BAB I
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dismenore adalah nyeri kram (tegang) daerah perut mulai terjadi pada 24 jam
sebelum terjadinya perdarahan haid dan dapat bertahan selama 24-36 jam meskipun
beratnya hanya berlangsung selama 24 jam pertama. Kram terutama dirasakan di
daerah perut bagian bawah tetapi dapat menjalar ke punggung atau permukaan dalam
paha, yang terkadang menyebabkan penderita tidak berdaya dalam menahan nyeri
(Hendrik, 2006).
bawah, memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang
setelah mengko nsumsi obat anti nyeri,kadang-kadang mengganggu aktivitas
hidup sehari-hari.
c. Dysmenorrhea berat
Dysmenorrhea berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah pada saat
menstruasi dan menyebar kepinggang atau bagian tubuh lain juga disertai
pusing, sakit kepala bahkan muntah dan diare. Dysmenorrhea berat memerlukan
istirahat sedemikian lama yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1
hari atau lebih, dan memerlukan pengobatan dysmenorrhea.
2.2.5 Terapi dan Penatalaksanaan Medik
Terapi dysmenorrhea terbagi atas dua macam yaitu:
2.2.5.1 Terapi Farmakologi
Untuk mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat anti peradangan
nonsteroid (misalnya ibu profen, naproxen dan asam mefenamat). Obat anti
peradangan non steroid akan sangat efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum
menstruasi dan dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi. Untuk mengatasi mual
dan muntah bisa diberikan obat anti mual, tetapi mual dan muntah biasanya
menghilang jika kramnya telah teratasi, Jika nyeri terus dirasakan dan
mengganggu kegiatan sehari-hari, maka diberikan pil KB dosis rendah yang
mengandung estrogen dan progesteron atau diberikan medroxiprogesteron.
Pemberian kedua obat tersebut dimaksudkan untuk mencegah ovulasi
(pelepasan sel telur) dan mengurangi pembentukan prostaglandin, yang
selanjutnya akan mengurangi beratnya dysmenorrhea. Jika obat ini juga tidak
efektif, maka dilakukan pemeriksaan tambahan (misalnya laparoskopi). Jika
dysmenorrhea sangat berat bisa dilakukan ablasio endometrium, yaitu suatu
prosedur dimana lapisan rahim dibakar atau diuapkan dengan alat pemanas.
2.2.5.2 Terapi nonfarmakologi
Terapi pengobatan yang bisa dilakukan dalam mengurangi gejala
Dysmenorrhea yang bersifat nonfarmako logi yaitu:
a. Istirahat yang cukup
Olahraga yang teratur (terutama berjalan). Olah raga Mampu
meningkatkan produksi endorphin otak yang dapat menurunkan stress sehingga
secara tidak langsung juga mengurangi nyeri
13
b. Pemijitan.
Pijatan lembut pada bagian tubuh klien yang nyeri dengan menggunakan tangan
akan menyebabkan relaksasi otot dan memberikan efek sedasi.
c. Yoga
d. Orgasme pada aktivitas seksual
e. Kompres hangat di daerah perut. Suhu panas dapat memperingan keluhan.
Lakukan pengompresan dengan handuk panas atau botol air panas pada perut
atau punggung bawah atau mandi dengan air hangat
f. TENS ( Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation). Tindakan ini melalui
pendekatan gate control of pain atau gerbang transmisi nyeri yaitu memblok
stimuli nyeri dengan stimuli kurang nyeri kepada serabut-serabut besar. Stimuli
listrik dapat mengakibatkan opiat dan non opiat jalur yang menurun.
g. Distraksi pendengaran. Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau
suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang
disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi
pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh
mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki.
2.3 Endometriosis
2.3.1 Definisi
Endometriosis adalah jaringa ektopik (tidak ada permukaan dalam uterus) yang
memiliki susunan kelenjar atau stroma endometriumm atau kedua-duanya dengan atau
tanpa magrofag yang berisi hemosiderin dan fungsinya mirip dengan endometrium
karena berhubungan dengan haid dan bersifat sinak, tetapi dapat menyebar ke organ-
organ susunan lainnya (Baziat, 1993) Endometriosis menrupakan suatu keadaan dimana
jaringan endometrium masih berfungsi terdapat baik diluar endometrium kavum uteri
maupun dimiometrium (otot rahim) (mounsey,2006). Bila jaringan endometrium
tersebut berimplantasi didalam miometrium disebut endometriosis interna atau
adenomiosis, sedangkan jaringan endometrium yang berimplantasi diluar kavum uteri
disebut endometriosis eksterna.
2.3.2 Gambaran Klinis
Aktivitas jaringan endometriosis sama halnya dengan endometrium yaitu bergantung pada
hormon. Aktivitas jaringan endometriosis akan terus meningkat selama hormon masih
ada dalam tubuh, setelah menopause gejala endometriosis akan menghilang. Gejala-
gejala yang dapat ditimbulkan pada penyakit endometriosis berupa:
14
1. Dismenore adalah nyeri haid siklik merupakan gejala yang sering diumpai.
Terjadi 1-3 hari sebelum haid dan dengan makin banyaknya darah haid yang
keluar keluhan dismenore akan mereda (Baziaad,1993). Penyebab dismenore
belum diketahui tatapi diduga berhubungan dengan adanya vaskularisasi dan
perdarahan dalam sarang sendometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid
(Prabowo,2005).
2. Dispareunia merupakan gejala tersering dijumpai setelah dismenorea, keluhan
ini disebabkan adanya endometriosis didalam kavum douglas (prabowo,2005)
3. Diskezia atau nyeri waktu defekasi terutama pada waktu haid, disebabkan
adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid (Prabowo,205)
4. Gangguan miksi dan hematuria bila terdapat endometriosis dikandung kencing,
tetapi gejala ini jarang terjadi (Prabowo,2005)
5. Gangguan haid dan siklusnya dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan
pada ovarium demikian luasnya sehingga fungsi ovarium terganggu
6. Infertilitas juga merpakan suatu gejala endometriosis yang masih sulit
dimengerti (Mooere,2001). Tetapi faktor penting yang menyebabkan infertilitas
pada endometrium ialah mobilitas-mobilitas tuba terganggu karena fibrosis dan
perlekatan jaringan sekitarnya.
Pada pemeriksaan ginekologi khususnya pada pemeriksaan vagino-rekto-
abdominal, ditemukan pada endometriosis ringan benda-benda padat sebesar butir
beras sampai butir jagung di kavum douglasi, dan pada ligamentum sakrouterinum
dengan uterus dalam retrofleksi dan terfikasasi Dasar pengobatan hormonal
endometriosis ialah bahwapertumbuhan dan fungsi jaringan endometriosis sama
seperti jaringan endometrium yang normal, dimana jaringan endometriosis
jugadikontrol oleh hormon-hormon steroid. Data laboratorium menunjukkan bahwa
jaringan endometriosis mengandung reseptor estrogen,progesteron dan androgen,
yakni estrogen merangsang pertumbuhan jaringan endometriosis, androgen
menyebabkan atrofi, sedang progesteron masih diperdebatkan, namun progesteron
sintetik yang mengandung efek androgenik tampaknya menghambat pertumbuhan
endometriosis.
Dari dasar tersebut, prinsip pertama pengobatan hormonalendometriosis
adalah menciptakanlingkungan hormon rendah estrogendan asiklik, sehingga
diharapkan kadar estrogen yang rendah menyebabkan atrofi jaringan endometriosis
dan keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid1 yang berarti tidak terjadinya
15
Gambar 2.2 Origin of iron overload in the pelvic cavity of endometriosis patients Erythrocytes are carried
into the pelvic cavity by retrograde menstruation and haemorrhaging foci of ectopic endometrium. A
proportion of them are phagocytosed by peritoneal macrophages. Macrophages store some iron in the
form of ferritin or haemosiderin, and release some that binds to transferrin. Lysis of erythrocytes also
releases haemoglobin into peritoneal fluid. Transferrin and haemoglobin cause increased pelvic iron
concentrations and may be assimilated by ectopic endometrial cells, resulting in the formation of
irodeposits (ferritin or haemosiderin) (Sampson, 2009)
dan sitokin yang merangsang proliferasi dari endometrium ektopik dan menghambat
fungsi pemakannya. Natural killer juga merupakan komponen lain yang penting
dalam proses terjadinya endometriosis, aktifitas sitotoksik menurun dan lebih jelas
terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang lanjut (Harada,2004).
2.3.5.5 Faktor endokrin
Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen
(estrogen-dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme estrogen
telah diimplikasikan dalam patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu enzim yang
merubah androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan estradiol.
Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia seperti sel granulosa ovarium,
sinsiotrofoblas diplasenta, sel lemak dan fibroblas kulit.
Bentuk yang sulit dipisahkan pada kelainan ini juga terjadi pada
endometrium wanita dengan endometriosis dibanding endometrium wanita normal.
Ekspresi gen membentuk endometrium wanita dengan endometriosis sebanding
dengan endometrium dari wanita yang normal mengungkapkan kandidat gen yang
berhubungan dengan kegagalan implantasi, infertilitas dan resistensi progesteron.
Inflamasi, sebagai tanda dari jaringan endometriosis, dihubungkan dengan
overproduksi prostaglandin, metalloproteinase, sitokin dan kemokin. Peningkatan
kadar sitokin pada inflamasi akut seperti interleukin-1, interleukin 6, dan tumor
nekrosis faktor memungkinkan peningkatan adesi dari luapan fragmen jaringan
endometrial ke dalam permukaan peritoneum dan proteolitik membrane
metalloproteinase lebih jauh menyokong implantasi fragmen tersebut. Monocyte
chemoattractant protein 1, interleukin-8, dan RANTES (regulated upon activation
normal T-cell expressed and secreted) menarik granulosit, NK sel, dan makrofag
yang merupakan tipikal endometriosis. Pengulangan autoregulasi positif feedback
memastikan akumulasi sel sel imun ini, sitokin dan kemokin dalam menegakkan
lesi. Pada pasien dengan endometriosis, respon inflamasi dan imun, angiogenesis
dan apoptosis mengubah fungsi penyokong kehidupan sel dan mengisi ulang
jaringan endometriosis. Proses dasar patologi ini tergantung pada estrogen dan
progesteron.
Bentuk berlebihan dari estrogen dan prostaglandin dan perkembangan
resistensi progesteron memiliki poin klinis yang penting untuk penelitian karena
target terapi dari aromatase ada dalam jalur biosintesis estrogen, 9 mengurangi nyeri
pelvik atau secara laparoskopi terlihat jaringan endometriosis atau kombinasi
keduanya. Tiga target penting ini telah diketahui dengan marker epigenetik spesifik
(hypomethylation) yang menyebabkan overekspresi dari reseptor terkecil dari SF1
(steroidogenif factor) dan estrogen reseptor (Bulun dkk,2009)
2.3.6 Patologi
Gambaran mikroskopik dari endometrium sangat variabel. Lokasi yang sering
terdapat ialah pada ovarium dan biasanya bilateral. Pada ovarium tampak kista-kista
biru kecil sampai besar berisi darah tua menyerupai coklat. Darah tua dapat keluar
sedikit- sedikit karena luka pada dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan
antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat
kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke dalam rongga peritoneum
karena robekan dinding kista dan menyebabkan akut abdomen. Tuba pada
23
untuk menambah informasi tentang pelvis. Prosedur ini dapat mengidentifikasi kista
dan mengetahui karekteristik cairan dengan kista ovarium, kista endometrioma dan
kista korpus luteum mungkin serupa kelihatannya. Uji ini digunakan bila menilai
seorang wanita infertil atau nyeri pelvis kronis. (American Fertility Society, 2007)
2.3.8 Penatalaksanaan
2.3.8.1 Terapi Medis
Standar terapi medis pada pasien endometriosis meliputi: analgesik (NSIAD
atau acetaminophen), pil kontrasepsi oral, agen androgenik (danazol) agen
progesteron ( medroksiprogesteron) Gonadotropin releasing hormon (GNRH) dan
anti progesteron.
Dasar pengobatan hormonal endometriosis ialaha pertumbuhan dan funsi jaringan
endometriosis dengan jaringan endometrium yang normal, dimana jaringan
endometriosis juga dikontrol oleh hormon-hormon seroid. Dasar pengobatan hormonal
endometriosis ialah bahwa pertumbuhan dan fungsi jaringan endometriosis sama seperti
jaringan endometrium yang normal, dimana jaringan endometriosis juga dikontrol oleh
hormon-hormon steroid. Data laboratorium menunjukkan bahwa jaringan endometriosis
mengandung reseptor estrogen, progesteron dan androgen, yakni estrogen merangsang
pertumbuhan jaringan endometriosis, androgen menyebabkan atrofi, sedang
progesteron masih diperdebatkan, namun progesteron sintetik yang mengandung efek
androgenik tampaknya menghambat pertumbuhan endometriosis. Dari dasar tersebut,
prinsip pertama pengobatan hormonal endometriosis adalah menciptakan lingkungan
hormon rendah estrogendan asiklik, sehingga diharapkan kadar estrogen yang rendah
menyebabkan atrofi jaringan endometriosis dan keadaan yangasiklik mencegah
terjadinya haid yang berarti tidak terjadinya pelepasan jaringan endometrium yang
normal maupun jaringan endometriosis. Kemudian prinsip keduaadalah menciptakan
lingkungan hormon tinggi androgen atau tinggiprogestogen yang secara langsung
menyebabkan atrofi jaringanendometriosis. Di samping itu, prinsip tinggi androgen atau
tinggiprogestogen juga menyebabkan keadaan rendah estrogen yang asiklik karena
gangguan pada pertumbuhan folikel (Moore,2001)
25
BAB 3
RINGKASAN
3.1 Ringkasan
Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari
setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus pada saat
menstruasi biasanya seseoran yang mengalami nyeri yang biasa disebut dengan
dismenore.Dimana dismenore itu sendiri nyeri kram (tegang) daerah perut mulai terjadi
pada 24 jam sebelum terjadinya perdarahan haid dan dapat bertahan selama 24-36 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, dkk. (2006). Seri Asuhan Keperawatan : Klien Gangguan Sistem Reproduksi
dan Seksualitas, Jakarta: EGC
Calis,KarimAnton2011:dysmenorrhea.dari:http://emedicine.medscape.com/article/2538
12-overvie : (Diakses pada tanggal 14 desember 2012)
Hendrik, H. 2006. Problema Haid (Tinjauan Syariat Islam dan Medis).Solo: Tiga
Serangkai
Jones. (2001). Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Ed. Ke-6, Jakarta: Hipokrates
Varney, H., 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : EGC
WiknjosastroH. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayaan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009, hal 523 -529.