Anda di halaman 1dari 12

TUGAS 10

MOTIVASI DALAM BELAJAR


PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Dosen Pengampu:
Soeci Izzati Adlya , S.pd. M.pd

Oleh:
Dinda atika suri
22076034

Prodi Pendidikan Teknik Iformatika

Fakultas Teknik

Universitas Negri Padang

2023
MOTIVASI DALAM BELAJAR
Pengertian Motivasi
Motivasi adalah usaha yang didasari untuk mengerahkan dan menjaga tingkah
seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil
atau tujuan tertentu.
Menurut Sartain (Purwanto, 1990: 61) mengatakan bahwa pada umumnya suatu
motivasi atau dorongan adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme
yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive).
Dari pernyataan Sartain di atas bahwa motivasi timbul karena adanya tujuan yang
merupakan perangsang untuk mengarahkan tingkah laku seseorang dalam melakukan
sesuatu hal.
Dalam buku belajar dan pembelajaran Ali Imron (1996) mengemukakan ada enam
unsur atau faktor yang mempengaruhi motivasi dalam proses pembelajaran. Yaitu :
a. Cita-cita atau aspirasi pembelajar. Cita-cita merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar. Hal ini bisa diamati dari banyaknya kenyataan
motivasi seorang pemelajar menjadi begitu tinggi ketika ia sebelumnya sudah memiliki
cita-cita.
b. Kemampuan pemelajar. Manusia mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, karena
itu sering terlihat seseorang memiliki kemampuan di bidang tertentu belum tentu
memiliki kemampuan di bidang lainnya.
c. Kondisi pemelajar. Hal ini bisa terlihat dari kondisi fisik maupun kondisi psikis
pemelajar. Pada kondisi fisik ada hubungannya dengan motivasi bisa dilihat dari
keadaan fisik seseorang. Apabila kondisi psikis seseorang sedang tidak bagus maka
motivasi pun akan menurun.
d. Kondisi lingkungan pemelajar. Kondisi lingkungan pemelajar menjadi factor yang
mempengaruhi motivasi bisa diamati dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang
mengitari si pembelajar.
e. Unsur-unsur dinamis belajar atau pembelajaran. Faktor dinamisasi belajar dapat
diamati pada sejauh mana upaya memotivasi si pemelajar dilakukan, bagaimana juga
dengan bahan pelajaran, alat bantu belajar, suasana belajar dan sebagainya.

Menurut Muhidin Syah (1995:108-115), ada 2 faktor yang berperan dalam mempengaruhi
motivasi belajar siswa yaitu :
1. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri manusia itu sendiri yang berupa sikap,
kepribadian, pendidikan, pengalaman dan cita-cita.
2. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia itu sendiri yang terdiri dari
:
a. Lingkungan sosial, yang meliputi lingkungan masyarakat, tetangga, teman,
orangtua/keluarga dan teman sekolah.
b. Lingkungan non sosial meliputi keadaan gedung sekolah, letak sekolah, jarak tempat
tinggal dengan sekolah, alat-alat belajar, kondisi ekonomi orangtua dan lain-lain.

Fungsi Motivasi
Fungsi motivasi dalam pembelajaran diantaranya :
Menurut Sardiman (2007:85), fungsi motivasi ada tiga, yaitu:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak
dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai, sehingga
motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan
rumusan tujuannya.
c. Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakanyang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan
yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Menurut Hamalik (2000:175) ada tiga fungsi motivasi, yaitu:


a. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul
suatu perbuatan misalnya belajar.
b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang.
Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Berikut ini ada beberapa jenis-jenis motivasi yaitu :


1. Berdasarkan Arahnya :
a. Motivasi Tugas
Motivasi tugas adalah motivasi yang ditimbulkan oleh tugas-tugas yang
ditetapkan sama ada oleh guru, murid sendiri, mahupun yang dirancangkan oleh guru
dan murid secara bersama-sama. Pelajar yang memiliki motivasi tugas memperlihatkan
keterlibatan dan ketekunan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar.
Motivasi tugas hendaklah dibangun di dalam diri pelajar dan ini dapat dilakukan oleh
guru kalau dia mengetahui cara-caranya.

b. Motivasi aspirasi
Yaitu motivasi yang tinggi tumbuh dengan subur kalau pelajar memiliki
perasaan sukses. Perasaan gagal dapat menghancurkan aspirasi pelajar dalam belajar.
Oleh kerana itu guru jangan menjadikan pelajar selalu gagal, walaupun ini bukan
bermakna guru harus menjadikan pelajar sukses terus menerus. Suatu konsep yang
harus ditanam oleh guru kepada pelajar agar ia memiliki aspirasi yang tinggi adalah
bahawa kesuksesan atau kegagalan ditentukan oleh ‘usaha’, bukan oleh kemampuan
atau kecerdasan.

c. Motivasi Persaingan
Persaingan yang sehat dapat menjadi motivasi yang kuat dalam belajar. Namun
memupuk rasa persaingan yang berlebih-lebihan, di kalangan pelajar dalam belajar
dapat menimbulkan persaingan yang tidak sihat, kerana pelajar bukan menjadi giat
belajar, tetapi dengan berbagai cara berusaha mengalahkan pelajar lain untuk
mendapatkan status. Membangun persaingan dengan diri sendiri pada setiap pelajar
akan menimbulkan motivasi persaingan yang sihat dan berkesan dalam belajar.

d. Motivasi afiliasi
Motivasi afilisi adalah dorongan untuk melaksanakan kegiatan belajar dengan
sebaik-baiknya, kerana ingin diterima dan diakui oleh orang lain. Pelajar-pelajar yang
masih kecil berusaha meningkatkan usaha dan prestasi dalam belajar agar dia dapat
diterima dan diakui oleh orang dewasa, iaitu guru dan ibu bapanya. Namun para remaja
lebih terdorong belajar untuk mendapatkan penerimaan dan perakuan dari rakan
sebaya. Oleh kerana itu, guru-guru yang mengajar pelajar-pelajar yang masih kecil
hendaknya memberikan perhatian dan penghargaan yang penuh terhadap peningkatan
usaha dan hasil belajar yang ditampilkan oleh pelajar. Bagi pelajar remaja, guru
hendaknya dapat memanfaatkan kelompok untuk meningkatkan usaha dan prestasi
belajar ahli kelompok.
e. Motivasi kecemasan
Kecemasan dapat mendorong usaha dan hasil belajar. Tetapi kecemasan yang
berlebihan dapat menurunkan keghairahan dan hasil belajar. Pelajar yang telah
memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar jika mengalami kecemasan dapat
menurunkan motivasinya itu. Demikian juga dengan pelajar-pelajar yang memiliki
kecerdasan (IQ) rendah kalau mengalami kecemasan menyebabkan usaha dan hasil
belajar mereka menjadi bertambah merosot. Tetapi kecemasan sangat berkesan untuk
meningkatkan usaha dan hasil belajar pelajar yang bermotivasi rendah dan yang
memiliki kecerdasan tinggi.

f. Motivasi penguatan
Motivasi penguat dapat ditimbulkan melalui diagram kemajuan belajar murid,
memberikan komentar pada setiap kertas tugas, ujian dan peperiksaan pelajar dan
memberikan penghargaan. Guru hendaklah menjauhi pemahaman bahawa pemberian
angka sebagai sumber utama untuk menimbulkan motivasi penguatan, kerana menitik-
beratkan pemberian angka dalam memotivasi pelajar dapat menimbulkan persaingan
yang tidak sihat dan akan menimbulkan kecemasan di dalam kelas.

g. Motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri


Motivasi ini sangat berkesan dalam meningkatkan motivasi pelajar dalam belajar.
Pelajar-pelajar ini menunjukkan tingkah laku yang mandiri dalam belajar dan
mempunyai sistem nilai yang baik yang melatar-belakangi tingkah laku mereka itu.
Pembentukan sistem nilai-nilai yang menjadi tanggung jawab guru pada setiap pelajar,
sehingga pelajar-pelajar memiliki motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri adalah sangat
penting. Bagi pelajar-pelajar yang telah memiliki motivasi yang diarahkan oleh diri
sendiri, guru hanya perlu memberikan pelayanan yang sesuai dengan tuntutan aktiviti
belajar mereka.

2. Berdasarkan faktor pembangkitnya:


a. Motivasi internal (intrinsik)
Motivasi internal (intrinsik) adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang
dikarenakan orang tersebut senang melakukannya. Sebagai ilustrasi, seorang siswa
membaca sebuah buku, karena ia ingin mengetahui kisah seorang tokoh, bukan karena
tugas sekolah. Motivasi memang mendorong terus, dan memberi energi pada tingkah
laku. Setelah siswa tersebut menamatkan sebuah buku maka ia mencari buku lain untuk
memahami tokoh yang lain. Keberhasilan membaca sebuah buku akan menimbulkan
keinginan baru untuk membaca buku yang lain. Dalam hal ini, motivasi intrinsik tersebut
telah mengarah pada timbulnya motivasi berprestai.

Lepper dan Ryan menjelaskan bahwa motivasi intrinsik didefisinikan sebagai


ketertarikan dan kenyamanan di dalam melakukan aktivitas di dalam pekerjaan itu
sendiri, sedangkan Hirst (1988) mengatakan bahwa motivasi intrinsik adalah keyakinan
individu tentang tingkat, yang mana sesuatu aktiviatas dapat dilakukan dengan nyaman
dan atas dasar keinginan diri sendiri. Konsep dari motivasi intrinsik tidak hanya ada pada
definisi praktisnya, tetapi konsep motivasi intrinsik juga masuk dalam teori-teori utama
di dalam motivasi kerja, seperti teori hierarkinya Maslow yang menyatakan babwa
motivasi intrinsik ada di dalam hierarki yang paling tinggi, yaitu aktualisasi diri.
Pendapat ahli lain mengenai motivasi intrinsik dikemukakan oleh Beach (1980). Ia
mengatakan bahwa motivasi intrinsik sebagai suatu hal yang terjadi ketika seseorang
menikmati suatu aktivitas dan memperoleh kepuasan selama melakukan tugas dari
aktivitas tersebut.

Telaah dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli di atas dapat
diambil intisari bahwa motivasi intrinsik merupakan suatu bentuk motivasi dari dalam
diri individu dalam menyikapi suatu tugas dan pekerjaan yang diberikan kepa individu
dan membuat tugas dan pekerjaan tersebut mampu memberikan kekuatan batin bagi
individu sendiri. ( M. Nur Ghufron, dkk, Teori-teori Psiologi, 2011: 86-
87)

b. Motivasi eksternal (ekstrinsik)


Motivasi ekternal (ekstrinsik) adalah dorongan terhadap perilaku seseorang tang ada
di luar perbuatan yang dilakukannya. Orang berbuat sesuatu, karena dorongan dari luar
seperti adanya hadiah dan menghindari hukuman. Sebagai ilustrasi, seorang siswa kelas
satu SMP belum mengetahui tujuan belajar di SMP. Semula ia hanya ingign ikut-ikutan
belajar di SMP karena teman sebayanya juga belajar di SMP. Berkat penjelasan wali
kelas satu SMP, ssiswa memahami faedah belajar di SMP bagi dirinya. Siswa tersebut
belajar dengan giat dan bersemangat. Hasil belajar siswa tersebut sangat baik, dan ia
berhasil lulus SMP dengan NEM sangat baik. Ia menyadari pentingnya belajar dan
melanjutkan pelajaran di SMA.Di SMA ia belajar dengan penuh semangat karena ia
ingin masuk AKABRI. Berkat ketekunan dan semangat belajarnya maka ia lulus SMA
dengan nilai sangat baik, dan diterima di AKABRI.
Dalam contoh tersebut, motivasi ekstrinsik membuat siswa yang belajar dengan
tujuannya sendiri, berkat informasi guru. Selanjutnya siswa menyadari pentingnya
belajar, dan ia belajar bersungguh-sungguh penuh semangat. Dalam hal ini motivasi
ekstrinsik dapat berubah menjadi motivasi instrinsik, yaitu pada saat siswa menyadari
pentingnya belajar, dan ia belajar dengan sungguh-sungguh tanpa disuruh orang lain.
(Dimyati, dkk, Belajar dan Pembelajaran, 2009: 91)

Teori-teori Motivasi Dalam Belajar


a) Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar
pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1)
kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex;
(2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga
mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4)
kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai
simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya
kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya
sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan)


kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya
sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang
jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan
yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan
manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual
dan bahkan juga spiritual.

b) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)


Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau
Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai
dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh
Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan
sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi
obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin
dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala,
mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang
dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan
bakat secara berhasil.”

Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers)


memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas
dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka
timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti
kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan
kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.

c) Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori
Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan
akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G
= Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)

Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama,
secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh
Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama
dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga
dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan
“self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai
jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori
Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :

• Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
• Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
• Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin
besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.

d) Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)


Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam
pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model
Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau
“pemeliharaan”.

Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang
mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri
seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah
faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut
menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.

e) Teori penetapan tujuan (goal setting theory)

Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat


macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b)
tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-
tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini
menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.

f) Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation”


mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini,
motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan
yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya
itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka
untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika
seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar,
yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu.
Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk
berupaya akan menjadi rendah.

g) Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi


Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna,
dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus
menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti
menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya
terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup
dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .

Upaya Guru Untuk Meningkatkan Motivasi Dalam Belajar

Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi
belajar siswa, sebagai berikut:
a. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar
hendaknya seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
yang akan dicapai siswa. Tidak cukup sampai di situ saja, tapi guru juga bisa
memberikan penjelasan tentang pentingnya ilmu yang akan sangat berguna bagi masa
depan seseorang, baik dengan norma agama maupun sosial. Makin jelas tujuan, maka
makin besar pula motivasi dalam belajar.
b. Hadiah. Berikan hadian untuk siswa-siwa yang berprestasi. Hal ini akan sangat
memacu siswa untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi siswa yang belum
berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan mengungguli siswa yang telah
berprestasi. Hadiah di sini tidak perlu harus yang besar dan mahal, tapi bisa
menimbulkan rasa senag pada murid, sebab merasa dihargai karena prestasinya.
Kecuali pada setiap akhir semester, guru bisa memberikan hadiah yang lebih istimewa
(seperti buku bacaan) bagi siswa ranking 1-3.
c. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk
meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah
dicapai sebelumnya.
d. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau
pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. Bisa dimulai dari hal yang paling
kecil seperti, “beri tepuk tangan bagi si Budi…”, “kerja yang bagus…”, “wah itu kamu
bisa…”.
e. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses
belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau
merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman di sini hendaknya
yang mendidik, seperti menghafal, mengerjakan soal, ataupun membuat rangkuaman.
Hendaknya jangan yang bersifat fisik, seperti menyapu kelas, berdiri di depan kelas,
atau lari memutari halaman sekolah. Karena ini jelas akan menganggu psikis siswa.
f. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah
dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik, khususnya bagi mereka yang
secara prestasi tertinggal oleh siswa lainnya. Di sini guru dituntut untuk bisa lebih jeli
terhadap kondisi anak didiknya. Ingat ini bukan hanya tugas guru bimbingan konseling
(BK) saja, tapi merupakan kewajiban setiap guru, sebagai orang yang telah dipercaya
orang tua siswa untuk mendidik anak mereka.
g. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Ajarkan kepada siswa cara belajar yang
baik, entah itu ketika siswa belajar sendiri maupun secara kelompok. Dengan cara ini
siswa diharapkan untuk lebih termotivasi dalam mengulan-ulang pelajaran ataupun
menambah pemahaman dengan buku-buku yang mendukung.
h. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok. Ini
bisa dilakukan seperti pada urutan ke f.
i. Menggunakan metode yang bervariasi. Guru hendaknya memilih metode belajar
yang tepat dan berfariasi, yang bisa membangkitkan semangat siswa, yang tidak
membuat siswa merasa jenuh, dan yang tak kalah penting adalah bisa menampung
semua kepentingan siswa. Sperti Cooperative Learning, Contectual Teaching &
Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM, mapun yang lainnya. Karena siswa
memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Ada siswa yang
hanya butuh 5 menit untuk memahami suatu materi, tapi ada siswa yang membutuhkan
25 menit baru ia bisa mencerna materi. Itu contoh mudahnya. Semakin banyak metode
mengajar yang dikuasai oleh seorang guru, maka ia akan semakin berhasil
meningkatkan motivasi belajar siswa.
j. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Baik itu
media visual maupun audio visual.

Anda mungkin juga menyukai