Anda di halaman 1dari 13

GANGGUAN HAID DAN SIKLUSNYA

A. Definisi Haid
Ciri khas kedewasaan wanita ditandai dengan adanya perubahan-
perubahan siklik pada alat kandungan sebagai persiapan untuk suatu
kehamilan. Peristiwa penting tersebut ditandai dengan datangnya haid,
yaitu pengeluaran darah tiap bulan dari dalam rahim (Mochtar, 1998).
Haid atau menstruasi atau datang bulan adalah pengeluaran darah,
mucus, dan debris sel dari mukosa uterus secara berkala (Cunningham et
al, 2005).
Menstruasi pertama disebut menarche, biasanya terjadi pada usia
8-13 tahun (Benson and Penoll, 2008). Setelah masa reproduksi, wanita
masuk dalam masa klimakterium yang terjadi secara berangsur-angsur
dimana haid menjadi tidak teratur, lalu akhirnya berhenti sama sekali
sesuai dengan lanjutnya usia (Mochtar, 1998). Berakhirnya menstruasi
disebut menopause, biasanya terjadi pada usia 49-50 tahun (Benson and
Penoll, 2008).

B. Siklus Haid
Siklus haid adalah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan
mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari
pertama siklus. Panjang siklus haid yang normal ialah 28 hari. Panjang
siklus yang biasa pada manusia ialah 28-32 hari. Lama haid biasanya
antara 3-5 hari. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 ± 16 cc (Sarwono,
2007).
Siklus haid normal dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Siklus Ovarium
a. Fase Folikular
Fase ini dikenal sebagai fase pertama yang merupakan
suatu fase pada siklus menstruasi sampai terjadinya ovulasi. Pada
fase menstruasi 28 hari, fase ini meliputi 14 hari pertama. Pada
siklus yang lebih atau kurang dari 28 hari, adanya penyimpangan
lamanya siklus tersebut disebabkan oleh perbedaan lamanya fase
folikular (Heffner, L.J and Schust, D.J ., 2002).

1
Siklus diawali dengan hari pertama menstruasi, atau
terlepasnya endometrium. Follicle stimulating hormone (FSH)
merangsang pertumbuhan beberapa folikel primordial dalam
ovarium. Umumnya hanya satu yang terus berkembang dan
menjadi folikel de Graaf dan yang lainnya berdegenerasi. Folikel
terdiri dari sebuah ovum dan dua lapisan sel yang mengelilinginya.
Lapisan dalam, yaitu sel-sel granulosa mensintesis progesteron
yang disekresi ke dalam cairan folikular selama paruh pertama
siklus menstruasi, dan bekerja sebagai prekusor pada sintesis
estrogen oleh lapisan sel teka interna yang mengelilinginya.
Estrogen disintesis dalam sel-sel lutein pada teka interna. Jalur
biosintesis estrogen berlangsung dari progesteron dan pregnenolon
melalui 17-hidroksilasi turunan dari androstenedion, testosteron
dan estradiol. Kandungan enzim aromatisasi pada sel-sel ini
mempercepat perubahan androgen menjadi estrogen. Di dalam
folikel, oosit primer memulai proses pematangannya. Pada waktu
yang sama, folikel yang sedang berkembang menyereksi estrogen
lebih banyak ke dalam sistem ini. Kadar estrogen yang meningkat
menyebabkan pelepasan luteinizing hormone releasing hormone
(LHRH) melalui mekanisme umpan balik positif (Price and
Wilson,2005).
b. Fase Luteal
Lamanya fase luteal lebih konsisten dibandingkan dengan
fase folikuler , biasanya 14±2 hari (Heffner, L.J and Schust, D.J .,
2002). Pada fase luteal luteinizing hormone (LH) merangsang
ovulasi dari oosit yang matang. Tepat sebelum ovulasi, oosit
primer selesai menjalani pembelahan meiosis pertamanya. Kadar
estrogen yang tinggi kini menghambat produksi FSH. Kemudian
kadar estrogen mulai menurun. Setelah oosit terlepas dari folikel
degraaf, lapisan granulosa menjadi banyak mengandung pembuluh
darah dan sangat terluteinisasi, berubah menjadi korpus luteum
yang berwarna kuning pada ovarium. Korpus luteum terus

2
menyereksi sejumlah kecil estrogen dan progesteron yang makin
lama makin meningkat ( Price and Wilson,2005).
2. Siklus Endometrium
a. Fase Profilerasi
Siklus uterus dimulai bersamaan dengan bagian terakhir
fase folikel ovarium, pada saat endometrium mulai memperbaiki
dirinya dan mengalami proliferasi dibawah pengaruh estrogen
yang berasal dari folikel-folikel baru yang sedang tumbuh.
Sewaktu darah haid berhenti, di uterus tertinggal satu lapisan tipis
endometrium setebal kurang dari 1 mm. Estrogen merangsang
proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di endometrium
sehingga ketebalan lapisan ini dapat mencapai 3-5 mm. Fase
proliferative yang didominasi oleh estrogen berlangsung dari akhir
haid sampai ovulasi. Kadar estrogen puncak memicu lonjakan LH
yang menyebabkan ovulasi (Price and Wilson,2005).
b. Fase Sekresi
Setelah ovulasi, pada saat korpus luteum terbentuk, uterus
memasuki fase sekretorik, yang waktunya bersamaan dengan fase
luteal ovarium. Korpus luteum mengeluarkan sejumlah besar
progesteron dan estrogen. Progesteron bekerja pada endometrium
tebal yang sudah dipersiapkan oleh estrogen untuk mengubahnya
menjadi jaringan yang kaya pembuluh dan glikogen. Periode ini
disebut fase sekretorik, karena kelenjar-kelenjar endometrium
secara aktif mengeluarkan glikogen.Jika tidak terjadi pembuahan
dan implantasi, korpus luteum berdegenerasi, fase folikel dan fase
haid segera dimulai ( Price& Wilson,2005).

c. Fase Menstruasi
Ditandai dengan pengeluaran darah dan debris
endometrium oleh vagina. Fase ini bersamaan dengan berakhirnya
fase luteal ovarium dan permulaan fase folikel. Sewaktu korpus
luteum berdegenerasi karena tidak terjadi pembuahan dan
implantasi ovum yang dikeluarkan dari siklus sebelumnya, kadar

3
estrogen dan progesteron di sirkulasi menurun drastis. Karena efek
netto estrogen dan progesteron adalah mempersiapkan
endometrium untuk implantasi ovum yang dibuahi, penarikan
kembali kedua hormon steroid tersebut menyebabkan lapisan
endometrium yang kaya akan nutrisi dan pembuluh darah itu tidak
ada lagi yang mendukung secara hormonal. Penurunan kadar
hormon-hormon ovarium itu juga merangsang pengeluaran
prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh-
pembuluh endometrium, sehingga aliran darah ke endometrium
terganggu. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi menyebabkan
kematian endometrium, termasuk pembuluh-pembuluh darahnya.
Perdarahan yang timbul melalui disintegrasi pembuluh darah itu
membilas jaringan endometrium yang mati ke dalam uterus. Pada
setiap kali haid, seluruh lapisan endometrium terlepas kecuali
suatu lapisan dalam dan tipis yang terdiri dari sel- sel epitel dan
kelenjar yang akan menjadi bakal regenerasi endometrium.
Prostaglandin uterus juga merangsang kontraksi ritmik ringan
miometrium. Kontraksi-kontraksi itu membantu mengeluarkan
darah dan debris dari endometrium dari rongga uterus melalui
vagina sebagai darah haid ( Sherwood, 2001).

4
Gambar 1 Siklus Menstruasi Sumber : ( Sherwood, 2001)

C. Gangguan Haid
Gangguan dari siklus haid dapat berakibat gangguan kesuburan,
abortus berulang, atau keganasan. Gangguan menstruasi paling umum
terjadi pad awal dan akhir masa reproduktif, yaitu di bawah usia 19 tahun
dan di atas 39 tahun. Gangguan ini mungkin berkaitan dengan lamanya
siklus haid, atau jumlah dan lamanya haid. Seorang wanita dapat
mengalami kedua gangguan itu
Kelainan ginekologi yang sering ditemukan adalah pendarahan
pervaginam atau terdapat massa di pelvis. Penyebab terseringnya
bervariasi menurut kelompok umur. Suatu massa di pelvis mungkin
berasal dari ginekologi, saluran kemih, atau saluran cerna. Secara
ginekologi, mungkin berasal dari uterus, adneksa, atau ovarium. Alat
diagnostic terbaik adalah ultrasonografi (USG) (Mansjoer et al, 2001).

5
Sejauh ini masalah tersering yang menyebabkan perempuan pergi ke
dokter adalah gangguan dalam fungsi haid : menoragia (pandarahan yang
banyak atau berkepanjangan saat haid), metroragia (pendarahan irregular
antara haid), atau pendarahan ovulatorik (antarhaid). Penyebab yang
umum adalah polip, leiomioma, karsinoma endometrium, karsinoma
serviks, endometritis, andometriosis, dan pendarahan uterus disfungsional
dan hyperplasia endometrium (Robbins et al, 2007)
Ganguan haid dan siklusnya pada masa reproduksi dapat
digolongkan dalam
1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan haid
a. Hipermenorea atau menoragia
Hipermenorea adalah perdarahan haid yang lebih banyak
dari normal atau lebih lama dari normal. Penyebab kelainan ini
terletak pada kondisi dalam uterus, misalnya adanya mioma uteri,
polip endometrium, gangguan pelepasan endometrium pada waktu
haid. Pada pelepasan endometrium biasanya terdapat juga
gangguan dalam pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan
gangguan pelepasannya pada waktu haid.
Terapi pada hipermenorea pada mioma uteri tergantung
dari penanganan mioma uteri, sedang diagnosis dan terapi polip
endometrium serta gangguan pelepasan endometrium terdiri atas
kerokan (Sarwono, 2007).
b. Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid dengan jumlah yang
sedikit dan waktu yang lebih pendek. Sebab-sebabnya dapat
terletak pada konstitusi penderita, pada uterus (misalnya sesudah
miomektomi), pada gangguan endokrin dan lain-lain. Adanya
hipomenorea tidak mengganggu fertilitas. Terapi terdiri atas
menenangkan penderita (Sarwono, 2007).
Kemungkinan penyebab hipomenorea yang lainnya adalah
obstruksi (misalnya masalah hymen atau serviks), pelekatan uterus
(sindrom Asherman) dan dosis kontrasepsi oral yang tidak sesuai
(dapat dikoreksi) (Benson and Pernoll, 2008).
2. Kelainan Siklus

6
a. Polimenorea
Polimenorea adalah siklus haid lebih pendek dari biasanya
(kurang dari 21 hari). Perdarahannya kurang lebih sama atau lebih
banyak dari haid biasa. Polimenorea dapat disebabkan oleh
gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi atau
menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain adalah kongesti
ovarium misalnya karena peradangan, endometriosis (Sarwono,
2007).
b. Oligomenorea
Siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Pendarahan
pada oligomenorea biasanya berkurang. Pada kebanyakan kasus
oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas
cukup baik. Siklus haid biasanya juga ovulator dengan masa
proliferasi lebih panjang dari biasanya (Mansjoer et al, 2001).
c. Amenorea
Amenore adalah tidak terjadi haid pada usia subur. Amenore
dibedakan menjadi dua, yaitu amenore primer dan amenore
sekunder. Amenore primer apabila seorang wanita berumur 18
tahun keatas tidak pernah mendapat haid. Amenore primer
umumnya mempunyai sebab-sebab yang berat dan sulit diketahui,
seperti kelaianan kongenital dan kelainan genetik. Sedangkan
amenore sekunder penderita pernah mendapat haid tetapi kemudian
tidak dapat lagiminimal 3 bulan berturut-turut. Amenore sekunder
dapat disebabkan oleh oleh gangguan gizi, gangguan metabolisme,
tumor, penyakit infeksi (Sarwono, 2007).
Ada pula amenorea fisiologik, yakni yang terdapat dalam
masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi, dan sesudah
menopause.
Klasifikasi amenorea patologik yang mencakup sebab-sebab
pada amenorea primer dan amenorea sekunder :
a. Gangguan organik pusat, sebab organik : tumor, radang,
destruksi
b. Gangguan kejiwaan : syok emosional, psikosis, anoreksia
nervosa, pseudosiesis

7
c. Gangguan poros hipotalamus-hipofisis : sindrom amenorea-
galaktorea, sindrom Stein-Leventhal, sindrom hipotalamik
d. Gangguan hipofisis : sindrom Sheehan dan penyakit
Simmonds, tumor (adenoma basofil, adenoma asidofil,
adenoma kromofob).
e. Gangguan gonad : kelainan kongenital (disgeneis ovarii,
sindrom testicular feminization), menopause prematur, the
insensitive ovary, penghentian fungsi ovarium karena
operasi, radiasi, radang, dan sebagainya, tumor sel
granulosa, sel-teka, sel-hilus, adrenal, arenoblastom.
f. Gangguan glandula suprarenalis : sindrom adrenogenital,
sindrom cushing, penyakit Addison
g. Gangguan glandula tiroidea : hipotiroidea, hipertiroidea,
kretinisme.
h. Gangguan pankreas : diabetes melitus
i. Gangguan uterus, vagina : aplasia dan hipoplasia uteri,
sindrom Asherman, endometritis tuberculosa, histerektomi,
aplasia vagina
j. Penyakit-penyakit umum : gangguan gizi, obesitas
(Sarwono, 2007)
Pengobatan amenorea bergantung kepada penyebab dan
kepada keinginan oasien. Bila didapati ada latar belakang penyakit-
penyakit medic, penyakit tersebut harus ditangani. Bilamana tidak
ditemui latar belakang penyebab yang bisa ditangani, maka
tindakan pengobatan bergantung kepada keinginan pasien atas
kesuburannya. Bilamana pasien menginginkan hamil, adalah
indikasi untuk memberikan induksi ovulasi. Bilamana pasien tidak
menginginkan kesuburannya, pengobatan bergantung kepada status
estrogen pasien itu. Pasien-pasien yang hipoestrigenik memerlukan
pengobatan pengganti estrogen (estrogen replacement therapy) jika
ada uterus. Pasien-pasien yang anovulasi dengan status estrogen
normal atau tinggi harus diberikan progestin periodic untuk
menimbulkan withdrawal untuk mengurangi resiko menderita

8
kanker endometrium. Withdrawal progestin bisa diberikan bulanan,
atau setiap 2 sampai 3 bulan untuk menimbulkan menstruasi
spontan (Rayburn, 2001).
3. Perdarahan di luar haid
Perdarahan di luar haid adalah perdarahan yang terjadi dalam
masa antara 2 haid, dibedakan menjadi :
a. Metroragia
Metroragia (perdarahan inter menstruasi) didefinisikan
sebagai perdarahan yang terjadi antara dua episode menstruasi.
Penyebab metroragia adalah perdarahan pertengahan siklus
(ovulasi), polip endometrium, kanker endometrium atau
serviks, produksi estrogen endogen dan pemberian estrogen
eksogen.
b. Menometroragia
Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada
interval yang tidak teratur. Biasanya jumlah dan lama
perdarahan bervariasi. Penyebab menometroragia samadengan
penyebab metroragia (Benson&Pernoll, 2008).
Keduanya dapat disebabkan oleh kelainan organik pada
alat genital atau oleh kelaianan fungsional.
1. Sebab-sebab organik
Pendarahan dari uterus, tuba, dan ovarium
disebabkan oleh kelainan pada :
a) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio
porsionis uteri, ulkus pada porsio uteri, karsinoma
servisis uteri;
b) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus
imminens, abortus sedang berlangsung, abortus
inkomplitus, mola hidatidosa, koriokarsinoma,
subinvolusio uteri, karsinoma korposis uteri, sarkoma
uteri, mioma uteri;
c) Tuba fallopi, seperti kehamilan ektopik terganggu,
radang tuba, tumor tuba,
d) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.
2. Sebab-sebab fungsional

9
Pendarahan uterus yang tidak ada hubungannya
dengan sebab organik dinamakan pendarahan
disfungsional. Pendarahan disfungsional dapat terjadi pada
setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi
kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa
permulaan dan masa akhir fungsi ovarium.
4. Gangguan lain yang berhubungan dengan haid
a. Premenstual tension (Ketegangan prahaid)
Ketegangan prahaid adalah keluhan-keluhan yang biasanya
mulai satu minggu atau beberapa hari sebelum datangnya haid dan
menghilang sesudah haid datang. Keluhan-keluhan terdiri atas
gangguan emosional berupa iritabilitas, gelisah, insomnia, nyeri
kepala. Perut kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri pada
mammae. Pada kasus yang berat bisa terjadi depresi (Sarwono,
2007).
Pengobatan premenstrual tension meliputi :
1) Progesterone sintetik dosis kecil dpat diberikan selama 8 –
10 hari sebelum haid.
2) Metiltestosteron 5 mg sebagai tablet isap, jangan lebih dari
7 hari,
3) Pemberian diuretic selama 5 hari dapat bermanfaat.
4) Pemakaian garam dibatasi dan minum sehari-hari dikurangi
selama 7-10 hari sebelum haid.
5) Psikoterapi suportif
(Mansjoer et al, 2001).
b. Mastalgia
Mastalgia adalah rasa nyeri dan pembesaran mammae
sebelum haid
c. Mittelschmerz
Mittelschmerz atau nyeri antara haid terjadi kira-kira sekitar
pertengahan siklus haid, pada saat ovulasi. Rasa nyeri dapat
disertai perdarahan.
d. Dismenorea
Dismenorea adalah kejang perut bagian bawah yang hebat
dan sangat sakit tepat sebelum atau selama menstruasi. Gejala-

10
gejala lain dapat berupa berkeringat,takikardi, sakit kepala, mual,
muntah, diare dan gemetar (Sarwono, 2007).
Dismenorea dibagi atas :
1. Dismenore primer
Dismenorea primer dimulai saat mendekati
menarche (<20 tahun). Mungkin peningkatan prostaglandin
F2α dalam endometrium sekretorik menyebabkan kontraksi
uterus yang nyeri dan gejala-gejala lain dismenorea primer
(Benson&Pernoll, 2008).
Pemeriksaan normal dilakukan untuk
menyingkirkan sebab-sebab sekunder. Tidak diperlukan
pemeriksaan laboratorium. Pengobatannya dengan
memberikan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid.
Kontrasepsi oral seringkali dapat mengobati (Rayburn,
2001).
2. Dismenore sekunder
Dismenorea sekunder meliputi keadaan atau
kelainan pelvis yang menyebabkan rasa sakit. Dismenorea
sekunder biasanya didapat pada masa lebih lanjut dalam
kehidupan (>30 tahun). Keadaan-keadaan yang dapat
menyebabkan dismenorea adalah endometriosis,
adenomisosis, infeksi dan pelekatan pelvis, kongesti pelvis,
stenosis serviks, polip endometrioum yang menyebabkan
sumbatan aliran keluar serviks, tingkah laku tertentu, stress,
dan ketegagangan (Benson&Pernoll, 2008).
Gejala-gejala biasanya dimulai pada tahun-tahun
usia reproduksi pertengahan atau lewat (setelah berusia 20
tahun). Dispareunia, menoragia, dan demam adalah gejala-
gejala yang menyertainya. Tanda-tanda bergantung kepada
latar belakang penyebab.
Pengobatan diarahkan kepada penyebab. Obat-obat
antiinflamasi nonsteroid atau kontrasepsi oral berguna
terlepas dari etiologi. Antibiotika berguna bila dicurigai ada
penyakit-penyakit peradangan dalam rongga panggul.

11
Agonis gonadotropic releasing hormone (GnRH) bisa
dipakai untuk mengobati fibroid atau endometriosis.
Diindikasikan melakukan histerektomi atau ooforektomi
bila dismenorea itu berat dan disertai oleh patologi yang
jelas dari uterus atau ovarium (Rayburn, 2001).

KESIMPULAN

1. Ciri khas kedewasaan wanita ditandai dengan adanya perubahan-


perubahan siklik pada alat kandungan yang ditandai dengan datangnya
haid
2. Haid atau menstruasi atau datang bulan adalah pengeluaran darah, mucus,
dan debris sel dari mukosa uterus secara berkala
3. Fisiologi haid terrdiri dari siklus ovarium (fase folikular dan fase luteal)
dan siklus endometrium (fase proliferasi, fase sekresi, dan fase menstruasi)
4. Gangguan Haid dibagi menjadi :
a. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada
haid : hipermenorea atau menoragia, hipomenorea
b. Kelainan siklus : polimenorea, oligomenorea, dan amenorea
c. Pendarahan di luar haid : metroragia, menometroragia
d. Gangguan lain yang berhubungan dengan haid : Premenstual
tension (Ketegangan prahaid), Mastalgia, Mittelschmerz,
dismenorea.

12
DAFTAR PUSTAKA

Benson, R.C & Pernoll, M.L. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.

Cunningham et al. 2005. Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC

Heffner, L.J & Schust, D.J. 2006. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta :
Erlannga.

Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Mochtar, Rurtam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC.

Rayburn, William F. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika.

Robbins, Stanley L et al. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

13

Anda mungkin juga menyukai