Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

Menurut WHO (2018), Remaja adalah penduduk Dalam rentang usia

10-19 tahun ,menurut peraturan mentrri kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014,

remaja adalah penduduk rentang usia 10-18 tahun. Menurut Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana NasionL (BKKBN) Masa remaja

merupakan masa peralihan dari masa anak-anak dan berlangsung biasanya

antara umur 12-21 tahun bagi wanita dan 13-22 bagi pria.

Masa remaja merupakan masa rentang usia 12-26 tahun. Masa remaja

dibagi menjadi 2 yaitu masa remaja awal dan remaja akhir. Anak usia 12-16

tahun dikatakan remaja awal serta usia 17-25 tahun dikatakan masa remaja akhir

(Depkes, R, 2009). Masa remaja juga menjadi masa pubertas. Periode ini

merupakan periode transisi perekembangan antara masa kanak-kanak serta

dewasa. Di masa remaja terjadi kematangan cepat secara fisik,kognitif, sosial

serta emosional. Kematangan fisik ialah suatu perubahan yang terjadi pada

masa remaja, pada perempuan kematangan organ reproduksi ini ditandai adanya

menstruasi ( hockenberry&wilson, 2009)

B. Menstruasi

1. Definisi menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan di uterus yang dimulai kurang lebih

14 hari setelah ovulasi (bobak, 2004). Menstruasi mengacu pada


pengeluaran darah dan sel-sel secara periodik melalui vagina yang berasal

dari dinding rahim wanita. Menstruasi adalah pendarahan secara periodik

dan siklik berasal dari uterus disertai diventasi endometrium (Sarwono,

2007) menstruasi merupakan situasi pelepasan endometrium pada bentuk

serpihan serta perdarahan akibat pengeluaran hormon estrogen serta

progesteron yang turun serta berhenti sebagai akibaatnya terjadi

vasokontriksi pembuluh darah yang segera diikuti vasodilatasi (Manuba,

2009). Menstruasi artinya perdarahan secara periodik dimana darah asal

endometrium yang nekrotik (Kusmiyati, dkk, 2008). Menstruasi merupakan

istilah peluruhan dinding rahim yang terdiri darah dan jaringan tubuh,

kejadian tersebut berlangsung tiap bulan dan ialah suatu proses normal bagi

wanita (Pribakti, 2012).

2. Faktor yang memppengaruhi menstruasi

a. Faktor hormon

Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) disekresi

hipotalamus dan berfungsi mengontrol daur ovari dan uterus. GnRH

menstimulasi pelepasan Follicle-Stimulating Hormone (FSH) serta

Luteinizing Hormone (LH) dari pituitari anterior. Pertumbuhan folikel

diinisiasi FSH , perkembangan lanjut folikel di stimulasi LH. Hormon

FSH dan LH menstimulasi folikel ovari untuk mensekresi estrogen.

Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-

enzim hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan

glikogen dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini


ikut berperan dalam pembangunan endrometrium , khususnya

menggunakan pembentukan stroma pada bagian bawaahnya.

Dipertengahan terjadi ovulasi yang dipicu oleh LH dan seterusnya

mengakibtakan adanya pembentukan korpus luteum. LH menstimulasi

korpus luteum untuk mensekresi estrogen, progesteron,relaksin dan

inhibin (Tortora & Derrickson, 2009). Di pertengahan fase lutheal

sintesis mukopolisakarida terhenti, yang berakibat meningkatkan

permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang telah berkembang

semenjak permulaan fase ploriferasi. Menggunakan lebih poly zat-zat

makanan mengalir ke stroma endometrium menjadi persiapan untuk

implantasi ovum bila terjadi kehamilan . bila tak terjadi kehamilan,

dinding dari endometrium akan luruh karena kadar hormon estrogen dan

progesteron menurun dimana akan menstimulasi pelepasan

prostaglandin yaang menyebabkan kontrakssi arteriol spiral, akibatnya

sel-sel pada endometrium akan kekurangan suplai oksigen serta

akhirnya sel-sel tadi mati dan luruh (Wiknjosastro, dkk 2008).

b. Faktor vaskular

Saat fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vakularisasi

dalam lapisan fungsional endometrium. Di pertumbungan endometrium

ikut tumbuh juga ateri-ateri vena-vena serta kolerasi pada antara

keduanya. Dengan regresi endometrium, muncul tidak aktif dalam vena-

vena serta saluran-saluran yang menghubungkan dengan ateri, dan


akhirnya terjadi nekrosis serta pendarahan dengan pembentukan

hematoma, baik dari ateri dan juga vena (Kusmiran, 2011).

c. Faktor prostaglandin

Endometrium mengandung prostaglandin E2 serta F2.

Menggunakan adanya desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas

dan me nyebabkan kantraksi mimetrium sebagai sutau faktor untuk

terjadinya keluarnya darah saat menstruasi (Kusmiran, 2011).

3. Siklus menstruasi normal

Gambar 2.1 siklus menstruasi normal

Perubahan pada rahim merupakan respon terhadap perubahan

hormonal (heffner, 2008). Rahim terdiri atas tiga lapisan yaitu, perimetrium

(lapisan terluar rahim), miometrium (lapisan otot rahim yang terletak pada

bagian tengah) dan endometrium (lapisan terdalam rahim) (Damayanti, dkk,

2014). Endometrium adalah lapisan yang berperan dalam menstruasi

(Manuba, 2009). Setiap menstruasi ada 4 fase perubahan yang terjadi pada
uterus (Hanifah, 2009). Fase-fase ini merupakan hasil kerjasama yang

sangat terkordinasi antara hipofisis anterior, ovarium serta uterus (bobak,

2004). Fase-fase tersebut merupakan:

a. Fase menstruasi atau deskumasi

Pada fase ini endrometrium terlepas berasal dari dinding uterus

yang disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum

basale . fase ini berlangsung selama 5 hari ( rantang 3-4 hari) . di awal

fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH, menurun atau pada

kadar terendahnya serta kadar FSH meningkat (Dahlan,2010).

b. Fase pasca menstruasi atau fase regenerasi

Pada fase ini terjadi penyembuhan luka akibat lepasnya

endometrium, kondisi ini mulai sejak fase menstruasi terjadi dan

berlangsung selama ± 4 hari (Sukarni & Wahyu, 2013).

c. Fase intermestrum atau fase proliferasi

Fase ini adalah periode pertumbuhan cepat yang berlangsung

sejak ± hari ke 5 ovulasi misalnya hari ke-10 siklus 34 hari , hari ke-15

siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Bagian atas endomtrium secara

lengkap kembali normal dalam ± 4 hari atau menjelang perdarahan

berhenti semenjak waktu tersebut terjadi penebalan 8-10 kali yang

berakhir saat ovulasi, fase intermenstrum atau fase proliferasi

tergantung di stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium

(Djuanda, dkk, 2011). Fase ploriferasi dibagi menjadi 3 yaitu :


1) Fase proliferasi dini, terjadi di hari ke-4 sampai hari ke-7 fase ini

dapat dikenali dari epitel bagian atas yang tipis serta adanya

regenerasi epitel.

2) Fase proliferasi madya, terjadi di hari ke-8 sampai hari ke-10 fase

ini artinya bentuk transisi dan bisa dikenali dari epitel permukaan

yang berbentuk torak yang tinggi.

3) Fase proliferasi akhir berlangsung antara hari ke-11 hingga ke-14

fase ini dapat dikenali dari permukaannya yang tidak rata serta

dijumpai banyaknya mitosis

d. Fase pramenstruasi atau fase sekresi

Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28. Pada fase

ini endometrium kira-kira tebalnya permanen tetapi bentuk kelenjarnya

berubah menjadi panjang berkelok-kelok dan mengeluarkan getah yang

makin lama makin nyata. Bagian dalam sel endometrium ada glikogen

serta kapur yang dibutuhkan sebagai bahan makanan telur yang dibuahi

(Kusmiran, 2011). Fase sekresi dibagi menjadi 2 tahap yaitu : (Suryani,

2011).

1) Fase sekresi dini pada fase ini endometrium lebih tipis dari fase

sebelumnya dikarnakan kehilangan cairan

2) Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar pada endometrium

berkembang serta sebagian berkelok-kelok dan sekeresi mulai

mengeluarkan getah yang mengandung glikogen serta lemak.

Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar akhir


masa ini, stroma endometrium berubah ke arah sel-sel desidua

terutama yang terdapat disekitar pembuluh arterial. Keadaan ini

memudahkan terjadinya nidasi (Hanafiah,2009).

C. Dismenore

1. Definisi dismenore

Dismenore adalah rasa sakit yang dirasakan saat menstruasi sebagai

akibatnya bisa menimbulkan gangguan pada kegiatan sehari-hari (Manuba,

dkk, 2009). Dismenore adalah menstruasi yang terasa sulit ditandai oleh

rasa nyeri seperti kram di abdomen bagian bawah serta terkadang diikuti

oleh sakit kepala, mudah tersinggung,depresi mental tidak enak badan dan

badan merasa lelah (Tiran, 2009). Dismenore artinya kram, nyeri dan

ketidaknyamaanan wanita yaang dirasakan pada saat menstruasi ( Ganong,

2010). Dismenore adalah nyeri selama menstruasi, sampai membuat

pwrwmpuan yang sedang menstruasi tersebu tidak bisa bekerja dan harus

tidur, nyeri ini kadang disertai rasa mual ,sakit kepala ,bahkan sampai

pingsan, gampang marah (Djuanda, 2011).

Penelitian yang dilaksanakan di Sekolah Menengah kejuruan

Muhammadiyah 1 Taman Sidoarjo di tahun 2016 mengungkapkan perihal

jumlah peristiwa dismenore yang terjadi. Penelitian ini memberikan bahwa

hampir seluruh remaja putri mengalami dismenore yaitu dari jumlah 37

responden terdapat 29 (78,4%) remaja putri yang mengalami dismenore.

Karakteristik dismenore dari 29 remaja putri itu yaitu terdapat 51,7%


mengalami dismenore ringan, 34,5% dismenore sedang dan 13,8%

dismenore berat (Hanum dan Nuriyanah, 2016).

Penelitian yang dilakukan di Kelurahan Ploso Kecamatan

Tambaksari Surabaya membagi rentang umur responden menjadi dua yaitu

responden yang berusia 15-25 tahun dan responden berusia 26-35 tahun

dengan presentase masing-masing sebesar 51,3% dan 48,8%. Responden

yang mengalami dismenore primer sebagian besar berusia 15-25 tahun yaitu

sebanyak 36 responden (63,2%), sedangkan responden yang mengalami

dismenore primer dan berada pada rentang usia yang lebih tua (26-35 tahun)

yaitu sebanyak 21 responden (36,8%). Hasil uji statistik dengan

menggunakan uji chi square diperoleh nilai p=0,002 yang menandakan ada

hubungan antara usia dengan dismenore primer (Ammar, 2016).

Dismenore merupakan nyeri menstruasi yang dikarakteristikkan

sebagai nyeri singkat selama menstruasi dan merupakan permasalahan

ginekologis utama yang sering dikeluhkan oleh wanita. Dismenore

berlangsung selama satu atau beberapa hari saat menstruasi yang puncaknya

biasa terjadi pada permulaan menstruasi (Anurogo, 2011). Seperti hasil dari

penelitian ini, sebanyak 15 responden (100%) mengatakan bahwa

dismenore sering muncul hanya pada hari-hari pertama menstruasi dan

peneliti melakukan intervensi akupresur pada hari-hari pertama menstruasi

dimana saat itu mereka sedang merasakan dismenore.

2. Klasifikasi Dismenore Berdasarkan Kelainan


a. Dismenore primer

Merupakan nyeri dismenore yang dihubungkan dengan siklus

menstruasi normal, tanpa dijumpai kelainan pada alat-alat genital yang

nyata (Harel dan Hillard, 2008). Sifat rasa nyeri dismenore primer

adalah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bagian

bawah, tetapi dapat pula menyebar ke daerah pinggang dan paha

(Ramaiah, 2006). Dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu

sekitar usia 2-3 tahun setelah menarche dan mencapai maksimal antara

usia 15-25 tahun. Akan tetapi, dismenore primer juga mengenai sekitar

50-70% wanita yang masih menstruasi (Baradero & Dayrit, 2007).

Dismenore primer biasanya terjadi setelah 6-12 bulan menstruasi yang

pertama, saat siklus menstruasi sudah teratur (Sari, dkk, 2012).

Dismenore primer diduga sebagai akibat dari pembentukan

prostaglandin yang berlebih, yang menyebabkan uterus untuk

berkontraksi secara berlebihan dan juga mengakibatkan vasospasme

enteriolar yang nantinya akan menimbulkan rasa nyeri (Lauralee, 2012).

Pada dismenore primer biasanya timbul pada bulan- bulan atau tahun-

tahun pertama menstruasi dan terjadi pada usia antara 15-25 tahun,

kemudian hilang pada awal 30-an tahun tanpa dijumpai adanya kelainan

pada alat-alat kandungannya (Seller dan Symons, 2012). Nyeri abdomen

dapat dimulai beberapa jam sampai 1 hari keluarnya darah menstruasi,

saat pelepasan endometrium secara maksimal (Lleweyn, 2009). Pada

sebagian wanita, dismenore primer berkurang setelah melahirkan


(Smeltzer, 2002). Ciri-ciri dismenore primer antara lain: (Manuaba,

2008).

1) Sering ditemukan pada usia muda

2) Nyeri sering timbul segera setelah menstruasi

3) Nyeri berupa kram dan tegang pada perut bagian bawah

4) Nyeri sering disertai mual, muntah, diare, kelelahan, pegal pada

paha, nyeri pinggang dan nyeri kepala

5) Pegal pada mulut vagina

6) Nyeri menstruasi timbul sejak sebelum menstruasi dan meningkat

pada hari pertama atau kedua menstruasi

7) Jarang ditemukan kelainan genitalia pada pemeriksaan ginekologis

8) Cepat memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa

b. Dismenore sekunder

Merupakan nyeri dismenore yang disertai kelainan anatomis

genitalis. Tanda-tanda klinik dari dismenore sekunder adalah

endometriosis, radang pelvis, fibroid, adenomiosis, kista ovarium dan

kongesti pelvis (Ramaiah, 2006). Umumnya terjadi pada wanita yang

lebih tua (30-40 tahun) dan dapat disertai dengan gejala yang lain

(dispareunia, kemandulan dan perdarahan yang abnormal) (Smith,

2008). Secara umum, nyeri datang ketika terjadi proses yang mengubah

tekanan di dalam atau di sekitar pelvis, perubahan atau terbatasnya

aliran darah, atau karena iritasi peritoneum pelvis. Proses ini

berkombinasi dengan fisiologi normal dari menstruasi sehingga


menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika gejala ini terjadi pada saat

menstruasi, proses ini menjadi sumber rasa nyeri (Djuanda, 2011). Ciri-

ciri dismenore sekunder antara lain: (Sari, dkk, 2012)

1) Darah keluar dalam jumlah banyak dan kada tidak beraturan

2) Nyeri saat berhubungan seksual

3) Nyeri perut bagian bawah yang muncul di luar waktu menstruasi

4) Nyeri tekan pada panggul

5) Ditemukan adanya cairan yang keluar dari vagina

6) Teraba adanya benjolan pada rahim atau di rongga panggul

3. Fisiologi Dismenore

Dismenore terjadi biasanya pada saat akhir fase lutheal ovarium.

Pada saat korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi dan

implantasi ovum yang dibebaskan selama siklus sebelumnya, menyebabkan

kadar progesteron dan esterogen darah turun drastis. Kedua hormon ini

berhenti menyebabkan lapisan dalam uterus yang kaya akan vaskular dan

nutrien kehilangan hormon-hormon penunjangnya.

Kadar hormon ovarium turun juga merangsang pembebasan suatu

prostaglandin (F2 dan E2) yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh-

pembuluh endometrium, menghambat aliran darah ke

endometrium.penurunan penyaluran oksigen yang terjadi menyebabkan

kematian endometrium, termasuk rusaknya pembuluh darah. Perdarahan

yang terjadi melalui kerusakan pembuluh darah ini membias jaringan

endometrium yang mati ke dalam lumen uterus. Lapisan-lapisan dalam


uterus terlepas selama menstruasi kecuali sebuah lapisan dalam yang tipis

berupa sel epitel dan kelenjar yang menjadi asal regenerasi endometrium

(Lauralee, 2012). Hormon yang juga terlibat dalam dismenore adalah

hormon prostaglandin. Prostaglandin sangat terkait dengan infertilitas pada

wanita, dismenore, hipertensi, preeklamsi-eklamsi, dan anafilaktik syok.

Pada fase menstruasi, prostaglandin meningkatkan respon miometrial yang

menstimulasi hormon oksitosin. Hormon oksitosin ini juga mempunyai sifat

meningkatkan kontraksi uterus. Kontraksi uterus yang terlalu kuat akibat

meningkatnya produksi prostaglandin menyebabkan kram saat menstruasi

atau biasa disebut dismenore (Manuaba, 2009).

Wanita dengan dismenore berat mempunyai kadar prostaglandin

yang lebih tinggi selama masa siklus menstruasi, konsentrasi prostaglandin

tinggi ini terjadi selama 2 hari dari fase menstruasi. Prostaglandin berdifusi

ke dalam jaringan endometrial yang kemudian menstimulus terjadinya

kontraksi otot uterus yang abnormal, menyebabkan iskemia uterus dan

hipoksia jaringan uterus (Prawirohardjo, 2011).

4. Faktor-Faktor yang berkaitan dengan Dismenore Primer

a. Status Gizi

Gizi merupakan makanan yang dapat memenuhi kesehatan, guna

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari

organ-organ, serta menghasilkan energi (Thaniez, 2009). Status gizi

dikatakan baik apabila nutrisi yang diperlukan seperti protein, lemak,

karbohidrat, mineral, vitamin, maupun air didapatkan oleh tubuh sesuai


kebutuhan (Paath, 2008). Status gizi seseorang ditentukan oleh

terpenuhi atau tidaknya kebutuhan akan zat-zat gizi. Cara sederhana

untuk menentukan status gizi dewasa adalah dengan mengukur IMT

(Indeks Masa Tubuh) (Sulistyowati, 2009).

Rumus pengukuran IMT: (Thaniez, 2009) IMT = BB

TBxTB

Keterangan:

IMT : Indeks Masa Tubuh BB : Berat Badan (kg) TB :

Tinggi Badan (m)

IMT KATEGORI

< 18,5 Berat badan kurang

18,5-22,9 Berat badan normal

> 23 Kelebihan berat badan

23-24,9 Beresiko menjadi obesitas

25-29,9 Obesitas I

> 30 Obesitas II

Penelitian yang dilakukan Jang, dkk (2013) manunjukkan bahwa

dismenore terjadi lebih banyak pada remaja wanita yang nilai indeks

maassa tubuhnya tergolong berat badan kurang. Masalah gizi timbul

karena perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara

konstitusi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan (Kristina, 2010).

Status gizi merupakan gambaran secara makro tentang zat gizi tubuh.

Termasuk salah satunya adalah gambaran zat besi, bila status gizi tidak
normal dikhawatirkan status zat besi dalam tubuh juga tidak baik.

Kekurangan zat besi menjadi faktor terjadinya anemia. Faktor konstitusi

seperti anemia, penyakit menahun dapat menurunkan ketahanan

terhadap rasa nyeri (Nugraha, 2008). Sehingga dapat dikatakan bahwa

status gizi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya anemia yang

dapat menyebabkan muncul nyeri saat menstruasi (Kristina, 2010).

b. Umur Menarche

Menarche adalah mentruasi yang pertama terjadi, yang

merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita (Paath, 2008).

Menarche pada umumnya terjadi pada kisaran umur 12-13 tahun

(Proverawati, 2009). Walaupun ada yang lebih cepat sekitar umur 9

tahun dan selambat- lambatnya menarche pada umur 16 tahun. Salah

satu faktor risiko terjadinya dismenore primer adalah menstruasi

pertama pada usia terlalu dini (earlier age at menarche) yaitu usia saat

menstruasi pertama <12 tahun (Sulistyowati, 2009). Hasil penelitian

yang sesuai dengan teori tersebut yaitu seperti penelitian yang dilakukan

pada siswi di SMP N 2 Kartasura Kabupaten Sukoharjo terhadap 69

siswi menunjukkan bahwa banyaknya remaja yang mengalami

dismenore adalah yang cepat usia menarchenya yaitu sebanyak 54

remaja (78,3%) yang mengalami dismenore masuk dalam kategori usia

menarche cepat (< 12 tahun) dan 15 remaja (21,7%) masuk dalam

kategori usia menarche ideal (> 12 tahun) (Putrie, 2014).

c. Psikologis
Ketika psikologis seseorang sedang tidak baik atau sedang stres,

tubuh akan memproduksi hormon adrenalin, esterogen, progesteron

serta prostaglandin yang berlebihan. Esterogen dapat menyebabkan

peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan. Peningkatan kontraksi

berlebihan ini menyebabkan timbul rasa nyeri. Selain itu hormon

adrenalin juga meningkat sehingga menyebabkan otot tubuh tegang

termasuk otot rahim dan dapat menjadikan timbul rasa nyeri saat

menstruasi (Isnaeni, 2010).

d. Prostaglandin

Penelitian pada beberapa tahun terakhir mengatakan bahwa

prostaglandin mempunyai peranan untuk terjadinya dismenore.

Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-

serabut saraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan

kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium

menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi

miometrium yang disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi

aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang

mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika prostaglandin

dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah, maka

selain dismenore timbul pula diare, mual dan muntah (Manuaba, 2009).

5. Karakteristik Dismenore

Berdasarkan derajat nyerinya, dibedakan menjadi 3: (Manuaba, 2008).

a. Dismenore ringan
Dismenore ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu

menstruasi yang berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan,

sembuh hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak mengganggu

aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar tetapi tetap berlokasi di

daerah perut bagian bawah.

b. Dismenore sedang

Dismenore yang bersifat sedang jika wanita tersebut merasakan

nyeri saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di

bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan memerlukan obat

penangkal nyeri, dan hilang setelah mengonsumsi obat anti nyeri,

kadang-kadang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari (Manuaba,

2008).

c. Dismenore berat

Dismenore berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah pada

saat menstruasi dan menyebar ke pinggang atau bagian tubuh lain juga

disertai pusing, sakit kepala, muntah, diare bahkan bisa terjadi pingsan.

Dismenore berat memerlukan istirahat sedemikian lama yang bisa

mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih, dan

memerlukan pengobatan dismenore (Manuaba, 2009). Penelitian

tentang efektivitas akupresur terhadap penurunan nyeri dismenore berat

pernah dilakukan. Hasilnya menunjukkan bahwa dismenore berat dapat

berkurang menjadi dismenore sedang hanya dengan dilakukan


akupresur tanpa mengonsumsi obat-obat farmakologis (Mardiatun,

2013).

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Nyeri

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat nyeri pada individu

adalah sebagai berikut:

1) Usia

Perbedaan perkembangan yang ditemukan di antara kelompok

usia dapat mempengaruhi cara individu bereaksi terhadap nyeri.

Perkembangan individu akan mempengaruhi proses kognitif dalam

mepersepsikan nyeri yang dirasakan. Tingkat perkembangan akan

berbanding lurus dengan pertambahan usia. Semakin meningkat usia

maka toleransi terhadap nyeri pun akan meningkat (Potter & Perry,

2009). Penelitian yang dilakukan di Kelurahan Ploso Kecamatan

Tambaksari Surabaya membagi rentang umur responden menjadi dua

yaitu responden yang berusia 15-25 tahun dan responden berusia 26-

35 tahun dengan presentase masing-masing sebesar 51,3% dan 48,8%.

Responden yang mengalami dismenore primer sebagian besar berusia

15-25 tahun yaitu sebanyak 36 responden (63,2%), sedangkan

responden yang mengalami dismenore primer dan berada pada

rentang usia yang lebih tua (26-35 tahun) yaitu sebanyak 21 responden

(36,8%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square

diperoleh nilai p=0,002 yang menandakan ada hubungan antara usia

dengan dismenore primer (Ammar, 2016).


2) Sosial dan kultural

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu

untuk mengatasi nyeri. Anak bersosialisasi dalam sosial dan kultural

sistem keluarganya. Orangtua mengajarkan kepada anak bagaimana

mengekspresikan dan merespon nyeri, serta bagaimana cara untuk

mengatasi nyeri. Budaya ini yang akan mempengaruhi bagaimana

anak bereaksi dan mengkomunikasikan nyeri (Potter & Perry, 2009).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Hasanah, 2010) bahwa

keluarga dari Suku Minang bersikap terbuka pada setiap

permasalahan anak remaja yang mengalami dismenore. Sehingga hal

ini sangat mempengaruhi persepsi remaja terhadap nyeri, remaja lebih

dapat mengekspresikan apa yang dirasakan dan mampu memilih cara

yang tepat untuk mengatasi dismenore dibandingkan remaja dari Suku

Jawa yang cenderung lebih menutup diri. Penelitian tersebut

menunjukkan perbedaan suku berpengaruh secara signifikan terhadap

intensitas nyeri setelah dilakukan terapi akupresur (p-value=0,033),

namun tidak berpengaruh terhadap kualitas nyeri (p-value=0,170).

3) Perhatian

Tingkat seseorang dalam memfokuskan perhatian pada nyeri

dapat mempengaruhi tingkat nyeri. Perhatian yang meningkat

dikaitkan sengan rasa nyeri yang juga meningkat, sedangkan upaya

pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang

menurun (Le Mone & Burke, 2008).


Keletihan dapat meningkatkan rasa nyeri, sehingga rasa nyeri

semakin intensif dan menurunkan koping individu pada rasa nyeri

tersebut. Nyeri seringkali berkurang setelah individu mengalami

periode istirahat atau tidur yang lelap dibandingkan pada individu

yang beraktivitas kemudian kelelahan (Potter & Perry, 2009).

4) Gaya koping

Nyeri dapat menyebabkan individu tidak mampu melakukan

sebagian aktivitasnya atau keseluruhan. Individu seringkali

menemukan cerbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap

fisik dan psikologis nyeri. Penting bagi tenaga kesehatan termasuk

perawat untuk memahami sumber-sumber koping individu sebagai

kliennya pada saat mengalami nyeri (Potter & Perry, 2009).

5) Dukungan keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada

anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh bantuan,

dukungan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap dirasakan,

kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan rasa kesepian dan

ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, pengalaman nyeri

cenderung membuat individu merasa semakin tertekan. Kehadiran

orangtua sangatlah penting bagi anaknya yang sedang mengalami

nyeri (Potter & Perry, 2009).

e. Skala Pengukuran Nyeri

1) Oucher Pain Assesment Tool


Alat ukur nyeri ini dapat digunakan pada anak usia 4-12

tahun. Alat ukur ini menggunakan 6 skala wajah yang dapat

menggambarkan tingkat nyeri yang dirasakan.

2) APPT (Adolescent Pediatric Pain Tool)

Alat ini menggunakan gambaran body image untuk

mengidentifikasi nyeri. Terdiri dari daftar kata yang dapat digunakan

untuk mendeskripsikan kualitas nyeri yang dirasakan, dapat

digunakan pada anak usia 8-17 tahun.

3) Numeric Rating Scale

Skala ini menggunakan nomor (0-10 atau 0-100) untuk

menggambarkan peningkatan nyeri. Alat ukur ini dapat digunakan

pada anak yang sudah mulai mengenal angka.

4) Visual Analogue Scale (VAS)

Merupakan alat untuk menggambarkan nyeri yang

menggunakan angka sebagai perbandingan, yang dimulai dari angka

0 hingga 10 (Potts & Mandleco, 2007). Skala ini biasanya

menggunakan garis yang berukuran 10 cm, dimana ujung yang

satunya menggambarkan kondisi tidak dirasakannya nyeri dan ujung

yang satunya lagi menggambarkan nyeri yang sangat berat (James &

Ashwill, 2007).

f. Dampak Dismenore

Dismenore yang berat seringkali menjadi alasan bagi wanita

untuk mencari bantuan tenaga kesehatan. Karena jika tidak ditangani,


dismenore berdampak pada ketidakhadiran di tempat kerja dan di

sekolah sehingga dapat mempengaruhi kehidupan seseorang termasuk

pada aspek ekonomi (Ganong, 2010). Dismenore berat dapat

menyebabkan kerugian produktifitas sebanyak 600 juta jam kerja dan 2

milyar dolar setiap tahun (Coco, 1999).

Hasil dari sebuah penelitian, dari total responden remaja putri

yang bersekolah sebanyak 35% mengatakan biasanya mereka tidak

berangkat sekolah ketika dismenore, 5% mengatakan walaupun datang

ke sekolah tetapi mereka tidak dapat berkonsetrasi untuk belajar dan

memilih tidur di dalam kelas (Sharma et al, 2008). Penelitian yang

dilakukan pada sisiwi kelas XI SMA Negeri 52 Jakarta pada tahun 2017

menjelaskan tentang pengaruh dismenore terhadap aktivitas belajar.

Hasil dari penelitian tersebut, dari 101 siswi yang pernah mengalami

nyeri menstruasi (dismenore) sebanyak 93 siswi menyatakan bahwa

aktivitas belajar menjadi terganggu (92%) dan sebanyak 8 siswi

menyatakan bahwa aktivitas belajar tidak terganggu (8%) (Putri, 2017).

Penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dismenore pada remaja

harus dapat ditangani dengan tindakan yang tepat untuk menghindari

dampak negatif yang akan timbul.

g. Penatalaksanaan Dismenore

Pedoman penatalaksanaan nyeri secara umum dapat

menggunakan pain ladder for cancer dari WHO 2014. Penatalaksanaan

nyeri pada pain ladder dapat menjadi pedoman yang dapat diadopsi
untuk penatalaksanaan nyeri lainnya (Schaffer, 2010). Pain ladder yang

digunakan WHO 2014 membagi nyeri menjadi tiga tingkatan beserta

intervensinya yaitu nyeri ringan, sedang, dan berat. Nyeri dikatakan

ringan apabila memiliki skala nyeri satu sampai tiga. Nyeri dikatakan

sedang tingkatannya apabila memiliki skala nyeri antara empat sampai

enam. Nyeri dikatakan berat apabila memiliki skala nyeri tujuh sampai

sepuluh dari skala nyeri (Rich, 2008). Penatalaksanaan dismenore dapat

dilakukan dengan dua jenis terapi, yaitu terapi farmakologis dan terapi

non-farmakologis:

1) Penatalaksanaan Farmakologis

Terapi farmakologis untuk mengatasi dismenore biasanya

menggunakan obat-obat sejenis prostaglandin inhibitor yaitu dengan

Non Steroid Anti-Inflamation Drugs (NSAID) yang menghambat

produksi dan kerja prostaglandin (Hockenbery, 2009). Contoh obat

dari golongan NSAID antara lain aspirin, ibuprofen, naproxen

sodium, dan ketoprofen. Pengobatan dapat diberikan sebelum

menstruasi mulai satu sampai tiga hari sebelum menstruasi dan dapat

pada hari pertama menstruasi (Tamsuri, 2007). Penanganan

dismenore bisa dilakukan dengan terapi hormonal (Laila, 2009).

Pemakaian kontrasepsi hormonal dilaporkan juga dapat mengurangi

nyeri menstruasi. Pemberian vitamin B1, Magnesium, Vitamin E,

juga menunjukkan efek yang dapat mengurangi nyeri menstruasi

(Cunningham, 2008). Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi,


bersifat sementara untuk membuktikan bahwa gangguan benar-benar

dismenore primer. Tujuan ini dapat dicapai dengan memberikan

salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi (Calis, 2011). Dilatasi

kanalis servikalis dapat memberikan keringanan karena dapat

memudahkan pengeluaran darah menstruasi dengan prostaglandin di

dalamnya. Neurektomi prasakral (pemotongan urat saraf sensorik

antara uterus dan susunan saraf pusat) ditambah dengan neurektomi

ovarial (pemotongan urat saraf sensorik pada diligamentum

infundibulum) merupakan tindakan terakhir, apabila usaha-usaha

lainnya gagal (Calis, 2011).

2) Penatalaksanaan non-farmakologis

Penanganan dismenore dapat dilakukan dengan terapi non-

farmakologis (Deasylawati, 2010). Dapat dilakukan dengan cara

mengompres air hangat, minum minuman hangat, minum air putih,

mandi dengan air hangat (Laila, 2011), dengan istirahat yang cukup,

tidur dengan baik (Olivia, 2013), serta berolahraga secara teratur dan

melakukan pemijatan (Proverawati, 2009). Pijatan yang ringan

dengan cara penekanan memutar menggunakan jari telunjuk pada

titik-titik tertentu dapat membantu mengurangi rasa nyeri (Thaniez,

2009). Relaksasi, terapi panas, senam merupakan beberapa terapi

non- farmakologis yang dapat digunakan untuk menangani nyeri

(Istiqomah, 2009), termasuk akupunktur, pemakaian herbal serta

akupresur (Smith, 2009). Pengobatan herbal untuk mengatasi nyeri


menstruasi bisa dilakukan dengan mengonsumsi jamu. Jamu yang

sering digunakan banyak mengandung simplisia yang dapat

diperoleh dari bumbu dapur seperti kunyit, buah asam, serta kayu

manis. Simplisia berguna untuk anti nyeri, anti radang, serta anti

spasmodik (kejang otot) (Wijayakusuma, 2008). Terapi

komplementer dapat bekerja dengan efek analgetik langsung, seperti

akupunktur, bekam, dan akupresur. Terapi-terapi itu menghasilkan

efek anti inflamasi (seperti obat-obatan herbal), atau distraksi (seperti

terapi musik) yang dapat memepengaruhi persepsi nyeri,

menimbulkan relaksasi, meningkatkan kualitas tidur serta

mengurangi tingkat kecemasan (Barrie, 2010).

D. Akupresur

1. Pengertian Akupresur

Akupresur merupakan bagian dari pengobatan tradisional Cina

(Traditional Chinese Medicine) (Ody, 2008). Ilmu akupresur berasal dari

Tionghoa yang sudah ada sejak lebih dari 500 tahun yang lalu (Aprilia,

2010). Teknik akupresur juga kemudian berevolusi menjadi banyak macam

gaya dengan beragam nama, antara lain G-Jo, Jin Shin Do, Wushu, dan Do-

In (Ody, 2008). Akupresur adalah teknik tekan jari (Ody, 2008). Akupresur

merupakan cara pijat berdasarkan ilmu akupunktur atau bisa juga disebut

akupunktur tanpa jarum (Sukanta, 2008). Pemijatan dilakukan pada titik

akupunktur di bagian tubuh tertentu untuk menghilangkan keluhan atau

penyakit yang diderita (Sukanta, 2008). Akupresur juga dapat digunakan


untuk mencegah penyakit (Ody, 2008).

Tujuan akupresur untuk merangsang kemampuan alami

menyembuhkan diri sendiri dengan cara mengembalikan keseimbangan

energi positif tubuh (Fengge, 2012). Akupresur dapat menurunkan rasa

nyeri saat menstruasi (Widyaningrum, 2013). Akupresur aman untuk

dilakukan sendiri walaupun belum pernah melakukan sebelumnya, asalkan

mengikuti petunjuk yang ada. Akupresur tidak menimbulkan bahaya karena

tidak menggunakan bahan kimia, sehingga diyakini tidak terdapat efek

negatif (Turana, 2004).

Penelitian terkait efektivitas akupresur terhadap dismenore pada remaja

putri pernah dilakukan di Pekanbaru. Penelitian tersebut bertujuan untuk

melihat efektifitas penekanan pada titik Hoku/he-qu (L14) dan pada titik

Neiguan (PC6). Dari hasil uji statistik terhadap intensitas nyeri diperoleh

nilai p (0,007) sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan

antara rata-rata intensitas nyeri pada remaja putri setelah terapi akupresur

pada kelompok intervensi (Julianti, dkk, 2014).

2. Teori Akupresur

Teori yang mendasari akupresur adalah Taoisme. Teori yang

menyatakan bahwa kehidupan jagad raya atau makhluk hidup termasuk

manusia terdiri dari 2 unsur utama, yaitu Yin dan Yang. Manusia sehat

memiliki unsur Yin dan Yang yang relatif simbang. Jika dominan salah satu

dari keduanya, maka kesehatan akan terganggu. Keseimbangan Yin dan


Yang dapat diperoleh dengan bantuan akupresur (Sukanta, 2008).

Contoh dari unsur Yin antara lain perempuan, bulan, bagian bawah,

kondisi lemah dan keadaan gelap/bayangan. Dalam tubuh manusia, unsur

Yin adalah dada, perut, permukaan tubuh bagian dalam, cairan kotor, fisik

dan organ padat. Sedangkan dalam hal gejala penyakit, Yin adalah penyakit

kronis, penderitanya tenang, tubuhnya dingin, lembab, lemas, pucat, nadi

lambat, lemah dan tenggelam, selaput lidah putih, otot lidah layu, basah,

gemuk dan perjalanan penyakit regresif (Sukanta, 2008).

Contoh dari unsur Yang adalah laki-laki, matahari, bagian atas,

kondisi kuat dan keadaan terang/panas. Dalam tubuh manusia, unsur Yang

adalah punggung, pinggul, permukaan tubuh bagian luar, cairan bersih,

psikis/mental, organ berongga. Sedangkan dalam hal gejala penyakit, Yang

adalah penyakit akut, penderitanya selalu gelisah, tubuhnya panas dan

kering, nadi kuat, cepat, otot lidah kaku, selaputnya kuning kotor, serta

perjalanannya progresif (Sukanta, 2008).

3. Cara Kerja Akupresur

Ketika dilakukan pijatan pada titik-titik akupresur, sistem syaraf

akan menginstruksikan sistem endokrin untuk melepaskan sejumlah

endorphin sesuai kebutuhan tubuh yang mampu menghadirkan rasa rileks

pada tubuh secara alami, memblok reseptor nyeri ke otak (Aprilia, 2010).

Demikian karena syaraf sangat sensitif terhadap nyeri dan rangsangan dari
luar termasuk ketika ada penekanan pada titik-titik akupresur. Endorphin

merupakan molekul-molekul peptid atau protein yang dibuat dari zat yang

disebut beta-lipoptropin yang ditemukan pada kelenjar pituitary.

Endorphin mengontrol aktivitas kelenjar-kelenjar endokrin tempat

molekul tersebut tersimpan (Aprilia, 2010). Selain itu endorphin dapat

mempengaruhi daerah-daerah pengindra nyeri di otak dengan cara yang

serupa dengan obat-obat opiat seperti morfin. Endorphin merupakan

pembunuh rasa nyeri yang dapat dihasilkan sendiri oleh tubuh dengan salah

satu caranya adalah dilakukannya akupresur (Ody, 2008).

4. Komponen Dasar Akupresur

Komponen-komponen yang menjadi dasar akupresur antara lain:

a. Qi/Chi atau Energi Vital

Di dalam tubuh mengalir energi vital untuk kelangsungan hidup.

Zat sumber kehidupan ini dalam akupunktur dikenal dengn chi sie. Chi

atau Qi adalah energi dan Sie disamakan dengan darah. Kualitas energi

seseorang dipengaruhi oleh makanan, minuman, lingkungan dan yang

bersifat herediter. Pembentukan energi sangat tergantung pada kondisi

organ di dalam tubuh (Sukanta, 2008). Chi secara normal mengalir pada

jalur spesifik pada tubuh yang dikenal dengan meridian tubuh. Saat Chi

mengalir dengan lancar di sepanjang meridian, maka seseorang akan

tetap sehat. Sebaliknya jika ada sumbatan, maka seseorang akan sakit.

Akupresur dengan melakukan penekanan ataupun pijatan titik-titik

tertentu pada meridian tubuh dapat melancarkan aliran Chi pada organ
spesifik tersebut dan organ lain yang berada di bawah kontrol garis

meridian tersebut (Gottlieb, 2008).

b. Sistem Meridian dan Lintasannya

Di dalam tubuh, selain mengalir sistem peredaran darah, sistem

syaraf dan sistem getah bening, terdapat juga sisitem meridian. Meridian

berfungsi sebagai tempat mengalirnya energi vital, penghubung bolak-

balik antar organ, bagian-bagian dan jaringan tubuh, panca indra, tempat

masuk dan keluarnya penyebab penyakit serta tempat rangsangan

penyembuhan. Melalui sistem meridian ini energi vital dapat diarahkan

ke organ atau bagian tubuh yang sedang mengalami gangguan

(Sukanta, 2008). Dari sekian banyak meridian, yang biasa dipakai adalah

12 meridian umum dan 2 meridian istimewa, yaitu meridian paru

(Lung/LU), lambung/perut (Stomach/ST), limpa (Spleen/SP), jantung

(Heart/HT), usus besar (Large Intestine/LI), usus kecil (Small

Intestine/SI), kantong kemih (Blaadder/BL), ginjal (kidney/KI), selaput

jantung (pericardium/PC), Triple Warmer (TW/Sanjio/SJ), kantong

empedu (Gall Bladder/GB), hati (Liver/LR/LU), Tu/Du (Governing

Vessel/GV) dan Ren (Conception Vessel/CV) (Alamsyah, 2009).

Meridian-meridian tersebut saling terkait dan saling berhubungan satu

dengan yang lainnya (Sukanta, 2008). Pada penelitian ini akan dilakukan

penekanan pada titik akupresur Sacral Point yang berada pada meridian

kandung kemih (Bladder/BL). Adapun aliran meridian kandung kemih

dimulai dari sudut medial mata, naik menyusuri dahi, kepala, sampai di
leher belakang, bercabang dua, turun sejajar menyusuri punggung,

pinggang, panggul, paha belakang, kemudian bersatu menyusuri betis,

lalu sisi lateral kaki, dan berakhir pada pangkal kuku jari kaki kelima sisi

lateral.

c. Titik Akupresur

Terdapat ratusan titik akupresur pada permukaan tubuh. Titik ini

adalah tempat terakumulasinya (berkumpulnya) energi vital. Semua titik-

titik tersebut dapat digunakan sebagai titik diagnosis maupun titik terapi.

Menurut fungsinya, ada tiga jenis titik akupresur:

Titik tubuh atau titik umum. Titik ini adalah titik

1) akupunktur yang berada di sepanjang meridian. Titik ini langsung

berhubungan dengan organ dan daerah lintasan meridiannya.

2) Titik istimewa, adalah titik yang berada di luar lintasan meridian dan

mempunyai fungsi khusus.

3) Titik nyeri, adalah titik yang terdapat di daerah keluhan. Kalau

ditekan selalu terasa nyeri dan fungsinya hanya simptomatis, sebagai

penghilang rasa nyeri.

5. Teknik Perangsangan Titik Akupresur

Untuk menentukan lokasi titik pemijatan yang benar ada beberapa

cara yang dapat dilakukan (Sukanta, 2008), antara lain:

a. Menggunakan tanda anatomis tubuh, seperti benjolan-benjolan tulang,

garis siku atau garis telapak tangan, puting susu, batas rambut, kerutan

lipatan tangan dan sebagainya.


b. Pembagian sama rata, dimana suatu bagian tubuh tertentu dibagi sama

rata untuk mendapat titik yang tepat.

c. Dengan menggunakan pedoman lebar jari. Misalnya satu jempol sama

dengan 1 cun, lebar jari telunjuk dan jari tengah sama dengan 1,5 cun,

dan lebar 4 jari sama dengan 3 cun

Tiap pemijatan dapat mengakibatkan hal-hal berikut (Sukanta, 2008):

a. Melemahkan

Untuk mendapatkan efek yang melemahkan, pijatan dilakukan

lebih dari 30-50 kali (pijatan standar 30 kali atau selama 2 menit) atau

dengan memijat melawan arah meridian atau pijatan berlawanan dengan

arah jarum jam.

b. Menguatkan

Efek menguatkan diperoleh dengan cara memijat 10-30 kali atau

dengan memijat mengikuti arah jarum jam atau searah jalur meridian.

c. Netral (disesuaikan dengan kebutuhan)

Untuk memperoleh efek netral cukup dengan melakukan

pemijatan pada titik yang dimaksud sebanyak 30 kali.

6. Titik-Titik untuk Mengatasi Dismenore

a. Titik Sakral

Titik ini terletak di atas sakrum dapat diidentifikasi pada area

punggung bagian bawah dan tulang ekor. Titik ini sangat bermanfaat
untuk mengurangi nyeri/kram pada saat menstruasi.

b. Titik Fushe (L13)

Titik ini terletak hampir dua cun di atas bagian tengah

selangkangan, di dalam tepi bawah tulang pelvik. Tekanan di sini dapat

melegakan tegangan apapun di daerah abdominal, termasuk kram pada

saat menstrusi (Ody, 2008).

c. Titik Sanyinjiao (SP6)

Titik ini terletak sekitar tiga cun di atas tulang pergelangan kaki,

tepat di ujung tulang kering (Ody, 2008). Dapat mengurangi dismenore

dan dapat dilakukan sendiri oleh responden, karena mudah untuk

diidentifikasi.

d. Titik Qihai (CV6)

Titik ini terletak pada satu setengah cun di bawah pusat pada

garis tengah abdomen. Titik ini dapat membantu masalah menyertai

menstruasi, dapat dilakukan dengan memberikan tekanan yang

melingkar dan memutar (Ody, 2008).

e. Titik Ho-Ku/Hegu (L14)

Titik ini terletak pada daerah “selaput” di antara ibu jari dan jari

telunjuk. Penekanan pada titik ini dapat meredakan nyeri umum yang

dirasakan.

f. Titik akupresur aurekular (pada telinga) yaitu dengan penekanan pada

titik liver (CO12), ginjal (CO10), dan endokrin (CO18) (Wang et al,

2009).
g. Titik Taichong/Daichong (LR3/LV3)

Penekanan pada titik ini bertujuan menghilangkan stagnasi pada

pembuluh darah dan meridian, selain itu penekanan pada titik ini dapat

memberikan asupan tenaga bagi tubuh (Alamsyah, 2009).

Gambar 2.2 titik pijat akupresur

1) Tahap Orientasi:

a) Berikan salam, panggil klien dengan nama kesukaannya.

b) Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat.

c) Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien dan

keluarga.

d) Berikan kesempatan kepada klien atau keluarga untuk bertanya

sebelum dilakukan terapi akupresur.


2) Tahap Kerja:

a) Jaga privasi klien dengan menutup tirai.

b) Atur posisi klien dengan memposisikan klien pada posisi

terlentang (supinasi), duduk, duduk dengan tangan betumpu di

meja, berbaring miring, atau tengkurap dan berikan alas.

c) Bantu melepaskan pakaian klien atau aksesoris yang dapat

menghambat tindakan akupresur yang akan dilakukan, jika

perlu.

d) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan jika perlu.

e) Cari titik-titik rangsangan yang ada di tubuh, menekannya

hingga masuk ke sistem saraf. Bila penerapan akupuntur

memakai jarum, akupresur hanya memakai gerakan dan tekanan

jari, yaitu jenis tekan putar, tekan titik, dan tekan lurus.

f) Kemudian lakukan penekanan pada 12 titik atau jalur meridian

utama tubuh dan 2 titik meridian tubuh tambahan. Meridian

tubuh adalah saluran untuk menyebarkan chi (energi vital) ke

seluruh tubuh.

g) Penekanan dilakukan sekitar 10-15 menit atau sampai rasa

sakitnya mulai berkurang.

3) Tahap Terminasi:

a) Jelaskan pada klien bahwa terapi sudah selesai dilakukan.

b) Kaji respon klien setelah dilakukan terapi (Merrybets, 2008).

c) Berikan reinforcement positif kepada klien.


d) Rapikan pakaian klien dan kembalikan ke posisi yang nyaman.

e) Rapikan alat-alat.
E. Kerangka Teori

Remaja

menstruasi

Farmakologi Non farmakologi


dismenore
Obat-obatan Akupresure
Yoga

akupresure

Penurunan intesitas
nyeri

Gambar 2.3 kerangka teori

Dimodifikasi dari (Oddy, 2008 ; Hockenberry & Wilson, 2009 ; Potter & Perry, 2009
Hasanah 2010)
F. Kerangka konsep

Berdasarkankerangka teori diatas maka penelitian membuat suatu

kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut

Penurunan intesitas
akupresure
nyeri dismenore

Gambar 2.4 kerangka konsep

G. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan sementara pada penelitian yang harus diuji

kebenarannya

1. H1= Terapi Akupresur efektif menurunkan dismenore primer

2. H2= Terapi Akupresur tidak efektif menurunkan dismenore primer


37

Anda mungkin juga menyukai