Anda di halaman 1dari 29

A.

Judul : Hubungan Self Efficacy dengan Motivasi Belajar


Siswa SMAN 1 Pagaran Tapah Darussalam

B. Peneliti/NPM : Uci Bristy Yulia Ningsih/176510179

C. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan
terencana dalam meningkatkan potensi diri siswa dalam segala aspeknya menuju
terbentuknya kepribadian dan akhlak mulia dengan menggunakan media dan metode
pembelajaran yang tepat guna melaksanakan tugas hidupnya sehingga dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Gandhi, 2016). Pendidikan juga
dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan pengalaman belajar yang terarah yang dilalui
oleh peserta didik agar dapat membentuk perilaku dan kepribadian serta kemampuan
berpikir peserta didik tersebut.
Belajar merupakan suatu pengalaman yang diperoleh berkat adanya interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Belajar menunjukkan suatu proses perubahan perilaku atau
pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Dapat dirumuskan juga
bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan interaksi
antara individu dan lingkungannya yang dilakukan secara formal, informal dan nonformal
(Uno, 2019). Belajar juga dapat diartikan sebagai proses seseorang untuk dapat mengetahui
serta memahami sesuatu dan siswa juga belajar karena didorong oleh kekuatan mental yang
berupa keinginan, kemauan dan cita-cita. Siswa belajar karena terbentuknya rasa keyakinan
diri. Keyakinan diri yang dimaksud disebut juga dengan self efficacy.
Self Efficacy merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self
knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari. hal ini di
sebabkan self efficacy yang dimiliki ikut mempengaruhi individu dalam menentukan
tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya perkiraan
berbagai kegiatan yang akan dihadapi (Ghufron dan Risnawati, 2017). Self efficacy adalah
suatu bentuk rasa keyakinan dalam kemampuan diri dalam untuk mencapai tujuan tertentu.
Self efficacy yang rendah pada siswa akan sangat berpengaruh terhadap proses
pembelajarannya. Hal ini akan berdampak pada siswa menjadi malas untuk belajar, rasa
cemas yang tinggi dalam mengerjakan tugas kemampuan diri yang rendah terhadap
pembelajaran, dan rasa cepat menyerah terhadap pembelajaran (Amir, 2016).
Siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi adalah siswa yang yakin bahwa dirinya
mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Sedangkan siswa yang memiliki efikasi diri yang
rendah cenderung kesulitan daan kebingungan dalam menyelesaikan tugasnya. Adanya
keyakinan diri pada siswa maka siswa akan termotivasi dalam menyelesaikan permasalahan
yang terdapat pada pembelajaran. Keyakinan diri pada siswa dalam belajar dapat
menumbuhkan keinginan yang kuat untuk motivasi belajar.
Motivasi sangat berperan penting dalam proses pembelajaran dan keberhasilan
proses belajar itu sendiri. Motivasi lebih banyak ditekankan pada individu siswa dengan
harapan munculnya semangat untuk mengikuti proses pembelajaran. Motivasi yang dimiliki
siswa akan menjadikan siswa memiliki semangat, disiplin, tanggung jawab, dan keseriusan
dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan kata lain, peran motivasi dalam proses
pembelajaran siswa tidak lain sebagai sumber energi psikologis (Irham dan Wiyani, 2016).
Jika motivasi belajar siswa cenderung rendah, mka hal ini dapat menunjukkan bahwa siswa
tersebut kurang yakin dengan kemampuan yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti pada proses
pembelajaran di kelas X dan XI IPA SMAN 1 Pagaran Tapah Darussalam dengan cara
mengikuti pembelajaran dikelas, menunjukkan pada saat proses pembelajaran berlangsung
siswa kurang aktif. Ketika guru memberikan pertanyaan kepada siswa, beberapa siswa
cenderung pasif dan tidak mau menjawab pertanyaan dari guru. Bahkan masih ada siswa
yang malu untuk bertanya ataupun malu mengungkapkan pendapat karena ssiwa merasa
tidak yakin dengan kemampuan yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti pada beberapaa
orang siswa SMAN 1 Pagaran Tapah Darussalam, ditemukan masalah yaitu siswa malu
mengemukakan pendapat dan menjawab pertanyaan dari guru ketika guru memberikan
pertanyaan. Siswa juga jarang untuk bertanya kepada guru mengenai materi pelajaran yang
telah disampaikan. Sehingga siswa menjadi kurang aktif dalam pembelajaran karena kurang
percaya diri. Sebagian siswa juga masih telat dalam mengumpulkan tugas yang diberikan
oleh guru.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Zega (2020) hasil
penelitian ini menyatakan bahwa pada uji korelasi product moment didapatkan 0,715 dengan
besar hubungan antara self efficacy terhadap motivasi belajar sebesar 51,20%. Terdapat
hubungan antara self efficacy terhadap motivasi belajar siswa. Hasil penelitian Rindi dan
Rahma (2017) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara self efficacy
dengan motivasi belajar, cara kerja efikasi diri dalam mewujudkan motivasi belajar yaitu
dengan memahami dan mampu menilai kemampuannya sendiri sehingga dapat memberikan
arah dalam setiap aktivitas belajar. Dengan motivasi belajar yang tinggi dapat memperoleh
hasil belajar yang maksimal.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka peneliti akan
melakukan penelitian dengan judul, “Hubungan Self Efficacy dengan Motivasi Belajar Siswa
SMAN 1 Pagaran Tapah Darussalam”
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, pada penelitian ini dapat identifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Siswa cenderung pasif ketika proses pembelajaran berlangsung.
2. Siswa tidak menjawab pertanyaan dari guru ketika guru bertanya.
3. Siswa ada yang merasa malu untuk bertanya kepada guru.
4. Beberapa siswa masih ada merasa malu untuk mengemukakan pendapat pada saat proses
pembelajaran berlangsung.
5. Masih terdapat siswa yang tidak tepat waktu dalam mengumpulkan tugas.
3. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan self
efficacy dengan motivasi belajar siswa SMAN 1 Pagaran Tapah Darussalam?
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
4.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Hubungan Self Efficacy dengan Motivasi
Belajar Siswa SMAN 1 Pagaran Tapah Darussalam”
4.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi Guru
Diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru dan solusi dalam proses pembelajaran
dengan cara meningkatkan self efficacy dan motivasi belajar siswa.
b. Bagi Siswa
Diharapkan siswa dapat digunakan sebagai bahan evaluasi diri dalam mengikuti proses
pembelajaran dan menumbuhkan motivasi dalam belajar.
c. Bagi Sekolah
Diharapkan sekolah memperoleh masukkan serta informasi yang konkrit untuk
memperbaiki motivasi belajar siswa yang berkaitan dengan self efficacy.
d. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pemahaman peneliti pada
kehidupan sehari-hari.
5. Penjelasan Istilah Judul
Penjelasan istilah judul yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Self Efficacy merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowledge
yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari. hal ini di sebabkan self
efficacy yang dimiliki ikut mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang
akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya perkiraan berbagai
kegiatan yang akan dihadapi (Ghufron dan Risnawati, 2017).
2. Motivasi belajar merupakan sesuatu keadaan yang terdapat pada diri seseorang individu
dimana ada suatu dorongan untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan (Emda,
2017)
D. Tinjauan Teori
1. Self Efficacy
1.1. Pengertian Self Efficacy
Menurut Ghufron dan Risnawati (2017) self efficacy merupakan salah satu aspek
pengetahuan tentang diri atau self knowledge yang paling berpengaruh terhadap kehidupan
manusia sehari-hari. Hal ini disebabkan karena self efficacy yang dimiliki ikut
mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai
suatu tujuan, termasuk didalamnya yaitu perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi.
Self efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimilikinya untuk
menghasilkan tingkatan performa yang telah terencana, dimana kemampuan tersebut sudah
dilatih, digerakkan oleh kejadian-kejadian yang berpengaruh dalam hidup seseorang.
Self efficacy adalah keyakinan seseorang bahwa ia mampu melakukan tugas dengan
baik. Self efficacy memiliki keefektifan yaitu individu mampu menilai dirinya sendiri yang
memiliki kekuatan untuk menghasilkan pengaruh yang diinginkan. Tingginya yang
dipersepsikan akan memotivasi individu secara kognitif untuk bertindak lebih tepat dan
terarah, terutama apabila tujuan yang dicapai merupakan tujuan yang sangat jelas. Konsep
dasar dari teori self efficacy yaitu terletak pada masalah adanya keyakinan bahwa pada setiap
individu mempunyai kemampuan mengontrol pikiran, perasaan dan perilakunya. Self
efficacy tidak terlalu menggambarkan tentang kemampuan yang sebenarnya, tetapi terkait
dengan keyakinan yang dimiliki individu (Fajarwati, 2016).
Self efficacy adalah persepsi individu dengan keyakinan kemampuannyauntuk
melakukan tindakan yang diharapkan, self efficacy yang dimiliki oleh seseorang berkaitan
dengan upaya untuk meningkatkan motivasi belajarnya (Rindi dan Rahma, 2019). Self
efficacy merupakan suatu kemampuan untuk mengatur dan melaksanakan bagian dari
aktivitas yang dibutuhkan agar mencapai tujuan yang diinginkan (Ilham dan Sefni, 2019).
Menurut Amir (2016) self efficacy adalah suatu bentuk rasa keyakinan dalam
kemampuan dalam diri untuk mencapai tujuan tertentu. Self efficacy yang rendah pada siswa
akan sangat berpengaruh terhadap proses pembelajarannya. Hal ini akan berdampak pada
siswa menjadi malas untuk belajar, rasa cemas yang tinggi dalam mengerjakan tugas
kemampuan diri yang rendah terhadap pembelajaran, dan rasa cepat menyerah terhadap
pembelajaran. Self efficacy memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga seseorang memfokuskan perhatian pada keyakinan mereka tentang potensi diri
secara maksimal.
Self efficacy yang kuat akan dapat mempengaruhi proses pembelajaran siswa di
lingkungan pendidikannya. Kemudian, self efficacy sangat perlu ditingkatkan untuk
mencapai pendidikan yang merata dalam proses pembelajaran siswa (Saagita, 2017). Self
efficacy sering disebut sebagai keyakinan diri terhadap sesuatu yang sedang dijalani,
keyakinan diri memiliki dampak positif pada berbagai aspek kehidupan seseorang terutama
dalam pembelajaran (Monika dan Adman, 2017).
Self efficacy adalah keyakinan atau kepercayaan individu terhadap kemampuan yang
dimiliki seseorang dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapi,
sehingga mampu mengatasi rintangan dan mencapai tujuan yang diharapkan (Putri, dkk,
2017). Self efficacy akan membantu siswa untuk menentukan sejauh mana usaha yang akan
dilakukan untuk melakukan aktivitas. Siswa dengan self efficacy yang tinggi akan tekun
berusaha menguasai tugas pembelajaran. Mereka akan mengejar tujuan penugasan yang
melibatkan tantangan dan mendapatkan pengetahuan baru. Sedangkan siswa dengan self
efficacy yang rendah cenderung percaya bahwa kecerdasan adalah bawaan dan tidak dapat
dirubah (Rahayu, 2019).
Berdasarkan penjelasan tentang self efficacy, dapat disimpulkan bahwa self efficacy
merupakan suatu bentuk keyakinan atau kepercayaan dalam diri seseorang yang memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapi untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Self efficacy berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam upaya untuk
meningkatkan motivasi belajar.
1.2. Fungsi Self Efficacy
Menurut Bandura, fungsi dan berbagai dampak dari penilaian self efficacy antara
lain sebagai berikut:
1. Perilaku memilih
Individu seringkali dihadapkan dengan pengambilan keputusan meliputi pemilihan
tindakan dan lingkungan sosial yang ditentukan dari penilaian efikasi individu, seseorang
cenderung menghindari tugas dan situasi yang diyakini melampaui kemampuan diri mereka
dan sebaiknya mereka akan mengerjakan tugas tugas yang dinilai mampu untuk mereka
lakukan. Self efficacy yang tinggi akan dapat memacu keterlibatan aktif dalam suatu
kegiatan atau tugas yang kemudian akan meningkatkan kompetensi seseorang, sebaiknya
self efficacy yang rendah dapat mendorong seseorang untuk menarik diri dari lingkungan
dan kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan potensi yang dimilikinya.
Seseorang yang memiliki penilaian self efficacy secara berlebihan cenderung akan
menjelaskan kegiatan yang jelas di atas jangkuan dengan kegagalan kemampuannya.
Akibatnya dia akan mengalami kesulitan-kesulitan yang berakhir yang sebenarnya tidak
perlu terjadi. Sebaliknya seseorang yang menganggap rendah kemampuannya juga akan
mengalami kerugian walaupun kondisi ini lebih seperti member batasan pada diri sendiri
dari suatu bentuk keengganan.
Melalui kegagalan dalam mengembangkan potensi kemampuan yang dimiliki dan
membatasi kegiatan-kegiatannya, seseorang pasti dapat memutuskan dirinya dari banyak
pengalaman berharga seharusnya ia berusaha untuk mencoba tugas-tugas yang memiliki
penilaina penting tetapi ia justru menciptakan suatu halangan internal dalam menampilkan
kinerja yang efektif melalui pendekatan dirinya pada keraguan.
2. Usaha yang dilakukan dan daya tahan
Penilaian terhadap self efficacy menetukan seberapa besar usaha yang akan dilakukan
seseorang dan seberapa lam ia akan bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman
yang tidak menyenangkan. Semakin tinggi self efficacy seseorang maka akan semakin besar
dan gigih pula usaha yang dilakukan ketika dihadapkan dengan kesulitan. Individu yang
memiliki self efficacy yang tinggi akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi
tantangan tersebut sedangkan orang yang meragukan kemampuannya akan mengurangi
usahanya atau bahkan mudah menyerah.
3. Pola berfikir dan reaksi emosi
Penilaian mengenai kemampuan seseorang juga mempengaruhi pola berpikir dan
reaksi emosionalnya selama interaksi actual dan terantisipasi dengan lingkungan, individu
yang menilai dirinya memiliki self efficacy rendah merasa tidak mampu dalam mengatasi
masalah atau tuntutan lingkungan hanya akan terpaku pada kekurangannya sendiri dan
berpikir kesulitan yang mungkin timbul lebih berat dari kenyataan. Sebaliknya individu yang
memiliki self efficacy yang tinggi akan lebih memusatkan perhatian dan mengeluarkan usaha
yang lebih besar terhadap situasi yang dihadapinya dan setiap hambatan yang muncul akan
mendorongnya untuk berusaha lebih keras lagi. Dalam mengatasi persoalan yang sulit,
individu yang memiliki self efficacy tinggi akan menganggap kegagalan terjadi karena
kurangnya usaha yang dilakukan, sedangkan yang memiliki self efficacy yang lebih rendah
akan menganggap kegagalan disebabkan karena kurangnya kemampuan yang ia miliki.
4. Perwujudan dari keterampilan yang dimiliki
Banayak penelitian membuktikan bahwa self efficacy dapat meningkatkan kualitas
dari fungsi fisiologis seseorang. Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi akan
membentuk tantangan-tantangan terhadap dirinya sendiri yang menunjukkan minat dan
keterlibatan dalam suatu kegiatan. Mereka akan meningkatkan usaha jika kinerja yang
dilakukan mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan menjadikan kegagalan sebagai
pendorong untuk mencapai keberhasilan dan memiliki tingkat stress yang rendah bila
menghadapi situasi. Sedangkan individu yang memiliki self efficacy rendah biasanya akan
menghindari tugas yang sulit, sedikit usaha yang dilakukan dan mudah menyerah
menghadapi kesulitan mengurangi perhatian terhadap tugas tingkat aspirasi rendah dan
mudah mengalami stress dalam situasi yang menekan (Sagita, 2018).
1.3. Sumber Self Efficacy
Menurut Ghufron dan Risnawati (2017) self efficacy dapat ditumbuhkan dan
dipelajari melalui empat sumber informasi utama. Berikut ini adalah empat sumber
informasi tersebut:
1. Pengalaman keberhasilan (mastery experience)
Sumber informasi ini memberikan pengaruh besar pada self efficacy individu
karena didasarkan pada pengalaman-pengalaman pribadi individu secara nyata yang berupa
keberhasilan dan kegagalan. Pengalaman keberhasilan akan menaikkan self efficacy
individu sedangkan pengalaman kegagalan akan menurunkannya. Setelah self efficacy yang
kuat berkembang melalui serangkai keberhasilan dampak negative dari kegagalan-kegaglan
yang umum akan terkurangi. Bahkan kemudian kegagalan diatasi dengan usaha-usaha
tertentu yang dapat memperkuat motivasi diri apabila seseorang mampu menemukan lewat
pengalaman bahwa tersulit pun dapat diatasi melalui usaha yang dilakukan terus-menerus.
2. Pengalaman orang lain (vicarious experience)
Pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dengan kemampuan yang sebanding
dalam mengerjakan suatu tugas akan meningkatkan self efficacy individu dalam
mengerjakan tugas yang sama begitu pula sebaliknya pengamatan terhadap kegagalan orang
lain akan menurunkan penilaian individu mengenai kemampuannya dan individu akan
mengurangi usaha yang dilakukan.
3. Persuasi verbal (verbal persuasion)
Hasil persuasi verbal, individu diarahkan dengan saran, nasehat, dan bimbingan
sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan-kemampuan yang dimiliki
yang dapat membantu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Individu yang dinyatakan
secara verbal cenderung akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan.
Pengaruh persuasi verbal tidaklah terlalu besar karena tidak memberikan suatu pengalaman
yang dapat langsung dialami atau diamati individu. Dalam kondisi yang menekan dan
kegagalan terus-menerus pengaruh sugesti akan cepat lenyap jika mengalami pengalaman
yang tidak menyenangkan.
4. Kondisi fisiologis (physiological state)
Individu akan mendasarkan informasi mengenai kondisi fisiologis mereka untuk
menilai kemampuannya. Ketegangan fisik dalam situasi yang menekan individu dipandang
sebagai suatu tanda ketidakmampuan mereka, karena hal itu dapat melemahkan performansi
kerja setiap individu.
1.4. Faktor-Faktor Self Efficacy
Menurut Ghufron dan Risnawati self efficacy atau kepercayaan diri pada setiap
individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut ini adalah faktor-faktor tersebut:
1. Konsep diri
Terbentuknya kepercayaan diri pada diri seseorang diawali dengan perkembangan konsep
diri yang diperoleh dalam pergaulannya dalam suatu kelompok hasil interaksi yang terjadi
akan menghasilkan konsep diri.
2. Harga diri
Konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang positif pula. Harga diri adalah
penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. Tingkat harga diri seseorang akan
mempengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang.
3. Pengalaman
Pengalaman-pengalaman dapat menjadi faktor munculnya rasa percaya diri. Sebaiknya
pengalaman juga dapat menjadi faktor menurunnya rasa percaya diri seseorang.
Pengalaman masa lalu adalah hal terpenting untuk mengembangkan kepribadian yang
sehat.
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan diri
seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah akan menjadikan orang tersebut bergantung
dan berada dibawah kekuasaan orang lain yang lebih pandai darinya. Sebaliknya, orang
yang mempunyai pendidikan tinggi akan memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih
dibandingkan yang berpendidikan rendah.
1.5. Pengaruh Self Efficacy dalam Pembelajaran
Menurut Bandura, self efficacy seseorang akan mempengaruhi tindakan, upaya,
ketekunan, fleksibilitas dalam perbedaan, dan realisasi dari tujuan, dari individu ini,
sehingga self efficacy yang terkait dengan kemampuan seseorang seringkali menetukan hasil
sebelum tindakan itu terjadi. Self efficacy yang merupakan konstruksi sentral dalam teori
kognitif sosial yang dimiliki seseorang akan:
1. Mempengaruhi pengambilan keputusannya dan mempengaruhi tindakan yang akan
dilakukannya. Seseorang cenderung akan menjalankan sesuatu apabila ia merasa
kompeten dan percaya diri dan akan menghindarinya apabila tidak.
2. Membantu seberapa jauh upaya yang ia lakukan dan bertindak dalam suatu aktifitas,
berapa lama ia bertahan apabila mendapat masalah, dan seberapa fleksibel dalam suatu
situasi yang kurang menguntungkan baginya. Makin besar self efficacy seseorang, makin
besar upaya, ketekunan dan fleksibilitasnya.
3. Mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosionalnya. Seseorang dengan self efficacy yang
rendah mudah menyerah dalam menghadapi masalah, cenderung menjadi stress, depresi,
dan mempunyai suatu visi yang sempit tentang apa yang terbaik untuk menyelesaikan
masalah itu. Sedangkan self efficacy yang tinggi akan membantu seseorang dalam
menciptakan suatu perasaan tenang dalam menghadapi masalah atau aktivitas yang sukar
(Amir dan Risnawati, 2015).
1.6. Indikator Self Efficacy
Menurut Bandura, self efficacypada tiap individu akan berbeda antara satu individu
dengan yang lainnya berdasrkan tiga dimensi. Berikut ini tiga dimensi tersebut:
1. Tingkatan (Level)
Dimensi ini berkaitan dengan derajar kesulitan tugas ketika individu merasa mampu
untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut
tingkat kesulitannya. Self efficacy individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang
mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paing sulit, sesuai dengan batas
kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang akan dibutuhkan pada
masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkat laku
yang akan dicoba atau dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu
dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada diluar kemampuan yang
dirasakannya.
2. Generalisasi (Generelaty)
Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu akan
merasa yakin pada kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan
dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian
aktivitas dan situasi yang bervariasi.
3. Kekuatan (Strength)
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau penghargaan
individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah di goyahkan oleh
pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang kuat akan mendorong
individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang
kurang menunjng. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu
semakin tinggi taraf kesulitan tugas maka semakin lemah keyakinan yang dirasakan untuk
menyelesaikannya. Self efficacy merupakan keyakinan seseorang mengenai kemampuan-
kemampuannya dalam mengatasi berbagai situasi yang muncul dalam hidupnya. Setiap
individu pasti memiliki self efficacy yang berbeda-beda. Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa dimensi-dimensi, self efficacy adalah dimensi tingkatan, dimensi
generalisasi dan dimensi kekuatan (Ghufron dan Risnawati, 2017).
2. Motivasi Belajar
2.1. Pengertian Motivasi Belajar
Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu.motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam
subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan
motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata
“motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.
Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan
sangat dirasakan/mendesak. Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk
menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan
sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan
perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi
motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan
arah pada yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki
oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dikatakan “keseluruhan”, karena pada umumnya ada
beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar. Motivasi belajar
merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam
hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki
motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman,
2018).
Menurut Aurora dan Effendi (2019) motivasi merupakan sebuah dorongan dalam
diri yang mampu meningkatkan minat untuk melakukan sesuatu. Sehingga dengan adanya
motivasi akan terdorong melakukan sebuah pekerjaan dengan baik. Menurut Emda (2017)
motivasi belajar merupakan sesuatu keadaan yang terdapat pada diri seseorang individu
dimana ada suatu dorongan untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan. Motivasi
adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi–kondisi tertentu, sehingga seseorang
mau dan ingin melakukan sesuatu dan bila tidak suka maka akan berusaha untuk
meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi dapat dirangsang oleh
faktor dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang. Lingkungan merupakan
salah faktor dari luar yang dapat menumbuhkan motivasi dalam diri seseorang untuk belajar.
Menurut Kompri (2016) motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi siswa akan giat belajar jika ia mempunyai motibasi untuk belajar. Motivasi
belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh
kondisi fisiologis dan kematangan psikologis siswa.
2.2. Ciri-Ciri Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar
Menurut Aurora dan Effendi (2019) siswa yang memiliki motivasi belajar
mempunyai ciri-ciri yaitu:
1. Adanya sebuah hasrat dan keinginan untuk berhasil seperti seorang siswa memiliki
keinginan dari dalam dirinya untuk berhasil dalam hidupnya.
2. Memiliki dorongan dan memiliki rasa pentingnya belajar yaitu siswa merasa belajar
sebagai salah satu kebutuhannya, dengan belajar maka siswa memiliki harapan dan cita-
cita masa depan.
3. Dengan memiliki motivasi siswa akan lebih senang mengerjakan tugas, akan lebih
semangat dalam menghadapi kesulitan, siswa juga akan menunjukkan minat terhadap
masalah yang dihadapi dalam belajar sehingga siswa menginginkan tugas-tugas yang
baru dan akan cepat bosan pada tugas-tugas yang diberikan secara rutin.
4. Dalam proses belajar siswa akan senang mempertahankan pendapatnya dan juga senang
memecahkan dan mencari soal-soal.
5. Siswa yang memiliki motivasi akan senang dalam belajar, rajin mengerjakan tugas dan
menyediakan waktu untuk mengulang pelajaran.
2.3. Fungsi Motivasi Belajar
Menurut Sardiman (2018) ada tiga fungsi motivasi, yaitu:
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan
energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang
akan dikerjakan.
2. Menetukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian
motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan
rumusan tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menetukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan
yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak
bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan
harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan
menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi
dengan tujuan.
Disamping itu, ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai
pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya
motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik.
Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi,
maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas
motivasi seorang siswa akan sangat menetukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya
(Sardiman, 2018).
2.4. Macam-Macam Motivasi
Menurut Sardiman (2018) berbicara tentang macam atau jenis motivasi ini dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang. Dengan demikian, motivasi atau motif-motif yang aktif
itu sangat bervariasi.
1. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannnya
a. Motif-motif bawaan
Yang dimaksud dengan motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi
motivasi itu ada tanpa dipelajari. Motif-motif ini seringkali disebut motif-motif yang
disyaratkan secara biologis.
b. Motif-motif yang dipelajari
Maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Motif-motif ini seringkali disebut
motif-motif yang disyaratkan secara sosial.
2. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis
a. Motif atau kebutuhan organis, misalnya: kebutuhan untuk minum, makan, bernafas,
seksual, berbuat dan kebutuhan untuk beristirahat.
b. Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam motif ini antara lain: dorongan untuk
menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk memburu.
c. Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan tuhan untuk melakukan
eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat.
3. Motivasi jasmaniah dan rohaniah
Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua jenis yakni
motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang termasuk motivasi jasmani seperti refleks,
insting otomatis,nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah adalah kemauan.
Soal kemauan itu pada setiap diri manusia terbentuk melalui empat momen.
a. Momen timbulnya alasan
Sebagai contoh seorang pemuda yang sedang giat berlatih olahraga untuk menghadapi
suatu porseni di sekolahnya, tetapi tiba-tiba disuruh ibunya untuk mengantarkan seorang
tamu membeli tiket karena tamu itu akan kembali ke Jakarta. Si pemuda itu kemudian
mengantarkan tamu tersebut. dalam hal ini si pemuda tadi timbul alasan baru untuk
melakukan sesuatu kegiatan (kegiatan mengantar). Alasan baru itu bisa karena untuk
menghormat tamu atau mungkin keinginan untuk tidak mengecewakan ibunya.
b. Momen pilih
Maksudnya, dalam keadaan pada waktu ada alternatif-alternatif yang mengakibatkan
persaingan di antara alternatif yang mengakibatkan persaingan di antara alternatif atau
alasan-alasan itu.
c. Momen putusan
Dalam persaingan antara berbagai alasan, sudah barang tentu akan berakhir dengan
dipilihnya satu alternatif. Satu alternatif yang dipilih inilah yang menjadi putusan untuk
dikerjakan.
d. Momen terbentuknya kemauan
Kalau seorang sudah menetapkan satu putusan untuk dikerjakan, timbullah dorongan
pada diri seseorang untuk bertindak, melaksanakan putusan itu.
4. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik
a. Motivasi instrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah
ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya
perangsang dari luar. Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak
baik dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar-mengajar tetap penting. Sebab
kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubha, dan juga mungkin
komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar ada yang kurang menarik bagi
siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.
2.5. Bentuk-Bentuk Motivasi di Sekolah
Menurut Sardiman (2018) ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan
motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah,yaitu:
1. Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa
belajar, yang utama justru untuk mencapai angka /nilai yang baik. Sehingga siswa biasanya
yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya baik-baik.
Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat.
Tetapi ada juga, bahkan banyak siswa bekerja atau belajar hanya ingin mengejar pokonya
naik kelas saja. Ini menunjukkan motivsi yang dimilikinya kurang berbobot bila
dibandingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan angka baik. Namun demikian semua
itu harus diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan
hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna. Oleh karena itu langkah selanjutnya
yang ditempuh oleh guru adalah bagaimana cara memberikan angka-angka dapat dikiatkan
dengan values yang terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada para
siswa sehingga tidak sekadar kognitif saja tetapi juga keterampilan dan afeksinya.
2. Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidak lah selalu demikian.
Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang
tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut. Sebagai contoh hadiah
yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkin tidak akan menarik bagi seseorang
siswa yang tidak memiliki bakat menggambar.
3. Saingan/kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong
belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan ini banyak dimanfaatkan di
dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk
meningkatkan kegiatan belajar siswa.
4. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan
menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri,
adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha
dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.
Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri, begitu juga untuk
siswa si subjek belajar. Para siswa akan belajar dengan keras bisa jadi karena harga dirinya.
5. Memberi ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar jika mengetahui akan nada ulangan. Oleh
karena itu, member ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat
oleh guru, adalah jangan terlalu sering (misalnya setiap hari) karena bisa membosankan dan
bersifat rutinitis. Dalam hal ini guru juga harus terbuka, maksudnya jika akan ulangan harus
diberitahukan kepada siswanya.
6. Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi jika terjadi kemajuan, akan mendorong
siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat,
maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus
meningkat.
7. Pujian
Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik,
perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus
merupakan motivasi yang baik. Oleh karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi,
pemberiannya harus tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang
menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkkan
harga diri.
8. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi jika diberikan secara tepat dan
bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip
pemberian hukuman.
9. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar.hal
ini akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat
untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga
sudah tentu hasilnya akan lebih baik.
10. Minat
Motivasi sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada
kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah jika minat merupakan alat motivasi yang
pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar jika disertai dengan minat. Mengenai minat
ini antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Membangkitkan adanya suatu kebutuhan
b. Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau
c. Member kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik
d. Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.
e. Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat
motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena
dirasakan sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.
2.6. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Keberhasilan belajar seorang peserta didik dalam proses pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh motivasi yang ada pada dirinya. Indikator kualitas pembelajaran salah
satunya yaitu adanya motivasi yang tinggi dari para peserta didik. Peserta didik yang
mempunyai motivasi belajar yang tinggi terhadap pembelajaran maka mereka akan tergerak
atau tersentuh jiwanya untuk memiliki keinginan melakukan sesuatu yang dapat
memperoleh hasil atau tujuan tertentu. (Emda, 2017)
Kompri (2016) mengemukakan beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi dalam
belajar, yaitu:
1. Cita-cita dan aspirasi siswa.
Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar siswa baik secara intrinsik maupun
ekstrinsik. Sebab tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri.
2. Kemampuan Siswa
Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuaan atau kemantapan dalam
pencapaiannya. Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan
tugas-tugas perkembangan.
3. Kondisi Siswa
Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani memengaruhi motivasi belajar.
Seorang siswa yang sedang sakit, akan mengganggu perhatian belajar. Sebaliknya,
seseorang siswa yang sehat, akan mudah memusatkan perhatian dalam belajar.
4. Kondisi Lingkungan Siswa.
Lingkungan siswa bisa berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan
sebaya dan kehidupan bermasyarakat. Kondisi lingkungan sekolah yang sehat,
lingkungan yang aman, tentram, tertib dan indah, akan meningkatkan semangat motivasi
belajar yang lebih kuat bagi para siswa.
Menurut Uno (2019) motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa
hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita.
Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya pengahargaan, lingkungan belajar yang
kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.
2.7. Peranan Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran
Menurut Uno (2019) ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan
pembelajaran, antara lain:
1. Peran Motivasi dalam Menentukan Penguatan Belajar
Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak yang belajar
dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan
berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya. Sebagai contoh, seorang anak akan
memecahkan materi matematika dengan bantuan tabel logaritma. Tanpa bantuan tabel
tersebut, anak itu tidak dapat menyelesaikan tugas matematika. Dalam kaitan itu, anak
berusaha mencari buku tanel matematika. Upaya untuk mencari tabel matematika
merupakan peran motivasi yang dapat menimbulkan penguatan belajar.
Peristiwa diatas dapat dipahami bahwa sesuatu dapat menjadi penguat belajar untuk
seseorang, apabila dia sedang benar-benar mempunyai motivasi untuk belajar sesuatu.
Dengan perkataan lain, motivasi dapat menetukan hal-hal apa di lingkungan anak yang dapat
memperkuat perbuatan belajar. Untuk seorang guru perlu memahami suasana itu, agar dia
dapat membantu siswanya dalam memilih faktor-faktor atau keadaan yang ada dalam
lingkungan siswa sebagai bahan penguat belajar. Hal itu tidak cukup dengan
memberitahukan sumber-sumber yang harus dipelajari, melainkan yang lebih penting adalah
mengaitkan isi pelajaran dengan perangkat apa pun yang berada paling dekat dengan siswa
di lingkungannya.
2. Peran Motivasi dalam Memperjelas Tujuan Belajar
Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat ikatannya dengan kemaknaan
belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu, jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah
dapat diketahui atau dinikmati manfatnya bagi anak.
3. Motivasi Menentukan Ketekunan Belajar
Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha
mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik.
Dalam hal itu, tampak bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun belajar.
Sebaliknya, apabila seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka dia
tidak tahan lama belajar. Dia mudah tergoda untuk mengerjakan hal yang lain dan bukan
belajar. Itu bearti motivasi sangat berpengaruh terhadap ketahanan dan ketekunan belajar.
2.8. Indikator Motivasi Belajar
Menurut Uno (2019) ada enam indikator motivasi belajar, yaitu:
1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil
Hasrat dan keinginan untuk berhasil dalam belajar di kehidupan sehari-hari pada
umumnya disebut moto berprestasi, yaitu motif untuk berhasil dalam melakukan suatu
tugas dan pekerjaan.
2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
Penyelesaian suatu tugas tidak selamanya dilator belakangi oleh motif berprestasi.
Seseorang individu menyelesaikan suatu pekerjaan sebaik orang yang memiliki motif
berprestasi tinggi, justru karena dorongan menghindari kegagalan yang bersumber pada
ketakutan akan kegagalan.
3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan
Harapan didasari pada keyakinan bahwa seseorang dipengaruhi oleh perasaan mereka
tentang gambaran hasil tindakan mereka.
4. Adanya penghargaan dalam belajar
Pernyataan verbal atau penghargaan dalam bentuk lainnya terhadap perilaku baik atau
hasil belajar siswa yang baik merupakan cara efektif untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa terhadap hasil belajar yang lebih baik.
5. Adanya keinginan menarik dalam belajar
Suasana menarik dapat membuat proses belajar jadi bermakna, sesuatu yang bermakna
akan selalu di ingat, dipahami dan dihargai.
6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif
Dengan lingkungan yang kondusif, siswa mampu memperoleh bantuan yang tepat dalam
mengatasi kesulitan atau masalah dalam belajar.
3. Hubungan Self Efficacy dan Motivasi Belajar
Menurut Ghufron dan Risnawati (2017) self efficacy merupakan salah satu aspek
pengetahuan tentang diri atau self knowledge yang paling berpengaruh terhadap kehidupan
manusia sehari-hari. Hal ini disebabkan karena self efficacy yang dimiliki ikut
mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai
suatu tujuan, termasuk didalamnya yaitu perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi.
Motivasi dalam be1aiar itu sangat penting artinya untuk mencapai tujuan proses
belajar mengajar yang diharapkan, sehingga motivasi siswa dalam belajar perlu dibangun.
Seseorang melakukan sesuatu usaha karena adanya motivasi, motivasi yang lebih baik dalam
belajar akan menunjukkan hasil yang baik, dengan kata lain bahwa dengan suatu usaha yang
tekun yang didasari dengan adanya motivasi akan dapat melahirkan prestasi belajar yang
baik (Yunanti, 2016).
Motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan
arah pada kegiatan belajar untuk mencapai suatu tujuan. Secara keseluruhan self efficacy
sangat memberikan pengaruh positif terhadap penigkatan motivasi belajar. Proses berfikir
melibatkan faktor internal membentuk self efficacy yang akan mendorong timbulnya
motivasi belajar. Self efficacy memberikan pengaruh yang sangat penting terhadap motivasi
belajar siswa yang memiliki keyakinan diri yang tinggi atas kernampuan yang dimiliki.
Rendah nya self efficacy dapat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Adanya
kepercayaan diri yang dimiliki siswa akan kernampuannya, maka siswa akan memotivasi
dirinya sendiri ketika menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Keyakinan diri yang
ada pada siswa dapat menumbuhkan keinginan yang kuat untuk memotivasi diri ketika
melaksanakan aktivitas belajar. Self efficacy sangat mempengaruhi motivasi (Tarigan dan
Hilda, 2019).
4. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan mengenai hubungan self efficacy dan motivasi
belajar, antara lain sebagai berikut:
1. Hasil penelitian Nurwendah dan Slamet (2019) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang rendah antara motivasi diri dan self efficacy dengan prestasi belajar
Biologi siswa SMA.
2. Hasil peneltian Novanda, Kurniaati, dan Rizmahardian (2018) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy dan motivasi berprestasi siswa
kelas Xl IPA dalam mata pelajaran kimia di SMA Negeri 3 Pontianak. Hasil analisis
nya adalah sebesar 0.323 dan hubungan tersebut termasuk kategori rendah.
3. Hasil penelitian Zega (2020) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara self
efficacy terhadap motivasi belajar sebesar 51,200/0. Pada pengujian hipotesis
diperoleh hitung = 6,475 dengan nilai sig. 0,000 < a = 0,05 sehingga Ho ditolak dan
diterima VIA artinya ada hubungan antara self efficacy terhadap motivasi belajar
siswa dalam pembelajaran matematika.
4. Hasil penelitian Rindi dan Rahma (2017) menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang positif antara self efficacy dengan motivasi belajar, cara kerja self effieacy dalam
mewujudkan motivasi belajar yaitu dengan memahami dan mampu menilai
kemampuannya sendiri sehingga dapat memberikan arah dalam setiap aktivitas
belajar.
5. Hasil penelitian Monika dan Adman (2017) menunjukkan bahwa self efficacy dan
motivasi belajar siswa baik secara parsial maupun simultan berpengaruh terhadap
hasil belajar. Dalarn meningkatkan hasil belajar siswa yang lebih baik, peran self
eficacy dan motivasi belajar siswa sangat diperlukan.
E. Metodologi Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di SMAN 1 Pagaran Tapah Darussalam Tahun Ajaran
2022/2023. Pelaksanaan pengambilan data penelitian dimulai bulan Maret 2023.
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Riduwan (2015) populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada
suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian.
Menurut Sugiyono (2016) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi pada penelitian ini
adalah siswa kelas X IPA dan XI IPA SMAN 1 Pagaran Tapah Darussalam Tahun Ajaran
2022/2023 yang terdiri dari empat kelas. Perincian populasi tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Populasi Penelitian
Sekolah Kelas Jumlah
X IPA 1 27 siswa
SMAN 1 Pagaran Tapah X IPA 2 28 siswa
Darussalam XI IPA 1 28 siswa
XI IPA 2 27 siswa
Jumlah 110
Sumber: SMAN 1 Pagaran Tapah Darussalam T.A 2020/2021
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu
yang akan diteliti (Riduwan, 2015). Metode pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu
sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2016) sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel
bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Dalam penelitian ini jumlah
populasi 110 siswa jadi sampel yang digunakan juga berjumlah 110 siswa.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu (Sugiyono, 2016). Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi
mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat
penelitian dilakukan tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau
generalisasi (Hikmawati, 2019).
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode korelasi. Menurut Yusuf
(2014) metode penelitian korelasional merupakan suatu tipe penelitian yang melihat
hubungan antara satu atau beberapa ubahan dengan satu atau beberapa ubahan lain. Metode
korelasi ini akan menganalisis hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas (X) dan
variabel terikat (Y). Dalam penelitian ini variabel bebas (X) adalah self efficacy sedangkan
variabel terikat (Y) adalah motivasi belajar siswa.
4. Prosedur Penelitian
Prosedur pada penelitian ini ditetapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan wawancara dan observasi dengan guru dan siswa
2. Penyusunan proposal
3. Penetapan populasi dan sampel penelitian
4. Penetapan variabel dan indikator penelitian yang dijadikan dasar penyusunan instrumen
penelitian
5. Penyusunan instrumen penelitian yaitu angket/lembar pernyataan
6. Validasi instrumen penelitian
7. Uji coba angket/lembar pernyataan kepada siswa
8. Pengambilan data atau penyebaran angket penelitian kepada responded (sampel
penelitian)
9. Pengolahan data dan analisis data
10. Penyusunan laporan hasil penelitian berupa skripsi
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan, 2015). Menurut Sugiyono (2015) teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Untuk dapat memperoleh data dalam
penelitian ini maka teknik yang digunakan dalam pengumpulan data tersebut berupa:
1. Angket
Angket adalah daftar pernyataan yang diberikan kepada orang lain bersedia
memberikan respons sesuai dengan permintaan pengguna. Tujuan penyebaran angket ialah
mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dan responded tanpa merasa
khawatir bila responded memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam
pengisian daftar pertanyaan (Riduwan, 2015). Angket yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan angket tentang hubungan self efficacy dengan motivasi belajar siswa.
Angket yang dibuat akan diberikan kepada siswa untuk dapat memperoleh data
yang self efficacy dengan motivasi belajar siswa. Angket dalam penelitian ini berpedoman
pada indikator self efficacy dengan motivasi belajar siswa. Kisi-kisi angket tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2 dan 3 berikut ini:
Tabel 2. Kisi-Kisi Angket Self Efficacy

No Aspek Indikator Item Item Jumlah


Positif Negatif
(+) (-)
1 Tingkatan 1. Memiliki keyakinan dan 1,2,3,4,5 6 12
(Level) usaha yang tinggi dalam
menyelesaikan tugas
2. Adanya perencanaan yang 7,8,9,10, 11
matang dalam belajar 12
2 Generalisasi 3. Memiliki keyakinan diri 13,14,15 18 12
(Generelity) terhadap kemampuan ,16,17,
dalam belajar
4. Menjadikan pengalaman 19,20,21 24
sebagai dasar untuk ,22,23,
meningkatkan keyakinan
3 Kekuatan 5. Memiliki rasa percaya diri 25,26,27 30 11
(Streght) yang tinggi ,28,29
6. Pengharapan individu 31,32,33 35
terhadap kemampuan ,34
Total 35
Sumber: Dimodifikasi dari Ghufron dan Risnawati (2017)

Tabel 3. Kisi-Kisi Angket Motivasi Belajar

No Indikator Item Item Jumlah


Positif Negatif
(+) (-)
1 Adanya hasrat dan keinginan berhasil 1,3,4,5,6,7 2 7
2 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam 8,9,10,11,12,1 14 7
belajar 3
3 Adanya harapan dan cita-cita masa depan 15,16,17,18 19 5
4 Adanya penghargaan dalam belajar 20,21,22,23,24 25 6
5 Adanya kegiatan menarik dalam belajar 26,27,28,29 30 5
6 Adanya lingkungan belajar yang kondusif 31,32 33 3
Jumlah 33
Sumber: Uno (2019)

Angket yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah bentuk angket tertutup.
Menurut Riduwan (2015) angket tertutup (angket berstruktur) adalah angket yang disajikan
dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban
yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara memberikan tanda silang (x) atau tanda
checklist (√).
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert. Skala Likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian
atau gejala sosial (Riduwan, 2015). Dalam penelitian ini skala Likert yang digunakan yaitu
lima kategori antara lain Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan
Sangat Tidak Setuju (STS).
Tabel 4. Skor Item Alternatif Jawaban Responded

Alternatif Jawaban Skor item positif (+) Skor item negatif (-)
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak Setuju 1 4
Sumber: Dimodifikasi dari Riduwan (2015)

2. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh
informasi langsung dari sumbernya. Wawancara ini digunakan bila ingin mengetahui hal-hal
dari responded secara lebih mendalam serta jumlah responded sedikit (Riduwan, 2015).
Wawancara merupakan suatu percakapan antara dua atau lebih orang yang dilakukan oleh
pewawancara dan narasumber. Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi lisan yang
dilakukan secara terstruktur oleh dua orang atau lebih, baik secara langsung maupun jarak
jauh (Yuhana dan Aminy, 2019). Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan
guru biologi yaitu ibu Suri Yustini, M.Pd di SMAN 1 Pagaran Tapah Darussalam, dan
peneliti juga telah melakukan wawancara dengan beberapa siswa SMAN 1 Pagaran Tapah
Darussalam untuk dapat memperoleh informasi tentang proses belajar mengajar.
3. Observasi
Obervasi adalah proses melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian
untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2015). Pada penelitian ini
observasi yang dilakukan yaitu mengamati proses belajar mengajar antara guru dan siswa
dikelas. Peneliti melakukan observasi sebanyak dua kali. Observasi pertama pada kelas X
IPA dan observasi kedua pada kelas XI IPA.
4. Dokumentasi
Dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat
penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-
foto, film dokumunter, data yang relevan penelitian (Riduwan, 2015). Dokumentasi pada
penelitian ini berupa semua data yang didapat dari hasil penelitian.
6. Teknik Analisis Data
6.1. Analisis Deskriptif
Menurut Sugiyono (2016) analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi. Analisis data dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
deskriptif persentase (Sudijono, 2018):
f
p= X 100%
N
Keterangan:
p = Angket persentase
f = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)

Setelah selesai dipersentasekan untuk dapat mengetahui hubungan self efficacy


dengan motivasi belajar siswa, dapat dilihat dengan menggolongkan hasil data yang telah
diperoleh dari isi angket yang telah dibagikan kepada siswa. Untuk menggolongkan hasil
data tersebut dapat digunakan dengan kriteria taraf self efficacy dan motivasi belajar siswa
tersebut.

Penggolongan kriteria skor untuk angket self efficacy dapat dimodifikasi sesuai
dengan skor angket yang peneliti gunakan. Dari 35 pernyataan angket dan banyaknya
pilihan jawaban dapat ditentukan kriteria skor sehingga diperoleh:

a. Skor terendah, jika semua item mendapat skor 1 = 1 x 30 = 30 skor


b. Skor tertinggi, jika semua item mendapat skor 4 = 4 x 30 = 120 skor
30
c. Skor terendah dalam bentuk persen menjadi = x 100% = 25%
120
d. Rentang = 100% - 25% = 75%
rentang 75 %
e. Panjang interval = = = 18,75%=19%
kategori 4

Berdasarkan dari hasil modifikasi yang telah disesuaikan dengan skor angket self
efficacy yang peneliti gunakan dari 35 item pernyataan angket dan banyaknya pilihan
jawaban yang telah ditentukan didapatkan kriteria skornya sebagai berikut:

Tabel 5. Skor Angket Google Classroom


No Interval Persentase Kategori
1 82%-100% Sangat Baik
2 63%-81% Baik
3 44%-62% Cukup Baik
4 25%-43% Kurang Baik
Sumber: Dimodifikasi dari Riduwan (2015)
Penggolongan kriteria skor untuk angket motivasi belajar dapat dimodifikasi sesuai
dengan skor angket yang peneliti gunakan. Dari 30 pernyataan angket dan banyaknya
pilihan jawaban dapat ditentukan kriteria skor sehingga diperoleh:
a. Skor terendah, jika semua item mendapat skor 1 = 1 x 30 = 30 skor
b. Skor tertinggi, jika semua item mendapat skor 5 = 4 x 30 = 120 skor
30
c. Skor terendah dalam bentuk persen menjadi = x 100% = 25%
120
d. Rentang = 100% - 25% = 75%
rentang 75 %
e. Panjang interval = = = 18,75%= 19%
kategori 4

Hasil modifikasi yang telah sesuai dengan skor angket motivasi belajar yang peneliti
gunakan dari 30 item pernyataan angket dan banyaknya pilihan jawaban yang telah
ditentukan didapatkan kriteria skornya sebagai berikut:

Tabel 6. Skor Angket Motivasi Belajar Siswa


No Interval Persentase Kategori
1 82%-100% Sangat Baik
2 63%-81% Baik
3 44%-62% Cukup Baik
4 25%-43% Kurang Baik
Sumber: Dimodifikasi dari Riduwan (2015)
6.2. Teknik Analisis Inferensial
Teknik analisis inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk
menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2016).
Analisis inferensial adalah statistik dimana pengumpulan, penyajian dan pengolahan data
yang dilakukan diperoleh dari sampel (Febliza dan Afdal, 2015). Pada teknik analisis
inferensial menggunakan teknik analisis korelasi product moment karena untuk mengetahui
hubungan variabel dengan menggunakan uji signifikan.
6.3. Teknik Analisis Korelasi Product Moment
Untuk menghitung besarnya hubungan pembelajaran e-learning menggunakan
google classroom dengan motivasi belajar siswa digunakan rumus product moment sebagai
berikut (Riduwan, 2016).
rxy = n ¿ ¿
Keterangan:
rxy = Angka indeks korelasi
n = Banyaknya responded
∑xy = Jumlah perkalian hasil skor X dan Y
∑x = Jumlah skor X
∑y = Jumlah seluruh skor Y

Korelasi product moment dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari
harga (-1 ≤ r ≤ + 1). Apabila nilai r = - 1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya
tidak ada korelasi; dan r = 1 berarti korelasinya kuat. Sedangkan arti harga r akan
dikonsultasikan dengan Tabel interpretasi Nilai r sebagai berikut:

Tabel 7. Interpretasi Koefesien Korelasi


Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0, 199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup
0,60 – 0,799 Kuat
0,08 – 1,000 Sangat Kuat
Sumber: Riduwan (2016)
6.4. Uji Signifikan
Untuk mengetahui ada hubungan yang signifikan antara self efficacy (X) dengan
motivasi belajar siswa (Y), maka peneliti melakukan uji signifikan koefisien korelasi atau
pengujian hipotesis. Uji signifikan dilakukan dengan uji t. Menurut Riduwan (2015)
pengujian lanjutan yaitu uji signifikan yang berfungsi apabila peneliti ingin mencari makna
hubungan variabel X terhadap Y. Langkah-langkah yang digunakan dalam pengujian
hipotesis sebagai berikut:
1. Menentukan hipotesis Ha dan Ho:
Ha: Terdapat hubungan antara self efficacy dengan motivasi belajar siswa
Ho: Tidak terdapat hubungan antara self efficacy dengan motivasi belajar siswa
2. Melakukan uji signifikan dengan menggunakan rumus (Riduwan, 2015):

r √ n−2
t hitung =
√ 1−r 2
Keterangan:
t hitung = Nilai t
r = Nilai koefisien korelasi
n = Jumlah sampel
Setelah t hitung didapat kemudian dicari t tabel dengan taraf signifikan 5% dan dk = n – 2.
3. Kriteria pengujian hipotesis
a. Jika t hitung > t tabel Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara self
efficacy dengan motivasi belajar siswa.
b. Jika t hitung <t tabel Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara self
efficacy dengan motivasi belajar siswa.
4. Menarik kesimpulan
6.5. Teknik Analisis Determinan
Koefisien determinan adalah koefisien yang menunjukkan persentase semua
pengaruh variabel independen terhadap pengaruh dependen. Persentase tersebut
menunjukkan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen.
Semakin besar koefisien determinan maka akan semakin baik variabel independen
menjelaskan variabel dependen. Adapun perhitungan dalam analisis koefisien determinan ini
adalah sebagai berikut (Riduwan, 2015):
KP: r2 x 100%
Keterangan:
KP = Nilai koefisien determinan
R = Nilai koefisien korelasi
Sumber: Riduwan (2015)

Anda mungkin juga menyukai