Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Haid atau yang sering disebut dengan menstruasi merupakan
pelepasan lapisan dalam (endometrium) yang disertai pendarahan, terjadi
berulang setiap bulan secara periodik, kecuali pada saat hamil. Sedangkan
siklus haid adalah waktu sejak hari pertama haid sampai datangnya haid
periode berikutnya. Siklus haid setiap perempuan berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya, bukan saja antara beberapa perempuan, tetapi juga pada
perempuan yang sama. Juga pada kakak beradik bahkan saudara kembar siklus
haidnya tidak terlalu sama.
Sebelum datangnya haid, setiap perempuan umumnya mengalami
sindrom bulanan atau yang lebih dikenal dengan sindrom pra-haid. Sindrom ini
sangat mengganggu aktifitas perempuan, terutama mereka yang aktif bekerja
diluar rumah.
Selain itu, gangguan haid juga sering terjadi seperti: dismenorea,
hipermenorea, hipomenorea, amenorea, dan masih banyak gangguan haid
lainnya yang sering dialami oleh para perempuan. Karena kurangnya
pengetahuan serta informasi yang dimiliki oleh sebagian besar perempuan
tentang siklus haid, sindrom pra-haid, serta gangguan haid dalam masa
reproduksi.
Menoragia didefinisikan sebagai menstruasi pada interval siklus
teratur tetapi dengan aliran berlebihan dan durasi dan merupakan salah satu
keluhan ginekologis yang paling umum di ginekologi kontemporer. Klinis,
menorrhagia didefinisikan sebagai kehilangan darah total melebihi 80 ml per
siklus atau mens berlangsung lebih lama dari 7 hari. Kesehatan Dunia
melaporkan Organisasi bahwa 18 juta wanita usia 30-55 tahun melihat
perdarahan haid mereka untuk menjadi selangit. Laporan menunjukkan bahwa
hanya 10% dari perempuan mengalami kehilangan darah yang cukup parah
menyebabkan anemia atau secara klinis didefinisikan sebagai menorrhagia.
Dalam prakteknya, pengukuran kehilangan darah menstruasi sulit. Dengan
demikian, diagnosis biasanya berdasarkan riwayat pasien. Siklus haid normal

1
adalah 21-35 hari dalam durasi, dengan perdarahan yang berlangsung rata-rata
7 hari dan ukur arus 25-80 mL.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu menstruasi?
2. Bagaimana fisiologi proses menstruasi?
3. Hormon apa saja yang mengontrol siklus menstruasi?
4. Bagaimana siklus menstruasi normal?
5. Bagimana patofisiologi menstruasi?
6. Apa itu menoraghia dan etiologinya?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui definisi menstruasi
2. Untuk mengetahui proses terjadinya menstruasi normal
3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi menstruasi
4. Untuk mengetahui definisi, penyebab, patofisiologi dan askeb menoragia

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fisiologi Siklus Menstruasi


1. Pengertian Menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai
sekitar 14 hari setelah ovulasi (Bobak, 2004). Menstruasi adalah perdarahan
vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus.
Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan
sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan
penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam
pengaturan perubahan-perubahan siklus maupun lama siklus menstruasi
(Greenspan, 1998).
Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal,
merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara
berkala yang berasal dari mukosa uterus dan terjadi relatif teratur mulai dari
menarche sampai menopause, kecuali pada masa hamil dan laktasi. Lama
perdarahan pada menstruasi bervariasi, pada umumnya 4-6 hari, tapi 2-9
hari masih dianggap fisiologis. Panjang siklus menstruasi dihitung dari hari
pertama periode menstruasi sampai hari dimana perdarahan dimulai disebut
sebagai hari pertama yang kemudian dihitung sampai dengan hari terakhir
yaitu satu hari sebelum perdarahan menstruasi bulan berikutnya dimulai.
Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan
progesterone secara tiba-tiba, terutama progesteron pada akhir siklus
ovarium bulanan. Dengan mekanisme yang ditimbulkan oleh kedua hormon
di atas terhadap sel endometrium, maka lapisan endometrium ya nekrotik
dapat dikeluarkan disertai dengan perdarahan yang normal.
Selama siklus menstruasi, jumlah hormon estrogen dan
progesterone yang dihasilkan oleh ovarium berubah. Bagian pertama siklus

3
menstruasi yang dihasilkan oleh ovarium adalah sebagian estrogen.
Estrogen ini yang akan menyebabkan tumbuhnya lapisan darah dan jaringan
yang tebal diseputar endometrium. Di pertengahan siklus, ovarium melepas
sebuah sel telur yang dinamakan ovulasi. Bagian kedua siklus menstruasi,
yaitu antara pertengahan sampai datang menstruasi berikutnya, tubuh
wanita menghasilkan hormone progesteron yang menyiapkan uterus untuk
kehamilan.
Siklus menstruasi dibagi menjadi siklus ovarium dan siklus
endometrium. Di ovarium terdapat tiga fase, yaitu fase folikuler, fase
ovulasi dan fase luteal. Di endometrium juga dibagi menjadi tiga fase yang
terdiri dari fase menstruasi, fase proliferasi dan fase ekskresi.

2. Fisiologi Menstruasi
Pada setiap siklus menstruasi, Folicle Stimulating Hormone
(FSH) yang dikeluarkan oleh hipofisis merangsang perkembangan folikel-
folikel di dalam ovarium (indung telur). Pada umumnya hanya 1 folikel
yang terangsang namun dapat berkembang menjadi lebih dari 1, dan
folikel tersebut berkembang menjadi folikel de graaf yang membuat
estrogen. Estrogen ini menekan produksi FSH, sehingga hipofisis
mengeluarkan hormon yang kedua yaitu Lutenizing Hormone LH.
Produksi hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing
hormones yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH
dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus.
Produksi hormone gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan
menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang mengandung
estrogen. Estrogen mempengaruhi pertumbuhan dari endometrium. Di
bawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi matang sampai terjadi
ovulasi.
Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum yang akan
menjadi korpus luteum, di bawah pengaruh hormon LH dan LRH, korpus
luteum menghasilkan progesteron yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
kelenjar endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka korpus luteum
berdegenerasi dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan
progesteron. Penurunan kadar hormon ini menyebabkan degenerasi,

4
perdarahan, dan pelepasan dari endometrium. Proses ini disebut
menstruasi. Apabila terdapat pembuahan dalam masa ovulasi, maka
korpus luteum tersebut dipertahankan.

3. Hormon yang mengontrol siklus menstruasi


Menstruasi merupakan hasil kerja sama yang sangat rapi dan
baku dari hypothalamus-pituitary-ovarian endocrine axis. Hipotalamus
memacu kelenjar hipofisis dengan mensekresi gonadotropin-releasing
hormone (GnRH) suatu deka-peptide yang disekresi secara pulsatif oleh
hipotalamus. Pulsasi sekitar 90 menit, mensekresi GnRH melalui
pembuluh darah kecil di sistem portal kelenjar hipofisis anterior,
gonadotropin hipofsis memacu sintesis dan pelepasan follicle-stimulating
hormone (FSH) dan luteinizing-hormone (LH).
FSH adalah hormon glikoprotein yang memacu pematangan
folikel selama fase folikuler dari siklus. FSH juga membantu LH memacu
sekresi hormone steroid, terutama estrogen oleh sel granulosa dari folikel
matang. LH berperan dalam steridogenesis dalam folikel dan penting
dalam ovulasi yang tergantung pada mi-cycle surge dari LH. Aktivitas
siklik dalam ovarium atau siklus ovarium dipertahankan oleh mekanisme
umpan balik yang bekerja antara ovarium, hipotalamus, dan hipofisis.

4. Siklus Endometrium (Menstruasi)


Menstruasi adalah pengeluaran darah secara periodik, cairan
jaringan, dan debris sel-sel endometrium dari uterus dalam jumlah yang
bervariasi. Biasanya menstruasi terjadi selang waktu 22-35 hari dan
pengeluaran darah menstruasi berlangsung 1-8 hari.
a. Fase Proliferatif
Pada fase proliferatif terjadi proses perbaikan regeneratif,
setelah endometrium mengelupas sewaktu menstruasi. Permukaan
endometrium dibentuk kembali dengan metaplasia sel-sel stroma dan
pertumbuhan keluar sel-sel epitel kelenjar endometrium dan dalam
tiga hari setelah menstruasi berhenti, perbaikan seluruh endometrium
sudah selesai. Pada fase proliferative dini, endomentrium tipis,
kelenjarnya sedikit, sempit, lurus, dan dilapisi sel kuboid, dan

5
stromanya padat. Fase regeneratif dini berlangsung dari hari ke tiga
siklus menstruasi hingga hari ke tujuh, ketika proliferasi semakin
cepat. Kelenjar-kelenjar epitel bertambah besar dan tumbuh ke bawah
tegak lurus terhadap permukaan. Sel-selnya menjadi kolumner dengan
nukleus di basal sel-sel stroma berploriferasi, tetap padat dan
berbentuk kumparan. Pembelahan sel terjadi pada kelenjar dan
stroma. Pada saat menembus endometrium basal, masing-masing
arteri berjalan lurus, tetapi pada lapisan superfisial dan media arteri
berubah menjadi spiral.
b. Fase Luteal
Pada fase luteal, jika terjadi ovulasi maka endometrium akan
mengalami perubahan yang nyata, kecuali pada awal dan akhir masa
reproduksi. Perubahan ini mulai pada 2 hari terakhir fase proliferatif,
tetapi meningkat secara signifikan setelah ovulasi. Vakuol-vakuol
sekretorik yang kaya glikogen tampak di dalam sel-sel yang melapisi
kelenjar endometrium. Pada mulanya vakuol-vakuol tersebut terdapat
di bagian basal dan menggeser inti sel ke arah superfisial. Jumlahnya
cepat meningkat dan kelenjar menjadi berkelok-kelok. Pada hari ke
enam setelah ovulasi, fase sekresi mencapai puncak. Vakuol-vakuol
telah melewati nukleus. Beberapa di antaranya telah mengeluarkan
mukus ke dalam rongga kelenjar. Arteri spiral bertambah panjang
dengan meluruskan gulungan. Apabila tidak ada kehamilan, sekresi
estrogen dan progesteron menurun karena korpus luteum menjadi tua.
Penuaan ini menyebabkan peningkatan asam arakidonat dan
endoperoksidase bebas di dalam endometrium. Enzim-enzim ini
menginduksi lisosom sel stroma untuk mensintesis dan mensekresi
prostaglandin (PGF2α dan PGE2) dan prostasiklin.
PGF2α merupakan suatu vasokonstriktor yang kuat dan
menyebabkan kontraksi uterus, PGE2 menyebabkan kontraksi uterus
dan vasodilatasi, sedangkan prostasiklin adalah suatu vasodilator,
yang menyebabkan relaksasi otot dan menghambat agregasi
trombosit. Perbandingan PGF2α dengan kedua prostaglandin
meningkat selama menstruasi. Perubahan ini mengurangi aliran darah
melalui kapiler endometrium dan menyebabkan pergeseran cairan dari

6
jaringan endometrium ke kapiler, sehingga mengurangi ketebalan
endometrium. Hal ini tersebut menyebabkan bertambahnya kelokan
arteri spiral bersamaan dengan terus berkurangnya aliran darah.
Daerah endometrium yang disuplai oleh arteri spiral menjadi
hipoksik, sehingga terjadi nekrosis iskemik. Daerah nikrotik dari
endometrium mengelupas ke dalam rongga uterus disertai dengan
darah dan cairan jaringan, sehingga menstruasi terjadi.
c. Fase Menstruasi
Pada fase menstruasi lapisan endometrium superifisial dan media
dilepaskan, tetapi lapisan basal profunda endometrium dipertahankan.
Endometrium yang lepas bersama dengan cairan jaringan dan darah
membentuk koagulum di dalam uterus. Koagulum ini segera dicairkan
oleh fibrinolisin dan cairan, yang tidak berkoagulasi yang dikeluarkan
melalui serviks dengan kontraksi uterus. Jika jumlah darah yang
dikeluarkan pada proses ini sangat banyak mungkin fibrinolisin tidak
mencukupi sehingga wanita in mengeluarkan bekuan darah dari
serviks.

Gambar 1. Siklus Menstruasi

7
B. Patofisiologi Siklus Menstruasi
1. Pengertian
Gangguan reproduksi adalah kegagalan seorang wanita dalam
manajemen kesehatan reproduksinya (Manuaba, 2008). Masalah kesehatan
reproduksi pada wanita dapat meliputi gangguan menstruasi, kelainan
sistem reproduksi, penyakit yang menyangkut sistem reproduksi seperti
Penyakit Menular Seksual (PMS), HIV/AIDS dan tumor (Irianto, 2014)
Gangguan menstruasi dapat dipengaruhi oleh karena
ketidakseimbangan hormon yang ber
peran dalam sistem reproduksi. Misalnya adalah pada penyakit
tumor berupa mioma, berasal dari satu sel otot yang kemudian membesar
oleh karena respon terhadap hormon estrogen (Benson, dkk. 2009)
Menurut Prawiroharjo (2011), perdarahan haid dipengaruhi oleh
hipofise, ovarium dan uterus serta faktor dari luar lainnya. Maka gangguan
haid dapat berasal dari berbagai sebab. Beberapa klasifikasi gangguan haid
pada masa reproduksi:
a. Gangguan haid berdasar lama dan jumlah darah haid
1) Hipermenorea (menoragia), adalah perdarahan haid dengan jumlah
darah yang lebih banyak dan atau lamanya lebih lama dari normal
dari siklus yang teratur.
2) Hipomenorea, adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih
sedikit dan atau lamanya lebih pendek dari normal.
b. Gangguan haid berdasarkan siklus
1) Polimenorea, adalah siklus haid yang lebih pendek yaitu kurang dari
21 hari.
2) Oligomenorea, adalah haid dengan siklus yang lebih panjang yaitu
lebih dari 35 hari.
3) Amenorea, tidak terjadinya haid pada wanita pada kurun waktu
tertentu
c. Gangguan perdarahan diluar siklus haid
1) Menometroragia, adalah perdarahan dalam jumlah banyak yang
berangsung panjang atau terus menerus (Manuaba, 2008)

8
2. Menoragia
a. Definisi
Menoragia adalah perdarahan yang terjadi pada masa
menstruasi dengan jumlah yang banyak dapat disertai gumpalan darah
bahkan disertai dismenorhea (Manuaba, 2008). Sedangkan menurut
Prawirohardjo (2011), menoragia adalah perdarahan haid yang jumlah
total darahnya melebihi 80 ml dalam satu siklus, dan durasi lebih dari 7
hari, untuk frekuensi ganti pembalut dapat lebih dari 2-5 kali dalam
sehari.

b. Etiologi
Penyebab menoragia sangat dipengaruhi kondisi dalam uterus.
Yang berkaitan dengan fibrin dan platelet yang mempengaruhi proses
pembekuan darah. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat gangguan
pembekuan darah, misalnya pada penyakit von Willebrands dan
trombositopenia. Dapat pula disebabkan karena adanya adanya polip,
mioma, dan hiperplasia endometrium. Kondisi yang paling sering
menyebabkan menoragia karena mioma uteri (Wiknjosastro , 2011).
Selebihnya dari tiga kejadian tersebut dapat disebabkan oleh kelainan
endokrinologik (Baziad, 2008). Penyakit lain yang mungkin untuk
menyebabkan terjadinya perdarahan abnormal adalah kelainan ginjal
atau kelainan pada hati (Manuaba, 2008).
Apabila menoragia berlangsung secara terus-menerus dapat
pula disebabkan oleh karena penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR) (Varney, 2010)

c. Patofisiologi
Berdasarkan penyebab yang telah dikemukakan oleh
Wiknjosastro (2011) menoragia pada umunya terjadi akibat adanya
mioma uteri, polip endometrium dan atau hiperplasia endometrium
menyebabkan terganggunya kontraktilitas otot rahim, serta permukaan
endometrium lebih lebar sehingga pembuluh darah membesar serta
beresiko mengalami nekrosis sehingga perdarahan akan terjadi. Dari

9
penjelasan tersebut, patofisiologi menoragia akan dijelaskan dalam
bagan berikut:

Menstruasi

Pengeluaran darah
normal Kelainan fungsi Hati Kelainan sistem Terdapat penyakit
dan Ginjal endokrinologi sistem reproduksi

1. Perubahan dinding
endometrium
2. Vasodilatasi pembuluh
darah endometrium

Pengeluran darah lebih


banyak dan lebih
panjang durasinya

Gambar 2.1 Skema Patofisiologi terrjadinya Menoragia


Sumber : Wiknjosastro (2011)

d. Faktor Risiko
Sebab-sebab yang dapat menyertai terjadinya menoragia
menunjukkan beberapa faktor risiko yang mungkin menurut
Wiknjosastro (2011) yakni :
1) Usia wanita lebih dari 35 tahun
2) Siklus anovulasi
3) Obesitas
4) Nulipara

10
e. Tanda Klinis dan Laboratoris
Menurut Pernol (2009), gejala yang dapat diketahui adalah :
1) Anemia merupakan penemuan laboratorium yang paling sering
terjadi
2) Perdarahan lebih dari 80 ml
3) Menstruasi lebih lama dari normal
4) Dapat disertai gumpalan-gumpalan darah

f. Prognosis
Perdarahan yang terjadi dalam waktu yang relatif lama,
menyebabkan kondisi tubuh banyak kehilangan darah akibatnya terjadi
anemia sampai shock haemoragic.
Pemberian antiinflamasi dan antifibfinolisisdapat menurunkan
sampai menghentikan perdarahan. Menoragia dapat ditangani tanpa
melakukan biopsi endometrium karena dengan siklus yang masih
cenderung normal, belum mengarah pada kondisi keganasan. Namun
perlu dilakukan evaluasi apabila berdarahan lebih dari 7 hari, atau
terapi obat gagal, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sangat
dianjurkan dengan USG transvagina, biobsi endometrium, serta faal
pembekuan darah (Prawirohardjo, 2011)

g. Penatalaksanaan dan Pengobatan


Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk
menangani kasus menoragia adalah sebagai berikut :
1) Penanganan menoragia dilakukan dengan melihat penyebab
perdarahan, apakah disebabkan oleh infeksi, kelainan patologi,
kelainan organik, AKDR, kelainan koagulasi atau penyakit
neoplasia, apabila disebabkan oleh hal-hal tersbut,
penatalaksanaan segera dikolaborasikan dengan dokter Spesialis
(Varney, 2006)
2) Apabila tidak ditemukan adanya kelainan patologi, perdarahan
berkelanjutan dapat dilakukan terapi secara farmakologik. Bidan
dapat memberikan provera 10 mg per oral, 1x1 selama 10 hari,

11
dimulai pada hari ke- 15 atau hari ke- 16. Dan dapat juga diberikan
DepoProvera 150 mg secara IM (Varney, 2006)
3) Apabila perdarahan menoragia terjadi karena kelainan organik
dapat dilakukan tata laksana bedah, yaitu dilatasi dan kuretase,
serta histeroskopi (Norwitz, 2008).

C. Teori Manajemen Kebidanan


1. Manajemen Kebidanan
a. Langkah I (Pengumpulan/Penyajian data dasar secara lengkap)
Data yang dikumpulkan adalah data subyektif dan data obyektif,
meliputi :
1) Data Subyektif
Pada pasien dengan menoragia data subyektif yang diperlukan
meliputi:
a) Identitas (biodata)
Identitas yang dikaji meliputi nama, umur, suku/ bangsa,
alamat, agama, status perkawinan dan pekerjaan pasien beserta
suami (Varney, 2006)
b) Keluhan Utama
Dalam kasus menoragia keluhan utama akan mengarah pada
jumlah perdarahan yang dikeluarkan dalam satu siklus haid
lebih banyak dari biasanya (>80ml) serta lama perdarahan lebih
dari 7 hari (Norwitz, 2008)
c) Riwayat Kebidanan
Riwayat menstruasi pasien dengan menoragia memiliki siklus
menstruasi dengan periode yang teratur serta tidak mengalami
perdarahan diluar siklus menstruasi, namun perdarahan yang
dikeluarkan serta lamanya perdarahan lebih banyak dan lebih
panjang (Tony, 2012 ; Wiknjosastro, 2011)
d) Data Kesehatan
(1) Data Kesehatan Sekarang
Pengkajian data kesehatan sekarang pada ibu didapatkan
perdarahan menstruasi lebih banyak dan durasi lebih
panjang (Varney, 2006)

12
(2) Riwayat Kesehatan yang lalu
Pengkajian yang dilakukan pada ibu didapat apakah ibu
pernah menggunakan AKDR, menderita penyakit pada
uterus, kelainan pembekuan darah, dan kelainan hormon
untuk menegakkan penyebab dari menoragia (Cunningham,
2010)
2) Data Obyektif
Data obyektif yang dikaji meliputi :
a) Pemeriksaan Fisik / Khusus
Pemeriksaan fisik fokus yang dilakukan adalah melakukan
inspeksi pada genetalia eksterna. Hasil dari pemeriksaan adalah
jumlah perdarahan yang dikeluarkan ibu lebih banyak
(Manuaba, 2008). Serta untuk mengetahui adanya kemungkinan
lain seperti infeksi atau adanya keganasan adalah dengan
pemeriksaan ginekologi (Sulistyawati, 2013).
b) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan
USG untuk mengetahui kelainan organik dan kelainan patologi
dan biopsi endometrium untuk mengetahui keganasan dalam
uterus. Pemeriksaan faal darah sebaiknya juga dilakukan
(Wiknjosastro, 2011)
b. Langkah II (Interpretasi data dasar)
1) Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan yang didapat pada kasus ini adalah Ny. S P2A0
umur 34 tahun dengan menoragia.
Subyektif :
a) Ibu mengatakan sedang menstruasi
b) Ibu mengatakan darah yang keluar lebih banyak dari biasanya
c) Ibu mengatakan lama dari menstruasi lebih dari 7 hari
(Norwitz, 2008)
Objektif :

13
a) Inspeksi Genetalia eksterna terlihat adanya pengeluaran darah
lebih
banyak dari menstruasi normal (Manuaba, 2008)
b) Pemeriksaan penunjang dengan dilakukan USG , biopsi
endometrium, dan faal pembekuan darah (Wiknjosastro, 2011)
2) Masalah
Masalah yang terjadi pada kasus menoragia adalah cemas
dan tidak nyaman sampai mengalami pusing, hal ini didapatkan dari
hasil anamnesa (Tony, 2012)
3) Kebutuhan
Untuk memenuhi apa yang menjadi kebutuhan klien pada
kasus menoragia adalah dengan memberikan informasi tentang apa
yang dialami ibu dan memberikan dukungan agartidak terlalu cemas
(Varney, 2006).

c. Langkah III (Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial / Diagnosa


Potensial dan Antisipasi Pananganan)
Diagnosa potensialnya adalah terjadi anemia defisiensi zat
besi.

d. Langkah IV. Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera


Tindakan segera yang harus dilakukan adalah menegakkan
diagnosa medis untuk mengetahui penyebab pasti perdarahan dan
memberikan terapi sesuai (Tony, 2012)

e. Langkah V. Perencanaan Asuhan Yang Menyeluruh


Rencana asuhan yang di perlukan untuk kasus menoragia
meliputi :
1) Berikan informasi tentang keadaan ibu dan hasil pemeriksan
2) Berikan informasi kepada ibu bahwa perdarahan yang dialami oleh
ibu akan ditangani sesuai dengan penyebabnya
3) Motivasi, pendidikan kesehatan dan konseling pada ibu agar tidak
terlalu cemas dengan keadaanya
4) Berikan terapi yang sesuai untuk mengatasi perdarahan;

14
a) Apabila perdarahan disebabkan oleh karena kelainan
patologi dan kelainan organik, dilakukan kuretase
b) Apabila disebabkan karena ketidakseimbangan hormon
diberikan terapi provera dan atau DipoProvera.
c) Anjurkan untuk melakukan kunjungan ulang untuk
mengetahui perdarahan apakah berkurang atau tidak. (Tony,
2012 ; Wiknjosastro, 2011 ; Estika, 2013)

f. Langkah VI (Pelaksanaan langsung Asuhan dengan efisien dan aman)


Pada langkah ke- 6 ini, rencana asuhan yang menyeluruh
seperti yang telah diuraikan pada langkah ke- 5 dilakukan secara efisien
dan aman. Pelaksanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Meskipun
bidan melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penegakkan diagnosa
serta pemberian terapi, bidan tetap memiliki tanggung jawab terhadap
manajemen asuhan klien untuk terlaksananya asuhan yang menyeluruh
(Varney, 2006)

g. Langkah VII (Evaluasi)


Evaluasi yang diharapkan dari asuhan yang telah diberikan
pada klien dengan menoragia adalah sebagai berikut :
1) Perdarahan berkurang atau berhenti serta panjang menstruasi
kembali normal (Baziad, 2008)
2) Tidak terjadi anemia (Estika. 2013)
3) Klien memahami bahwa penanganan selanjutnya akan diberikan
sesuai dengan penyebab dari perdarahan, setelah dilakukanya
pemeriksaan yang menunjang (Tony, 2012 ; Varney, 2006)

3) Data perkembangan (SOAP)


Setelah dilakukannya asuhan kebidanan dengan menggunakan varney,
selanjutnya asuhan yang diberikan untuk mengikuti perkembangan
klien dengan menggunakan SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment,
dan Planning).

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menoragia adalah salah satu dari berbagai macam gangguan pada
menstruasi yang mengganggu perempuan dan disebabkan oleh banyak hal.
Menorrhagia dapat didefinisikan sebagai keluhan kehilangan darah
menstruasi siklik berat selama beberapa siklus menstruasi berturut-turut pada
wanita tahun reproduksi, atau lebih obyektif, kehilangan darah menstruasi
total lebih dari 80 ml per menstruasi (Hallberg et al, 1966).
Menorrhagia, atau perdarahan menstruasi yang berat, merupakan
penyebab penting kesehatan yang buruk pada wanita. Diperkirakan 9 hingga
30 persen wanita usia reproduktif menderita menorrhagia, prevalensi
meningkat seiring usia, dan memuncak tepat sebelum menopause (Society of
Obstetricians and Gynecologists of Canada, 2001; level 9). Menorrhagia
berdampak pada banyak kehidupan wanita, dengan satu dari dua puluh
wanita berusia 30 - 49 tahun dengan menorrhagia berkonsultasi dengan
dokter umum mereka setiap tahun.
Penyebab yang diduga dapat menyebabkan menoragia adalah
abortus, kehamilan ektopik, gangguan hormonal, endometrioris, infeksi,
penggunaan kontrasepsi IUD dan hormonal, dll.

B. Saran
Penyebab pasti dari menoagia belum diketahui. Oleh karena itu,
perlu menjaga hal tersebut terjadi dengan cara memperhatikan input dan
output dari makanan yang dimakan, kegiatan sehari-hari, penggunaan KB
yang dianggap kurang cocok, dan lainnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

EMIS. "Menorrhagia." n.d. 15 November 2018 <patient.co.uk>.


Malaysia, Ministry of Helath. "Management of Menorrhagia." December 2004. Clinical
Practice Guidelines. 15 November 2018.

17

Anda mungkin juga menyukai