Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Haid merupakan proses kematangan seksual bagi seorang wanita (LK

lee dkk, 2006). Haid adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari

uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2008).

Panjang siklus haid yang normal atau dianggap sebagai suatu siklus yang

klasik adalah 28 hari , tetapi cukup bervariasi tidak sama untuk setiap wanita

(Guyton, 2006). Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari

diikuti darah sedikit- sedikit dan ada yang sampai 7-8 hari. Jumlah darah

normal yang keluar rata-rata 33,2 ± 16 cc. Rata-rata panjang siklus haid pada

gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari dan

pada wanita usia 55 tahun ialah 51,9 hari (Wiknjosastro, 2008).

Siklus haid yang terjadi diluar keadaan normal, atau dengan kata lain

tidak berada pada interval pola haid pada rentang waktu kurang dari 21 atau

lebih dari 35 hari dengan interval pendarahan uterus normal kurang dari 3

atau lebih dari7 hari disebut siklus menstruasi/haid yang tidak teratur

(Berek, 2002). Gangguan Haid digolongkan atas 4 bagian yaitu kelainan

banyaknya darah dan lamanya pendarahan pada haid, kelainan siklus,

perdarahan di luar haid, gangguan haid yang ada hubungannya dengan haid

(Wiknjosastro, 2008). Menurut Berek (2002) ada enam jenis gangguan

menstruasi yang termasuk kedalam siklus menstruasi yang tidak teratur


adalah oligomenorea, polimenorea, menoragia, metroragia, menometroragia,

hipomenorea.

Perubahan pola haid dipengaruhi usia seseorang (Wiknjosastro, 2008),

pemakaian kontrasepsi (Llewellyn, 2005), penyakit pada ovarium misalnya:

2 tumor,kelainan pada sistem saraf pusat- Hipotalamus dan Hipofisis

(Benson, Ralph C. dan Pernoll, Martin L., 2009). Perubahan pola haid

normalnya terjadi pada kedua ujung siklus haid ,yaitu waktu remaja dan

menjelang menoupause. Dalam siklus haid masa remaja dan menjelang

menoupase, dinding rahimnya hanya dirangsang pertumbuhannya oleh

estrogen.Hanya hormon FSH saja yang dikeluarkan oleh kelenjar bawah

otak.Akibatnya siklus haid tidak teratur (Llewellyn, 2005)

(http://eprints.ums.ac.id/25598/4/BAB_I.pdf) .

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Pembahasan


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Siklus dan Fisiologi Menstruasi

2.2.1 Menstruasi Normal

1) Menarche

Walaupun anak perempuan mauda menyekresi sejumlah kecil

estrogen dalam jumlah yang cenderung konstan, peningkatan yang

menyolok terjadi antara usia 8 dan 11 tahun. Selain itu, peningkatan

jumlah dan variasi sekresi gonadotropin dan estrogen berkembang

menjadi suatu pola yang siklik minimal berkembang menjadi suatu

pola yang siklik minimal setahun sebelum menarche. Di Amerika

Utara hal ini terjadi kebanyakan anak perempuan berusia sikatr 13

tahun.

Pada awalnya, pada sebagian bessar anak perempuan,

menstruasi tidak regular, tidak dapat diprediks, tidak nyeri, dan

tidkan mengandung telur. Setelah satu tahun lebih, berkembang suatu

irama hipofisis-hipotalamus, dan ovarium memproduksi estrogen

siklik yang adekuat untuk mematangkan ovum.

Peirode ovulasi cenderung regular, dipantau oleh progesteron.

Pada beberapa wanita periode ovulasi dikaitkan dengan disminore

(kram uterus yang nyeri), yang mungkin merupakan efek

progesterone atau prostaglandin atau keduanya. Ketidaknyamanan


ini jarang menjadi serius dan mudah dihilangkan dengan panas,

latihan, atau analgesic sederhana. Bila dilihat dalam prespektif yang

benar, kram ringan dapat menjadi indikasi pasti bagi anak perempuan

dan orang tuanya bahwa fungsi ovulasi yang normal.

Walaupun kehamilan dapat terjadi dalam kasus-kasus luar biasa

pada masa pubertas dini yang sejati (konstitusional), kebanyakan

kehamilan pada anak perempuan muda berlangsung dengan baik

setelah menarche normal berlalu. Akan sangat baik, bila semua anak

perempuan mengetahui bahwa mereka dapat hamil setelah awitan

menstruasi.

2) Siklus Endometrium

Menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus yang

dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Hari pertama keluarnya rabas

menstruasi ditetapkan hari pertama siklus endometrium. Lama rata-

rata aliran menstruasi adalah lima hari (dengan rentang tiga sampai

enam hari) dan jumlah darah rata-rata yang hilang ialah 50 ml

(rentang 20 sampai 80 ml), namun hal ini sangat bervariasi.

Pada sekitar 50% wanita, darh menstruasi tidak membeku.

Darah menstruasi membuka didalam uterus, tetapi biasanya bekaun

mencair sebelum keluar dari uterus. Selain darah, rabas uterus

mengandung lendir dan sel epitel. Siklus menstruasi merupakan

rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan

terjadi secara simultan di endometrium, kelenjar hipotalamus dan


hipofisis, serta ovarium. Bia tidak terjadi kehamilan, terjadi

menstruasi. Usia wanita, status fisik dan emosi wanita, serta

lingkungan mempengaruhi pengaturan siklus menstruasi.

Siklus menstruasi endo,etrium terdisi dari empat fase, yakni:

(1) fase menstruasi, (2) fase proliferasi, (3) fase sekresi, (4) fase

iskemi. Syang fungsional (lapisan spongiosa dan kompakta) yang

tanggal disebabkan oleh vasokontriksi periodic pada lapisan atas

endometrium. Lapisan basal selalu dipertahankan dan regenerasi

dimulai menjelang akhir siklus. Sel yang beregenerasi berasal dari

sisa kelenjar yang tertinggal atau sel stroma yang terdapat di lapisan

basalis.

Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang

berlangsung sejak sekitar hari kelima hingga ovulasi, misalnya, hari

ke-10 siklus 24 hari, hari ke-14 siklus 28 hari, atau hari ke-18 siklus

32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal

dalam sekitar 4 hari atau menjelang perdarahan berhenti. Sejakn saat

ini, terjadi penebalan 8 sampai 10 kali lipat, yang berakhir saat

ovulasi. Fase proliferasi bergantung kepada stimulasi estrogen yang

berasal dari folikel ovarium (Graaf).

Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar 3

hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Setelah ovulasi,

diproduksi lebih banyak progesterone. Sekarang terlihat

endometrium yang edematosa, vascular, dan fungsional.


Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius yang matang

dengan sempurna mancapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan

halus.endometrium darah menstruasienjadi kaya dengan darah dan

sekresi kelenjar, tempat yang sesuai untuk melindungi dan memberi

nutrisi ovum yang dibuahi.

Implantasi (nidadi) ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai

10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan

implantasi, korpus luteum (badan kuning), yang menyekresi estrogen

dan progesterone menyusut. Seiring penurunan kadar progesterone

dan estrogen yang cepat, arteri spiral menjadi spasme. Selama fase

iskemi, suplai darah keendometrium fungsional berhenti dan terjadi

nekrosis. Lapisan fungsional berpisah dari lapisan basal dan

perdarahan menstruasi dimulai, menandai hari pertama siklus

berikutnya.

3) Siklus Hipotalamus-Hipofisis

Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen

dan progesterone darah menurun. Kadar hormone ovarium yang

rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk menyekresi

gonadotropin-releasing hormone (Gn-RH). Gn-RH, sebaliknya,

menstimulasi sekresi hipofisis anterior FSH. FSH menstimulasi

perkembangan folikel de Graaf ovarium dan produksi estrogennya.

Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu

hipofisis anterior mengeluarkan luteinizing hormone (LH). Lonjakan


LH yang menyolok dan kadar estrogen yang berada di bawah puncak

ini (hari ke-12) mengawali ekspulsi ovum dari folikel de Graaf dalam

24 sampai 36 jam. LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau

ke-14 pada siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan

implantasi ovum pada waktu ini, korpus luteum menyusut. Oleh

karena itu, kadar progesterone dan estrogen menurun, terjadi

menstruasi, dan hipotalamus sekali lagi distimulasi untuk menyekresi

Gn-RH. Proses ini disebut siklus hipotalamus-hipofisis.

4) Siklus Ovarium

Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (ovum

primordial). Ssebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur di

dalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH

sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Didalam

folikel yang terpilih, oosit matur, terjadi ovulasi, dan folike yang

kosong memulai transformasinya menjadi korpus luteum. Lama fase

folikular (fase preovulasi) pada siklus menstruasi ovarium ini

bervariasi pada setiap wanita. Hampir semua variasi lam siklus

ovarium merupakan akibat variasi lama fase folikular. Kadang-

kadang (1 dari 100 siklus menstruasi), lebih dari 1 folikel diseleksi

dan lebih dari 1 oosit menjadi matur mengalami ovulasi.

Setelah ovulasi, kadar estrogen turun. Pada 90% wanita,

pengeluaran darah hanya sedikit, sehingga tidak disadari. Pada 10 %


wanita terjadi perdarahan yang cukup sehingga dapat dilihat dan

mengakibatkan perdarahan di pertengahan siklus (midcyclebleeding).

Fase luteal dimulai segera setalah ovulasi dan berakhir pada

awal menstruasi. Fase pasca ovulasi pada siklus ovarium ini biasanya

berlangsung selama 14 hari (rentang 13-15 hari). Korpus luteum

mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi,

menyekresi baik hormone estrogen steroid maupun progesterone

steroid. Bersama dengan waktu fungsi luteal puncak ini, telur yang

dibuahi bernidasi di endometrium. Apabila tidak terjadi implantasi,

korpus luteum berkurang dan kadar steroid menurun. 2 minggu

setelah ovulasi, jika tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, lapisan

fungsional endometrium uterus tanggal selama menstruasi.

5) Perubahan Siklik yang Lain

Apabila sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium berfungsi

dengan baik, jaringan-jaringan lain mengalami respons yang dapat

diprediksi sebelumnya. Sebelum ovulasi, suhu basal badan wanita

lebih rendah, seringkali dibawah 37°C. Setelah ovulasi, seiring

peningkatan progesterone, suhu basalnya meningkat (lihat aplikasi

klinis riset). Perubahan pada serviks dan lendir serviks mengikuti

pola yang dapat diprediksi secara umum. Lendir praovulasi dan

pascaovulasi lengket, sehingga menghambat penetrasi sperma. Pada

saat ovulasi teraba, dan meregang seperti putih telur. Kemampuan

meregang ini disebut spinnbarkheit. Saat ovulasi, beberapa wanita


mengalami nyeri abdomen bawah terlokalisasi yang disebut

mittelschmerz.

APLIKASI KLINIS RISET

TERMOMETRI TIMPANI UNTUK MENGUKUR SUHU

TUBUH BASAL

Suhu tubuh basal umumnya dipakai dalam program keluarga

berencana untuk memantau ovulasi dan untuk menghasilkan atau

mencegah kehamilan. Pengukuran suhu oral, suhu rektal, dan suhu

vaginal dipagi hari dengan menggunakan termometer

merkuri/kaca atau elektronik sangat tepat untuk tujuan ini.

Termometri membran timpani (MT) telah terbukti akurat dan

berkorelasi dengan metode yang lain. Penelitian ini dilakukan

untuk membandingkan MT dengan termometri kaca, digital dan

oral dalam mendeteksi ovulasi. Dua belas wanita yang mengalami

menstruasi teratur dan berusia antara 18 dan 42 berpartisipasi.

Selama 1 bulan, setiap hari para wanita tersebut mencatat suhu

tubuh dini hari pada 3 tempat (mulut, rektum, dan membrane

timpani) dengan menggunakan 3 jenis thermometer (digital oral,

merkuri oral dan rektal, dan alat pencatat suhu MT). mereka

mencatat suhu tubuh pada daerah sublingual kanan dan kiri mulut

secara simultandenga menggunakan sebuah thermometer digital

dan merkuri/kaca, pada rektum menggunakan merkuri/kaca, dan

pada telinga kanan menggunakan alat pencatat MT. suhu rektal


merupakan pengukurann suhu yang paling akurat dan hasil

pengukuran yang lain dibandingkan dengan hasil ini. Pada 9 dari

10 kejadian, para peneliti menemukan hari ovulasi yang dideteksi

dengan TM dan yang dicatat dengn grafik suhu rektal adalah

sama. Setiap wanita mempunyai perbedaan 1 hari. Thermometer

merkuri untuk rute oral dan rektal menunjukan hari ovulasi yang

sama. Terdapat perbedaan 1 ahri antara pengukuran dengan

temperature digital dan pengukuran dengan temperature rektal.

Terdapat perbedaan suhu yang lebih besar antara fase luteal dan

fase proliferasi pada pengukuran dengan MT daripada pengukuran

oral atau rektal. Partisipan melaporkan bahwa mereka lebih

menyukai penggunaan MT daripada jenis termometri yang lain.

Perawat dapat menganjurkan penggunaan termometri MT karena

pengukurannya yang cepat dan penggunaannya yang praktis.

Perawat harus familiar dengan alat tersebut dan siap memberi

penyuluhan kepada pasien yang menggunakan alat tersebut.

Perubahan ini dan perubahan siklik yang lain meningkatkan

kesadaran tentang fertilitas dan menjadi dasar metode symptotermal

yang dipakai untuk kontrasepsi dan konsepsi. Tanda-tanda subyektif

dan obyektif merupakan tanda-tanda biologis fase siklus menstruasi.

Pemeriksaan pada wanita yang mengalami kerusakan fertilitas meliputi


dokumentasi yang seksama tentang ada tidaknya tanda-tanda biologis

ini.

6) Prostaglandin

Prostaglandin (PG) adalah asam lemak yang dioksigenasi,

sekarang diklasifikasi sebagai hormon. Berbagai jenis PG dibedakan

oleh huruf (PGE, PGF), angka (PGE2), dan huruf dalam alphabet

yunani (PGF2α).

PG dihasilkan oleh kebanyakan organ tubuh, tetapi terutama

oleh prostad dan endometrium. Karena itu semen dan darah

menstruasi merupakan sumber prostaglandin utama. PG

dimetabolisasi dengan cepat oleh kebanyakan jaringan. PG dalam

jumlah kecil secara biologis aktif di sistem kardiovaskular, sistem

cerna, sistem pernafasan, sistem urogenetalia, dan sistem saraf. PG

juga memberi efek yang berarti pada metabolisme, khususnya pada

glikolisis. Prostaglandin memainkan peranan penting dalam banyak

reaksi fisiologis, patologis, dan farmakologi. PGF2α, PGE4, dan PGE2

ialah yang paling umu digunakan dalam obat-obatan reproduksi.

Prostaglandin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan

modulasi aktivitas hormonal. Bukti tidak langsung menguatkan efek

PG pada: ovulasi, fertilitas, perubahan-perubahan pada serviks dan

lendir serviks yang mempengaruhi kemampuan untuk menerima

sperma, motilitas tuba dan uterus, pelepasan endometrium


(menstruasi), awitan aborsi (spontan atau diinduksi), dana witan

persalinan (aterm atau preterm).

Setelah melakukan kerja biologis, PG yang baru disintesis

dengan cepat dimetabolisasi oleh jaringan-jaringan di organ, seperti

paru-paru, ginjal, dan hati.

PG memainkan peran yang penting dalam ovulasi. Apabila

kabar PG tidak meningkat seiring dengan lonjakan LH, ovum tetap

terperangkap di dalam folikel de Graaf. Setelah ovulasi, PG dapat

mempengaruhi estrogen dan progesterone yang diproduksi korpus

luteum.

PG yang masuk ke dalam vagina atau rongga uterus (dari

ejakulasi semen) meningkatkan motilitas otot uterus, yang membantu

pengangkutan sperma melalui uterus dan menuju ke tuba.

Konsentrasi PG yang tinggi di dalam semen (sekitar 55 µg/ml)

diperlakukan untuk fertilitas normal pada pria.

PG yang dihasilkan oelh wanita menyebabkan regresi (kembali

ke status semula) korpus luteum, regresi endometrium, dan pelepasan

endometrium yang menyebabkan menstruasi. PG meningkatkan

respons myometrium terhadap stimulasi oksitosik, meningkatkan

kontraksi uterus, dan menyebabkan dilatasi serviks. Hormon ini

mungkin merupakan salah satu factor untuk memulai persalinan atau

mempertahankan persalinan atau keduanya. Hormone ini dapat juga


terlibat dalam kondisi patologis berikut: infertilitas pria, disminore,

status hipertensi, preeklampsia-eklampsia, dan syok anafilaktik.

7) Klimakterium

Klimakterium (perimenopause) adalah fase transisi di mana

fungsi ovarium dan produksi hormone menurun. Fase ini mempunyai

rentang waktu sejak awitan penurunan ovarium premenopause

sampai masa pascamenopause, yakni saat gejala-gejala berhenti.

Menopause (dari Bahasa Latin mensis, bulanm dan Bahasa Yunani

pausis, berhenti) merujuk hanya pada periode menstruasi terakhir.

Tidak seperti menarche, menopause baru bisa ditentukan dengan

pasti satu tahun setelah menstruasi berhenti. Usia rata-rata terjadinya

menopause alami ialah 51,4 tahun, dengan rentang umur dari 35

sampai 60 tahun.

2.2.2 Amenorea

Amenora ialah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan

berturut-turut. Lazim diadakan pembagian antara amenorea primer dan

amenora sekunder. Kita berbicara tentang amenorea primer apabila

seorang wanita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah dapat haid; sedang

pada amenore sekunder penderita pernah mendapat haid, tetapi

kemudian tidak dapat lagi. Amenorea primer umumnya mempunyai

sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti

kelainan-kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Adanya

amenora sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul


kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan

metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain.

Istilah kriptomenorea menunjuk kepada keadaan dimana tidak

tampak adanya haid karena darah tidak keluar berhubung ada yang

menghalangi, misalnya pada ginatresia himenalis, penutupan kanalis

servikalis, dan lain-lain.

Selanjutnya adapula amenorea fisiologik, yakni yang terdapat

dalam masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi, dan

sesudah menopause.

1) Klasifikasi Amenorea Patologik

Seperti dikatakan di atas, amenorea primer dan amenorea

sekunder masing-masing mempunyai sebab-sebab sendiri; pada

amenorea primer kelainan gonad memegang peranan penting. Akan

tetapi, banyak sebab ditemukan pada kedua jenis amenorea; oleh

karena itu, klasifikasi di bawah ini mencakup sebab-sebab pada

amenorea primer dan amenorea sekunder.

1. Gangguan organik pusat

Sebab organik: tumor, radang, destruksi

2. Gangguan kejiwaan

a. Syok emosional

b. Psikosis

c. Anoreksia nervosa

d. Pseudosiesis
3. Hangguan poros hipotalamus-hipofisis

a. Sindrom amenorea-galaktorea

b. Sindrom Stein-Leventhal

c. Amenorea hipotalamik

4. Gangguan hipofisis

a. Sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds

b. Tumor

a) Adenoma basofil (penyakit Cushing)

b) Adenoma asidofil (akromegali, gigantisme)

c) Adenoma kromofob (sindrom Forbes-Albright)

5. Gangguan gonad

a. Kelainan kongenital

a) Disgenesis ovarii (Sindrom Turner)

b) Sindrom testicular feminization

b. Menopause premature

c. The insensitive ovary

d. Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang,

dan sebagainya

e. Tumor sel-granulosa, sel-teka, sel-hilus, adrenal,

arenoblastoma

6. Gangguan glandula suprarenalis

a. Sindrom adrenogenital
b. Sindrom Cushing

c. Penyakit Addison

7. Gangguan glandula tiroidea

Hipotireoidi, hipertireoidi, kretinisme

8. Gangguan pancreas

Diabetes militus

9. Gangguan uterus,vagina

a. Aplasia dan hipoplasia uteri

b. Sindrom Asherman

c. Endometritis tuberkulosa
d. Histerektomi

e. Aplasia vaginae

10. Penyakit-penyakit umum

a. Penyakit umum

b. Gangguan giz

c. Obesitas

Untuk keperluan diagnostik sebab-sebab amenorea dapat

digolongkan menurut kompartimen badan yang ikut berperan dalam

terjadinya proses haird, dan yang menjadi tempat dari kelainan yang

menyebabkan amenorea.

2) Rencana Pemeriksaan

Dari klasifikasi di atas dapat kita lihat bahwa gejala amenorea

dijumpai pada penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan yang

bermacam-macam. Sudah jelas bahwa untuk menegakkan diagnosis

yang berdasarkan etiologi, tidak jarang diperlukan pemeriksaan-

pemeriksaan yang beraneka ragam, rumit dan mahal harganya. Dewasa

ini tidak banyak klinik yang mempunyai cukup fasilitas untuk

melaksanakan semua pemeriksaan, dan hal itupun tidak selalu perlu. Di

bawah ini dibicarakan dahulu metode-metode yang dapat dilakukan oleh

semua klinik, dan disebut pula pemeriksaan-pemeriksaan yang

memerlukan fasilitas-fasilitas khusus. Perlu dikemukakan di sini bahwa

ada jenis-jenis amenorea yang memerlukan pemeriksaan lengkap, akan


tetapi ada juga yang dapat ditetapkan diagnosisnya dengan pemeriksaan

sederhana.

Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting. Pertama, harus

diketahui apakah amenorea itu primer atau sekunder. Selanjutnya, perlu

diketahui apakah ada hubungan antara amenorea dan faktor-faktor yang

dapat menimbulkan gangguan emosional; apakah ada kemungkinan

kehamilan; apakah penderita menderita penyakit akut atau menahun;

apakah ada gejala-gejala penyakit metabolik, dan lain-lain.

Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksan umum yang

seksama; keadaan tubuh penderita tidak jarang memberi petunjuk-

petunjuk yang berharga. Apakah penderita pendek atau tinggi, apakah

berat badan sesuai dengan tingginya, apakah ciri-ciri kelamin sekunder

bertumbuh dengan baik atau tidak, apakah ada tanda hirsutisme; semua

ini penting untuk pembuatan diagnosis.

Pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui adanya

berbagai jenis ginatresi, adanya aplasia vaginae, keadaan klitoris, aplasia

uteri, adanya tumor, ovarium, dan sebagainya.

Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan

ginekologik, banyak kasus aminorea dapat diketahui sebabnya.

Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas

mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-

pemeriksaan sebagai berikut :


1. Pemeriksaan foto Roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis

pulmonum, dan dari sella tursika untuk mengetahui apakah ada

perubahan pada sella tersebut.

2. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang

dapat dibuktikan berkat pengaruhnya.

3. Tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes mellitus.

4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya

lapangan visus jika ada kemungkinan tumor hipofisis.

5. Keroka uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk

mengetahui adanya endometrium tuberkulosa.

6. Pemeriksaan metabolisme basal atau, jika ada fasilitasnya,

pemeriksaan T3, dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.

Pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus :

1. Laparoskopi: dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia

uteri yang berat, aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium,

ovarium polikistik (sindrom Stein-Leventhal) dan sebagainya.

2. Pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita

secara genetik seorang wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif

belum berarti bahwa penderita yang bersangkutan seorang wanita

yang genetik normal oleh karena kromatin seks positif dijumpai pula

pada gambaran kromosom 44 XXY, 44 XXX, atau gambaran mosaik

seperti XX/ XO, XXXY atau XXYY.


3. Pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari

hal-ihwal kromosom, anatara lain apabila fenotipe tidak sesuai

dengan genotipe.

4. Pemeriksaan kadar hormon.

Di atas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui

fungsi glandula tiroidea. Selain itu, pemeriksaan-pemeriksaan kadar

FSH, LH, estrogen, prolaktin, dan 17-ketosteroid mempunyai arti

yang penting. Pada defisiensi fungsi hipofisis misalnya kadar FSH

rendah, sedang pada defisiensi ovarium umumnya kadar FSH tinggi

dan kadar estrogen rendah. Pada hiperfungsi glandula suprarenalis

kadar 17-kelosteroid meningkat.

Dapat pula diagnosis diferensial dari amenorea didekati dengan

melakukan tes-tes yang dinamakan tes-tes fungsional.

1. Diberikan sebagai langkah pertama kepada penderita 100 mg

progesteron (dalam minyak) intramuskulus. Jika sesudah 2-7 hari

terjadi perdarahan (withdrawal bleeding), ini berarti bahwa dalam

tubuh ada estrogen endogen. Dapat diambil kesimpulan bahwa poros

hipotalamus-hipofisis-ovarium masih berfungsi, meskipun minimal.

Pada penderita ini tidak adanya galaktorea, dan adanya kadar

prolaktin normal, menyingkirkan kemungkinan adanya tumor

hipofisis. Jika ditemukan kada prolaktin tinggi, perlu dipikirkan

tumor hipofisis. Potret Roentgen biasa atau politomografi dari sella


tursiksa dapat membantu untuk mengetahui ada tidaknya tumor itu.

Jika tidak terjadi perdarahan, ada 2 kemungkinan :

a. Uterus tidak bereaksi

b. Tidak terdapat pembuatan estrogen

2. Untuk membedakan antara 2 kemungkinan ini, sebagai langkah ke-2,

diberikan kepada penderita 2,5 mg conjugated estrogen (Premarin,

Oestrofeminal) tiap hari untuk 21 hari, ditambah dengan 10 mg

Asetas medroksi-progesterone sehari untuk 5 hari terakhir.

Jika tidak timbul perdarahan dalam 2 minggu setelah berhentinya

pemberian obat, dapat disimpulkan bahwa uterus tidak berfungsi lagi

(misalnya pada adhesi intra uterin yang luas seperti sindrom Asherman)

3. Jika timbul perdarahan, dapat dilakukan langkah ke-3. Langkah ini

tediri atas pemeriksaan kadar FSH dengan jalan radioimmuno-assay.

a. Jika kadar FSH lebih tinggi dari 40 MIU/ml, sebab amenore ialah

gangguan fungsi ovarium (angka normal berkisar antara 5-25

MIU/ml misalnya pada menopause premature).

b. Jika kadar FSH rendah, maka sebab amenorea ialah gangguan

fungsi hipofisis atau alat-alat lebih atas.

Dengan pemeriksaan foto Roentgen dari sella tursika dapat

ditentukan ada tidaknya tumor hipofisis.

3) Tinjauan umum tentang penanggulangan amenorea


Tiap penderita harus diobati sesuai dengan sebabnya amenorea. Di

bawah ini hanya dikemukakan pendangan umum mengenai penanganan

amenorea tanpa sebab yang khas.

Amenorea sendiri tidak selalu memerlukan terapi. Misalnya, seorang

wanita berumur lebih dari 40 tahun dengan amenorea tanpa sebab yang

mengkhawatirkan tidak memerlukan pengobatan. Penderita-penderita

dalam kategori ini yang memerlukan terapi ialah wanita-wanita muda

yang menegluh tentang infertilitas, atau yang sangat terganggu oleh tidak

datangnya haid.

Dalam rangka terapi umum dilakukan tindakan memperbaiki

keadaan kesehatan, termasuk perbaikan gizi, kehidupan dalam

lingkungan yang sehat dan tenang, dan sebagainya. Pengurangan berat

badan pada wanita dengan obesitas tidak jarang mempunyai pengaruh

baik terhadap amenorea dan oligomenorea. Pemberian tiroid tidak

banyak gunanya, kecuali jika ada hipotiroid. Demikian pula pemberian

kortikosteroid hanya bermanfaat pada amenorea berdasarkan gangguan

fungsi glandula suprarenalis (penyakit Addison laten).

Pemberian estrogen bersama dengan progesteron dapat menimbulkan

perdarahan secara klinis. Akan tetapi, perdarahan ini bersifat withdrawal

bleeding, dan bukan haid yang didahuluhi oleh ovulasi. Terapi ini ada

maknanya pada hipoplasia uteri, dan kadang-kadang walaupun jarang

dapat menimbulkan mekanisme siklus haid lagi pada gangguan yang

ringan.
Terapi yang penting bila pada pemeriksaan ginekologi tidak ada

kelainan yang mencolok yang dapat menyebabkan ovulasi. Dalam hal ini

ada 2 cara, yang satu ialah pemberian hormon gonadotropin yang berasal

dari hipofisis, dan yang lain pemberian klomifen. Pengobatan ini dibahas

lebih lengkap dalam bab Infertilitas.

4) Penyakit-penyakit yang dapat disertai amenorea

Kelainan organik pada serebrum berupa radang (ensefalitis dan lain-

lain), tumor-tumor, trauma, dan sebagainya dapat disertai amenorea,

tetapi peranan gejala ini kecil. Penting untuk diagnosis ialah anamnesis

dan gambaran klinik yang bersangkutan dengan kelainan-kelainan itu.

A. Kelainan kejiwaan

Syok emosional karena trauma atau kejadian yang menyedihkan,

misalnya masuk kamp konsentrasi pada Perang Dunia. Penggantian

lingkungan dapat menimbulkan amenorea. Biasanya amenorea ini

bersifat sementara dan menghilang jika yang menjadi sebabnya

sudah tidak ada lagi, atau setelah diberi penerapan secukupnya.

1. Psikosis

Psikosis yang paling sering ditemukan bersama amenorea ialah

penyakit yang disertai depresi. Diagnosis dan terapi harus

ditangani oleh seorang ahli psikiatri.

2. Anoreksi nervosa
Anoreksi nervosa merupakan suatu sindrom yang paling

dramatis di antara penyakit kejiwaan yang menyebabkan

amenorea. Penyakit ini terutama dijumpai pada wanita muda

yang menderita gangguan emosional yang cukup berat.

Terdapat amenorea yang sudah terjadi sebelum penderita

menjadi kurus betul, tidak ada nafsu makan, ada gangguan gizi

yang berat tetapi tanpa latergi, dan rasa nyeri di epigastrium;

selanjutnya terdapat tingkat metabolisme basal yang rendah,

hipoglikemi, suhu lebih rendah dari normal, dan bradikardi.

Penderita tampaknya sangat kurus, ada gejala hirsutisme

dengan pertumbuhan rambut lanugo yang halus, rambut ketiak

dan pubis yang normal, dan atrofi alat-alat genital. Gejala-gejala

menunjukkan adanya gangguan metabolisme karena menurunnya

fungsi hipofisis, mungkin karena gangguan fungsi hipothalamus.

Pemeriksaan endokrinologik menunjukkan kadar hormon-

hormon dibawah normal. Anoreksia nervosa dapat dibedakan

dari penyakit Simmonds karena penderita tetap aktif.

Penanganan anoreksia nervosa harus dilakukan oleh ahli

psikiatri. Jika berat badan naik lagi, maka haid dapat kembali lagi

dalam 3 bulan.
3. Pseudosiesis

Pseudosiesis adalah suatu keadaan dimana terdapat kumpulan

tanda-tanda kehamilan pada seorang wanita yang tidak hamil.

Gejala-gejala ini merupakan ilustri yang jelas tentang pengaruh

jiwa pada seorang wanita, yang ingin sekali hamil. Pseudosiesis

dapat ditemukan pula pada wanita yang takut akan kehamilan,

akan tetapi hal ini jauh lebih jarang. Gejala-gejalanya ialah

amenorea, mual sampai muntah, mamma membesar, berat badan

naik, dan perut tampak membesar; malahan dirasakan gerakan

janin pula.

Diagnostik mudah dibuat dengan menemukan uterus yang

sebesar biasa pada pemeriksaan ginekologik dan tes hamil yang

negatif. Yang lebih sulit ialah menginsafkan penderita bahwa ia

tidak hamil, dan membantu mengatasi kekecewaannya. Biasanya

masalahnya dapat ditangani oleh seorang ahli ginekologi, akan

tetapi kadang-kadang diperlukan bantuan seorang ahli penyakit

jiwa.

B. Gangguan poros hipothalamus-hipofisis

1. Sindrom Amenorea-Galaktorea
Pada sindrom ini ditemukan amenorea, dan dari mamma

dapat dikeluarkan air seperti air susu. Dasar sindrom ini ialah

gangguan endrokin berupa gangguan produksi Prolactin Factor

dengan akibat menurunnya kadar FSH dan LH, dan gangguan

produksi Prolactin Inhibiting Factor dengan akibat peningkatan

pengeluaran prolaktin. Karena hal-hal tersebut diatas, terjadilah

amenorea dan galaktorea. Penderita biasanya juga agak gemuk,

dan selanjutnya ditemukan atrofi alat-alat genital.

Amenorea galaktorea dapat ditemukan sesudah kehamilan. Di

sini masa laktasi menjadi jauh lebih panjang dari biasa; keadaan

ini terkenal dengan nama sindrom Chiari Frommel. Gejala-gejala

yang sama dapat ditemukan pada wanita tanpa ada hubungan

dengan kehamilan, dan dinamakan sindrom Ahumeda-del

Cestillo. Akhirnya, amenorea dan galaktorea dapat ditemukan

pula pada tumor hipofisis yang memproduksi prolaktin (sindrom

Forbes-Albright).

Pemeriksaan hormonal pada sindrom amenorea-galaktorea

menunjukkan penurunan kadar FSH serta LH, dan peningkatan

kadar prolaktin, hormon-hormon lain dari hipofisis mempunyai

kadar normal.

Etiologi sindrom amenorea-galaktorea belum jelas, akan

tetapi akhir-akhir ini, selain tumor hipofisis sebagai penyebab

ditemukan kasus-kasus pada wanita yang lama minum obat anti


hipertensi atau obat penenang (phenothiazine dan lain-lain).

Selanjutnya, sindrom dapat menghentikan minum pil kontrasepsi,

tidak saja penderita amenorea tetapi juga galaktorea.

Penanganan

Pada sindrom Forbes-Albright harus diobati tumor hipofisis.

Penanganan jenis-jenis amenorea-galaktorea yang lain umumnya

tidak seberapa memuaskan. Akan tetapi, akhir-akhir ini dengan

pengertian bahwa gangguan hipofisis mengakibatkan penurunan

produksi FSH serta LH, dan peningkatan produksi prolaktin

disebabkan oleh gangguan pengeluaran FSH-LH Releasing

Factor dan Prolactin Inhibiting Factor, pengobatan dengan

klomifen dapat memberi harapan yang lebih besar.

Hasil yang memuaskan juga dapat dicapai degan pemberian

maleas ergonovin, metildopa dan khususnya dengan 2-alfa

bromokriptine.

2. Sindrom Stein-Leventhal

Sindrom ini, yang terdiri atas amenorea, hirsutisme, dan

pembesaran polikistik dari ovarium, dibahas dalam bab Tumor-

tumor jinak pada alat-alat genital.

3. Amenorea Hipotalamik

Haid terjadi karena interaksi antara hipothalamus, hipofisis,

dan ovarium. Oleh bermacam-macam sebab, dapat terjadi

gangguan dalam rantai yang menghubungkan 3 alat terebut. Perlu


diketahui bahwa produksi hormon gonadotropin ditentukan oleh

2 pusat di hipotalamus, yakni tonic centre dan cyclic centre.

Tonic centre mengatur produksi FSH dan LH sehari-hari, sedang

cyclic centre bertanggungjawab terhadap peningkatan (surge)

hormon gonadotropin khususnya LH, ditengah siklus yang

menyebabkan ovulasi.

Pada kasus-kasus amenorea hipotalamik fungsi cyclic centre

terganggu. Hanya tonic centre yang berfungsi, sehingga hormon-

hormon gonadotropin dibentuk, tetapi tidak cukup untuk

menimbulkan ovulasi.

Diagnosis dibuat atas dasar keadaan umum yang baik,

khususnya tidak ada penyakit-penyakit endokrin, atau gejala-

gejala yang menunjukkan adanya tumor hipofisis.

Penanganan hanya penting dalam rangka penanganan

infertilitas, dan bertujuan untuk menimbulkan ovulasi. Hal ini

dibahas dalam bab Infertilitas.

C. Gangguan hipofisis

1. Insufisiensi hipofisis (Sindrom Sheehan dan Penyakit Simmonds)

Pada tahun 1937 Sheehan mengumumkan suatu keadaan

yang ditemukan sesudah persalinan dan yang disertai dengan

banyak perdarahan dan/atau syok. Hal ini dapat menyebabkan

nekrosis karena spasme atau trombosis arteriola-arteriola pada

pars anterior hipofisis. Pada masa kehamilan terdapat


vaskularisasi yang lebih banyak pada pars posterior; sehingga

jika terjadi spasme atau trombosis pembuluh darah yang

mengalami akibat berupa nekrosis ialah terutama pars anterior.

Dengan nekrosis fungsi hipofisis terganggu dan

menyebabkan menurunnya pembuatan hormon-hormon

gonadotropin, tireotropin, kortikotropin, somatotropin, dan

prolaktin.

Gejala-gejala insufisiensi hipofisis ialah amenorea, hilangnya

laktasi, hipotireoidi, berkurangnya libido, atrofi alat-alat genital,

dan sebagainya. Sindron Sheehan kadang-kadang dapat

mengalami perbaikan karena regenerasi sel-sel hipofisis, akan

tetapi mungkin pula keadaan bertambah berat dan penderita

menjadi sangat kurus, rambut ketiak dan rambut pubis hilang,

dan terdapat hipotermi dan hipotensi. Keadaan ini dikenal dengan

nama penyakit Simmonds. Diagnosis dapat dibuat atas gejala-

gejala klinik dan rendahnya kadar , FSH, T4, dan 17-ketosteroid,

dan mendatarnya kurve tes toleransi glukosa.

Terapi terdiri atas pemberian hormon sebagai substitusi,

antara lain kortison, bubuk tiroid, dan sebagaiaya. Dalam

kepustakaan terdapat kasus bahwa penderita dengan insufisiensi

hipofisis hamil lagi setelah diberi pengobatan.

2. Tumor-tumor hipofisis
Diantara sbeba-sebab amenorea tumor hipofisis merupakan

sbab yang jarang dijumpai; sebaliknya pada penderita dengan

tumor hipofisis adanya amenorea merupakan gejala yang sering

terdapat. Gejala-gejala lain ialah sakit kepala dan gangguan

penglihatan visus perifer. Biasany tumor sudah lama ada sebelum

gejala-gejala timbul. Kecurigaan adanya tumor hipofisis timbul

apabila seorang wanita dengan amenorea mengeluh tentang sakit

kepala dan gangguan penglihatan. Potret Rontgen dari sella

tursika dan pembataasan visus perifer akan memperkuat

diagnosis.

Tumor-tumor hipofisis biasanya adenoma yang peka terhadap

radiasi, sehingga umumnya lebih dipilih radioterapi daripada

pembedahan. Dengan terapi itu, pertumbuhan tumor sering kali

dapat di hentikan.

Adenoma dari hipofisis terdapat dalam 3 jenis, yakni

adenoma kromofob, adenoma basofil, dan adenoma eosinofil.

Adenoma kromofob lebih sering terdapat. Kecuali amenorea,

sakit kepala, dan gangguan penglihatan, tumor ini tidak

menunjukkan gejala yang khas. Hanya pada satu jenis tumor ini

bisa ditemukan produksi prolaktin yang berlebihan dan yang

dapat menyebabbkan galaktorea.

Adenoma basofil dikemukakakn pada tahun 1912 untuk

pertama kali oleh Harvey Cushing, dan oleh karena itu juga
disebut sebagai penyakit Chusing. Gejala-gejala penyakit ini

sangat menyerupai sindrom Chusing yang dijumpai pada wanita

dengan hiperfungsi korteks dari glandula suprarenalis.

Adenoma eosinofil menyebabkan gigantisme dan akromegali

karena produksi somatotropin yang berlebihan. Gigantisme

timbul jika penyakitnya timbul sebelum pubertas, sedang

akromegali terdapat pada pasca pubertas.

Tanda-tanda akromegali ialah pertumbuhan yang berlebihan

pada tangan dan kaki, pada rahang, pada hidung, pada lidah, dan

sebagaianya. Selanjutnya, terdapat amenorea atau kadang-kadang

oligomenorea.

3. Kelainan kongenital pada hipofisis

Keadaan ini sangat jarang. Pada masa kanak-kanak sudah

mulai tampak gejala-gejala hipofungsi hipofisis, sehingga

pertumbuhan badan terganggu. Ciri-ciri kelamin sekunder tidak

tumbuh, dan terdapat amenorea primer.


D. Gangguan Gonad

1. Disgenesis/Agenesis ovary ( sindrom Turner)

Pada tahun 1938 Turner mengemukakan 7 kasus yang

dijumpai dengan sindrom yang terdiri atas trias yang klasik, yaitu

infantilisme, Webbed neck, dan kubitus valgus. Penderita-

penderita ini memiliki genetalia eksterna wanita dengan klitoris

agak membesar pada beberapa kasus, sehingga mereka

dibesarkan sebagai wanita.

Fenotipe pada umumnya ialah sebagai wanita, sedang

kromatin seks negatif. Pola kromosom pada kebanyakan mereka

ialah 45XO; pada sebagian dalam bentuk musaik 45-XO/46-XX.

Angka kejadian ialah satu diantara 10.000 kelahiran bayi wanita.


Kelenjar kelamin tidak ada, atau hanya berupa jaringan perut

mesenkhim (streaks – gonads), dan saluran Miiller berkembang

dengan adanya uterus, tuba, dan vagina, akan tetapi lebih kecil

dari biasa, berhubung tidak adanya pengaruh dari estrogen.

Selain tanda-tanda trias yang tersebut diatas, pada sindrom Turner dapat
dijumpai tubuh yang pendek dan tidak lebih dari 150 cm, dada berbentuk perisai
dengan puting susu jatuh ke lateral, payudara tidak berkembang, rambut ketiak
dan pubis sedikit atau tidak ada, amenora, koarktasi atau stenosis aortae, batas
rambut belakang yang rendah, ruas tulang tangan dan kaki pendek (phalanks yang
rendah, ruas tulang tangan dan kaki pendek (phalanks dan metakarpal-IV),
osteoporosis, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, anomali ginjal
(hanya satu ginjal), dan sebagainya. Pada pemeriksaan hormonal ditemukan kadar
hormon gonadotropin (FSH) meninggi, estrogen hampir tidak ada, sedang 17-
ketosteroid terdapat dalam batas-batas normal atau rendah.
Diagnosis dapat dengan mudah ditegakkan pada kasus-kasus yang klasik
berhubung dengan gejala-gejala klinik dan tidak adanya kromatin seks. Pada
kasus-kasus yang meragukan, perlu diperhatikan dua tanda klinik yang penting
yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk menduga sindrom Turner yaitu tubuh
yang pendek yang disertai dengan pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder yang
sangat mininmal atau tidak ada sama sekali.

Penanganan

Pengobatan terhadap sindrom Turner adalah pengobatan subsitusi yang bertujuan


untuk:

1. Merangsang pertumbuhan ciri-ciri seks sekunder, terutama pertumbuhan


payudara.
2. Menimbulkan perdarahan siklis yang menyerupai haid jika uterus sudah
berkembang.
3. Mencapai kehidupan yang normal sebagai istri walaupun tidak mungkin
untuk mendapat keturunan.
4. Alasan psikologis, untuk tidak merasa rendah diri sebagai wanita.

Hormon yang diberikan adalah estrogen dalam kombinasi dengan


progestagen secara siklis sampai masa menaopause atau pascamenaupose.
Berhubung dengan kemungkinan bahwa pemberian estrogen
mengakibatkan penutupan garis epifisis secara prematur sehingga
menghalangi pertumbuhan tubuh, terapi ditunda sampai penutupan garis
epifisis sudah terjadi.

Sindrom Feminisasi Testikuler


Sindrom feminisasi testikuler yang dilaporkan pertama kali oleh
Steglehner pada tahun 1817, dan kemudian dibahas lebih lanjut oleh
Goldberg dan Maxwell pada tahun 1948, merupakan suatu hipogonadisme
dengan amenorea primer. Sindrom ini adalah suatu bentuk
hermafroditisme pria dengan fenootipe wanita.

Gambaran kliik
Penderita kelihatan cantik, cocok untuk menjadi pramugari. Pauyudara
tumbuh dan berkembang dengan sempurna, walaupun ada defisiensi
jaringan kelenjar

GAMBAR

dan hipoplasia puting susu, alat kelamin luar termasuk introitus vaginae, kelihatan
normal. Pada kira-kira sepertiga dari kasus rambut-rambut ketiak dan pubis tidak
ada atau sangat sedikit. Vagina tidak ada, atau jika ada, biasanya pendek, dan
berakhir pada kantong yang buntu (blind pouch). Serviks dan uterus tidak ada.
Kelenjar kelamin ini terletak dalam abdomen, kanalis inguinalis, atau labia
mayora. Kromatin seks negatif, sedang kariotipe menunjukan pria yang normal,
yaitu 46-XY. Kadang-kadang dapat ditemukan tumor benigna (adenoma) dalam
testis, tetapi yang mungkin mengalami degenerasi maligna. Testis ini
mengeluarkan baik ekstrogen maupun androgen. Ferminisasi di sini oleh tidak
ditumbuhkannya alat-alat genital pria oleh androgen. Keterangannya ialah tidak
adanya enzim yang diperlukan agar androgen dapat bekerja.

Penanganan

Penderita-penderita ini merasa dirinya sehingga dirinya sebagai wanita dan


berfungsi sebagai wanita, kecuali bahwa mereka menderita amenorea dan
sterilitas. Kantong buntu ditempat vagina cukup panjang untuk koitus dan jika
perlu, dapat dilakukan bedah plastik untuk membuat vagina.
Setelah masa pubertas berakhir dengan pertumbuhan payudara dan tinggi
badan yang sempurna, sebaiknya dilakukan ekstirpasi bilateral kelenjar-kelenjar
kelamin (testis), meningat resiko keganasan yang mungkin terjadi, terutama pada
testis yang tidak mengalami desensus. Sesudah operasi, penderita memerlukan
terapi siklis dengan hormon steroid.

Menopause Premtur

Menopause yang timbul pada wanita di bawah umur 40 tahun di namakan


menopause prematur hal ini di bahas dalam bab gangguan dalam masa pubertas,
klimakterium, dan menopause

Sindrom Ovarium yang Tidak Peka (The insensitive ovary syndrome) Keadaan ini
jarang dijumpai. Gejala-gejalanya adalah amenorea primer, sedang pertumbuhan
payudara, rambut ketia, dan kubis normal. Tetapi, di jumpai atrofi selaput lendir
vagina dan endometrium.

Tumor-tumor Ovarium

Di sini hanya dikemukakan sepintas lalu tumor-tumor ovarium yang


mengakibatkan amenorea; virilisasi tidak selalu dijumpai pada tumor-tumor ini.
Mula-mula terjadi defeminisasi dengan gejala-gejala amenorea dan regresi ciri-
ciri seks sekunder wanita akibat defisiensi estrrogen. Kemudian baru timbul
vinilisasi dengan tanda-tanda hertosme, alopesia, suara menjadi berat dan
hipertrofi klirotis. Yang termasuk tumor-tumor maskulin, ialah arenoblastoma,
ginandroblastoma, tumor adrenal, dan tumor sel hilus dari ovarium. Disgermitoma
sebenernya tidak termasuk tumor maskulin, tetapi kadang-kadang menimbulkan
amenorea.

Gangguan glandula suprarenalis

Sindrom Adrenogenital
Sindrom ini bersifat kongenital, akan tetapi dapat tumbuh kemudian. Penyebabnya
ialah hiperplasia adrenal, khususnya dari zona retikularis; kadang-kadang
penyebabnya ialah tumor.

Bayi dengan sindrom kongenital umumnya bayi wanita. Ia


memperlihatkan pembesaran klitoris dengan kadang-kadang hipospadi. Uterus,
tuba, ovarium, dan bagian atas vagina normal, sehingga kelainan terutama
terdapat pada genetalia eksterna. Bayi yang telah dilahirkan menunjukan dalam
pertumbuhannya pengaruh androgen. Badan tumbuh dengan cepat, tampak tanda-
tanda virilisasi seperti pembesaran klitoris dan peningkatan ekskresi 17-
ketosteroid. Pada wanita yang lebih dewasa amenorea, klitoris membesar, atrofi
mamma, dan pembesaran suara. Kortikosteroid harus diberikan terus menerus
untuk menjamin pertembuhan dan perkembangan normal. Kadang-kadang
diperlukan operasi plastik pada genetalia eksternal. Jika perlu diberikan
desoksikortikosteroid untuk mengatasi gangguan metabolisme elektrolit.

Sindrom Cushing

Pada sindrom cushing pembuatan hormon glandula supraneralisn berlebihan,


terutama komponen kortikosteroid yang ada sangkut pautnya dengan
metabolisme karbohidrat, protein, dan elektrolit. Sindrom tumbuh karena
hiperplasia adrenal (dalam 50-60%) atau karena tumor (adenoma atau karsinoma
dari glandula suprarenalis). Seperti dikatakan di atas, adenoma basofil dari
hipofisis memberi gambaran yang sama (penyakit cushing).

Gejela-gejala penyakit ialah obesitas, muka bulan (moon face), amenorea


hirsutisme, osteoporosis, hipertensi, striae terutama pada dinding perut,
pemeriksaan hormonal menunjukan ekskresi 17- kestoteroid yang kurang lebih
normal dan kenaikan kadar 17 hidroksi-kortikosteroid; test toleransi glukosa
menunjukan gambaran seperti pada diabetes. Pembesaran glandula suprarenal list
dapat dilihat dengan adenogan neumoperiktoneal.
Terapi terdiri atas reseksi jika ada tumor, dan adrenaletomi bilateral jika
ada hiperplaksia; pada hal yang terakahir perlu diberikan terapi subsitusi sesudah
operasi.

Penyakit Addison

Penyakit ini berdasarkan insufisiensi menahun dari korteks glandula suprarenalis


karena destruksi. Penyebab yang penting ialah tuberkulosis. Gejala-gejalanya
ialah perasaan lemah, pikmentesi, berat badan menurun, dehidrasi, hipotensi,
hipokglikemi, dan sebagainya; amenorea tidak merupakan gejala yang menonjol.

Gangguan Glandula Tiroidea

Baik hipo- maupun hipertiroid dapat menyebabkan gangguan haid sampai


amenorea. Diagnosis dibuat atas dasar pemeriksaan fungsi glandula tiroidea.
Terapi ditunjukan kepada sebab penyakitnya. Retinisme ialah suatu kelainan yang
sudah tumbuh sebelum bayi dilahirkan dan disebabkan oleh hipotiroidi berat.

Gangguan Pankreas

Biasanya pada diabetes, jika terjadi gangguan haid, terdapat perdarahan tidak
teratur, akan tetapi kadang-kadang bisa juga terdapat amenorea diagnosis dan
terapi diselanggarakan seperti lazimnya pada diabetes.

Gangguan Uterus dan Vagina

Dengan pengangkatan uterus (histerektomi), sudah barang tentu terjadi amenorea


terdapat pula pada plasia uteri, apalsia vaginae, dan hipoplasia uteri yang berat.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan melalui makalah ini adalah:

1. Kepada setiap perempuan, agar selalu memperhatikan siklus haidnya

untuk menghindari terjadinya gangguan-gangguan yang berhubungan

dengan haid.

2. Untuk menghindari terjadinya sindrom pra-haid, setiap perempuan

dianjurkan untuk melakukan perubahan-perubahan diet atau mengatur

pola makan.

3. Kepada setiap orang tua, terutama orang tua perempuan agar dapat

menjelaskan tentang haid kepada anak-anaknya sedini mungkin untuk

mengurangi rasa takut yang sering dialami oleh anak-anak ketika

menghadapi menarche (haid yang pertama kali datang).

4. Kepada tenaga kesehatan, agar dapat menjelaskan mengenai segala hal

yang berhubungan dengan haid, terutama gangguan-gangguan selama

haid.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.


Jakarta: EGC.

http://eprints.ums.ac.id/25598/4/BAB_I.pdf. 08 April 2018

Anda mungkin juga menyukai