Anda di halaman 1dari 16

7

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan tentang tinjauan pustaka yang melandasi penelitian ini,

meliputi : konsep menstruasi, factor-faktor yang mempengaruhi siklus

menstruasi, konsep remaja, kerangka teori dan penelitian terkait.

2.1 Menstruasi

2.1.1 Definisi Menstruasi

Siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal dimulainya menstruasi yang

lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Siklus menstruasi dikatakan

normal jika jarak antara hari pertama keluarnya darah dan hari pertama

menstruasi selanjutnya terjadi dengan selang waktu 21-35 hari (Liza,

Aritonang & Siswati, 2013).

Menstruasi adalah situasi pelepasan endometrium dalam bentuk serpihan

dan perdarahan akibat pengeluaran hormon estrogen dan progesteron

yang turun dan berhenti sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah

yang segera diikuti vasodilatasi (Manuaba, 2009).

Menstruasi adalah pelepasan dinding endometrium yang disertai dengan

pendarahan yang terjadi secara berulang setiap bulannya kecuali pada

saat kehamilan (Aulia, 2009).

7
8

2.1.2 Fisiologi Menstruasi

Menarche adalah menstruasi pertama yang biasanya terjadi pada perempuan

usia 12-13 tahun dalam rentang usia 10-16 tahun. Cepat atau lambatnya

kematangan seksual meliputi menstruasi dan kematangan fisik individual.

Dalam keadaan normal menarche diawali dengan periode pematangan yang

dapat memakan waktu 2 tahun (Waryana, 2010).

Kejadian menstruasi dipengaruhi beberapa faktor yang mempunyai sistem

tersendiri yaitu sistem susunan saraf pusat dengan panca inderanya, sisitem

hormonal aksis hipotalamo-hipofisis-ovarial, perubahan yang tejadi pada

ovarium, perubahan yang terjadi pada uterus sebagai organ akhir, dan

rangsangan estrogen dan progesterone langsung pada hipotalamus, dan melalui

perubahan emosi (Manuaba, 2009).

Selain estrogen dan progesteron, hormon-hormon yang berpengaruh terhadap

terjadinya proses menstruasi yaitu, hormone perangsang folikel (FSH),

berfungsi merangsang folikel primordial yang dalam perjalanannya

mengeluarkan hormon estrogen untuk pertumbuhan tanda seks sekunder

wanita, Lueteinizing Hormon (LH) berfungsi merangsang indung telur

(Proverawati, 2009).

Proses menstruasi diawali dengan ovulasi (pelepasan sel telur) yang ditandai

dengan peningkatan produksi estrogen, menyebabkan menebalnya dinding

dalam rahim (fase proliferasi). Estrogen tersebut menekan hormon FSH tetapi

juga merangsang LH, sehingga LH merangsang folikel De Graaf melepas sel

telur. Sel telur ditangkap oleh rumbai falopii dan dibungkus oleh korona
9

radiate. Folikel Graaf yang mengalami ovulasi berubah menjadi korpus rubrum

dan segera menjadi korpus luteum dan mengeluarkan hormone estrogen juga

progesterone. Estrogen menyebabkan endometrium atau dinding dalam rahim

menebal dan mengalami fase sekresi, dimana pembuluh darah dominan

mengeluarkan cairan. Karena tidak terjadi pembuahan, korpus luteum mati

menyebabkan tidak mampu menahan endometrium, oleh karena estrogen dan

progesterone berkurang sampai menghilang (fase vasokonstriksi atau

pengerutan pembuluh darah). Akhirnya endometrium kekurangan aliran darah

diikuti vasodilatasi (penebalan pembuluh darah) dan pelepasan atau peluruhan

endometrium berupa darah dalam bentuk menstruasi (Chandranita, 2009).

2.1.3 Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu

dengan mulainya menstruasi berikutnya. Hari pertama terjadinya perdarahan

yaitu sebagai awal setiap siklus menstruasi (hari ke1). Siklus berakhir tepat

sebelum siklus menstruasi berikutnya. Siklus menstruasi berkisar antara 21-40

hari. Hanya 10-15% wanita yang memiliki siklus 28 hari (Annia Kissanti,

2008). Umumnya siklus menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hari

(adapula setiap 21 hari dan 30 hari), menstruasi mempunyai kisaran waktu tiap

siklus sekitar 28- 35 hari setiap bulannya (Proverawati, 2009).


10

Menurut Kusmiyati, dkk (2008), fase-fase dalam siklus menstruasi ada 4 fase,

yaitu:

a. Fase Proliferasi

Pada fase proliferasi hormon estrogen sangat berpengaruh terhadap

perubahan endometrium. Dibawah pengaruh hormon estrogen,

endometrium akan mengalami proliferasi (epitel mengalami regenerasi,

kelenjar memanjang dan jaringan ikat bertambah padat). Pada masa ini

endometrium tumbuh menjadi tebal kira-kira 3,5 mm. Fase ini berlangsung

kira-kira dari hari ke-5 sampai ke-14 dari pertama haid.

b. Fase Sekresi

Pada fase ini hormon yang berpengaruh adalah hormone progesteron maka

menyebabkan keadaan endometrium tetap tebalnya tapi bentuk kelenjar

berubah menjadi panjang dan berliku, membesar, melebar, berkelok-kelok

dan banyak mengeluarkan getah. Dalam endometrium sudah tertimbun

glikogen dan kapur yang akan diperlukan sebagai makanan untuk telur.

Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28.

c. Fase Pramenstruasi (fase iskemia)

Fase ini terjadi bila telur tidak dibuahi. Fase ini berlangsung kurang lebih

2-3 hari sebelum menstruasi. Gambaran yang terjadi pada fase ini adalah

korpus luteum berdegenerasi, ini menjadikan produksi estrogen dan

progesterone menurun dan pengkerutan lapisan fungsional endometrium

akibat perubahan-perubahan pada vaskular. Vasokonstriksi arteri spiralis

(coiled artery) terjadi 4-2 jam sebelum menstruasi, dengan akibat bagian
11

luar atau atas endometrium mengalami atropi dan mengkerut. Setelah

beberapa waktu, arteri yang mengkerut ini mengalami dilatasi sehingga

bagian-bagian yang nekrosis terlepas berupa darah menstruasi.

d. Fase Menstruasi

Menstruasi terjadi sekitar 14 hari sesudah ovulasi pada siklus 28 hari.

Darah menstruasi sebagian besar berasal dari darah arterial meskipun dapat

juga berasal dari darah venosa. Pada permulaan akan terjadi robekan-

robekan pada arteri spiralis sehingga terjadi hematoma. Akibatnya

endometrium bagian atas atau luar menjadi menggelembung dan robek,

akhirnya lepas.

2.1.4 Gangguan Pada Siklus Menstruasi

Menurut Kusmiran, (2011) mengatakan gangguan pada siklus menstruasi dibagi

menjadi :

a. Polimenorea

Polimenorea adalah panjang siklus menstruasi yang memendek dari panjang

siklus menstruasi yang normal yaitu kurang dari 21 hari persiklusnya,

sementara volume perdarahannya kurang lebih sama atau lebih banyak dari

volume perdarahan menstruasi biasanya.

b. Oligomenorea

Oligomenorea adalah panjang siklus menstruasi yang memanjang dari panjang

siklus normalnya, yaitu lebih dari 35 hari persiklusnya. Volume perdarahan

umumnya lebih sedikit dari volume perdarahan menstruasi biasanya. Siklus


12

menstruasi biasanya juga bersifat ovulatoar dengan fase proliferasi yang lebih

panjang di banding fase proliferasi siklus menstruasi klasik.

c. Amenorea

Amenorea adalah panjang siklus menstruasi yang memanjang dari panjang

siklus menstruasi normalnya (oligomenorea) atau tidak terjadi perdarahan

menstruasi minimal 3 bulan berturut-turut. Amenorea dibedakan menjadi dua

jenis :

1) Amenorea primer

Amenorea primer tidak terjadinya menstruasi sekalipun pada perempuan.

2) Amenorea sekunder

Amenorea sekunder yaitu tidak terjadinya haid yang diselingi dengan

perdarahan menstruasi sesekali pada perempuan yang mengalami

amenorea.

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi menurut Kusmiran

(2011), yaitu :

a. Stres

Stres menyebabkan resiko seorang wanita mengalami gangguan siklus

menstruasi dua kali lebih besar dibandingkan yang tidak stress. Stres

menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya system persyarafan

dalam hipotalamus melalui perubahan prolaktin atau endogenous opiat yang

dapat memengaruhi elevasi kortikol basal dan menurunkan hormon lutein (LH)

yang menyebabkan amenorrhea. Fluktuasi hormonal FSH dan LH terjadi


13

akibat stress menyebabkan peningkatan kadar hormon Corticotropin Releasing

Hormone (CRH) dan Glucocorticoid sehingga menghambat sekresi

Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) oleh hipotalamus sehingga

menyebabkan pemanjangan atau pemendekan siklus menstruasi.

b. Aktivitas fisik

Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat mempengaruhi kerja

hipotalamus yang akan mempengaruhi hormon menstruasi sehingga dapat

membatasi siklus menstruasi. Aktifitas fisik dengan intensitas dan frekuensi

tinggi meningkatkan resiko wanita untuk mengalami gangguan menstruasi

sebaliknya aktifitas fisik dengan intensitas sedang dapat menurunkan resiko

gangguan menstruasi.

Aktivitas fisik dengan intensitas tinggi berhubungan dengan kejadian

amenorea, oligomenorea, pemendekan fase luteal, dan anovulasi melalui

mekanisme terganggunya aksis hipotalamus, pituitari, dan adrenal (HPA). Hal

tersebut terjadi akibat supresi GnRH yang diakibatkan olahraga intensitas tinggi

sehingga sekresi FSH dan LH menjadi berkurang yang menyebabkan menarke

dapat tertunda dan gangguan siklus menstruasi.

c. Status gizi

Status gizi dilihat dari obesitas, underweight, atau status gizi normal

dipengaruhi oleh persen lemak tubuh. Hal tersebut berpengaruh terhadap

tingkat sekresi dan keseimbangan hormon reproduksi yang mengatur

menstruasi. Status gizi yang tidak normal akan menyebabkan sistem


14

metabolisme dalam tubuh bekerja dengan tidak baik dan risiko terjadi

gangguan siklus menstruasi dan gangguan lamanya menstruasi akibat

penurunan fungsi reproduksi.

Obesitas memiliki persentasi lemak tubuh yang tinggi yang merupakan bahan

dasar dalam pembentukan hormon estrogen. Cadangan lemak yang tinggi akan

meningkatkan aromatisasi androgen menjadi estrogen pada sel- sel granulosa

dan jaringan lemak sehingga kadar estrogen menjadi tinggi. Estrogen kadar

tinggi menyebabkan umpan balik terhadap FSH menjadi terganggu sehingga

tidak mencapai kadar puncak dan menggangu pertumbuhan folikel sehingga

menyebabkan pemanjangan dari siklus menstruasi.

Penurunan berat badan akut dapat menyebabkan gangguan pada fungsi

ovarium, tergantung derajat ovarium dan lamanya penurunan berat badan.

Dengan kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pada mekanisme

hipotalamus memberikan rangsangan pada hiposifis anterior untuk

menghasilkan FSH dan LH yang berdampak pada siklus menstruasi. Kondisi

patologis berat badan yang kurang atau kurus dapat menyebabkan amenorrhea.

d. Gangguan Endokrin

Beberapa penyakit seperti hipertiroid, hipotiroid, dan diabetes melitus

berhubungan dengan gangguan menstruasi. Hipertiroid meningkatkan resiko

oligomenore dan amenore. Hipotiroid meningkatkan resiko polimenore dan

menoragia. Polikistik ovarium sindrom, salah satunya diabetes melitus tipe II


15

yang terjadi pada penderita obesitas merupakan faktor resiko terjadinya

oligomenore.

e. Penyakit reproduksi

Beberapa penyakit seperti sindroma ovarium polikistik,endometriosis, tumor

ovarium, kanker serviks dapat menyebabkan perubahan hormon sehingga

mengganggu siklus menstruasi.

f. Hormon

FSH dibutuhkan untuk pematangan folikel primer, sementara LH yang

menstimulasi sekresi estradiol oleh folikel matang dibutuhkan untuk memicu

ovulasi dan setelah ovulasi akan memelihara korpus luteum. Jika keseimbangan

hormon ini terganggu maka akan mengakibatkan gangguan siklus menstruasi.

2.3 Masa Remaja

2.3.1 Pengertian

Masa remaja adalah suatu tahap antar masa kanak-kanak dengan masa dewasa.

Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan,

biasanya dari usia 14 pada pria dan usia 12 pada wanita (Maulana, 2008).

Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa latin “adolescere” yang

berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan

hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis

(Widyastuti, 2009).
16

Menurut Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974, anak dianggap sudah

remaja apabila telah mencapai usia 10-18 tahun. Berdasarkan beberapa pendapat

tersebut, masa remaja umumnya berumur 16-19 tahun dan merupakan masa

peralihan menuju pematangan (Proverawati, dkk 2009).

2.3.2 Perkembangan Fisik Pada Perempuan

Perubahan fisik yang akan terjadi pada perempuan yang menginjak masa

remajanya adalah adanya perubahan hormonal atau zat-zat yang ada dalam

tubuhnya yakni menjadi aktif. Hormon yang sangat berpengaruh terutama adalah

estrogen dan progesteron. Pada masa remaja, terjadilah suatu pertumbuhan fisik

yang cepat disertai banyak perubahan, termasuk didalamnya pertumbuhan

organorgan reproduksi sehingga tercapai kematangan yang ditunjukkan dengan

kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi. Menurut Widyastuti (2009),

perubahan yang terjadi diikuti munculnya tanda-tanda sebagai berikut:

1. Tanda-tanda Seks Primer

Tanda kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah datangnya

menstruasi.

2. Tanda-tanda Seks Sekunder

a. Rambut

Rambut kemaluan tumbuh setelah pinggul dan payudara mulai berkembang.

Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah mulai mulai tampak setelah haid.

b. Pinggul

Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dam membulat sebagai akibat

membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit.


17

c. Payudara

Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan putting susu

menonjol.

d. Kulit

Kulit menjadi lebih kasar, tebal, pori-pori membesar tetapi kulit wanita

lebih lembut daripada kulit laki-laki.

e. Kelenjar Lemak dan kelenjar keringat

Kelenjar minyak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Kelenjar

keringat pada wanita baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.

f. Otot Menjelang

Akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat. Akibatnya akan

membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki.

2.3.3 Tahapan Masa Remaja

Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu mengenal

perkembangan remaja serta cirri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri

perkembanganya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap, yaitu (Widyastuti,

2009) :

1. Masa Remaja Awal (10-12 tahun)

a. Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.

b. Tampak dan merasa ingin bebas.

c. Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan

mulai berpikir yang khayal (abstrak).


18

2. Masa Remaja Tengah (13-15 tahun)

a. Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri.

b. Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.

c. Timbul perasaan cinta yang mendalam.

d. Kemampuan berpikir abstrak (khayal) makin berkembang.

e. Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual.

3. Masa Remaja Akhir (16-19 tahun)

a. Menampakan pengungkapan kebebasan diri.

b. Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.

c. Memiliki citra (gambaran, keadaan peranan) terhadap dirinya.

d. Dapat mewujudkan perasaan cinta.

e. Memiliki berpikir khayal atau abstrak

2.3.4 Perkembangan Psikososial

Seorang anak pada masa adolensi awal ini harus berfungsi dalam tiga arena :

keluarga, teman sebaya (peer group), dan sekolah. Dalam setiap arena terdapat

suatu interaksi yang kompleks dari faktor-faktor penentu untuk dapat berfungsi

dengan baik. Di dalam keluarga perkembangan yang utama pada masa adolensi

awal ini akan memulai ketidaktergantungan terhadap keluarga sehingga pada masa

ini hubungan antar keluarga yang tadinya sangat erat tampak jelas terpecah.

Seorang remaja dapat mempengaruhi kesinambungan dalam kehidupan keluarga,

misalnya dengan menuntut privacy sehingga secara tidak langsung menyebabkan

jarak antara dia dengan orang tuanya (Narendra, dkk, 2008).


19

Dengan kelompok sebayanya biasanya remaja pada masa ini akan berkumpul

dengan teman sejenis. Penerimaan untuk kelompok sebaya merupakan hal yang

sangat penting, bias mengikuti dan tidak beda dengan yang lain merupakan motif

yang mendominasi sebagian besar perilaku sosial remaja. Persahabatan yang

timbul pada masa ini lebih terpusat pada kegiatan bersama daripada hubungan

perorangan. Setiap perbedaan dengan rata-rata teman sebayanya akan

menimbulkan kecemasan. Kecemasan sering juga timbul karena merasa tidak aman

dalam berteman dan ketakutan akan ditolak dalam pergaulan. Walaupun dalam

masa ini biasanya remaja berkelompok dengan teman-teman sejenis, tapi pada

masa ini mulai terjadi eksistensi kearah pergaulan dengan lawan jenisnya dan

dimulai pergaulan secara berpasang-pasangan (Narendra, dkk, 2008).

2.3.5 Perkembangan Intelektual

Tidak ada perubahan dramatis dalam fungsi intelektual selama masa remaja.

Kemampuan untuk mengerti masalah-masalah kompleks berkembang secara

bertahap. Psikolog Prancis Jean Piaget, menentukan bahawa masa remaja awal

tahap pikiran formal dan operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai

pemikiran yang melibatkan logika pengurangan/deduksi. Piaget beranggapan

bahwa tahap ini terjadi di antara semua orang tanpa memandang pendidikan dan

pengalaman terkait mereka. Namun, bukti riset tidak mendukung hipotesis ini,

bukti itu menunjukkan bahwa kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah

kompleks adalah fungsi dari proses belajar dan pendidikan yang terkumpul

(Maulana, 2008).
20

2.4 Penelitian Terkait

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Indah Milanti, Sulistiawati, Novia

Fransiska, dan Hary Nugroho (2017) dengan judul “Gambaran Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Siklus Menstruasi Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif.

Penelitian dilakukan terhadap Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas

Mulawarman Samarinda pada Maret 2017 dengan menggunakan data primer

berupa kuesioner. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa mahasiswi Fakultas

Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda dengan total sampel 194

responden, yang mengalami gangguan siklus menstruasi 67 orang (34,5%) dan

yang tidak mengalami gangguan siklus menstruasi sebanyak 127 orang (65,5%).

Berdasarkan tingkat stres, sebesar 80% mahasiswi dengan stres ringan mengalami

siklus teratur dan sebesar 89,7% mengalami siklus tidak teratur untuk stres berat.

Berdasarkan aktivitas fisik, mahasiswi dengan aktivitas fisik sedang sebesar 71,6%

paling banyak mengalami siklus menstruasi teratur dan mahasiswi dengan aktivitas

fisik berat sebesar 52% mengalami siklus tidak teratur. Dan berdasarkan indeks

massa tubuh, mahasiswi dengan indeks massa tubuh normal sebesar 75% paling

banyak mengalami siklus teratur, dan sebesar 66,7% mahasiswi dengan indeks

massa tubuh lebih mengalami siklus tidak teratur.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Anes (2017) dengan judul “Faktor-Faktor

yang Berhubungan dengan Gangguan Pola Menstruasi”. Penelitian ini

menggunakan desain studi Cross Sectional. Penelitian dilakukan terhadap

mahasiswa Akademi Kebidanan Prima Husada Bogor dengan menggunakan

kuesioner penelitian. Hasil penelitian didapatkan bahwa mahasiswa Akademi


21

Kebidanan Prima Husada Bogor dengan total sampel sebanyak 185, bahwa

responden yang mengalami gangguan pola menstruasi sebanyak 173 orang (93,5%)

dan yang tidak mengalami gangguan pola menstruasi sebanyak 12 orang (6,5%).

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa responden yang mengalami

tingkat stres sebanyak 122 orang (65,9%) dan yang tidak mengalami stres sebanyak

63 orang (34,1%). Berdasarkan faktor status gizi menunjukan bahwa responden

yang mengalami status gizi tidak normal sebanyak 99 orang (53,5%) dan yang

status gizi nya normal sebanyak 86 orang (46,5%).


22

2.5 Kerangka Teori Penelitian

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian

A. Menstruasi B. Faktor-Faktor Yang


1. Definisi Menstruasi Mempengaruhi Siklus
2. Fisiologi Menstruasi Menstruasi
3. Siklus Menstruasi 1. Stres
4. Gangguan Pada Siklus 2. Aktivitas Fisik
Menstruasi 3. Status Gizi
a. Polimenorea 4. Gangguan Endokrin
b. Oligomenorea 5. Penyakit Reproduksi
c. Amenorea 6. Hormon

C. Masa Remaja
1. Pengertian
2. Perkembangan Fisik Pada
Perempuan
3. Tahapan Masa Remaja
4. Perkembangan Psikososial
5. Perkembangan Intelektual

Sumber : (Liza, Aritonang & Siswati, 2013; Manuaba, 2009; Aulia, 2009; Proverawati,
2009; Waryana, 2010; Chandranita, 2009; Kusmiyati, 2008; Kusmiran, 2011; Maulana,
2008; Widyastuti, 2009; Narendra, 2008).

Anda mungkin juga menyukai