Definisi menstruasi
Wanita memiliki struktur anatomi genetalia yang kompleks. Strukturnya terbagi menjadi 2
bagian yaitu dalam dan luar. Anatomi dalam terdiri dari vagina, uterus, tuba falopi, ovarium,
dan ligamen-ligamen. Vagina berada antara bagian genetalia luar dan dalam yang berukuran
6,5 cm dan 9,5 cm bagian belakang. Uterus memiliki panjang 7-7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5
cm. Uterus terdiri dari bagian fundus, korpus, dan servik. Tuba falopi berfungsi sebagai
sabluran telur (ovum) dari ovarium menuju uteri. Sedangkan ovarium memiliki banyak
folikel yang dimana akan menghasilkan ovum. Dan ligamentum adalah sebagai pengikat atau
yang memfiksasi uterus supaya terfiksasi dengan baik. Pada anatomi dalam maka akan
mengalami perubahan ketika pertumbuhan dan penambahan umur yang ditandai dengan
Pada wanita normal pasti mengalami keadaan pubertas, salah satu tanda pubertas ialah
terjadinya menstruasi. Menstruasi yang terjadi pertama kali ketika rata-rata umur wanita
antara 10,5-15,5 tahun, menstruasi pertama kali disebut dengan nama menarche
(Soetjiningsih, 2013). Pada umumnya rata-rata durasi siklus menstruasi ialah 28 hari namun
pada sebagian perempuan bisa berlangsung masa menstruasi sesingkat 20 hari atau selama 45
hari, dan keabnormalan siklus ini sering menjadi faktor dengan penurunan kesuburan
(Guyton , 2014).
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik pada uterus, diikuti pelepasan
(deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2008). Pada wanita sehat dalam kondisi fisiologi
setiap bulan secara teratur akan mengeluarkan darah dari alat kandung atau genital kondisi ini
disebut dengan menstruasi. Adapun penamaan dari menstruasi seperti haid, mensis, datang
Siklus menstruasi atau lebih tepatnya siklus seksual bulanan Wanita adalah sebuah siklus
yang dialami setiap wanita setelah pubertas. Siklus tersebut berjalan antara 25 hingga 30 hari
dengan rata-rata 28 hari. Beberapa Wanita mengalami siklus yang berbeda-beda, ada yang
berjalan sekitar 20 hari dan bahkan sampai 45 hari. Pada saat menstruasi, terjadi peluruhan
lapisan uterus yang teratur yang diakibatkan oleh interaksi hormon yang dihasilkan oleh
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Beberapa hormon yang memengaruhi siklus menstruasi
luteinizing hormone (LH), estrogen dan progesteron. Hormonhormon ini diregulasi oleh HPO
Siklus menstruasi
Siklus menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 yaitu siklus ovarial dan siklus endometrial.
Siklus ovarial terbagi atas fase folikular, ovulasi dan fase luteal. Sedangkan siklus
endometrial terbagi atas fase menstruasi, fase proliferatif, dan fase sekresi (Sherwood, 2016).
Siklus Ovarial
A Fase Folikular
Pada fase ini, terjadi pematangan folikel ovarium yang dimulai selama beberapa hari terakhir
dari siklus menstruasi sebelumnya hingga pelepasan folikel dewasa saat ovulasi. Fase ini
diawali dengan penurunan produksi steroid oleh corpus luteum dan penurunan faktor inbitor
dari hipotalamus dan pituitari anterior yang menyebabkan FSH dan LH untuk meningkat.
FSH dan LH berperan dalam produksi estrogen, namun keduanya memiliki sel target dan
mekanisme yang berbeda. LH bekerja pada sel theca yang dapat menstimulasi produksi
androgen dengan konversi kolestrol, namun LH memiliki kemampuan yang terbatas dalam
konversi androgen menjadi estrogen. Sedangkan FSH bekerja pada sel granulosa yang
estrogen, namun FSH tidak dapat memproduksi androgen. Sebagian dari estrogen yang
dihasilkan akan tetap berada di dalam folikel, berkontribusi dalam memproduksi cairan antral
dan menstimulasi proliferasi sel granulosa. Dengan berkembangnya folikel, maka produksi
estrogen akan meningkat. Sebagian lain dari estrogen yang dihasilkan akan disekresikan ke
darah dan bekerja di target organ spesifik-seks lain, seperti uterus, hal ini akan memberikan
umpan balik negatif kepada hipotalamus dan pituitari anterior yang menyebabkan produksi
FSH menurun. Dengan menurunnya FSH, folikel-folikel akan atresia, namun hanya yang
paling matang yang akan bertahan. Berlawanan dengan FSH, produksi LH tidak menurun
dikarenakan oleh 2 faktor. Faktor pertama adalah produksi inhibin oleh sel-sel folikular yang
hanya memberikan umpan balik negatif terhadap produksi FSH pada pituitari anterior. Faktor
kedua adalah peningkatan estrogen sendiri tidak mampu menghambat produksi LH yang
bersifat tonik (meningkat secara perlahan), untuk menghambat produksi LH yang tonik
B. Fase Ovulasi
puncaknya. Peningkatan estrogen memberikan umpan balik positif pada pusat siklis sehingga
terjadi lonjakan kadar LH (LH surge), yang menyebabkan terjadinya ovulasi. Lonjakan LH
b. Memulai kembali meiosis folikel oosit matang dengan menghambat oocyte maturation
c. Memicu produksi prostaglandin secara lokal yang akan menginduksi ovulasi dengan
dan menginduksi pencernaan enzimatik pada dinding folikel. Hal ini berakibat melemahnya
dinding yang melindungi folikel dan diikuti dengan meluruhnya dinding folikel yang
melemah tersebut.
C. Fase Luteal
Pada fase luteal, setelah terjadinya ovulasi, sel-sel granulosa dan sel theca yang tersisa
berubah cepat menjadi sel lutein. Diameter sel-sel ini membesar dan memberi tampilan warna
kuning karena simpanan kolestrol yang tinggi di dalamnya. Proses ini disebut dengan
luteinisasi dan massa sel tersebut disebut korpus luteum. Karena pengaruh LH, corpus luteum
mensekresikan estrogen dan progesteron dengan jumlah progesteron yang jauh lebih banyak
dibandingkan estrogen. Selama fase luteal, corpus luteum juga menghasilkan inhibin.
Hormon hormon ini dihasilkan oleh corpus luteum dengan tujuan menginhibisi FSH dan LH
untuk mencegah maturasi folikel baru dan ovulasi selama fase luteal. Corpus luteum bekerja
kira-kira selama 2 minggu. Jika tidak terjadi fertilisasi, corpus luteum akan mengalami
progesteron dan estrogen. Penurunan progesteron dan estrogen menghilangkan efek inhibisi
FSH dan LH, sehingga FSH dan LH kembali disekresikan. Dengan adanya FSH dan LH
maka fase folikular yang baru mulai dipersiapkan kembali (Sherwood, 2016).
Siklus Endometrial
A Fase Menstrual
Fase menstrual merupakan fase yang paling terlihat jelas karena ditandai dengan keluarnya
darah dan reruntuhan dari dinding endometrium vagina. Hari pertama menstruasi merupakan
awal dimulainya siklus menstruasi yang baru. Fase menstrual terjadi bersamaan dengan
berakhirnya fase luteal ovarian yang beralih ke fase folikuler ovarian baru. Tidak terjadinya
turun dengan tajam. Estrogen dan progesterone merupakan hormon yang mendukung
hormon tersebut endometrium yang kaya akan vaskularisasi dan nutrisi, kehilangan hormon
vaskularisasi yang terdapat di dalamnya. Jaringan endometrium yang sudah mati beserta
perdarahan dari vaskularisasi yang terlibat meluruh menuju lumen uterus. Sebagian besar dari
dinding endometrium ikut meluruh, hanya dinding tipis bagian dalam epitel dan kelenjar,
yang tidak ikut meluruh. Prostaglandin juga merangsang kontraksi ringan pada dinding uterus
untuk mempermudah aliran darah dan luruhan endometrium bergerak keluar melalui vagina
Setelah fase menstruasi yang berlangsung kira-kira 5-7 hari, fase proliferasi dari siklus
endometrial dimulai. Pada fase ini, jaringan dalam dan tipis dari endometrium yang tersisa
mengalami perbaikan diri dan berproliferasi. Hal ini dipengaruhi oleh estrogen yang
menstimulasi proliferasi dari sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di endometrium
C. Fase Sekretori
Fase ini dimulai setelah ovulasi, yaitu ketika corpus luteum yang baru kembali dibentuk. Fase
ini dimulai bersamaan dengan dimulainya fase luteal ovarial. Corpus luteum akan
mengonversi endometrium yang tebal menjadi jaringan penuh glikogen dan kaya akan
vaskularisasi. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan implantasi dari ovum yang
terfertilisasi. Jika fertilisasi dan implantasi tidak terjadi, corpus luteum akan degenerasi
Gangguan menstruasi
mentruasi dikatakan norml jika frekuensinya mentruasi selama 21-35 hari, keteraturan siklus
mentruasi dengan variasi kurang lebih 2-20 hari dari siklus ke siklus 12 buln, durasi
mentruasi 4,5-8 hari, dan volume kehilangan darah perbulan 5-80 ml (POGI,2013).
dari menstruasi normal atau siklus mentruasi normal. Keluhan gangguan menstruasi sangat
bervariasi dari ringan hingga berat dan menyebabkan frusrtasi pada penderita.
Gangguan mentruasi dapat diklasifikasikan berdasarkan
A. Polimenorea Polimenorea adalah panjang siklus menstruasi yang memendek dari panjang
siklus menstruasi normal (35 hari) (Sitoayu et al., 2017) sedangkan volume pendarahan lebih
sedikit dari volume normal. Pada oliomenorrhea terjadi pemanjangan fase proliferasi (Ulum,
2016).
hari) (Sitoayu et al., 2017) sedangkan volume pendarahan lebih sedikit dari volume normal.
C. Amenorea Amenorea diartikan sebagai tidak mengalami menstruasi selama lebih dari 3
menstruasi sekalipun) dan Amenorrhea sekunder ( tidak mengalami menstruasi yang diselingi
1. Hipermenorea atau menoragia Hipermenorea adalah pendarahan haid yang lebih banyak
2. Hipomenorea Hipomenorea adalah pendarahan haid yan lebih pendek dari biasa dan/atau
lebih kurang dari biasa (kurang dari 3 hari) penyebabnya kemungkinan gangguan hormonal,
Dysmenorrhea
Pada saat menstruasi, wanita kadang mengalami nyeri.rasa nyeri yang terjadi merupakan
aktivitas prostaglandin sebagai precursor inflamasi. Sifat dan tingkat rasa nyeri bervariasi,
mulai dari yang ringan hingga yang berat. Kondisi tersebut dinamakan dysmenorrhea, yaitu
keadaan nyeri yang hebat dan dapat menggangu aktivitas sehari-hari. Dysmenorrhea
merupakan suatu fenomena simtomatik meliputi nyeri abdomen, kram, dan sakit punggung.
Gejala gastrointestinal seperti mual dan diare dapat terjadi sebagai gejala dari menstruasi
1) Nyeri haid primer. Timbul sejak haid pertama dan akan pulih sendiri dengan berjalannya
waktu, tepatnya setelah stabilnya hormone tubuh atau perubahan posisi Rahim setelah
menikah dan melahirkan. Nyeri haid itu normal tetapi dapat berlebihan jika dipengaruhi oleh
faktor psikis dan fisik, dan seperti stress, syok, penyemitan pembuluh darah , penyakit yag
menahun, kurang darah, dan kondisi tubuh yang menurun. Gejala tersebut tidak
membahayakan kesehatan.
2) Nyeri haid sekunder, biasanya baru muncul kemudian, yaitu jika ada penyakit atau
kelainan yang menetap seperrti infeksi rahim,kista atau polip, tumor sekitar kandungannya,
serta kelainan kedudukan rahim yang menggangu organ dan jaringan sekitarnya (Aspiani,
2017).
Secara teori ada hubungan antara tingkat stres dan menstruasi, stres berhubungan dengan
kadar kortisol, semakin tinggi tingkat stres seseorang maka semakin tinggi pula kadar kortisol
dalam tubuhnya, hal ini disebakan stres tersebut mempengaruhi kerja hormone kortisol yang
di atur olah hipotalamus otak dan kelenajar pituitary. Tingginya kadar kortisol akan
menurunkan produksi gonadotropinreleasing hormone (GnRH) di hipotalamus, sehingga
terjadi penurunan produksi follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteining hormone (LH)
pada hipofisis anterior yang menyebabkan tidak terbentuknya sel telur sehingga hormone
esterogen dan progesterone tidak akan terbentuk sebagaimana seharusnya, hal ini
berpengaruh terhadap siklus menstruasi mengingat bahwa pentingnya hormone estrogen yang