hormon wanita & hormon pria yang tidak sesuai. Hormon pria diproduksi dalam jumlah
yang kecil oleh setiap wanita, tetapi pada wanita yang mengalami PCOS, kadar hormon
pria tersebut (androgen) lebih tinggi dibandingkan pada wanita lain. Pada atlet wanita,
model, aktris, penari ataupun yang mengalami anorexia nervosa, oligomenore terjadi
karena rasio antara lemak tubuh dengan berat badan turun sangat jauh.
Oligomenorea dan amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama,
perbedaannya terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan
wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya juga ovulatoar
dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasanya.
Oligomenore yang terjadi pada remaja, seringkali disebabkan karena kurangnya
sinkronisasi antara hipotalamus, kelenjar pituari & indung telur. Hipotalamus merupakan
20

bagian otak yang mengatur suhu tubuh, metabolisme sel & fungsi dasar seperti makan,
tidur & reproduksi. Hipotalamus mengatur pengeluaran hormon yang mengatur kelenjar
pituari. Kemudian kelenjar pituari akan merangsang produksi hormon yang
mempengaruhi pertumbuhan & reproduksi. Pada awal & akhir masa reproduksi wanita,
beberapa hormon tersebut dapat menjadi kurang tersinkronisasi, sehingga akan
menyebabkan terjadinya haid yang tidak teratur.
Pada PCOS (polycystic ovary syndrome), oligomenore dapat disebabkan oleh
kadar hormon wanita & hormon pria yang tidak sesuai. Hormon pria diproduksi dalam
jumlah yang kecil oleh setiap wanita, tetapi pada wanita yang mengalami PCOS, kadar
hormon pria tersebut (androgen) lebih tinggi dibandingkan pada wanita lain. Pada atlet
wanita, model, aktris, penari ataupun yang mengalami anorexia nervosa, oligomenore
terjadi karena rasio antara lemak tubuh dengan berat badan turun sangat jauh.

Etiologi
Oligomenore biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat juga disebabkan
kelainan endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofise-hipotalamus, dan menopouse
atau sebab sistemik seperti kehilangan berat badan berlebih. Oligomenore sering terdapat
pada wanita astenis. Dapat juga terjadi pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik
dimana pada keadaan ini dihasilkan androgen yang lebih tinggi dari kadara pada wanita
normal. Oligomenore dapat juga terjadi pada stress fisik dan emosional, penyakit kronis,
tumor yang mensekresikan estrogen dan nutrisi buruk. Oligomenorrhe dapat juga
disebabkan ketidakseimbangan hormonal seperti pada awal pubertas.
Oligomenore yang menetap dapat terjadi akibat perpanjangan stadium folikular,
perpanjangan stadium luteal, ataupun perpanjang kedua stadium tersebut. Bila siklus tibatiba memanjang maka dapat disebabkan oleh pengaruh psikis atau pengaruh penyakit.
Disamping itu, oligomenorea dapat juga terjadi pada :Gangguan indung telur, misal :
Sindrome Polikistik Ovarium (PCOS) Stress dan depresi, Sakit kronik Pasien dengan
gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia), Penurunan berat badan berlebihan,
Olahraga berlebihan, Adanya tumor yang melepaskan estrogen ,Adanya kelainan pada
struktur rahim atau serviks yang menghambat pengeluaran darah menstruasi, Penggunaan

21

obat-obatan tertentu dsb. Umumnya oligomenorea tidak menyebabkan masalah, namun


pada beberapa kasus oligomenorea dapat menyebabkan gangguan kesuburan.

Gejala klinis

Periode siklus menstruasi yang lebih dari 35 hari sekali, dimana hanya didapatkan
4-9 periode dalam 1 tahun.

Haid yang tidak teratur dengan jumlah yang tidak tentu. Pada beberapa wanita
yang mengalami oligomenore terkadang juga mengalami kesulitan untuk hamil.
Bila kadar estrogen yang menjadi penyebab, wanita

tersebut mungkin

mengalami osteoporosis dan penyakit kardiovaskular. Wanita tersebut juga memiliki


resiko besar untuk mengalami kanker uterus.

Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya fertilitas dan stress
emosional pada penderita sehingga dapat meperburuk terjadinya kelainan haid lebih
lanjut. Prognosa akan buruk bila oligomenore mengarah pada infertilitas atau tanda dari
keganasan.

AMENORRHEA
Definisi
Amenorrhea secara harafiah didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi.
Dibagi 2 macam,yaitu amenorrhea primer dan sekunder :
Amenorrhea primer secara klinis didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi
pada usia 13 tahun tanpa disertai pertumbuhan

normal atau perkembangan seksual

sekunder, atau tidak adanya menstruasi pada usia 15 tahun yang disertai pertumbuhan
yang normal dan perkembangan seksual sekunder.
Amenorrhea sekunder secara klinis didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi
selama interval lebih dari 3 siklus, atau 6 bulan berturut-turut pada wanita yang telah
mengalami menstruasi sebelumnya.

22

Walaupun secara klasik terdapat pembagian amenorrhea primer maupun


sekunder, perbedaan ini seringkali menghasilkan kesalahan diagnostik, sehingga
pembagian ini harus dihindari.

Epidemiologi
Amenorea primer adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada wanita usia 16
tahun. Amenorea primer terjadi pada 0.1 2.5% wanita usia reproduksibiasanya
disebabkan oleh gangguan hormon atau masalah pertumbuhan dapat juga disebabkan
oleh rendahnya hormon pelepas gonadotropin (pengatur siklus haid), stres, anoreksia,
penurunan berat badan yang ekstrem, gangguan tiroid, olahraga berat, pil KB, dan kista
ovarium
Amenorea sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi selama 3 siklus (pada
kasus oligomenorea <jumlah darah menstruasi sedikit>), atau 6 siklus setelah sebelumnya
mendapatkan siklus menstruasi biasa. Angka kejadian berkisar antara 1 5%

Etiologi dan Patofisiologi


Kehamilan adalah penyebab utama terbanyak pada amenorrhea,dan harus
dipikirkan apabila kita mengevaluasi pasien dengan amenorrhea. Amenorrhea sendiri
adalah hal yang normal kita temui pada perempuan sebelum pubertas, pada saat
kehamilan, laktasi, dan setelah menopause.
Kelainan Anatomis
1. Diturunkan (inherited)
Ini adalah penyebab tersering amenorrhea pada dewasa muda, dan anatomi
pelvis abnormal kurang lebih pada 15% perempuan dengan amenorrhea primer.
Obstruksi Jalan Keluar (outflow tract obstruction)
Amenorrhea dapat ditemukan pada himen imperforata (1 dari 2000
perempuan), septum vagina tranversal (1 dari 70000 perempuan), atau
atresia dari vagina / serviks. Pasien-pasien ini memiliki kariotipe
46XX,dengan karakteristik seksual perempuan dan fungsi ovarium yang
normal. Jumlah perdarahan uterus normal, tetapi jalan keluarnya yang
tidak ada atau terjadi obstruksi. Pasien ini biasanya mengeluh gejala
23

seperti nyeri payudara,food craving,dan perubahan mood, dimana terkait


dengan peningkatan level progesteron.Akumulasi darah dibalik lokasi
obstruksi sering menyebabkan nyeri abdomen atau massa abdominal yang
siklik.Menstruasi

yang

retrograd

ini

dapat

berkembang

menjadi

endometriosis.
Defek Mulleri (Mllerian Defects)
Duktus mulleri pada saat embrionik berkembang menjadi vagina
atas,serviks,korpus uteri, dan tuba fallopi. Agenesis mulleri dapat parsial
maupun komplit.Pada yang komplit ( Mayer-Rokitansky-Kster-Hauser
syndrome), pasien gagal mengembangkan semua struktur mulleri,sehingga
pada pemeriksaan hanya ditemukan vaginal dimple.Kasus ini terjadi 1 dari
5000 bayi perempuan baru lahir.

2. Didapat (acquired)
Abnormalitas lain pada uterus yang dapat menyebabkan amenorrhea
termasuk stenosis serviks, dapat terjadi karena conization, electrosurgery, atau
cryosurgery untuk terapi displasia serviks.
Amenorrhea juga terjadi pada parut intrauteri yang luas. Adanya jaringan
parut ini disebut juga sinekia uteri, atau asherman syndrome. Destruksi dari
endometrium basalis,mencegah penebalan endometrium sebagai respon hormon
ovarium.Tidak ada jaringan yang diproduksi dan kemudian akan terlewatkan
setelah level hormon steroid turun pada akhir fase luteal. Kerusakan ini dapat
terjadi mengikuti kuretase yang kasar, pembedahan uterus (metroplasty,
miomektomi, sectio cesar, atau infeksi dari Intra-uterine Device (IUD).
Tuberkulosis endometritis juga penyebab relatif sindrom asherman yang cukup
sering pada negara berkembang.

Kelainan Endokrin
1. Hipergonadotropik Hipogonadism (Premature Ovarian Failure)
Hal ini merujuk pada semua proses dimana fungsi ovarium menurun atau
hilang (hipogonadism).Karena feedback negatif yang kurang,maka terjadi
24

peningkatan LH dan FSH (hipergonadotropik).Kelainan ini biasanya disebabkan


disfungsi ovari dibanding kelainan hipotalamus / pituitari. Hal ini sering disebut
premature menopause or premature ovarian failure (POF), disebabkan oleh
kehilangan oosit sebelum usia 40 tahun, didiagnosis berdasar serum FSH 40
mIU/mL yang didapat kurang dari 1 bulan setelahnya (angka kejadian 1 dari 1000
perempuan<30thn, dan 1 dari 100 perempuan <40tahun).

Kelainan Herediter
1. Defek kromosom
Disgenesis gonad adalah penyebab tersering POF. Pada kelainan ini, oosit
menjalani percepatan atresia dan ovarium diganti oleh jaringan fibrotic.
2. Abnormal kariotip
Delesi materi genetik dari kromosom X

merupakan 2/3 penyebab

disgenesis gonad. Pasien ini disebut sebagai sindroma turner , kariotip 45X
ditemukan pada setengah dari pasien-pasien ini, dimana sebagian besar memiliki
defek somatik termasuk perawakan pendek, webbed neck, low hairline, shieldshaped chest, dan defek kardiovaskular. Kurang lebih 90% individu dengan
disgenesis gonad karena kehilangan materi genetik X tidak pernah mengalami
menstruasi, 10% sisanya memiliki folikel residu yang dapat menghasilkan
menstruasi,dan jarang mendapat kehamilan.
Pada kasus agenesis gonad,mozaik kromosom dapat ada keberadaan
kromosom Y, seperti 45 X / 46 XY. Analisis kromosom harus dilakukan pada
semua kasus amenorrhea yang terkait POF,terutama yang berusia <30thn. Karena
kehadiran kromosom Y tidak dapat ditentukan secara klinis,hanya sebagian kecil
pasien yang menunjukkan gejala kelebihan androgen. 25% dari pasien-pasien ini
akan berkembang menjadi germ-cell.

Tanda dan gejala


Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16 tahun,
dengan atau tanpa perkembangan seksual sekunder (perkembangan payudara,
perkembangan rambut pubis), atau kondisi dimana wanita tersebut tidak mendapatkan
25

menstruasi padahal sebelumnya sudah pernah mendapatkan menstruasi. Gejala lainnya


tergantung dari apa yang menyebabkan terjadinya amenorea.
Gejala bervariasi, tergantung kepada penyebabnya. Jika gejala yang ada, adalah
kegagalan mengalami pubertas , maka tidak akan ditemukan tanda - tanda pubertas
seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut kemaluan, rambut ketiak, serta
perubahan bentuk tubuh. Jika penyebabnya adalah kehamilan, akan ditemukan morning
sickness dan pembesaran perut. Jika penyebabnya kadar hormon tiroid yang tinggi maka
gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan lembab.
Gejala lain yang biasa ditemukan adalah :
1. Pernah mengalami haid.
2. Tidak mengalami haid selama 6 bulan atau lebih.
3. Sakitkepala.
4. Galaktore.
5. Peningkatan atau penurunan berat badan.
6. Vagina kering.
7. Hirsutisme.
8. Penglihatan kabur atau kehilangan penglihatan (disebabkan oleh tumor pituitari).

Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosa amenorrhea, penting untuk menentukkan organ
mana yang mengalami ganguan kemudian baru dapat ditentukan secara tepat penyebab
dari amenorrhea ini. Diagnosa banding untuk amenorrhea cukup luas, mulai dari karena
kelainan genetik sampai gangguan endokrin, gangguan fisiologi, lingkungan dan
struktural. Untuk memfasilitasi penegakkan suatu diagnosa kerja yang cepat dan akurat,
maka penting untuk dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang detail. Semua
pasien dengan amenorrhea yang tidak dilakukan histerektomi sebaiknya dilakukan
pemeriksaan kehamilan, kadar serum thyroid-stimulating hormone (TSH) dan prolaktin.
Untuk menegakkan diagnosis pada kasus amenorrhea primer dan sekunder, langkah yang
terpenting dalam mendiagnosa adalah dengan menyingkirkan kemungkinan bahwa pasien
tersebut sedang hamil.

26

Dalam menegakkan diagnosa amenorrhea, hal pertama yang harus kita pikirkan
adalah adanya kehamilan. Setelah kehamilan disingkirkan, dengan mengikuti alogaritma
yang ada maka kita semakin dekat pada diagnosa yang sebenarnya. Sering terjadi
overlapping antara penyebab amenorrhea primer dan sekunder. Untuk itu memastikan
perkembangan seksual pasien merupakan kunci utama untuk membedakan kedua hal ini.

Anamnesa
Anamnesa yang lengkap meliputi riwayat perkembangan masa kanak kanak dan
area perkembangan lainnya termasuk grafik tinggi badan dan berat badan terhadap usia
pada thelarche dan menarche. Memastikan usia saat menarche pada ibu serta saudara
perempuan pasien disarankan karena usia saat menarche di dalam anggota keluarga dapat
terjadi dalam usia yang hampir sama antar anggota keluarga satu sama lain. Durasi dan
lamanya menstruasi, berapa hari dalam 1 siklusnya, HPHT ( hari terakhir haid terakhir ),
ada tidaknya molimina ( nyeri pada payudara dan perubahan mood yang mendadak
sebelum menstruasi ) adalah informasi penting yang harus ditanyakan ke pasien. Riwayat
penyakit kronis, trauma, operasi sebelumnya, dan pemakian obat obatan juga penting.
Riwayat melakukan hubungan seksual sebaiknya ditanyakan dengan menjaga kerahasiaan
pasien. Sebaiknya juga ditanyakan tentang pemakaian obat obatan, latian fisik, situasi
rumah dan sekolah serta keadaan psikososialnya. Gejala klinik yang sering dijumpai
meliputi gejala vasomotor, hot flashes, perubahan virilizing, galaktorea, sakit kepala,
lesu, palpitasi, cemas, kehilangan pendengaran, dan gangguan penglihatan.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pmeriksaan tanda tanda vital, termasuk tinggi
badan dan berat badan, serta rasio maturitas seksual. Yang ditemukan pada pemeriksaan
fisik antara lain:
1) Keadaan Umum

Anorexia : cachexia, bradikardi, hipotensi, hipotermia, yellow skin (


karotenemia ), BMI < 18.

Tumor Hipofisis : perubahan funduskopi, gangguan lapangan pandang,


cranial nerve signs.
27

Sindroma polikistik ovarii : acne, acanthosis nigricans, hirsuitisme, BMI


> 30

Inflammatory Bowel Disease : fisura, skin tags, darah samar pada


pemeriksaan rektal ( RT )

Gonadal dysgenesis ( misal : Sindroma Turner ) : webbed neck,


pembesaran carrying angle, tidak adanya pembesaran payudara dan postur
yang pendek.

2) Payudara

Galaktorea : dengan mempalpasi payudara

Delayed pubertas : belum berkembang dan rambut pubis jarang.

Gonadal dysgenesis ( misal : Sindroma Turner ) : belum berkembang


dengan pertumbuhan rambut pubis yang normal.

3) Rambut Pubis dan Genitalia Eksternal

Hiperandrogenisme : distribusi rambut pubis, rambut di wajah yang


berlebih

Androgen Insensitivity syndrome : rambut pubis dan axilla tidak ada atau
tipis dengan payudara yang berkembang ( gejala dan keparahan tergantung
pada defek reseptor androgen )

Delayed pubertas : tanpa payudara yang berkembang

Tumor adrenal atau ovarium : Klitoromegali, virilization

Pelvic Fullness : kehamilan, massa di ovarium, kelainan genitalia

4) Vagina

Hymen imperforata : pembengkakan vagina eksternal

Agenesis ( Syndrome Rokitansky Hauser ) : pemendekan vagina dengan


uterus yang rudimenter atau tidak adanya uterus, rambut pubis normal

Androgen insensitivity syndrome - pemendekan vagina tanpa uterus,


rambut pubis tidak ada

5) Uterus : jika uterus membesar maka kehamilan harus disingkirkan


6) Cervix :

Menilai kanalis vaginalis, efek estrogen pada mukosa vagina, dan sekresi
mukus.
28

Adanya mukus menunjukkan adanya produksi E2 oleh ovarium ( tidak


diimbangi oleh produksi progesteron )

Mukus jernih, mukus berlebih setelah hari ke 20 siklus menunjukkan


adanya anovulasi

Mukus yang sedikit dan vagina yang kering dan pucat menunjukkan tidak
diproduksinya E2

Berikut adalah alogaritma dalam mengakkan diagnosis pada amenorrhea primer:

.
Berikut adalah alogaritma dalam mengakkan diagnosis pada amenorrhea sekunder:

29

Penatalaksanaan
Selain kehamilan, anovulasi dan penyakit kronis, kelainan yang dapat
menyebabkan

keadaan

amenorrhea

membutuhkan

keahlian

subspesialis

untuk

tatalaksana. Kebanyakan metode yang dibutuhkan untuk tatalaksana berupa bedah dan
terapi spesifik. Untuk pasien remaja dengan constitutional delay atau anovulasi, tujuan
dari tatalaksana adalah restorasi dari siklus ovulasi.
Tatalaksana pada wanita dengan amenorrhea, harus mengingat keadaan apa yang
paling mungkin menyebabkannya, hal ini akan sangat membantu. Walaupun diagnosis
banding untuk Amenorrhea cukup bervariatif, pasien dengan amenorhea primer dan
sekunder biasanya karena 1 diantara 5 keadaan berikut : sindrom PCO, Amenorrhea
failure dan disfungsi tiroid.

sindrom PCO
Sindrom PCO dengan gejala oligomenorrhea atau amenorrhea, hormon androgen
yang berlebih dan gambaran polikistik ovarium melalui USG . BMI yang tinggi dan
resistensi insulin juga memegang peranan yang penting dalam patogenesis sindrom PCO.
Pasien dengan sindrom PCO memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya Diabetes
Mellitus, hipertensi, gangguan profil lipid, hipotiroid dan kanker endometrium.
30

Jika kehamilan bukanlah tujuan, induksi withdrawal bleeding tiap bulannya dapat
dilakukan. Cyclic progesteron dan kontrasepsi oral dapat menyebabkan withdrawal
bleeding tiap bulannya . Kontrasepsi oral menurunkan sekresi LH, sehingga produksi
androgen menurun ,perbaikan pada acne dan hirsutisme. Kontrasepsi oral menyebabkan
atrofi pada lining endometrium sehingga menurunkan insidensi hiperplasia endometrium
dan kanker endometrium.
Metformin sekarang ini digunakan untuk memperbaiki siklus ovulasi. Penelitian
lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan apakah metformin harus digunakan untuk
pencegahan dari perkembangan Diabetes Mellitus, gangguan kardiovaskular dan
gangguan profil lipid. Pasien harus dihimbau untuk mempertahankan ratio BB-TB sesuai
dengan referensi yang sesuai dan melakukan aktivitas seperti olahraga karena keduanya
merupakan terapi utama untuk mengontrol sindrom PCO.
Hipothalamik amenorrhea
Hipotalamik Amenorrhea adalah penyebab tersering pada pasien dengan ganguan
makan, restriksi kalori, olahraga yang berlebihan dan stress psikogenik. Hypotalamik
amenorrhea paling baik diterapi dengan modifikasi tingkah laku , secara multidisipliner,
tergantung dari apa penyebabnya. Secara multidisipliner yang meliputi ahli gizi,
counsellor, dokter dan anggota keluarga. Setelah adanya perbaikan dari tingkah laku
yang menyebabkan terjadinya hipotalamik amenorrhea, kebanyakan wanita dapat
kembali ke dalam siklus menstruasinya secara normal.
Wanita dengan anoreksia nervosa yang parah, mungkin tidak dapat kembali ke
siklus menstruasinya secara normal setelah kenaikan berat badan. BMI < 15
membutuhkan intervensi dari ahli gizi yang terkait. Perawatan dalam rumah sakit
mungkin diindikasikan pada pasien ini. Pada kelompok ini memerlukan terapi sulih
hormon estrogen dan monitoring massa tulang. Peningkatan berat badan merupakan
faktor penting untuk perbaikan massa tulang. Terapi dengan menggunakan gonadotropin
mungkin dibutuhkan untuk konsepsi.
Pasien dengan hipotalamik amenorrhea yang disebabkan olahraga berlebih
seringkali menolak untuk mengubh pola tingkah laku mereka. Hal ini terutama berlaku
pada atlet. Walaupun hal ini kontroversial, pertimbangan untuk meningkatkan E2 dengan

31

kontrasepsi oral. Kebanyakan atlet bahkan menggunakan kontrasepsi oral untuk


membatasi atau menghindari menstruasi.
Hipotalamik amenorrhea fungsional yang disebabkan stress merupakan diagnosis
eksklusi. Gangguan makan dan pembatasan kalori harus sudah dieksklusikan sebagai
faktor penyebab. Modifikasi tingkah laku atau pola hidupmerupakan terapi yang utama.
Selain itu juga dapat digunakan kontrasepsi oral untuk memperbaiki kadar E2 yang
rendah

Hiperprolactinemia
Hiperprolaktinemia dengan kadar TSH normal membutuhkan pencitraan MRI
untuk menentukan keberadaan tumor, microadenoma atau macroadenoma serta lesi
sistem saraf pusat yang lain. Microadenoma dan prolaktinoma , dengan diameter , 1cm
merupakan tumor yang tumbuh lambat dan paling sering ditemukan pada wanita premenopause. Tatalaksana yang perlu dipikirkan pada pasien ini adalah untukmemperbaiki
tingkat kesuburan, meng eliminasi galaktorrhea dan mengurangi gejala- gejala
hypoestrogenemia. .
Hiperprolaktinemia simptomatis karena adanya gangguan dari hipofisis harus
diobati pada awalnya dengan menggunakan agonis dopamin seperti bromokriptin dan
cabergolin. Macroadenoma juga dapat diobati dengan menggunakan agonis dopamin
sebagai awalan. Seringkali, lesi yang lebih besar gagal untuk merespon terhadap terapi
medis terutama pada pasien yang telah mengalami gangguan akut penglihatan. Hal ini
merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan atau radiasi.

Hypergonadotropic hypogonadism
Pada

pasien

yang

gagal

memasuki

masa

pubertas,

hipergonadotropik

hypogonadism seringkali diassosiasikan dengan sindrom turner dan gangguan dysgenesis


gonadal yang lain seperti sindrom Swyer. Delesi dari kromosom X ( sindrom turner),
delesi parsial dan translokasi merupakan diagnosis yang paling sering ditemukan.
Kariotip genetik diperlukan untuk mendeteksi adanya Y- containing chromatin.
Pasien yang memiliki kromosom Y memiliki kemungkinan 25% untuk terjadinya
tumor gonad. Gonad harus secepatnya dibuang, karena memang tidak berfungsi dengan
32

semestinya.Terapi sulih hormon mungkin diperlukan untuk terjadinya proses pubertas


dan juga harus dipikirkan perkembangan yang maksimal dari massa tulang.Sindroma
turner berkaitan dengan gangguan pada telinga, ginjal, evaluasi pada organ tersebut
diperlukan secara seksama..
Premature ovarian failure setelah pubertas terjadi pada 1% pada wanita dewasa.
Pengobatan harus ditentukan berdasarkan keadaan masing- masing individu. Beberapa
pasien membutuhkan Terapi sulih Estrogen untuk hot flashes dan simptom lainnya yang
berhubungan dengan keadaan menopause, misalnya osteoporosis, bukan untuk
menyembuhkan dari penyebab itu sendiri.

Disfungsi tiroid
Pasien dengan hipotiroid dan hipertiroid harus menjalani tatalaksana yang sesuai.

Komplikasi dan prognosis


Banyaknya perdarahan ditentukan oleh lebarnya pembukuh darah, banyaknya
pembuluh darah yang terbuka, dan tekanan intravaskular. Lamanya pedarahan ditentukan
oleh daya penyembuhan luka atau daya regenerasi. Komplikasi yang mungkin terjadi
yaitu infeksi, mioma, polip dan karsinoma.

F. PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL


Definisi
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang
didalam maupun diluar siklus haid, yang semata-mata disebabkan gangguan fungsional
mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa kelainan organik
alat reproduksi. PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenars dan perimenopause.

Batasan Perdarahan Uterus Abnormal


BATASAN

POLA ABNORMALITAS PERDARAHAN

Oligomenorea

Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan


disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.

Polimenorea

Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval < 21 hari dan

33

disebabkan oleh defek fase luteal.


Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal

Menoragia

( 21 35

hari) namun jumlah darah haid > 80 ml atau > 7 hari.


Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan

Menometroragia

dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi
yang panjang ( > 7 hari).
Tidak terjadi haid selama 6 bulan berturut-turut pada wanita yang

Amenorea

belum masuk usia menopause.


Metroragia atau perdarahan Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir
dengan penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis, polip,

antara haid

mioma submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan.


Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang

Bercak intermenstrual

umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.


pasca Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang

Perdarahan

sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12

menopause

bulan.
Perdarahan uterus abnormal Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang
sangat banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis (hipotensi

akut

, takikardia atau renjatan).


Perdarahan uterus disfungsi

Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang


tidak

berkaitan

dengan

kehamilan,

pengobatan,

penyebab

iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan


kondisi sistemik.

Epidemiologi
Perdarahan uterus disfungsional tidak memiliki kegemaran untuk ras, namun dari
segi umur yang paling umum yaitu pada usia ekstrim tahun reproduksi wanita, baik di
awal atau mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada setiap saat selama hidup
reproduksinya. Sebagian besar kasus perdarahan uterus disfungsional pada remaja putri
terjadi selama 2 tahun pertama setelah onset menstruasi, ketika sumbu dewasa mereka
hipotalamus-hipofisis mungkin gagal untuk merespon estrogen dan progesteron.

Etiologi
34

Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche
dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai pada masa permulaan dan pada
mssa akhir fungsi ovarium. Pada usia perimenars, penyebab paling mungkin adalah
faktor pembekuan darah dan gangguan psikis.
Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh
gangguan atau terlambat proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa
pembuatanreleasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam
masa premenopasuse proses terhentinya proses ovarium tidak selalu berjalan lancar
Perdarahan Uterus Disfungsional dapat dibedakan menjadi penyebab dengan
siklus Ovulasi dan penyebab yang berhubungan dengan siklus anovulasi. Namun ada
beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain :

Kegemukan (obesitas)

Faktor kejiwaan

Alat kontrasepsi hormonal

Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices)

Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim (DUB), misalnya:


trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah), Kencing
Manis (diabetus mellitus), dan lain-lain

Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ reproduksi,
kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan lain-lain.

Patogenesis
Patologi PUD bervariasi. Gambaran penting salah satunya yaitu gangguan pada
hipotalamus pituitari ovarium sehingga menimbulkan siklus anovulatorik. Kurangnya
progesteron meningkatkan stimulasi esterogen terhadap endometrium. Endometrium
yang tebal berlebihan tanpa pengaruh progestogen, tidak stabil dan terjadi pelepasan
irreguler. Secara umum, semakin lama anovulasi maka semakin besar resiko perdarahan
yang berlebihan. Ini adalah bentuk DUB yang paling sering ditemukan pada gadis
remaja.Sekitar 90% perdarahan uterus difungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa
ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi.

35

1. Pada siklus ovulasi


Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun
bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya
kadar hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap terbentuk.
Ovulasi abnormal ( DUB ovulatori ) terjadi pada 15 20 % pasien DUB
dan mereka memiliki endometrium sekretori yang menunjukkan adanya ovulasi
setidaknya intermitten jika tidak reguler. Pasien ovulatori dengan perdarahan
abnormal lebih sering memiliki patologi organik yang mendasari, dengan
demikian mereka bukan pasien DUB sejati menurut definisi tersebut. Secara
umum, DUB ovulatori sulit untuk diobati secara medis.

2. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)


Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa
reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen
berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim
(endometrium) mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti
penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah
penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang rapuh.

Patofisiologi
Pasien dengan perdarahan uterus disfungsional telah kehilangan siklus
endometrialnya yang disebabkan oleh gangguan pada siklus ovulasinya. Sebagai hasilnya
pasien mendapatkan siklus estrogen yang tidak teratur yang dapat menstimulasi
pertumbuhan endometrium, berproliferasi terus menerus sehingga perdarahan yang
periodik tidak terjadi.
gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena
persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan
korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasi endometrium karena stimulasi estrogen
yang berlebihan dan terus-menerus. Penelitian lain menunjukkan pula bahwa perdarahan
disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yaitu
endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif dan sekretoris, dengan endometrium jenis
36

non sekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium menjadi endomettrium


sekresi dan non sekresi penting artinya, karena dengan demikian dapat dibedakan
perdarahan ovulatoar dari yang anovulatoar. Klasifikasi ini memiliki nilai klinik karena
kedua jenis perdarahan disfungsional ini memiliki dasar etiologi yang berlainan dan
memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoar
gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular, hematologi dan
vasomotorik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedang perdarahan
anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin

Gambaran Klinik
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah
perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Pada siklus
ovulasi biasanya perdarahan bersifat spontan, teratur dan lebih bisa diramalkan serta
seringkali disertai rasa tidak nyaman sedangkan pada anovulasi merupakan kebalikannya.
Selain itu gejala yang yang dapat timbul diantaranya seperti mood ayunan, kekeringan
atau kelembutan Vagina serta juga dapat menimbulkan rasa lelah yang berlebih.

1. Pada siklus ovulasi


Karakteristik PUD bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang,
hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan
kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek
(polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu
dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama
dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang
bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa
perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, maka
harus dipikirkan sebagai etiologi :

korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadangkadang bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan
pelepasan endometrium tidak teratur.

37

Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,


menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi
progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis
dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok
dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus
yang bersangkutan.

Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya


pembuluh darah dalam uterus.

Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan


dalam mekanisme pembekuan darah.

2. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)


Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu
bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah
perdarahan rahim berkepanjangan.

Perdarahan ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional
dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk
menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa
mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid
tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat
menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe
sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologiya :
1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadangkadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus
dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak persamaan antara
keduanya. Korpus luteum persisten dapat pula menyebabkan pelepasan
endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosa irregular
shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut
38

Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai
endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi
progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis
dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok
dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus
yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri; pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus.
4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.
Perdarahan anovulatoar
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium.
Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan
yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dengan jumlah folikel yang
pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen
sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru.
Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium
yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik.
Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat
diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam
kehidupan menstrual seorang wanita, tapi paling sering pada masa pubertas dan
masa premenopause. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil
sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus
haid menjadi ovulatoar, pada seorang wanita dewasa terutama dalam masa
premenopasue dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk
menentukan ada tidaknya tumor ganas.

39

Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan


penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang
menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Disamping itu stress dan
pemberian obat penenang juga dapat menyebabkan perdarahan anovulatoar yang
bisanya bersifat sementara.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan umum dinilai adanya hipo/hipertiroid dan gangguan
homeostasis seperti ptekie, selain itu perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk
kearah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lainlain.
Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan
organik, yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan
terganggu).

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah biopsi endometrium (pada
wanita yang sudah menikah), laboratorium darah dan hemostasis, USG, serta radio
immuno assay
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam
pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit
sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada
pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan.
Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia,
kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau kram
abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi
dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan bulan, kemungkinan
bersifat anovulatori.
Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron
serum ( > 3 ng/ ml ) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada
biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi.
40

Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH,
Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan
perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b)
histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan
perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon
terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium.
Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase.
Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai
pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita
yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi
dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji
coba terapeutik.

Diagnosa Banding Perdarahan Uterus Abnormal.


Kehamilan dan komplikasi Penyakit sistemik :

Patologi traktus genitalis :

kehamilan :

Hiperplasi adrenal dan penyakit -

Solusio plasenta

Cushing

Kehamilan ektopik

Blood Dyscrasia (leukemia -

Neoplasia

Abortus

dan trombositopenia)

Kelainan anatomi jinak:

Plasenta previa

Koagulopatia

(adenomiosis,

Penyakit trofoblas

Penyakit hepar

polip servik)

Medikasi

&

Infeksi (servisitis,

miometritis, endometritis)

penyebab Supresi hipotalamik

Lesi

pra-ganas

penurunan

Antikoagulan

berlebihan,

Antipsikotik

berlebihan)

Kortikosteroid

Sindroma ovaripolikistik

servik

Suplemen herbal

Penyakit ginjal

adenokarsinoma endometrium,

Terapi sulih hormon

Penyakit tiroid

tumor

olah

badan (displasia

uteri,

iatrogenik:

AKDR

berat

(stress, -

mioma

servik,

hiperplasia

raga endometrium)
Lesi ganas : (karsinoma

estrogen,

sel

ovarium
tumor

skuamosa,

penghasil
ovarium

41

Pil kontrasepsi

penghasil

Tamoxifen

leiomiosarkom)
-

testosteron,

Trauma,

abrasi,

benda

kekerasan

asing,
atau

penyimpangan seksual
Perdarahan

uterus

disfungsi (diagnosa

per

eksklusionum)

Evaluasi Perdarahan Uterus Abnormal


Langkah diagnostik

Gejala, tanda dan tes

Kelainan

Anamnesa

Nyeri panggul

Abortus,

kehamilan

ektopik,

Mual, berat badan bertambah, sering penyakit radang panggul (PID) ,


buang air kecil, lesu

penyimpangan atau kekerasan


seksual.
Kehamilan

Berat badan bertambah, rasa dingin Hipotiroidisme


berlebihan, sembelit, lesu.

Hipertiroidisme

Berat badan menurun, berkeringat Koagulopatia


banyak, palpitasi

Penyakit hepar

Gusi mudah berdarah

PCOS

Ikterus, riwayat hepatitis

Displasia

Hirsuitisme,

jerawat,

servik,

polip

acathoisis endoservik

nigricans, obesitas

Adenoma hipofise

Perdarahan pasca sanggama

Supresi hipotalamus

Galaktorea, nyeri kepala, gangguan


visual
Berat badan turun, stress, olah raga
berlebihan
Pemeriksaan Fisik

Tiromegali, berat badan naik,edema

Hipotiroidisme

Tiroid mengeras, takikardia, berat Hipertiroid


badan turun, kelainan kulit

Penyakit hepar

Ikterus, hepatomegali

Kehamilan,

mioma

uteri,

42

Uterus membesar

karsinoma uterus

Uterus kaku dan melekat pada Karsinoma uterus


jaringan dasarnya.

Tumor

Masa adneksa

ektopik, kista ovarium

Uterus

tegang,

gerakan

ovarium,

kehamilan

servik Radang panggul, endometritis

terbatas
Pemeriksaan

hCG

laboratorium

Darah lengkap dan pemeriksaan faal Koagulopatia

Kehamilan

pembekuan darah

Penyakit hepar

Tes fungsi hepar, prothrombine time

Hipo / hipertiroid

Thyroid Stimulating Hormon-TSH

Adenoma hipofise

Prolaktin

DM

Gula darah

Tumor ovarium / adrenal

DHEA-s, testosteron bebas, 17 a Displasia servik


hidroxyprogesteron

(bila Servisitis, PID

hiperandrogenik)
Papaniculoau smear
Tes pemeriksaan infeksi servik
Pencitraan
pengambilan

dan Biopsi endometrium atau D & C


sediaan USG transvaginal

jaringan

Hiperplasia,

atipia

atau

adenokarsinoma

Sonohisterografi (saline infusion)

Kehamilan, tumor ovarium /

Histeroskopi

uterus
Lesi

intra

uterus,

endometrium,

polip
mioma

submukosa
Lesi

intra

endometrium,

uterus,

polip
mioma

submukosa

Penatalaksaaan
Tujuan penanganan perdarahan uterus disfungsional adalah untuk mengontrol
perdarahan yang keluar, mencegah komplikasi, memperbaiki keadaan umum pasien,
memelihara fertilitas dan menginduksi ovulasi bagi pasien yang menginginkan anak
43

Terkadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak.


Sehingga penderita harus bed rest dan diberi transfusi darah. Pada usia premenars,
pengobatan hormonal perlu bila tidak dijumpai kelainan organik maupun kelainan darah,
gangguan terjadi selama 6 bulan atau 2 tahun setelah menarche belum dijumpai siklus
haid yang berovulasi, perdarahan yang terjadi sampai mebuat keadaan umum memburuk.
Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari
uterus dan tidak ada abortus inkomplitus, perdarahan untuk sementara waktu dapat
dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan :
1. Estrogen dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan
berhenti. Dapat diberikan estradiol dipropionat 2,5mg atau estradiol benzoat
1,5mg secara intramuskular. Kekurangan terapi ini adalah setelah suntikan
dihentikan, perdarah timbul lagi.
2. Progesteron, dengan pertimbangan bahwa sebagian besar perdarahan fungsional
bersifat anovulatoar, sehingga pemberian progesteron mengimbangi pengaruh
estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-progesteron
125mg, secara intamuskular atau dapat diberikan peroral sehari norethindrone
15mg atau medroksi-progesteron asetat (provera) 10mg, yang dapat diulangi.
Terapi ini berguna pada wanita masa puberas.

Androgen berefek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hiperplasia


endomentirum. Terapi ini tidak boleh diberikan terlalu lama, karena bahaya virilisasi.
Dapat diberikan testosteron propionat 50 mg intramuskular yang dapat diulangi 6 jam
kemudian. Pemberian metiltestosteron peroral kurang dapat efeknya. Androgen berguna
pada perdarahan disfungsional berulang, dapat diberikan metil testosteron 5 mg sehari.
Erapi oral lebih baik dari pada suntikan, dengan pedoman pemberian dosis sekecilkecilnya dan sependek mungkin.
Kecuali pada masa pubertas, terapi paling baik adalah dilatase kuretae. Tindakan
ini penting untuk diagnosis dan terapi, agar perdarahan tidak berulang. Bila ada penyakit
lain maka harus ditangani pula.
Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi, dapat
diusahakan terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian
44

besar perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrenisme. Pemberian progesteron


saja berguna apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan hal-hal
tersebut diatas, pemberian estrogen dan progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan,
untuk keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dpat dilakukan mulai
hari ke-5 perdrahan terus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progeseteron untuk 7 hari,
mulai hari ke ke-21 siklus haid.
Pil kontrasepsi dapat menekan pertumbuhan endometrium, mengontrol sifat
perdarahan, menurunkan perdarahan terus-menerus dan menurunkan resiko anemia
defesiensi besi.
Bila setelah dialakukan kerokan masih timbul perdarahan disfungsional, dapat
diberikan terapi hormonal. Pemberian kombinasi estrogen dan progestron, seperti
pemberian pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke 5
perdarahan sampai 21 hari. Dapat diberikan progesteron untuk 7 hari, mulai hari ke 21
siklus haid.,
Sebagai tindakan terakhir pada wanita dengan peredarahan disfungsional terusmenerus (meski telah kuretase) adala histerektomi.
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan
kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal
3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.

1. Perdarahan Uterus Disfungsi Yang Anovulatoir


Pil kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi.
Pada penderita dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo
ovulasi), pemberian pil kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan
stimulasi estrogen berkepanjangan terhadap endometrium yang tidak diimbangi
dengan progesteron (unopposed estrogen stimulation of the endometrium). Pil
kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan perdarahan anovulatoir pada
penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi pemberian pil
45

kontrasepsi ( perokok berat atau resiko tromboflebitis) maka dapat diberikan


terapi dengan progestin secara siklis selama 5 12 hari setiap bulan sebagai
alternatif.

2. Perdarahan Uterus Disfungsi Ovulatoir


Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID
(asam mefenamat) dan AKDR-levonorgesterel (Mirena). Efektivitas asam
mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen, danazol terhadap menoragia adalah setara.
Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis)
membatasi penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini dapat
digunakan dalam jangka pendek untuk menipiskan endometrium sebelum
dikerjakan tindakan ablasi endometrium.
Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan,
namun obat ini jarang digunakan dengan alasan yang menyangkut keamanan (
potensi menyebabkan tromboemboli).

Penatalaksanaan Medikamentosa PUD anovulatoir


Obat

Dosis

Maksud

Pil kontrasepsi

Etinil estradiol 20 35 mcg + -

Mengatur siklus haid

progestin monofasik tiap hari

Kontrasepsi

Pil 35 mcg 2 4 kali sehari -

Mencegah

hiperplasia

selama 5 7 hari sampai endometrium


perdarahan berhenti dan diikuti Penatalaksanaan
dengan

penurunan

secara yang

banyak

perdarahan
namum

tidak

bertahap sampai 1 pil 1 kali bersifat gawat darurat


perhari dan dilanjutkan dengan
pemberian

pil

kontrasepsi

selama 3 siklus
Progestin
Medroxyprogesteron
(Provera, Prothyra)

: 5 10 mg / hari selama 5 10 asetat hari setiap bulan

Mengatur siklus haid


Mencegah

hiperplasia

endometrium

46

Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan intervensi
pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma adalah histerektomi, tindakan
ini juga dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan atipia.

Penatalaksanaan pembedahan pada perdarahan uterus abnormal


Tindakan

Alasan

Histeroskopi operatif

Abnormalitas struktur intra uteri.

Mimektomi

(abdominal, Mioma uteri.

laparoskopik,histeroskopik)
Reseksi endometrial transervikal

Terapi menoragia atau menometroragia


resisten.

Ablasi endometrium (thermal balloon/roller Terapi menoragia atau menometroragia


ball)

resisten dalam rangka penatalaksanaan


perdarahan uterus akut yang resisten

Embolisasi arteri uterina

Mioma uteri.

Histerektomi

Hiperplasia

atipikal,

karsinoma

endometrium.

Prognosis
Terapi hormon biasanya mengurangi gejala. Selama tidak
ada masalah dengan anemia(jumlah darah rendah),pengobatan dini menunjang prognosis
yang baik.

Hindari pencetus Obesitas

Gaya hidup sehat

Komplikasi

Infertilitas dari kurangnya ovulasi

Parah anemia dari perdarahan haid berkepanjangan atau berat

Penumpukan dindingrahim tanpa perdarahan haid yangcukup (faktor kemungkina


ndalam perkembangan kanker endometrium)

47

DAFTAR PUSTAKA
th

Brewer JI, Decosta EJ. Textbook of Gynecology. 4 edition. Baltimore: Williams & Wilkins,
1967: 101-136

Norwitz, Errol R.; Schorge, Jhon O. 2001. Obstetrics And Gynecology At A Glance. Blackwell
Science : Oxford London.
Scherzer WJ, McClamrock H. Amenorrhea. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks
th

gynecology. 12 edition. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 820-832


Schorge, John O,. 2008, Williams Gynecology, Ed. 1, McGraw-Hills : USA

Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999: 203-223

48

Anda mungkin juga menyukai