Anda di halaman 1dari 40

0

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN MOTIVASI


BELAJAR MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG

(Proposal Skripsi)

Oleh
NI’MA NABILA PUTRI
NPM 1618011111

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkuliahan merupakan suatu masa yang penuh tantangan dan kesukaran, masa

yang menuntut seorang mahasiswa mampu menentukan sikap dan pilihan, juga

mahasiswa merupakan elit masyarakat yang memiliki ciri intelektualitas yang

lebih kompleks dibandingkan dengan kelompok usia mereka yang bukan

mahasiswa, ataupun kelompok usia diatas atau dibawah mereka. Adapun ciri

intelektualitas tersebut adalah kemampuan mereka untuk menghadapi, mencari,

dan memahami cara pemecahan berbagai masalah secara lebih sistematis

(Syahputra, 2016).

Suwardjono (2015) mengemukan bahwa mahasiswa yang belajar di perguruan

tinggi dituntut tidak hanya memiliki keterampilan teknis tetapi juga memiliki

daya dan kerangka pikir serta sikap mental dan kepribadian tertentu, sehingga

memiliki wawasan luas dalam menghadapi masalah-masalah dalam dunia nyata

(lingkungan kampus maupun lingkungan masyarakat).

Mutadin (2012) juga mengatakan bahwa kesulitan-kesulitan yang sering dialami

mahasiswa adalah kesulitan dalam mencari tugas kuliah yang banyak, bosan

dengan segala tugas yang diberikan dosen, kesulitan menentukan judul skripsi

maupun literatur atau bahan bacaan, dan takut menemui dosen pembimbing.
2

Kesulitan ini akhirnya menyebabkan mahasiswa merasa tertekan, sehingga

kehilangan motivasi dirinya dalam hal belajar.

Motivasi dapat dikatakan sebagai pendukung suatu perbuatan, sehingga

menyebabkan seseorang memiliki kesiapan untuk melakukan serangkaian

kegiatan. Motivasi yang tinggi akan membangkitkan individu untuk melakukan

aktivitas tertentu yang lebih fokus dan lebih intensif dalam proses pengerjaan

dan sebaliknya, sehingga tinggi-rendahnya motivasi di dalam diri mahasiswa

tersebut mampu membangkitkan berapa besar keinginan dalam bertingkah laku

atau cepat lambatnya terhadap suatu pekerjaan yang dilakukannya. Motivasi

menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita

untuk menuju sasaran, membantu kita untuk mengambil inisiatif dan bertindak

sangat efektif, serta untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi menurut

Rusyan (dalam Melia, 2010).

Aktivitas belajar yang terjadi pada mahasiswa merupakan sesuatu yang

penting. Belajar merupakan suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung

dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-

perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Dengan

belajar, mahasiswa dapat mewujudkan apa yang diharapkan karena belajar akan

menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang untuk dapat meraih

cita-citanya (Winkel, 2014).

Pada proses belajar dibutuhkan motivasi karena dengan adanya motivasi tersebut

belajar dapat menjadi sesuatu yang lebih menyenangkan. Motivasi memiliki

peranan yang strategis dalam aktivitas belajar seseorang, tidak ada seorang pun
3

yang belajar tanpa adanya motivasi. Motivasi belajar merupakan keseluruhan

daya penggerak psikis di dalam diri yang menimbulkan kegiatan belajar,

menjamin kelangsungan kegiatan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan

belajar demi mencapai tujuan (Winkel, 2014).

Pada mahasiswa terdapat motivasi belajar yang berbeda-beda satu sama lainnya.

Ada mahasiswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi dan ada juga yang

rendah. Mahasiswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi, memiliki

keinginan untuk sukses benar-benar berasal dari dalam diri sendiri. Mahasiswa

tersebut akan bekerja keras dalam situasi bersaing dengan orang lain maupun

dalam bekerja sendiri. Sedangkan mahasiswa yang memiliki motivasi belajar

yang rendah cenderung takut gagal dan tidak mau menanggung resiko dalam

mencapai prestasi yang tinggi dan terkesan cuek dengan pelajaran yang ada

diperkuliahan.

Selanjutnya menurut Ahmadi dan Supriyono (2014) individu yang memiliki

motivasi belajar tinggi dikarakteristikkan sebagai berikut: setiap ada tugas

selalu berusaha menyelesaikannya dengan baik, meskipun mendapat nilai yang

rendah atau nilai tinggi individu tetap terus belajar, selalu terus bertanya

pada guru bila ada yang belum diketahui, tetap terus belajar meskipun tidak ada

tugas rumah (PR), selalu berusaha menjadi orang yang pertama dalam menjawab

pertanyaan guru.

Sementara itu karakteristik individu yang memiliki motivasi belajar rendah

adalah: merasa cepat bosan atau cepat letih bila mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru baik tugas di rumah maupun tugas yang harus dikerjakan di
4

sekolah, lebih memilih mengerjakan kesenangannya sendiri atau membuat

keributan dalam kelas daripada mengerjakan tugas yang disuruh, selalu

mengharapkan bantuan dalam mengerjakan tugas, malas bertanya tentang hal-hal

yang belum diketahuinya dan selalu bersikap biasa-biasa saja bila mendapat nilai

yang buruk atau tidak mau berusaha memperbaiki nilai yang buruk.

Penelitian yang dilakukan oleh Luqman (2017) yang dilakukan pada mahasiswa

psikologi UIN Malang yang berjumlah 60 menunjukkan bahwa sebagian besar

mahasiswa memiliki kecerdasan emosi dan motivasi belajar menengah (sedang).

Dan korelasi dua variabel r xy = 0,847 yang berarti terdapat hubungan yang

positif antara kecedasan emosi dan motivasi belajar.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul: Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Motivasi Belajar Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian adalah “Apakah terdapat hubungan kecerdasan

emosional dengan motivasi belajar mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dengan motivasi belajar

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


5

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kecerdasan emosional pada mahasiswa

tingkat pertama di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi motivasi belajar mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

3. Untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dengan motivasi belajar

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi instansi pendidikan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan

wawasan ilmu pendidikan dan mendukung teori-teori yang sudah ada yang

berkaitan dengan hubungan kecerdasan emosional dengan motivasi belajar

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

2. Bagi peneliti

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu masukan dan

pengembangan wawasan peneliti mengenai hubungan kecerdasan emosional

dengan motivasi belajar mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung

3. Bagi responden

Memberi tambahan informasi kepada para mahasiswa dapat meningkatkan

potensi yang ada pada dirinya dengan memperbaiki kecerdasan emosional dan

motivasi belajar.
6

4. Bagi dosen

Memberi tambahan informasi kepada tenaga pendidik dalam meningkatkan

kecerdasan emosional dan motivasi belajar mahasiswa.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai acuan untuk pelaksanaan penelitian yang lebih lanjut mengenai

hubungan kecerdasan emosional dengan motivasi belajar mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecerdasan Emosional

2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Howard Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan

atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan menurut

Alferd Binet dan Theodore Simon, kecerdasan terdiri dari tiga komponen yaitu:

kemampuan mengarahkan pikiran dan tindakan, kemampuan mengubah arah

tindakan jiak tindakan tersebut telah dilakukan, dan kemampuan mengkritik diri

sendiri (Efendi, 2015).

Menurut Goleman (Asrori, 2015) mendefinisikan istilah emosi merujuk kepada

suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan

psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan menurut

Chaplin dalam Dictionary of Psychology mendefinisikan emosi sebagai suatu

keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang

disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku.

Istilah kecerdasan emosi baru dikenal secara luas pertengahan 90-an dengan

diterbitkannya buku Goleman Emotinal Intelligence. Goleman mendefinisikan

kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri,


8

dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan

mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri, dan dalam hubungan dengan

orang lain. Kemampuan disini maksudnya seperti kemampuan untuk memotivasi

diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan

tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, berempati, dan

berdoa.

Menurut Cooper dan Sawaf kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan,

memahami, mengenali, merasakan, mengelola, dan secara efektif

mengaplikasikan kekuatan serta kecerdasan emosi sebagai suatu sumber energi

manusia, informasi, hubungan dan pengaruh (Efendi, 2015).

Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional merupakan

suatu jenis kecerdasan yang terfokus dalam memahami, mengenali, merasakan,

dan mengelola perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain serta memotivasi

diri kita sendiri dan orang lain kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-

hari dalam bersosial dengan masyarakat sekitar untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki.

2.1.2 Bentuk-bentuk Emosi

Menurut Ali dan Asrori (2015), emosi itu sedemikian kompleksnya, namun

Goleman mengidentifikasikan sejumlah kelompok emosi, yaitu amarah,

kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Adapun

penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Amarah, di dalamnya meliputi brutal, mengamuk, benci, marah besar,


9

jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, tersinggung, bermusuhan, dan tindak

kekerasan.

b. Kesedihan, di dalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis,

mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi.

c. Rasa takut, di dalamnya meliputi cemas, gugup, khawatir, was-was, sedih,

waspada, tidak tenang, ngeri, panik, dan fobia.

d. Kenikmatan, di dalamnya meliputi bahagia, gembira, ringan puas, rasa

terpenuhi, girang, dan senang sekali.

e. Cinta, di dalamnya meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan

hati, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih sayang.

f. Terkejut, di dalamnya meliputi takjub, dan terpana.

g. Jengkel, di dalamnya meliputi hina, jijik, muak, benci, dan tidak suka.

h. Malu, di dalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati,

menyesal, aib, dan hati hancur lebur.

2.1.3 Indikator Kecerdasan Emosional

Adapun indikator kecerdasan emosional menurut Goleman terdiri dari lima

unsur, yaitu:

a. Kemampuan mengenali emosi diri

b. Kemampuan mengelola emosi diri

c. Kemampuan memotivasi diri

d. Kemampuan berempati terhadap orang lain

e. Kemampuan membina hubungan dengan orang lain

2.1.4 Pengembangan Kecerdasan Emosional


10

Menurut Nggermanto (2015) pengembangan kecerdasan emosional terdapat dua

jenis yaitu pengembangan EQ gaya Agus-Steiner dan EQ gaya Agus-Gottman.

Berikut penjelasannya yaitu:

1. Pengembangan EQ Gaya Agus-Steiner

Cara mengembangkan kecerdasan emosional banyak diusulkan oleh para

praktisi dan penulis. Salah satu yang terbaik adalah usulan Claude Steiner.

Langkah-langkah yang diusulkan Steiner ini akan kita bahas pada bagian ini

dengan beberapa modifikasi agar lebih cocok dengan budaya kita dan

mendapatkan hasil yang lebih mendalam. Tiga langkah utama

mengembangkan EQ dalam membuka hati, menjelajahi emosi, dan

bertanggung jawab.

a) Membuka Hati

Membuka hati adalah langkah pertama karena hati adalah simbol pusat

emosi. Hati kitalah yang merasa damai saat berbahagia, dalam kasih

sayang, cinta, atau kegembiraan. Hati kita merasa tidak nyaman ketika

sakit, sedih, marah, atau patah hati. Dengan demikian, kita mulai dengan

membebaskan pusat perasaan kita dari pengaruh yang membatasi kita

untuk menunjukan cinta satu sama lain. Tahap-tahap untuk membuka hati

adalah: latihan memberikan stroke kepada teman, meminta stroke,

menerima atau menolak stroke, dan memberikan storke sendiri.

b) Menjelajahi Dataran Emosi

Sekali kita telah membuka hati, kita dapat melihat kenyataan dan

menemukan peran emosi dalam kehdiupan. Kita dapat berlatih cara

mengetahui apa yang kita rasakan, seberapa kuat, dan apa alasannya. Kita
11

menjadi paham hambatan dan aliran emosi kita. Kita mengetahui emosi

yang dialami orang lain dan bagaimana perasaan mereka dipengaruhi oleh

tindakan kita. Kita mulai memahami bagaimana emosi berinteraksi dan

kadang- kadang menciptakan gelombang perasaan yang menghantam kita

dan orang lain. Secara singkat kita menjadi lebih bijak menanggapi

perasaan kita dan perasaan orang-orang disekitar kita. Tahapan

menjelajahi emosi adalah pernyataan tindakan/perasaan, menerima

pernyataan tindakan/perasaan, menanggapi percikan intuisi, dan validasi

percikan intuisi.

c) Mengambil Tanggung Jawab

Untuk memperbaiki dan mengubah kerusakan hubungan, kita harus

mengambil tanggung jawab. Kita dapat membuka hati kita dan memahami

peta dataran emosional orang disekitar kita, tetapi itu saja tidak cukup.

Ketika suatu masalah terjadi antara kita dengan orang lain, adalah sulit

untuk melakukan perbaikan tanpa tindakan lebih jauh. Setiap orang harus

mengerti permasalahan, mengakui kesalahan dan keteledoran yang terjadi,

membuat perbaikan, dan memutuskan bagaimana mengubah segala

sesuatunya. Dan perubahan memang harus dilakukan. Langkah-langkah

untuk menjadi bertanggung jawab adalah: mengakui kesalahan kita,

menerima atau menolak pengakuan, meminta maaf, dan menerima atau

menolak permintaan maaf.

2. Pengembangan EQ Gaya Agus-Gottman

Satu lagi cara menerapkan dan mengembangkan EQ yang sangat praktis

dirumuskan oleh John Gottman. Langkah-langkah ini sangat pratis dan efektif
12

terutama untuk membina kerjasama dan saling pengertian baik dengan teman,

siswa, anak-anak dan lain-lain. Seperti biasa, kita melakukan modifikasi dari

rumusan aslinya.

a) Langkah Pertama: Menyadari Emosi Anak

Laporan studi kami telah merekomendasikan agar orang tua merasakan

apa yang dirasakan oleh anaknya. Penelitian ini memperlihatkan bahwa

orang tua dapat sadar secara emosional, dan dengan demikian siap

menjadi pelatih emosi, tanpa bersikap sangat ekspresif tanpa merasa

seolah-olah mereka kehilangan kendali. Kesadaran emosional hanyalah

berarti kita mengenali kapan kita merasakan suatu emosi, kita dapat

mengidentifikasi perasaan kita, dan kita peka terhadap hadirnya emosi

dalam diri orang lain.

Orang tua yang sadar terhadap emosi mereka sendiri dapat menggunakan

kepekaan mereka untuk menyelaraskan diri dengan perasaan anak mereka,

dengan menyadari betapa tulus dan hebatnya. Namun menjadi seorang

yang peka dan sadar secara emosional bukanlah dengan sendirinya berarti

bahwa kita akan selalu merasa gampang memahami perasaan-perasaan

anak kita. Sering kali anak-anak mengungkapkan emosi mereka secara

tidak langsung dan dengan cara-cara yang membingungkan orang lain.

Intinya adalah, anak-anak kita seperti semua orang mempunyai alasan

bagi emosi mereka, entah mereka dapat mengungkapkan alasan itu atau

tidak. Misalnya ada seorang anak marah atau kecewa karena suatu perkara

yang tampak sepele, barangkali ada manfaatnya untuk melangkah mundur


13

dan melihat ke arah gambaran besar tentang apa yang sedang terjadi

dalam kehidupan mereka. Seorang anak berumur tiga tahun tidak dapat

mengatakan kepada kita “aku menyesal akhir- akhir ini aku sangat nakal,

bu itu karena aku mendapat banyak tekanan batin.”

Setiap kali kita merasa bahwa hati kita berpihak pada anak kita, maka

kita tahu kita sedang merasakan apa yang sedang dirasakan anak kita

itu, kita sedang mengalami empati, yang merupakan landasan pelatihan

emosi. Seandainya kita tetap dapat bersama anak kita dalam emosi ini,

meskipun kadang-kadang perasaan itu barangkali sulit atau tidak nyaman,

kita dapat mengayunkan langkah berikutnya, yaitu mengenali saat

emosional sebagai kesempatan untuk menjalin keprcayaan saling

memberi.

b) Langkah Kedua: Mengakui Emosi sebagai Kesempatan

Konon dalam bahasa Cina karakter yang artinya kesempatan termaktub

dalam ikon yang artinya krisis. Tak ada tempat lain di mana kaitan antara

kedua konsep itu lebih cocok daripada peran kita sebagai orang tua. Entah

krisis itu berwujud sebuah balon yang meletus, nilai matematika yang

buruk, atau penghianatan seorang teman, pengalaman-pengalaman negatif

semacam itu dapat berguna sebagai peluang yang baik sekali untuk

berempati untuk membangun kedekatan dengan anak kita, dan untuk

membantu mereka cara-cara menangani perasaan mereka itu.

c) Langkah Ketiga: Mendengarkan dengan Empati

Setelah kita mampu melihat bahwa sebuah situasi merupakan suatu

kesempatan untuk menjalin keakraban dan membantu pemecahan


14

masalah, kita telah siap barangkali untuk langkah yang paling penting

dalam proses pelatihan emosi: mendengarkan dengan empati. Dalam

konteks ini, mendengarkan berarti jauh lebih banyak daripada

mengumpulkan data dengan telinga lita. Para pendengar dengan empati

menggunakan mata mereka untuk mengamati petunjuk fisik emosi-emosi

anak mereka. Mereka menggunakan imajinasi untu melihat situasi tersebut

dari titik pandang anak itu. Mereka menggunakan kata-kata mereka untuk

merumuskan kembali, dengan cara yang menenangkan dan tidak

mengecam apa yang mereka dengar dan untuk menolong anak-anak

mereka memberi nama emosi-emosi mereka itu. Tetapi yang paling

penting, mereka menggunakan hati mereka untuk merasakan apa yang

sedang dirasakan oleh anak-anak mereka. Menyetel ke arah emosi anak

kita menuntut agar kita mengarahkan perhatian pada bahasa tubuh anak

kita, ungkapan-ungkapan wajahnya, dan gerak-geriknya. Sadarilah

bahwa anak kita dapat membaca bahasa tubuh kita juga. Apabila tujuan

kita adalah berbicara dengan cara yang santai dan penuh perhatian,

gunakanlah sikap tubuh yang mengatakan demikian itu. Sikap kita yang

penuh perhatian akan membuat anak kita tahu bahwa kita menganggap

serius keprihatinan- keprihatinannya dan bahwa kita bersedia meluangkan

waktu untuk masalah tersebut.

d) Langkah Keempat: Mengungkapkan Nama Emosi

Salah satu langkah yang gampang dan sangat penting dalam pelatihan

emosi adalah menolong anak memberi nama emosi mereka sewaktu emosi

itu mereka alami. Semakin tepat seorang anak dapat mengungkapkan


15

perasaan-perasaan mereka lewat kata-kata, semakin baik. Jadi,

usahakanlah agar kita dapat membantu mereka mengecamkannya betul-

betul di otak. Apabila ia sedang marah, misalnya boleh jadi ia juga merasa

kecewa, naik pitam, bingung, dikhianati, atau cemburu. Apabila ia sedih

barangkali ia pun merasa sakit hati, ditinggalkan, iri, hampa, dan murung.

e) Langkah Kelima: Membantu Menemukan Solusi

Setelah kita meluangkan waktu untuk mendengarkan anak kita dan

membantunya memberi nama serta memahami emosinya, boleh jadi kita

akan merasakan bahwa secara wajar kita sendiri tertarik ke dalam suatu

proses pemecahan masalah. Proses ini memiliki lima tahap:

1) Menentukan batas-batas

2) Menentukan sasaran

3) Memiliki pemecahan yang mungkin

4) Mengevaluasi yang disarankan berdasarkan nilai-nilai keluarga kita

5) Menolong anak kita memilih suatu pemecahan

Kita dapat membantu anak-anak kita melalui langkah- langkah tadi.

Tetapi, jangan terkejut bila dengan pengalaman, ia mulai mendahului dan

mulai memecahkan sendiri masalah- masalah yang sulit.

f) Langkah Keenam: Jadilah Teladan

Seorang anak mendengarkan, menangkap makna bukan sekedar kata-kata,

tetapi totalitas jiwa pelatih emosi itulah yang dirasakannya. Oleh karena

itu, jadikanlah diri kita sebagai teladan, sebagai orang yang berkecerdasan

emosi tinggi. Atau lebih bagus lagi kita nyatakan dengan tulus bahwa
16

anak kita sebagai teladan bagi yang lainnya. Menurut kacamata Quantum

Teaching, keteladanan adalah tindakan paling ampuh dan efektif yang

dapat dilakukan oleh seorang pelatih emosi. Keteladanan dapat

mempengaruhi perilaku dan tindakan tanpa banyak kata-kata. Anak kita

umumnya lebih senang melihat teladan daripada banyak diceramahi

panjang lebar.

Bahkan menurut Covey, kata-kata hanya memberi dampak sekitar 20%

kepada anak. Sedangkan keteladanan memegang peran yang lebih efektif.

Orang tua yang berkomitmen menjadi teladan kecerdasan emosi akan

memancarkan radiasi emosi positif kepada lingkungan dan memudahkan

bagi anak-anak untuk meningkatkan kecerdasan emosi.

2.2 Motivasi Belajar

2.2.1 Pengertian Motivasi Belajar

Kata Motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam

dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai

suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern

(kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat sebagai daya

penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu,

terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak

(Sardiman, 2012).

Masnur menjelaskan motivasi adalah daya atau perbuatan yang mendorong


17

seseorang tindakan atau perbuatan merupakan gejala sebagai akibat dari adanya

motivasi tersebut. Seorang siswa dapat belajar dengan giat karena motivasi dari

luar dirinya, misal adanya dorongan dari orang tua atau gurunya, janji-janji yang

diberikan apabila ia berhasil dan sebagainya. Akan tetapi akan lebih baik

apabila motivasi belajar datang dari dalam dirinya sendiri, sehingga ia akan

terdorong secara terus-menerus, tidak bergantung pada situasi luar (Hamdani,

2011).

Menurut Dimyati (2015) menjelaskan bahwa ada tiga komponen motivasi yaitu

kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan terjadi apabila individu merasa ada

ketidakseimbangan antara apa yang dia miliki dan yang dia harapkan. Misalnya

siswa, membutuhkan hasil belajar yang baik. Oleh karena itu siswa tersebut

mengubah cara-cara belajarnya. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk

melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan atau pencapaian tujuan.

Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti motivasi. Tujuan

adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu.

Dimyati (2019) mengatakan bahwa tujuan tersebut akan mengarahkan perilaku

dalam hal ini perilaku belajar. Menurut Soemanto (2013) secara umum

mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh

dorongan efektif dan reaksi-reaksi pencapaian tujuan. Karena perilaku manusia

itu selalu bertujuan kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang

memberi kekuatan bagi tingkah laku mencapai tujuan telah terjadi di dalam diri

seseorang.

Menurut Mc. Donald (2012) motivasi adalah perubahan energi dalam diri
18

seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan

tanggapan terhadap adanya tujuan. Pengertian yang dikemukakan Mc. Donald

ini mengandung tiga elemen penting:

a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap

individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa

perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada

organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia

(walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri mansuia), penampakannya

akan menyangkut kegiatan fisik manusia.

b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang.

Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi

dan emosi yang dapat menentukan tingkah-laku manusia.

c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini

sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi

memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculan karena

terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan.

Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.

Dari ketiga elemen tersebut maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai

suatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan

energi yang yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan

persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak

atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan,

atau keinginan. Menurut Masnur (2011) menjelaskan bahwa motivasi adalah daya
19

atau perbuatan yang mendorong seseorang tindakan atau perbuatan merupakan

gejala sebagai akibat dari adanya motivasi tersebut.

Pengertian-pengertian motivasi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi

belajar merupakan suatu usaha yang menjadi pendorong seseorang melakukan

suatu tindakan atau perbuatan dalam mencapai suatu tujuan tertentu dan akan

terjadinya suatu perubahan energi.

2.2.2 Indikator Motivasi Belajar

Menurut Aritonang (2018) indikator dari motivasi belajar yaitu sebagai berikut:

a. Ketekunan dalam belajar

b. Adanya harapan dan cita-cita

c. Ulet dalam menghadapi kesulitan

d. Minat dan ketajaman perhatian dalam belajar

e. Berprestasi dalam belajar

f. Mandiri dalam belajar

g. Lingkungan yang kondusif

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami perkembangan,

artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan psikologis siswa.

Sebagai ilustrasi, keinginan anak untuk membaca majalah misalnya, terpengaruh

oleh kesiapan alat-alat indra mengucap kata. Keberhasilan mengucap kata dari

simbol pada huruf-huruf mendorong keinginan menyelesaikan tugas baca.


20

Dimyati dan Muddjiono (2015) mengemukakan beberapa faktor yang

mempengaruhi motivasi belajar, yakni sebagai berikut:

1. Cita-cita atau Aspirasi Siswa

Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil seperti keinginan

belajar berjalan, makan-makanan yang lezat, berebut permainan, dapat

membaca, dapat menyanyi, dan lain-lain. Keberhasilan mencapai keinginan

tersebut menumbuhkan kemauan bergiat, bahkan dikemudian hari

menimbulkan cita-cita dalam kehidupan. Timbulnya cita-cita dibarengi oleh

perkembangan akal, moral, kemauan, bahasa, dan niali-nilai kehidupan.

Timbulnya cita-cita juga dibarengi oleh perkembangan kepribadian. Dari segi

emansipasi kemandirian, keinginan yang terpuaskan dapat memperbesar

kemauan dan semangat belajar. Dari segi pembelajaran, penguatan dnegan

hadiah atau juga hukuman akan dapat mengubah keinginan menjadi kemauan,

dan kemudian kemauan menjadi cita-cita. Keinginan berlangsung sesaat atau

dalam jangka waktu singkat, sedangkan kemauan dapat berlangsung dalam

waktu yang lama. Kemauan telah disertai dengan perhitungan akal sehat.

Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu yang sangat lama, bahkan sepanjang

hayat.

2. Kemampuan Siswa

Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemapuan atau kecakapan

mencapainya. Keinginan membaca perlu dibarengi dengan kemampuan

mengenal dan mengucapkan bunyi huruf-huruf. Kesukaran mengucapkan

huruf “r” misalnya,dapat diatasi dengan drill/melatih ucapan “r” yang benar.

Latihan berulang kali menyebabkan terbentuknya kemampuan mengucapkan


21

“r”. Dengan didukung kemampuan mengucapkan “r”, atau kemampuan

mengucapkan huruf-huruf lain, maka keinginan anak untuk membaca akan

terpenuhi. Keberhasilan membaca suatu buku bacaan akan menambah

kekayaan pengalaman hidup. Keberhasilan tersebut memuaskan dan

menyenangkan hatinya. Secara perlahan-lahan terjadilah kegemaran

membaca pada anak yang semula sukar mengucapkan huruf “r” yang benar.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kemampuan akan memperkuat

motivasi anak untuk melaksnakan tugas-tugas perkembangan.

3. Kondisi mahasiswa

Kondisi mahasiswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi

motivasi belajar. Seorang mahasiswa yang sedang sakit, lapar, atau marah-

marah akan mengganggu perhatian belajar. Sebaliknya seorang mahasiswa

yang sehat, kenyang, dan gembira akan mudah memusatkan perhatian.

4. Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal,

pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan. Sebagai anggota

masyarakat maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Bencana

alam, tempat tinggal yang kumuh, ancaman rekan yang nakal, perkelahian

antar siswa, akan menganggu kesungguhan belajar. Sebaliknya, kampus

sekolah yang indah, pergaulan yang rukun, akan memperkuat motivasi

belajar. Oleh karena itu kondisi lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan

hidup, ketertiban pergaulan perlu dipertinggi mutunya. Dengan lingkungan

yang aman, tentram, tertib, dan indah maka semangat dan motivasi belajar

mudah diperkuat.
22

Sedangkan menurut Majid (2013) terdapat dua jenis faktor yang mempengaruhi

motivasi belajar yaitu faktor intenal dan faktor eksternal. Berikut penjelasannya

antara lain:

1. Faktor Internal (faktor yang berasal dari dalam diri individu)

a. Adanya kebutuhan

Menurut Purwanto (2012)”Tindakan yang dilakukan oleh manusia pada

hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik

maupun psikis.” Dari pendapat tesebut, ketika keluarga memberikan

motivasi kepada anak haruslah diawali dengan berusaha mengetahui

terlebih dahulu apa kebutuhan-kebutuhan anak yang akan dimotivasi.

Memahami kebutuhan anak adalah semata-mata untuk memberi peluang

pada anak memilih berbagai alternatif yang tersedia dalam suatu

lingkungan yang kaya stimulasi. Berdasarkan pendapat tersebut dapat

dipahami bahwa orang tua harus mengetahui kebutuhan anak.

b. Persepsi individu mengenai diri sendiri

Seseorang termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu banyak

tergantung pada proses kognitif berupa persepsi. Persepsi seseorang

tentang dirinya sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku

seseorang untuk bertindak.

c. Harga diri dan prestasi


23

Faktor ini mendorong atau mengarahkan individu (memotivasi) untuk

berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan memperoleh

kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam lingkungan

masyarakat, serta dapat mendorong individu untuk berprestasi.

d. Adanya cita-cita dan harapan masa depan

Cita-cita dan harapan merupakan informasi objektif dari lingkungan yang

mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif seseorang. Harapan

merupakan tujuan dari perilaku yang selanjutnya menjadi pendorong.

Cita-cita mempunyai pengaruh besar. Cita-cita merupakan pusat

bermacam-macam kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan itu biasanya

direalisasikan di sekitar cita-cita tersebut sehingga cita-cita tersebut

mampu memberikan energi kepada anak untuk melakukan sesuatu

aktivitas belajar. Jadi seseorang anak harus mempunyai cita-cita, dengan

cita-cita tersebut diharapkan seorang anak dapat meraih apa saja yang

diinginkan. Selanjutnya Zakiah Daradjat menjelaskan sikap-sikap, cita-

cita, dan rasa ingin tahu anak. Pada umumnya anak-anak pre-adolescent

dan permulaan adolescent memiliki cita-cita yang tinggi dan mereka

sering memberi respons dalam bentuk kerja sama permainan, kejujuran,

dan kerajinan. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa perlu

pemberian motivasi yang tepat terhadap anak yang belum mengetahui

pentingnya belajar yang menunjang terhadap pencapaian cita-citanya.

e. Keinginan tentang kemajuan dirinya

Menurut Sardiman (2012), “melalui aktualisasi diri pengembangan

kompetensi akan meningkatkan kemajuan diri seseorang. Keinginan dan


24

kemajuan diri menjadi salah satu keinginan dari seseorang. Keinginan dan

kemajuan diri ini menjadi salah satu keinginan bagi setiap individu.”

f. Minat

Motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat sehingga

tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar

akan belajar kalau disertai dengan minat.

g. Kepuasan kinerja

Kepuasan kinerja lebih merupakan suatu dorongan afektif yang muncul

dalam diri individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari

suatu perilaku.

2. Faktor Eksternal (faktor yang berasal dari luar individu)

Ada beberapa cara untuk menumbuhkan dan membangkitkan anak agar

melakukan aktivitas belajar, diantaranya sebagai berikut:

a. Pemberian Hadiah

Hadiah merupakan alat pendidikan yang bersifat positif dan fungsinya

sebagai alat pendidik represif positif. Hadiah juga merupakan alat

pendorong untuk belajar lebih aktif. Keluarga sakinah dapat memilih

macam-macam hadiah dengan disesuaikan dengan situasi dan kondisi

tertentu. Motivasi dalam bentuk hadiah ini dapat membuahkan semangat

belajar dalam mempelajari materi-materi pelajaran.

b. Kompetisi

Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong

belajar anak, baik persaingan individu maupun kelompok dalam rangka

meningkatkan prestasi belajar anak. Memang unsur persaingan itu banyak


25

digunakan dalam dunia industri dan perdagangan, tetapi sangat baik jika

digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar anak.

c. Hukuman

Hukuman merupakan pendidikan yang tidak menyenangkan, alat

pendidikan yang bersifat negatif. Namun demikian, hukuman dapat

menjadi alat motivasi atau pendorong untuk mempergiat belajar anak.

Anak akan berusaha untuk mendapatkan tugas yang menjadi tanggung

jawabnya agar terhindar dari hukuman. Ahmadi (2014) menyebutkan

hukuman adalah termasuk alat pendidikan represif yang bertujuan

menyadarkan anak didik agar melakukan hal-hal yang baik dan sesuai

dengan tata aturan yang berlaku. Sebelum hukuman diberikan, hendaknya

pendidikan atau orang tua mengetahui tahapan-tahapan seperti yang

disebutkan oleh Ahmadi (2014), antara lain: pemberitahuan, teguran,

peringatan, dan hukuman.

d. Pujian

Menurut Sardiman (2015) pujian merupakan bentuk reinforcement yang

positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Apabila anak

berhasil dalam kegiatan belajar, pihak keluarga perlu memberikan pujian

pada anak. Positifnya pujian tersebut dapat menjadi motivasi untuk

meningkatkan prestasi jika pujian yang diberikan kepada anak tidak

berlebihan.

e. Situasi Lingkungan pada Umumnya

Setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya

dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya.


26

f. Sistem Imbalan yang Diterima

Imbalan merupakan karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang

dibutuhkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat

mengubah arah tingkah laku dari satu objek ke objek lain yang

mempunyai nilai imbalan yang lebih besar. Sistem pemberian imbalan

dapat mendorong individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan.

Dipandang sebagai tujuan sehingga ketika tujuan tercapai, akan timbul

imbalan.

2.2.4 Macam-macam Motivasi Belajar

Berbicara tentang macam-macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari

berbagai sudut pandang. Dengan demikian, motivasi atau motif-motif yang aktif

itu sangat bervariasi (Sardiman, 2012)

1. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya

a. Motif-motif bawaan yang dimaksud dengan motif bawaan adalah motif

yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari. Sebagai

contoh misalnya: dorongan untuk makan, dorongan untuk minum,

dorongan untuk bekerja, untuk beristirahat, dorongan seksual. Motif-motif

ini seringkali disebut motif-motif yang disyaratkan secara biologis.

Relevan dengan ini, maka Fransen memberi istilah jenis motif ini

Physiological drives.

b. Motif-motif yang dipelajari

Maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Sebagai contoh:

dorongan untuk belajar suatu cabang imu pengetahuan, dorongan untuk


27

mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif-motif ini seringkali disebut

dengan motif-motif yang diisyaratkan secara sosial. Sebab manusia hidup

dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia yang lain, sehingga

motivasi itu terbentuk. Fransen mengistilahkan dengan affiliative needs.

Sebab justru dengan kemampuan berhubungan, kerja sama di dalam

masyarakat tercapailah suatu kepuasan diri. Sehingga manusia perlu

mengembangkan sifat-sifat ramah, koopertif, membina hubungan baik

dengan sesama, apalagi orang tua dan guru. Dalam kegiatan belajar-

mengajar, hal ini dapat membantu dalam usaha membantu dalam usaha

mencapai prestasi.

Di samping itu Fransen, masih menmbahkan jenis-jenis motif berikut ini:

a. Cognitive motives

Motif ini menunjuk pada gejala intrinsic, yakni menyangkut kepuasan

individual. Kepuasan individual yang berada di dalam diri manusia

dan biasanya berwujud proses dan produk mental. Jenis motif seperti

ini adalah sangat primer dalam kegiatan belajar di sekolah, terutama

yang berkaitan dengan pengembangan intelektual.

b. Self-expression

Penampilan diri adalah sebagian dari perilaku manusia. Yang penting

kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana

sesuatu itu terjadi, tetapi juga mampu membuat suatu kejadian. Untuk

ini memang diperlukan kreativitas, penuh imajinasi. Jadi dalam hal ini

seseorang memiliki keinginan untuk aktualisasi diri.


28

c. Self-enhancement

Melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi akan

meningkatkan kemajuan diri seseorang. Ketinggian dan kemajuan diri

ini menjadi salah satu keinginan bagi setiap individu. Dalam belajar

dapat diciptakan suasana kompetensi yang sehat bagi anak didik

untuk mencapai suatu prestasi.

2. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis

a) Motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya: kebutuhan untuk

minum, makan, bernafas, seksual, berbuat dan kebutuhan beristirahat. Ini

sesuai dengan jenis physiological drives dari Fransen seperti telah

disinggung di atas.

b) Motif darurat, yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain: dorongan

untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha,

untuk memburu, jelasnya motivasi jenis ini timbul karena rangsangan dari

luar.

c) Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk

melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat.

Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia

luar secara efektif.

3. Motivasi jasmaniah dan rohaniah

Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua jenis

yakni motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang termasuk motivasi

jasmani mislanya: refleks, insting otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk

motivasi rohaniah adalah kemauan. Soal kemauan itu pada setiap diri manusia
29

terbentuk melalui empat momen.

a. Momen timbulnya alasan

Sebagai contoh seorang pemuda yang sedang giat berlatih olahraga untuk

menghadapi suatu porseni di sekolahnya, tetapi tiba-tiba disuruh ibunya

untuk mengantarkan seseorang tamu membeli tiket karena tamu itu mau

kembali ke Jakarta. Si pemuda itu kemudian mengantarkan tamu tersebut.

Dalam hal ini si pemuda tadi timbul alasan baru untuk melakukan sesuatu

kegiatan (kegiatan mengantar). Alasan baru itu bisa karena untuk

menghormati tamu atau mungkin keinginan untuk tidak mengecewakan

ibunya.

b. Momen pilih

Momen pilih, maksudnya dalam keadaan pada waktu ada alternatif-

alternatif yang mengakibatkan persaingan diantara alternatif atau alasan-

alasan itu. Kemudian seseorang menimbang-nimbang dari berbagai

alternatif untuk kemudian menentukan pilihan alternatif yang akan

dikerjakan.

c. Momen putusan

Dalam persaingan antara berbagai alasan, sudah barang tentu akan

berakhir dengan dipilihnya satu alternatif. Suatu alternatif yang dipilih

inilah yang menjadi putusan untuk dikerjakan.

d. Momen terbentuknya kemauan

Kalau seseorang sudah menetapkan satu putusan untuk dikerjakan,

timbullah dorongan pada diri seseorang untuk bertindak, melaksanakan

putusan itu.
30

4. Motiviasi Intrinsik dan Ekstrinsik

a. Motivasi Intrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif- motif yang

menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena

dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang

menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk

dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang

dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan

motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di

dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai contoh konkret, seorang

siswa itu melakukan belajar, karena betul-betul ingin mendapat

pengetahuan, nilai atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya

secara kontstruktif, tidak karena tujuan yang lain-lain. Intrinsic

motivations are inherent in the learning situations and meet pupil-needs

adn purpose. Itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan

sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan

diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak

berkaitan dengan aktivitas belajarnya. Seperti tadi dicontohkan bahwa

seseorang belajar, memang benar-benar ingin mengetahui segala

sesuatunya, bukan karena ingin pujian atau ganjaran.

Perlu diketahui bahwa siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan

memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang

ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan untuk menuju ke


31

tujuan yang ingin dicapai ialah belajar, tanpa belajar tidak mungkin

mendapat pengetahuan, tidak mungkin menjadi ahli. Dorongan

menggerakan itu bersumber pada kebutuhan, kebutuhn yang berisikan

keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan.

Jadi memang motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan

tujuan secara esensial, bukan sekedar simbol dan seremonial.

Menurut Kompri (2015) terdapat dua jenis motivasi intrinsik diantaranya

sebagai berikut:

1) Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal.

Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan

sesuatu karena kemauan diri sendiri, bukan karena kesuksesan atau

imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka

mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab

personal atas pembelajaran mereka.

2) Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal.

Pengalaman optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu

dan berkosentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat

dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga

tidak terlalu mudah.

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ektrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena

adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh seseorang itu belajar,

karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan mendapatkan nilai
32

baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya, atau temannya. Jadi yang

penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin

mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapat hadiah. Jadi kalau

dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung

bergayut dengan esensi apa yang dilakukannya itu. Oleh karena itu,

motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang

di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan

dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas

belajar.

Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ektstrinsik ini tidak baik

dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar-mengajar tetap penting. Sebab

kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah, dan juga

mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar ada

yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.

2.2.5 Fungsi Motivasi Belajar

Guru sebagai petugas pendidikan harus menguasai materi pelajaran yang

disajikannya, metode penyampaian yang cocok dengan materi, dan mampu

mengelola lingkungan belajar. Salah satu hal yang sangat penting adalah

membangkitkan motivasi siswa untuk belajar (Hamdani, 2011). Fungsi motivasi

yang berkenaan dengan proses belajar mengajar, antara lain sebagai berikut:

1. Fungsi Penggerak dalam Motivasi

Penggerak dalam motivasi belajar untuk siswa dapat dilakukan melalui

berbagai cara, antara lain:


33

a. Metode penemuan.

Metode ini dimaksudkan agar siswa memberi stimulan terhadap dirinya

sendiri sehingga ia melakukan fungsi penggerak motivasinya.

b. Motivasi kompetensi.

Motivasi Kompetensi menggerakan tindakan-tindakan, seperti

menyelidiki, memperhatikan, berbicara, penalaran, dan memanipulasi.

c. Belajar terprogram.

Kelompok belajar secara terbimbing berisi serangkaian pertanyaan dan

jawaban, yang disusun secara bertahap sampai pada penyelesaian

masalah. Cara belajar seperti ini, menuntut siswa untuk membuat inferensi

dan mengingat aturan-aturan tanpa bantuan atau penjelasan dari guru.

d. Prosedur brainstorming.

Prosedur ini dimaksudkan agar siswa mampu memproduksi ide-ide yang

berbobot tinggi, melalui diskusi dan kritik. Istilah lain prosedur ini adalah

prosedur pendapat. Beberapa keuntungan prosedur ini adalah

menghasilkan ide-ide lebih banyak dibandingkan dengan cara lain, seperti

pengarahan janji, atau hadiah.

2. Fungsi Harapan

Guru memberi harapan-harapan tersebut untuk menggugah motivasi belajar.

Cara-cara dapat dilaksanakan untuk memenuhi fungsi harapan ini antara lain:

a. Merumuskan tujuan intruksional sekhusus mungkin.

Tujuan-tujuannya spesifik, operasional, dan dapat diamati akan lebih

mendorong siswa untuk mencapainya. Dalam hubungan ini telah

terkandung harapan-harapan yang diinginkan siswa.


34

b. Tujuan intruksional

Hendaknya terbagi atas tiga kategori, yaitu tujuan intruksional langsung,

intermediate, dan jangka panjang. Jauh dekatnya tujuan intruksional

memberikan pengaruh terhadap kepercayaan siswa untuk mencapainya,

yang bertalian erat dengan pengerahan energi.

c. Perubahan-perubahan harapan.

Harapan adalah produk dari pengalaman masa lampau. Keberhasilan

atau kegagalan pada masa lampau merupakan unsur utama meramalkan

keberhasilan dan kegagalan yang mungkin terjadi pada masa yang akan

datang.

d. Tingkat aspirasi.

Tingkat aspirasi dimaksudkan sebagai pembangkit motivasi dengan

berpedoman bahwa keberhasilan masa lampau mengondisi siswa untuk

menambah harapan- harapan mereka. Kegagalan masa lampau

menyebabkan siswa memperendah harapannya, untuk menjaga agar

kegagalan yang sama tidak terulang.

Menurut Winansih (2015) hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi.

Motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para

siswa. Motivasi bertalian erat dengan tujuan. Sehubungan dengan hal itu

terdapat tiga fungsi motivasi, yaitu:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor

yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor

penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.


35

b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.

Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang

harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang

harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisih

perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Di samping itu, ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai

pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha

karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan

menunjukan hasil yang baik. Dengan kata lain dengan adanya usaha yang

tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar

itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang

siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya

(Sardiman, 2011)

2.3 Urgensi Kecerdasan Emosional bagi Motivasi Belajar

2.3.1 Kecerdasan Emosional dalam Pembelajaran

Kecerdasan emosional bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak, naluri

moral. Benih semua dorongan adalah perasaan. Dan perasaanlah yang

memunculkan diri dalam bentuk tindakan. Dalam konteks hubungan emosi dan

motivasi, tindakan memotivasi harus dilakukan dengan menyentuh emosi. Karena

emosi yang negatif akan melahirkan tindakan yang negatif pula. Begitupun

sebaliknya emosi yang positif akan melahirkan tindakan yang positif pula

(Efendi, 2015).
36

Kegiatan pembelajaran merupakan upaya dalam mengembangkan peserta didik

agar memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi dan memiliki kecerdasan emosi

yang baik. Kedua kecerdasan tersebut sangat diperlukan keseimbangannya agar

peserta didik menjadi pandai, kreatif, berempati, mengelola emosinya dengan

baik, dapat memotivasi dirinya sendiri sehingga dapat mandiri, selalu intropeksi

diri karena mengetahui perasaan yang ada di dalam dirinya sendiri maupun

perasaan yang ada pada orang lain.

Di dunia pendidikan sering terjadi suatu persaingan ketat dalam proses

pembelajaran untuk mencapai suatu keberhasilan. Hal tersebut merupakan suatu

hal yang wajar, karena sering kali peserta didik merasa khawatir mengalami

kegagalan yakni merasa takut akan tinggal kelas. Salah satu usaha yang dilakukan

oleh peserta didik yaitu dengan mengikuti bimbingan belajar di luar jam pelajaran

di sekolah. Namun masih ada faktor lain yang lebih penting dalam mencapai

keberhasilan selain kecerdasan kecerdasan intelektual, faktor tersebut ialah

kecerdasan emosional. Dengan kecerdasan emosional, peserta didik mampu

mengetahui perasaan mereka sendiri dengan baik, mampu menghadapi perasaan-

perasaan orang lain, dan mampu mengelola emosinya dengan baik. Peserta didik

dengan keterampilan emosional yang berkembang dengan baik berarti

kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi

belajar yang tinggi untuk berprestasi. Sebaliknya peserta didik yang tidak dapat

mengendalikan emosinya dengan baik akan mengalami pertarungan batin yang

merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya.

2.3.2 Urgensi Kecerdasan Emosional dalam Pembelajaran


37

Kecerdasan emosional sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, karena itu

dibutuhkan motivasi belajar yang tinggi dari peserta didik agar kegiatan

pembelajaran berjalan efektif sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Peserta

didik yang memiliki motivasi belajar yang tinggi, cenderung menunjukkan

semangat dan kegairahan dalam mengikuti pembelajaran, mereka biasanya

kelihatan lebih menaruh perhatian bersungguh-sungguh dalam belajar dan aktif

berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Siswa yang memiliki motivasi

belajar yang tinggi akan lebih tekun, bersemangat, lebih tahan dan memiliki

ambisi yang lebih tinggi dalam mencapai suatu prestasi belajar yang lebih baik.

Namun apabila dibandingkan dengan peserta didik yang tidak memiliki motivasi

belajar. Mereka yang tidak memiliki motivasi belajar terlihat kurang bergairah

dalam belajar maupun mengikuti pembelajaran di kelas, tidak menaruh perhatian

penuh terhadap pelajaran yang dipelajari dan tidak berpartisipasi aktif dalam

belajar. Kondisi siswa yang kurang memiliki motivasi belajar sudah tentu tidak

mampu menghasilkan prestasi yang memuaskan.

2.3.3 Pengaruh Kecerdasan Emosional dalam Meningkatkan Motivasi

Mengingat perlunya kecerdasan emosional dalam meningkatkan motivasi belajar

peserta didik, maka pengetahuan tentang kecerdasan emosional penting untuk

dimiliki oleh seorang guru agar mampu mengembangkan kecerdasan emosional

peserta didik. Peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional dapat

mengendalikan dirinya dengan baik dalam mengikuti proses pembelajaran dan

memiliki kesadaran yang tinggi untuk belajar. Hal demikian yang menjadi modal

utama bagi peserta didik untuk meraih hasil belajar dengan baik, sesuai dengan

tujuan yang hendak dicapai dalam bidang akademik maupun non akademik.
38

Apabila kecerdasan emosional peserta didik tinggi, maka tingkat motivasi

belajar peserta didik pun akan meningkat. Kecerdasan emosi yang dimiliki oleh

peserta didik akan berperan dalam berperilaku, dan menempatkan dirinya

melaksanakan tugasnya sebagai pelajar dan juga bisa menjalankan fungsi

makhluk sosial di lingkungan masyarakat sekitar.

2.4 Kerangka Teori

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka dapat disusun kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

Faktor Internal
Adanya kebutuhan
Persepsi individu mengenai diri sendiri
Harga diri dan prestasi
Adanya cita-cita dan harapan masa depan
Keinginan tentang kemajuan dirinya
Minat
Kepuasan kinerja Motivasi belajar
Faktor Eksternal
Pemberian Hadiah
Kompetisi
Hukuman
Pujian
Situasi Lingkungan pada Umumnya
Sistem Imbalan yang Diterima
Gambar 2.1
Kerangka Teori

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka dapat disusun kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

Kecerdasan Emosional Motivasi belajar

Gambar 2.2
Kerangka Konsep
39

2.6 Hipotesis

Ha: Terdapat hubungan kecerdasan emosional dengan motivasi belajar

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Ho: Tidak terdapat hubungan kecerdasan emosional dengan motivasi belajar

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai