Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

OBSERVASI TK PERMATA IMAN 1

Disusun Oleh :

Eka Sari Oktaviani


201210230311181

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2013
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang……………………………………………………… 1
b. Tujuan………………………………………………………………. 1

BAB II ISI

a. Landasan Teori…………………………………………………….
b. Hasil Observasi…………………………………………………….
c. Pembahasan………………………………………………………..

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan…………………………………………………………
b. Saran………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN DOKUMENTASI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di dalam dunia pendidikan, banyak sekali hal hal yang sangat berpengaruh dalam
kondisi pengajaran dan pembelajaran. Seperti halnya motivasi, motivasi tidak pernah lepas
dari ruang lingkup pendidikan. Motivasi sangat penting demi tercapainya kondisi
pembelajaran yang diinginkan. Motivasi belajar sangat diperlukan ketika seorang siswa
mulai mengalami penurunan semangat belajar.Motivasi juga diharapkan dapat  mendorong
semangat belajar siswa sehingga siswa mampu untuk belajar dengan baik dan lebih serius.

Peran tenaga pendidik sebagai motivator juga menentukan motivasi seorang siswa
dalam pencapaian tujuannya. Seorang siswa yang memiliki motivasi yang besar dan
berkeinginan kuat untuk mendapatkannya akan memiliki antusias lebih besar dalam belajar
di bandingkan dengan siswa yang cenderung tidak memiliki motivasi. Seperti contoh,
seorang siswa motivasi belajarnya tinggi akan cenderung datang ke sekolah lebih awal
disbanding seorang siswa yang motivasi belajarnya rendah. Oleh karena itu, di dalam
makalah ini saya akan membahas bagaimana motivasi dalam dunia pendidikan sangatlah
penting bagi siswa taman kanak – kanak.

B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui motivasi belajar pada siswa TK Permata Iman 1


2. Untuk mengetahui bagaimana pendidik memberikan motivasi pada siswa TK Permata
Iman 1
3. Untuk mengetahui hasil observasi di lembaga pendidikan TK Permata Iman 1
4|Psikologi Pendidikan
BAB II

ISI

A. LANDASAN TEORI

Motivasi adalah proses yang member semangat, arah, dan kegigihan perilaku.
Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energy, terarah, dan
bertahan lama.
a. Perspektif tentang motivasi
1. Perspektif Behavioral menekankan imbalan dan hukuman eksternal
sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif adalah
peristiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku
murid. Penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah
minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada
perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat
(Emmer dkk.,2000).
2. Perspektif Humanistis menekankan pada kapasitas murid untuk
mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka.
Dan kualitas positif ( seperti peka terhadap orang lain). Perspektif ini
berkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan
dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan
yang lebih tinggi.
3. Perspektif Kognitif menekankan bahwa pemikiran murid akan memandu
motivasi mereka. Belakangan ini muncul minat besar pada motivasi
menurut perspektif kognitif (Pintrich & Schunk, 2000). Minat ini berfokus
pad aide-ide seperti motivasi internal murid untuk mencapai sesuatu,
atribusi mereka, dan keyakinan mereka bahwa mereka dapat mengontrol
keyakinan secara efektif. Perspektif kognitif juga menekankan arti
penting dari penentuan tujuan , perencanaan dan monitoring kemajuan
menuju suatu tujuan (Schunk & Ertmer, 2000; Zimmerman & Schunk,
2001).
4. Perspektif Sosial menekankan pada kebutuhan afiliasi atau
keterhubungan yaitu motif untuk berhubungan dengan orang lain secara
aman. Kebutuhan afiliasi murid tecermin dalam motivasi mereka untuk
menghasbiskan waktu bersama teman, kawan dekat, ketertarikan mereka
dengan orang tua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan
guru. Murid sekolah yang punya hubungan yang penuh perhatian dan
suportif biasanya memiliki sikap akademik yang positif dan lebih senang
bersekolah (Baker, 1999; Stipek, 2002). Dalam studi berskala luas, salah
satu faktor terpenting dalam motivasi dan prestasi murid adalah persepsi
mereka mengenai apakah hubungan mereka dengan guru bersifat positif
atau tidak (McCombs, 2001; McCombs & Quiat, 2001). Dalam studi lain,
nilai matematika meningkat di kalangan murid sekolah menengah apabila
mereka punya guru yang mereka anggap sangat suportif (Eccles, 1993).
b. Motivasi Untuk Meraih Sesuatu
Motivasi Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan
sesuatu yang lain ( cara untuk mencapai tujuan). Motivasi Eskstrinsik sering
dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Motivasi
Instrinsik adalah motivasi internal u ntuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu
sendiri (tujuan itu sendiri). Bukti terbaru pembentukan iklim kelas di mana
murid bisa termotivasi secara intrinsic untuk belajar (Wigflied & Eccles,
2002; Hennesey & Amabile, 1998). Murid termotivasi untuk belajar saat
mereka diberikan pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan
kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai
informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol.
1. Determinasi Diri dan Pilihan Personal adalah salah satu pandangan
tentang motivasi intrinsic menekankan pada determinasi diri
(deCharms, 1984; Deci, Koestner, & Ryan, 2001; Deci & Ryan, 1994;
Ryan & Deci, 2000). Pandangan ni menyatakan bahwa murid ingin
percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri,
bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal.
2. Pengalaman Optimal dikembangkan oleh Mihaly Csikszentmihalyi
(1990, 1993, 2000; Nakamura & Csikzentmihalyi, 2002).
Mempelajari bahwa pengalaman optimal berupa perasaan senang dan
bahagia yang besar.Pengalaman optimal terjadi ketika individu terlibat
dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tak
terlalu mudah.

Imbalan Ekstrinsik dan Motivasi Intrinsik

Imbalan eksternal dapat berguna untuk mengubah perilaku. Dalam


beberapa situasi imbalan atau hadiah dapat melemahkan pembelajaran. Dalam
sebuah studi, murid yang sudah tertarik dengan seni dan tidak tahu akan ada
imbalan atau hadiah menghabiskan lebih banyak waktu untuk menggambar
ketimbang murid yamg juga tertarik dengan seni tanpa tahu aka nada hadiah
(Lepper, Grrene, & Nisbettr, 1973 ). Hadiah dikelas dapat berguna (Cameron,
2001). Dua kegunaannya adalah (Bandura, 1928; Deci, 1975): sebagai insentif
agar mau mengerjakan tugas, dimana tujuannya adalah mengontrol perilaku
murid, dan mengandung informasi tentang penguasaan keahlian.

Penggeseran Developmental
Dalam Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik, banyak para psikolog serta
pendidik yang percaya bahwa hal yang paling penting untuk seorang murid adalah
untuk mengembangkan internalisasi dan motivasi intrisik yang besar saat mereka
tumbah dan berkembang. Akan tetapi, priset menemukan bahwa saat seorang
murid pindah dari SD kesekolah menengah maka motivasi mereka intrinsic
mereka akan menurun.jadi bisa disimpulkan bahwamurid yang sudah memasuki
jenjang SMP atau SMA akan lebih banyk mendapatkan manfaat apabila seorang
guru dapat membuat setting sekolah mereka lebih personal, kurang formal, dan
lebih matang secar intrinsic, dimana menurut bebrapa para ahli mengatakan
bahwa murid yang bermotivasi secara intrinsic akan jauh lebih berprestasi
dibandingkan anak yang termotivasi secara ekstrinsik.

Proses Kognitif lainya


Dalam motivasi intrinsic maupun motivasi ekstrinsikakan membuka ke
pengenalan proses kognitif lainya akan terlibat dalam memotivasi murid untuk
belajar. Ada empat proses kognitif lainya, yaitu sebagai berikut :

1. Atribusi

Teori atribusi menyatakan bahwa dalam usaha mereka memahami perilaku


atau kinerjanya sendiri, orang orang termotivasi untuk menemukan sebab-sebab
yang mendasarinya. Murid adalah ilmuwan intuitif, berusaha menjelaskan sebab –
sebab dibalik apa yang terjadi (Weary, 2000; Weiner, 2000).

Bernard weiner(1986,1992) mengidentifikasi tiga dimensi atribusu kausal


yaitu :

 Lokus,persepsi murid tentang kesusuksesan atau kegagalan sebagai akibat


factor internal atau eksternal yang mempengaruhi harga diri murid.
 Stabilitas, persepsi murid terhadap stabilitas dari suatu sebab yang
mempengaruhi ekspektasi kesuksesannya.
 Daya control, persepsi murid tentang daya control atau suatu sebab
berhubungan dengan sejumlah hasil emosional seperti kemarahan, rasa
bersalah, rasa kasihan dan malu.

Strategi saat ini adalah bukan menghadapkan murid pada seorang yang
menangani tugas dengan mudah dan menunjukan kesuksesan, tetapi
menghadapkan mereka pada seseorang yang berjuang kera mengatasi kesalahan
sebelum mencapai kesuksesan, dengan cara ini murid belajar cara mengatasi
frustasi, gigih menghadapi kesulitan, dan menghadapi kegagalan secara
konstruktif.
2. Motivasi untuk Menguasai

Yang berhubungan erat dengan ide tentang motivasi intrinsic dan atribusi
adalah konsep motivasi penguasaan (mastery motivation). Para periset menyatkan
bahwa ini dalah salah satu dari tiga tipe orientasi peretasi. Yaitu, penguasaan, tag
berdaya dan kinerja. Menurut Carol Dweck dan rekannya mengatakan bahwa
anak menunjukan dua respons berbeda terhadap tantangan atau situasi yang
sangat sulit, yaitu orentasi untuk menguasai (mastery orientation) atau orientasi
tak berdaya (helpless). Anak dengan orientasi untuk menguasai akan berfokus
pada tugas ketimbang dengan kemampuan mereka, punya sikap positif
(menikmati tantangan ), dan menciptakan strategi berorientasi penguasaan ini
sering kali menyuruh diri mereka sendiri untuk memperhatikan, berfikir cermat
dan mengingat strategi yang sukses dimasa lalu. Sedangkan anak dengan orientasi
tak berdaya (helpless orientation) berfokus pada ketidakmampuan personal
mereka, sering kali mereka mengatributkan kesulitan mereka pada kurangnya
kemampuan, dan menunjukan sikap negative (termasuk kejemuan dan
kecemasan).

3. Self Efficacy

Keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan memproduksi


hasil positif. Percaya bahwa self efficacy adalah faktor penting yang
mempengaruhi prestasi murid. self efficacy punya kesamaan dengan motivasi
untuk menguasai dan motivasi intrinsik. Self efficacy adalah keyakinan bahwa
“aku bisa”, ketidakberdayaan adalah keyakinan bahwa “aku tidak bisa”. Murid
dengan self-efficacy rendah mungkin menghindari banyak tugas belajar,
khususnya yang menangtang atau sulit, sedangkan murid dengan level self-
efficacy tinggi mau mengerjakan tugas-tugas seperti itu.
4. Penentuan Tujuan, Perencanaan, dan Monitoring Diri

Terdiri dari penciptaan pemikiran sendiri, perasaan sendiri dan perilaku


sendiri dalam rangka mencapai tujuan. Self-efficacy dan prestasi akan meningkat
jika murid menentukan tujuan jangka pendek yang spesifik dan menantang
(Bnadura,1997;Schunk, 2001;Zimmerman & Schunk, 2001). Murid dapat dpaat
menentukan tujuan jangka panjang maupun jangka pendek.

Kecemasan dan Prestasi

Kecemasan (anxiety) adalah perasaan takut dan kegundahan yang tidak


jelas dan tidak menyenangkan. Banyak murid sukses punya kecemasan yang
tinggi dan konstan, sehingga bisa menganggu kemampuan mereka untuk meraih
prestasi.Kecemasan menghadapi ujian diperkirakan akan menurunkan prestasi
sekitar 10 juta anak dan remaja (Wigfield & Eccles. 1989).

Ekspektasi Guru

Motivasi dan kinerja murid mungkin dipengaruhi oleh ekspektasi guru.


Guru sering kali punya ekspektasi lebih positif untuk murid berkemampuan tinggi
ketimbang murid berkemampuan rendah. Ekspektasi ini kemungkinan akan
mempengaruhi sikap dan perilaku murid terhadap guru. Salah satu strategi
pengajaran yang penting adalah memantau ekspektasi anda dan pastikan anda
punya ekspektasi positif terhadap semua murid termasuk yang berkemampuan
rendah. Dengan sedikit dukungan, guru apat menaikkan ekspektasi mereka
terhadapmurid berkemampuan rendah (Weinstein, Madison, & Kulinski, 1995).

c. Motivasi, Hubungan dan Konteks Sosiokultural

Motivasi mengandung komponen sosial. Selain motif untuk berprestasi,


murid juga punya motif sosial, hubungan sosial, dan konteks sosiokultural.

1. Motif Sosial
Motif sosial dalah kebutuhan dan keinginan yang di kenal melalui
pengalaman dengan dunia soaial. Perhatian terhadap motif sosial muncul dari
katalog kebutuhan (atau motif) yang disusun Henry Murray (1983), yang
mencakup kebutuhan akan afiliasi atau keterhubungan, yakni motif untuk merasa
cukup terhubung dengan oranglain. Kebutuhan ini membutuhkan pembentukan,
pemeliharaan, dan pemulihan hubungan yang akrab, hangat, dan personal.
Kebutuhan sosial murid direfleksikan dalam keinginan mereka untuk populer
dimata teman sebayanya dan kebutuhan punya satu kawan akrab atau lebih, dan
keinginan untuk menarik dimata orang yang mereka sukai. Meskipun setiap murid
punya kebutuhan afiliasi, beberapa murid punya kebutuhan yangb lebih kuat
ketimbang murid lain (O’Conner &nRosenbloo, 1996).

2. Hubungan Sosial
a. Orang Tua
b. Teman Sebaya (Peer)

Teman sebaya dapat mempengaruhi motivasi anak melalui perbandingan


sosial, kompetensi dan motivasi sosial, belajar bersama, dan pengaruh kelompok
teman sebaya (Eccles, Wigfield, & Schiefele, 1998). Murid dapat
membandingkan dirinya sendiri dengan teman sebaya mereka secara akademik
dan sosial (Ruble, 1983). Dibandingkan anak kecil, remaja lebih mungkin
melakukan perbandingan sosial. Walaupun remaja gampang menyangkal bahwa
mereka membandingkan dirinya sendiri dengan oranglain (Harter, 1990).
Perbandingan sosial yang posotif biasanya menimbulkan penghargaan diri yang
lebih tinggi, Sedangkan perbandingan negatif menurunkan penghargaan diri.
Murid lebih mungkin membandingkan diri mereka dengan murid yang juga setara
dengan mereka dalam hal usia , kemampuan dan minat.

Murid yang lebih diterima oleh sebayanya dan punya keahlian sosial yang
baik seringkali lebih bagus belajarnya disekolah dan punya motivasi akademik
yang positif (Asher, &Coie, 1990; Wentzel, 1996). Sebaliknya , murid yang
ditolak oleh temanny, terutama yang sangat agresif, beresiko mengalami problem
belajar, sperti mendapat nilai buruk dan keluar atau dikeluarkan dari sekolah.

c. Guru

Banyak anak yang tidak bagus belajarnya disekolah punya hubungan yang
negatif dengan guru mereka (Stipek,2002). Mereka seringkali mengalami masalah
karena, misalnya, tidak mengerjakan tugas, tidak memerhatikan, atau karena bikin
onar. Dalam banyak kasus, mereka pantas ditegur atau dihukum, akan tetapi
seringkali situasi kelas menjadi sangat tidak meyenangkan bagi mereka. Nel
Noddings (1992, 1998,m 2001) percaya bahwa murid kemungkinan besar akan
berkembang menjadi manusia yang kompeten apabila mereka merasa
diperhatikan. Karenanya guru harus mengenali murid dengan baik. Dia percaya
bahwa keadaan sulit terwujud disekolah besar denga murid yang banyak disetiap
kelasnya. Dia menganjurkan agar guru mengajar murid yang sama selama dua
atau tiga tahun (diamana kedua belah pihak sama-sama setuju) sehingga guru
akan lebih mengenali kapasitas masing-masing murid (Thornton, 2001).

 Guru dan orangtua

Peran penting orangtua dalam perkembangan murid dan strategi yang


dapat digunakan guru untuk meningkatkan keterlibatan orangtua dalam
pendidikan anak mereka. Dimasa lalu, sekolah tidak banyak memerhatikan pada
bagaimana guru dapat memasukkan orang tua sebagai mitra dalam meningkatkan
prestasi anak. Sekarang ada perhatian besar terhadap cara untuk menjalin
kemitraan ini. Ketika guru secara sistematis dan kerap memberi informasi kepada
orangtua tentang kemajuan anak mereka dan membantu mereka terlibat dalam
aktivitas pemebalajran anak, maka anak mereka sering kali dapat meningkatkan
prestasi akademiknya (Epstein, 1996).

3. Konteks Sosiokultural

a. Status Sosioekonomi dan Etnisitas


Diversitas dalam kelompok minoritas etnis juga mempengaruhin prestasi.
Misalnya banyak murid asia punya orientasi prestasi akademik yang kuat, tetapi
sebagian tidak. Selain penting untuk mengenali diversitas prestasi yang ada di
dalam setiap kelompok kultural, juga penting untuk membedakan antara
perbedaan dan defesiensi (kekurangan.

b. Gender

Diskusi tentang gender dan motrivasi difokuskan pada bagaimana pria dan
wanita berbeda dalam keyakinan dan nilai yang mereka anut. Keyakinan yang
berkaitan dengan soal kompetensi yang dianut murid pria dan wanita berbeda
menurut konteks prestasi. Misalnya murid lelaki lebih punya keyakinan
kompetensi yang lebih tinggi ketimbang murid wanita untuk pelajaran
matematika dan olahraga, sedangkan murid keyakinan perempuan lebih tinggi
ketimbang murid laki-laki untuk pelajaran bahasa inggris, membaca, dan aktivitas
sosial. Murid wanita berbakat seringkali mengalami konflik antara peran gender
dan prestasi. Sebuah studi terhadap gadis berbakat menunjukkan perasaan mereka
terjebak dianatara prestasi dan penampilan feminimitas (Bell, 1989).

c. Murid Beprestasi Rendah dan Sulit Didekati

Salah satu aspek yang sulit dalam mengajar adalah bagaimana membantu murid
yang berprestasi rendah dan susah didekati. Jere brophy (1998) mendeskripsikan strategi
untuk meningkatkan motivasi dua jenis murid yang susah didekati dan berprestasi rendah
ini: (1) murid yang tidak semangat dan kurang percaya diri dan kurang bermotivasi untuk
belajar, dan (2) murid yang tidak tertarik atau terasing

 Murid yang tidak bersemangat


Murid jenis ini mencakup: (1) murid berprestasi rendah dengan kemampuan
rendah yang kesulitan untuk mengikuti pelajaran dan punya ekspektasi prestasi yang
rendah; (2) murid dengan sindrom kegagalan; dan (3) murid yang terobsesi untuk
melindungi harga dirinya dengan menghindari kegagalan.

1) Murid berprestasi rendah dengan ekspetasi kesuksesan yang rendah


Murid jenis ini perlu terus-menerus diyakinkan bahwa mereka bisa
mencapai tujuan dan menghadapi tantangan yang telah anda tentukan untuk
mereka dan anda perlu membantu mereka untuk mencapai sukses. Akan tetapi,
mereka perlu diingatkan bahwa anda akan menerima kemajuan mereka hanya
sepanjang mereka melakukan upaya nyata. Bantu mereka dalam menentukan
tujuan pembelajaran dan beri dukungan untuk mencapai tujuan itu. Suruh murid
ini melakukan kerja keras dan membuat kemajuan, meskipun mngkin mereka
tidak punya kemampuan untuk melakukannya di level kelas secara keseluruhan.

2) Murid dengan sindrom kegagalan.


Sindrom kegagalan adalah murid memiliki ekspetasi rendah untuk
meraih kesuksesan dan menyerah saat menghadapi kesulitan awal. Murid
dengan sindrom kegagalan berbeda dengan murid berprestasi rendah yang
selalu gagal meski sudah berusaha keras. Murid dengan sindrom kegagalan
tidak mau berusaha keras, sering kali menjalankan tugas dengan setegah hati
dan cepat menyerah saat pertama kali menghadapi kesulitan. Murid dengan
sindrom kegagalan sering punya rasa self-efficacy rendah atau punya masalah
atribusi, dengan menghubungkan kegagalan mereka dengan sebab-sebab
internal, stabil dan tak dapat dikontrol, seperti kemampuan rendah. Sejumlah
strategi dapat dipakai untuk meningkatkan motivasi murid yang mengalami
sindrom kegagalan. Yang amat bermanfaat adalah metode pelatihan ulang
(retraining) kognitif, seperti retraining kecakapan, retraining atribusi, dan
strategi training.
3) Murid yang Termotivasi untuk Melindungi Harga Dirinya dengan
Menghindari Kegagalan

Beberapa murid sangat ingin melindungi harga dirinya dan menghindari


kegagalan sehingga mereka tidak mau mengejar tujuan pembelajaran dan
menjalankan strategi pembelajaran yang tidak efektif . Berikut ini beberapa
strategi untuk melindungi harga diri dan menghindari kegagalan mereka

1.      Nonperformance. Taktik tidak mau mencoba (nonperformance) ini


antara lain: tampak ingin menjawab pertanyaan guru tetapi berharap guru
memanggil murid lain, menunduk di bangku agar tidak dilihat oleh guru,
dan menghindari kontak mata.

2.      Berpura-pura. Tingkah pura-pura yang lazim misalnya pura-pura


bertanya meskipun mereka sudah tahu jawabannya, menampakkan
ekspresi pasif dan rasa ingin tahu, dan menghindari perhatian selama
diskusi kelas.

3.      Menunda-nunda. Murid yang menunda belajar sampai menjelang


ujian dapat menghubungkan kegagalan mereka pada manajemen waktu
yang buruk.

4.      Menentukan tujuan yang tak terjangkau. Dengan menetapkan tujuan


setinggi-tingginya sehingga kesuksesannya menjadi mustahil.

5.      “Kaki kayu akademik”. Misalnya, murid mungkin mengaitkan hasil


buruk ujian dengan kecemasan yang dialaminya. Gagal karena cemas
tampaknya tak seburuk jika gagal karena tak mampu.

Martin Covington dan rekan-rekannya mengsulkan sejumlah strategi


untuk membantu murid mengurangi kesibukannya melindungi harga dirinya
dan menghindari kegagalan:

o Beri murid ini tugas yang menarik dan memicu rasa ingin tahu mereka.
Setelah keahlian mereka meningkat, naikkan tingkat kesulitan
tugasnya.
o Buat sistem imbalan/hadiah sehingga semua murid—bukan hanya
murid yang cerdas dan berprestasi saja—dapat memperoleh hadiah itu
jika mereka mau berusaha keras.
o Bantu murid menentukan tujuan yang menantang namun realistis, dan
beri mereka dukungan akademik dan emosional dalam rangka
mencapai tujuan itu.
o Perkuat asosiasi antara usaha dan harga diri. Usahakan murid untuk
berbangga atas usaha yang mereka lakukan dan minimalkan
perbandingan sosial.
o Dorong murid untuk memegang keyakinan positif terhadap
kemampuan mereka sendiri.
o Tingkatkan hubungan guru-murid dengan menekankan peran Anda
yang akan membimbing dan mendukung usaha pembelajaran murid,
bukan berperan sebagai figur otoriter yang mengontrol perilaku murid.

4) Murid yang tidak tertarik atau teralienasi (terasing)


Brophy (1998) percaya bahwa problem motivasi palings sulit adalah murid
yang apatis, tidak tertarik belajar, atau teralienasi atau menjauhkan diri dari
pembelajaran sekolah. Berprestasi di sekolah bagi mereka adalah hal yang tidak
penting. Untuk mendekati murid yang apatis ini dibutuhkan usaha terus-menerus
untuk mensosialisasikan kembali sikap mereka terhadap prestasi sekolah
(murdock,1999)
B. HASIL OBSERVASI
1. Paparan Data

Nama Sekolah : TK Permata Iman 1


Akreditasi :A
Kelas : TK A1
Materi Observasi : Motivasi Pengajaran dan Pembelajaran

Hari
Tanggal Sumber Metode Informasi
Jam Informasi Observasi
Selasa, 28 - Murid TK Pengamatan Motivasi belajar anak anak di TK Permata Iman
Mei 2013 A1 sangat tinggi, terutama anak kelas A1, kelas
Rabu, 29 - Ismulyadi yang saya observasi. Dapat diamati dari
Mei 2013 Abufathin rangkaian kegiatan yang mereka lakukan baik
di dalam kelas maupun di luar kelas. Hari
pertama observasi yaitu hari selasa, mereka
melaksanakan persiapan untuk perpisahan
siswa siswi TK B. Dari sini saya juga bisa
mengukur tingkat motivasi belajar siswa dari
kehadiran, keaktifan dalam pelaksanaan
kegiatan, dari gerakan – gerakan mereka saat
menari, berakting, ataupun bernyanyi. Peran
pendidik saat kegiatan diluar kelas lebih besar
dibanding kegiatan di dalam kelas, karena saat
diluar anak anak cenderung ingin bermain main
disbanding latihan untuk perpisahan, tetapi cara
– cara atau strategi strategi pendidik agar para
siswanya tetap focus untuk latihan.
Sebelum latihan atau belajar di kelas, biasanya
murid – murid TK Permata Iman ini senam
terlebih dahulu, lalu berdoa bersama sama agar
kegiatan yang mereka lakukan berjalan dengan
lancar.
Observasi hari kedua, saya melakukan
pengamatan yang dimulai pukul setengah 8
pagi, saat saya tiba disana ternyata murid –
murid bersiap untuk senam, sembari menunggu
murid – murid yang lain datang, guru yang
memimpin memanggil salah satu murid untuk
memimpin doa sebelum memulai senam.
Mereka senam dengan beberapa macam iringan
lagu, lalu saat jam menunjukan pukul 8
akhirnya mereka bubar dan berkumpul bersama
gurunya masing – masing. Saya melihat
beberapa macam strategi guru untuk
memberikan motivasi pada muridnya terkait
dengan materi pembelajaran. Bapak dan ibu
gurunya menyuruh mereka berbaris di depan
kelasnya masing – masing, dengan memanggil
nama kelasnya seperti “Ayoooo A1”, seketika
murid murid langsung menghampiri Pak Is
selaku guru A1dan berbaris di depannya, lalu
mereka berhitung dengan beberapa bahasa,
bahasa Indonesia, bahasa inggris, bahasa arab,
dan bahasa jawa. Lalu melakukan beberapa
nyanyian dan tarian sebagai bentuk motivasi
agar belajarnya akan lebih semangat, karena
anak TK identik dengan bermain. Setelah itu
murid A1 tidak langsung diperbolehkan masuk,
mereka harus menjawab pertanyaan pertanyaan
yang berhubungan dengan rukun iman, rukun
islam, dan pembelajaran lain seperti berhitung.
Saat semua murid telah masuk , mereka duduk
ditempatnya masing – masing dengan rapi. Pak
Is menanyakan siapa yang ingin memimpin doa
pada hari itu, semua angkat tangan karena ingin
memimpin doa, lalu Pak Is menunjuk Abi.
Akhirnya Abi memimpin doa teman-temannya,
disitu ada hal yang menarik yaitu cara
mengajak untuk berdoa yang unik, mengangkat
tangan dengan lagu, bukan sekedar seruan
biasa. Ini membuat anak – anak lebih tertarik
dan mendengarkan temannya. Lalu mereka
membaca beberapa doa – doa sebelum memulai
kegiatan belajar – mengajar pada hari itu.
Setelah selesai, Pak Is mempersilahkan saya
untuk mempernkenalkan diri lalu memberikan
ucapan selamat pagi anak – anak, selamat pagi
kak pia, selamat pagi kak rara, lalu murid –
murid menjawab selamat pagi Pak is, selamat
pagi kak pia, selamat pagi kak rara. Pak Is
menyuruh anak – anaknya menebak darimana
asal kampus saya, lalu ada yang tahu kalau saya
dari UMM, tapi ada juga yang menjawab saya
dari TK Permata Iman 2, ada juga yang masih
menebak – nebak dengan jawaban yang
beraneka ragam. Ini menunjukkan bahwa
pendidik mampu untuk membuat para murid
berpikir dan mengetes pengetahuan murid
tentang sekolah – sekolah yang jauh diatasnya.
Salah satu dari murid – murid itu langsung
menceritakan pengalamannya yang pernah
mengunjungi kampus UMM. Pada hari itu anak
– anak A1 belajar kognitif dan mewarnai.
Kognitif yaitu mencocokkan alat transportasi
dengan tempat seharusnya transportasi itu
berada. Pendidik mengajak siswa untuk
memahami dan membedakan bahwa tidak
semuanya alat transportasi hanya ada satu jalan,
contohnya hanya jalan raya atau rel saja. Semua
siswa terlihat sangat aktif dan berlomba –
lomba menjawab, lalu mereka mencocokkan
alat alat transportasi tersebut dan mewarnainya.
Sebelum mencocokkan dan mewarnai, dua
orang murid mengambil bukunya dan
membagikan kepada teman – temannya yang
lain, lalu ada juga yang bertugas membagikan
pensil warna, kotak pensil, dan crayon untuk
teman – temannya. Mereka semangat sekali
untuk mengerjakan tugas yang diberikan Pak Is.
Mereka mencocokkan dan mewarnai dengan
semangat, beberapa dari mereka sangat
mengaku sangat senang sekali mewarnai. Saat
beberapa dari mereka selesai, dan menunjukkan
hasil mereka kepada Pak Is, Pak Is pun memuji
semua hasil mereka, meskipun alat
transportasinya hanya diwarnain dengan satu
waran saja. Setelah mewarnai waktunya
istirahat, anak anak pun berlarian keluar untuk
bermain, tapi beberapa memutuskan untuk
dikelas saja dan bermain atau sekedar
mewarnai. Saat istirahat, beberapa konflik
sempat terjadi, seperti tidak semua teman –
temannya di perbolehkan ikut bermain,
berebutan kertas gambar, atau ada yang tidak
mau bermain permainan yang sama dengan
yang dia mainkan. Tetapi pendidik punya cara
yang bagus untuk mengatasi konflik tersebut,
pendidik mencari akar permasalahannya,
mencoba mencari informasi dari anak – anak
itu maupun dari teman – teman yang lain, lalu
membuat mereka saling memaafkan dan
membuat semuanya kembali seperti semula
lagi. Waktu istirahat habis, anak anak langsung
membereskan mainannya hingga rapid an
seperti semula. Pak Is pun berseru “A1cuci
tangaaaan” tapi dengan bahasa yang berbeda.
Seketika itu juga semua murid A1
meninggalkan semua kegiatannya dan cuci
tangan. Benar – benar salah satu bentuk
motivasi yang membentuk kepribadian yang
baik untuk anak mulai dari taman kanak –
kanak. Mereka pun kembali ke kelas dan
kembali ke tempat duduknya masing – masing.
Salah stau dari mereka pun memimpin doa
dengan cara yang sama seperti memulai
pelajaran tadi, Setelah doa selesai dipanjatkan,
mereka pun mengeluarkan bekal makanan lalu
makan, merekapun saling bertukar makanan,
tapi dengan keadaan yang rapi dan tetap di
tempatnya. Di situ disediakan gunting di dekat
tempat sampah, saya mengamati bahwa mereka
sama sekali tidak memintagurunya untuk
membuka atau membereskan, justru mereka
berusaha membuka makanan itu sendiri dengan
gunting yang telah disediakan, lalu membuang
sampah langsung ke tempat sampah, benar –
benar tidak ada kotoran di atas meja atau di
lantai yang berserakan karena makanan mereka.
Setelah mereka selesai menyelesaikan
makannya, mereka pun bersiap untuk pulang
dan merapikan semua barang – barang
bawaannya. Sebelum pulang, salah satu dari
mereka pun memimpin doa lagi, lalu mengajak
teman – temannya untuk posisi siap. Seketika
itu anak – anak langsung dalam posisi siap, lalu
dia pun memuji temannya yang sudah dalam
keadaan siap dan rapi, dengan contoh “Bening
hebat” lalu diteruskan dengan “Farel hebat” lalu
begitu seterusnya untuk menentukan yang mana
yang boleh pulang terlebih dahulu. Pak Is pun
mengatakan bahwa anak – anak A1 jangan
melupakan saya dan rekan saya. Pak Is pun
mengucapkan “A1 Hebat” “Kak Pia hebat”,
lalu mereka pun menjawab “Pak Is hebat”,
“Kak Pia hebat”, “semua hebat”. Lalu Pak Is
dan murid – murid A1 pun mengucapkan
terimakasih dan saling bersalaman. Kelas pada
hari itu pun berakhir dengan baik.

C. PEMBAHASAN

Perspektif Behavioral menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai


kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif adalah peristiwa atau stimuli positif
atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid. Seperti awal masuk kelas, pendidik
memiliki cara agar murid – muridnya mengingat pembelajaran yang diberikan dengan
memberikan pertanyaan saat baris sebelum masuk kelas. Jika mereka bisa menjawab,
mereka akan masuk lebih cepat, dan itu sebuah kebanggan tersendiri bagi anak – anak
usia kanak – kanak, lalu yang belum bisa menjawab akan diluar lebih lama sampai bisa
menjawab. Keesokan harinya, mereka akan belajar lebih baik agar bisa masuk lebih cepat
seperti teman – temannya yang lain. Itu adalah sebuah bentuk motivasi belajar dalam
bentuk diluar pembelajaran.
Perspektif Humanistis menekankan pada kapasitas murid untuk
mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka. Dan kualitas
positif ( seperti peka terhadap orang lain). Seperti beberapa diantara mereka menyukai
menggambar, memilih untuk bermain masak – masakkan, memilih untuk mewarnai
dengan berbagai warna atau hanya satu warna, memilih untuk bermain diluar atau hanya
bermain di dalam kelas, dan mengajak teman – temannya yang tidak bermain untuk ikut
bermain.
Perspektif Kognitif menekankan bahwa pemikiran murid akan memandu
motivasi mereka. Belakangan ini muncul minat besar pada motivasi menurut perspektif
kognitif (Pintrich & Schunk, 2000). Minat ini berfokus pada ide-ide seperti motivasi
internal murid untuk mencapai sesuatu, atribusi mereka, dan keyakinan mereka bahwa
mereka dapat mengontrol keyakinan secara efektif. Seperti saat mereka diberikan tugas
oleh pendidik untuk mencocokkan transportasi dengan tempat transportasi itu berada, itu
akan membuat mereka berfikir dan menghubungkan mereka dengan hal – hal diluar
secara langsung maupun tidak langsung. Baik mereka alami atau mereka lihat sendiri
ataupun dari media. Lalu jika mereka dapat mengerjakan tugas dengan baik, mereka akan
mendapat pujian dan bintang di buku tugasnya.
Perspektif Sosial menekankan pada kebutuhan afiliasi atau keterhubungan yaitu
motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman. Kebutuhan afiliasi murid
tecermin dalam motivasi mereka untuk menghasbiskan waktu bersama teman, kawan
dekat, ketertarikan mereka dengan orang tua, dan keinginan untuk menjalin hubungan
positif dengan guru. Dilihat dari mereka saling bermain bersama, melakukan hal – hal
secara bersama – sama, bertukar makanan, lalu melakukan kontak fisik terhadap guru
misalnya duduk di pangkuan guru atau bercanda bersama gurunya.
Motivasi Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang
lain ( cara untuk mencapai tujuan). Motivasi Eskstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif
eksternal seperti imbalan dan hukuman. Seperti saat mereka merapikan mainan –
mainannya, agar kelas menjadi rapi dan bapak gurunya tidak marah. murid – murid
tersebut Motivasi Instrinsik adalah motivasi internal u ntuk melakukan sesuatu demi
sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Seperti saat mereka selalu berdoa atau cuci tangan
sebelum makan.

Determinasi Diri dan Pilihan Personal adalah salah satu pandangan tentang
motivasi intrinsic menekankan pada determinasi diri (deCharms, 1984; Deci, Koestner, &
Ryan, 2001; Deci & Ryan, 1994; Ryan & Deci, 2000). Pandangan ni menyatakan bahwa
murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan
karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Seperti mereka latihan untuk persiapan
perpisahan, mereka melakukan segala sesuatunya seperti menyanyi dan menari
berdasarkan kemauan dan minat mereka, tanpa adanya imbalan apapun.

Pengalaman Optimal

Mempelajari bahwa pengalaman optimal berupa perasaan senang dan bahagia


yang besar.Pengalaman optimal terjadi ketika individu terlibat dalam tantangan yang
mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tak terlalu mudah. Saat mereka mendapat
peran antagonis atau peran yang tidak sesuai dengan diri mereka, mereka harus
memerankan peran tersebut dengan sebaik – baiknya. Beberapa dari mereka tampak tidak
mudah untuk menyusaikan, tapi mereka tetap bersemangat untuk latihan sampai bisa.

Imbalan Ekstrinsik dan Motivasi Intrinsik

Imbalan eksternal dapat berguna untuk mengubah perilaku. Dalam beberapa


situasi imbalan atau hadiah dapat melemahkan pembelajaran. Dalam sebuah studi, murid
yang sudah tertarik dengan seni dan tidak tahu akan ada imbalan atau hadiah
menghabiskan lebih banyak waktu untuk menggambar ketimbang murid yamg juga
tertarik dengan seni tanpa tahu aka nada hadiah. Seperti saat mereka diberikan tugas
untuk mewarnai, jika siapa yang bisa menyelesaikan dengan cepat diperbolehkan
bermain duluan, tapi bagi beberapa murid terutama murid perempuan, lebih memilih
menyelesaikan gambarannya dengan hati – hati dan seksama.

Penggeseran Developmental

Dalam Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik, banyak para psikolog serta pendidik
yang percaya bahwa hal yang paling penting untuk seorang murid adalah untuk
mengembangkan internalisasi dan motivasi intrisik yang besar saat mereka tumbah dan
berkembang. Dalam teori ini belum dapat diamati karena responden atau objek observasi
saya adalah murid taman kanak – kanak.

Atribusi
Teori atribusi menyatakan bahwa dalam usaha mereka memahami perilaku atau
kinerjanya sendiri, orang orang termotivasi untuk menemukan sebab-sebab yang
mendasarinya. Murid adalah ilmuwan intuitif, berusaha menjelaskan sebab – sebab
dibalik apa yang terjadi (Weary, 2000; Weiner, 2000).

Bernard weiner(1986,1992) mengidentifikasi tiga dimensi atribusu kausal yaitu :

 Lokus,persepsi murid tentang kesusuksesan atau kegagalan sebagai akibat


factor internal atau eksternal yang mempengaruhi harga diri murid. Murid
yang lebih aktif dikelas cenderung banyak teman dan tidak bisa diam, tetapi
yang kurang aktif akan cenderung pendiam dan tidak punya teman.
 Stabilitas, persepsi murid terhadap stabilitas dari suatu sebab yang
mempengaruhi ekspektasi kesuksesannya.
 Daya control, persepsi murid tentang daya control atau suatu sebab
berhubungan dengan sejumlah hasil emosional seperti kemarahan, rasa
bersalah, rasa kasihan dan malu. Seperti saat terjadi konflik karena berebutan
mainan, atau mengajak teman yang sendirian bermain karena merasa kasihan.

Motivasi untuk Menguasai

Anak dengan orientasi untuk menguasai akan berfokus pada tugas ketimbang
dengan kemampuan mereka, punya sikap positif (menikmati tantangan ), dan
menciptakan strategi berorientasi penguasaan ini sering kali menyuruh diri mereka
sendiri untuk memperhatikan, berfikir cermat dan mengingat strategi yang sukses dimasa
lalu. Seperti murid – murid A1 yang aktif dikelas dan banyak teman cenderung akan
lebih paham dan berprestasi di kelas. Sedangkan anak dengan orientasi tak berdaya
(helpless orientation) berfokus pada ketidakmampuan personal mereka, sering kali
mereka mengatributkan kesulitan mereka pada kurangnya kemampuan, dan menunjukan
sikap negative (termasuk kejemuan dan kecemasan). Di kelas A1 ini, tidak terlihat cirri –
ciri murid yang berorientasi tak berdaya.

Self Efficacy
Keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan memproduksi hasil
positif. Percaya bahwa self efficacy adalah faktor penting yang mempengaruhi prestasi
murid. self efficacy punya kesamaan dengan motivasi untuk menguasai dan motivasi
intrinsik. Murid dengan self-efficacy rendah mungkin menghindari banyak tugas belajar,
khususnya yang menangtang atau sulit, sedangkan murid dengan level self-efficacy tinggi
mau mengerjakan tugas-tugas seperti itu. Menurut hasil pengamatan saya, semua anak –
anak si A1 memiliki self efficacy yang tinggi karena tidak ada dari mereka yang merasa
kesulitan dalam melaksanakan tugas yang diberikan.

Penentuan Tujuan, Perencanaan, dan Monitoring Diri

Terdiri dari penciptaan pemikiran sendiri, perasaan sendiri dan perilaku sendiri
dalam rangka mencapai tujuan. Self-efficacy dan prestasi akan meningkat jika murid
menentukan tujuan jangka pendek yang spesifik dan menantang (Bnadura,1997;Schunk,
2001;Zimmerman & Schunk, 2001). Murid dapat dapat menentukan tujuan jangka
panjang maupun jangka pendek.

Kecemasan dan Prestasi

Kecemasan (anxiety) adalah perasaan takut dan kegundahan yang tidak jelas dan
tidak menyenangkan. Banyak murid sukses punya kecemasan yang tinggi dan konstan,
sehingga bisa menganggu kemampuan mereka untuk meraih prestasi.Kecemasan
menghadapi ujian diperkirakan akan menurunkan prestasi sekitar 10 juta anak dan remaja
(Wigfield & Eccles. 1989). Menurut saya murid – murid kelas A1 ini tidak menunjukkan
tanda – tanda kecemasan meskipun sebentar lagi menghadapi acara perpisahan, dan
mereka justru sangat senang meskipun diberikan tugas mendadak oleh pendidik mereka.

Ekspektasi Guru

Motivasi dan kinerja murid mungkin dipengaruhi oleh ekspektasi guru. Guru
sering kali punya ekspektasi lebih positif untuk murid berkemampuan tinggi ketimbang
murid berkemampuan rendah. Ekspektasi ini kemungkinan akan mempengaruhi sikap
dan perilaku murid terhadap guru. Salah satu strategi pengajaran yang penting adalah
memantau ekspektasi anda dan pastikan anda punya ekspektasi positif terhadap semua
murid termasuk yang berkemampuan rendah. Pak Is atau pendidik A1 terlihat tidak
memiliki ekspektif positif untuk murid yang berkemampuan tinggi, Pak Is melakukan
ekspektasi positif ke semua murid, meskipun dengan kemampuan yang rendah.

Motivasi, Hubungan dan Konteks Sosiokultural

Motivasi mengandung komponen sosial. Selain motif untuk berprestasi, murid


juga punya motif sosial, hubungan sosial, dan konteks sosiokultural.

Motif Sosial

Motif sosial dalah kebutuhan dan keinginan yang di kenal melalui pengalaman
dengan dunia sosial. Kebutuhan ini membutuhkan pembentukan, pemeliharaan, dan
pemulihan hubungan yang akrab, hangat, dan personal. Kebutuhan sosial murid
direfleksikan dalam keinginan mereka untuk populer dimata teman sebayanya dan
kebutuhan punya satu kawan akrab atau lebih, dan keinginan untuk menarik dimata orang
yang mereka sukai. Meskipun setiap murid punya kebutuhan afiliasi, beberapa murid
punya kebutuhan yangb lebih kuat ketimbang murid lain (O’Conner &nRosenbloo,
1996). Dalam pengamatan ini saya melihat murid – murid ini memiliki motif sosial yang
tinggi, tidak ada dari mereka yang menyendiri atau tidak bergaul bersama teman –
temannya yang lain. Namun nampak sekali beberapa murid terlihat menonjol, dalam
artian semua orang ingin bermain dengan dia.

Hubungan Sosial

a. Orang Tua
b. Teman Sebaya (Peer)

Teman sebaya dapat mempengaruhi motivasi anak melalui perbandingan sosial,


kompetensi dan motivasi sosial, belajar bersama, dan pengaruh kelompok teman sebaya
(Eccles, Wigfield, & Schiefele, 1998). Murid dapat membandingkan dirinya sendiri
dengan teman sebaya mereka secara akademik dan sosial (Ruble, 1983). Murid lebih
mungkin membandingkan diri mereka dengan murid yang juga setara dengan mereka
dalam hal usia , kemampuan dan minat. Di dalam kelas ini tidak terlihat adanya
perbandingan baik secara akademik maupun sosial. Baik dalam kegiatan belajar ataupun
saat bermain.

Guru

Banyak anak yang tidak bagus belajarnya disekolah punya hubungan yang negatif
dengan guru mereka (Stipek,2002). Mereka seringkali mengalami masalah karena,
misalnya, tidak mengerjakan tugas, tidak memerhatikan, atau karena bikin onar. Dalam
banyak kasus, mereka pantas ditegur atau dihukum, akan tetapi seringkali situasi kelas
menjadi sangat tidak meyenangkan bagi mereka. Karenanya guru harus mengenali murid
dengan baik. Pak Is sebagai pendidik terlihat memiliki semua hubungan positif dengan
muridnya, semua murid terlihat sangat dekat dengan beliau. Begitu juga Pak Is, terlihat
sabar menghadapi murid – muridnya dan tetatp terlihat tenang meskipun sempat terjadi
konflik.

Guru dan orangtua

Peran penting orangtua dalam perkembangan murid dan strategi yang dapat
digunakan guru untuk meningkatkan keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak
mereka. Ketika guru secara sistematis dan kerap memberi informasi kepada orangtua
tentang kemajuan anak mereka dan membantu mereka terlibat dalam aktivitas
pemebalajran anak, maka anak mereka sering kali dapat meningkatkan prestasi
akademiknya (Epstein, 1996). Seperti saat saya bertanya terhadap beberapa murid di A1
ini, saya menanyakan apakah mereka bisa membaca, lalu beberapa dari mereka
menjawab bisa, dan mengaku bahwa yang mengajarkan adalah guru dan ibunya dirumah.

Konteks Sosiokultural

a. Status Sosioekonomi dan Etnisitas

Diversitas dalam kelompok minoritas etnis juga mempengaruhin prestasi.


Misalnya banyak murid asia punya orientasi prestasi akademik yang kuat, tetapi sebagian
tidak. Selain penting untuk mengenali diversitas prestasi yang ada di dalam setiap
kelompok kultural, juga penting untuk membedakan antara perbedaan dan defesiensi
(kekurangan). Di kelas A1 ini tidak terlihat adanya perbedaan sosioekonomi dan etnisitas,
perbedaan sosioenkonomi tidak tampak karena mereka semua menggunakan seragam
yang sama. Baik di kalangan murid maupun sikap pendidik terhadap murid, tidak adanya
perbedaan sosioekonomi maupun etnisitas.

b. Gender

Diskusi tentang gender dan motrivasi difokuskan pada bagaimana pria dan wanita
berbeda dalam keyakinan dan nilai yang mereka anut. Keyakinan yang berkaitan dengan
soal kompetensi yang dianut murid pria dan wanita berbeda menurut konteks prestasi.
Saya memperhatikan saat mewarnai, murid perempuan lebih terlihat ketertarikannya yang
tinggi di banding murid laki – laki. Murid perempuan lebih teliti dan hati – hati dalam
mengerjakan, sedangkan murid laki – laki lebih cenderung cepat – cepat supaya tugas
mereka cepat terselesaikan.

Murid Beprestasi Rendah dan Sulit Didekati

Salah satu aspek yang sulit dalam mengajar adalah bagaimana membantu murid
yang berprestasi rendah dan susah didekati. Jere brophy (1998) mendeskripsikan strategi
untuk meningkatkan motivasi dua jenis murid yang susah didekati dan berprestasi rendah
ini: (1) murid yang tidak semangat dan kurang percaya diri dan kurang bermotivasi untuk
belajar, dan (2) murid yang tidak tertarik atau terasing

Murid yang tidak bersemangat


Murid jenis ini mencakup: (1) murid berprestasi rendah dengan kemampuan
rendah yang kesulitan untuk mengikuti pelajaran dan punya ekspektasi prestasi yang
rendah; (2) murid dengan sindrom kegagalan; dan (3) murid yang terobsesi untuk
melindungi harga dirinya dengan menghindari kegagalan. Di dalam pengamatan saya,
tidak ada atau tidak terlihat murid yang tidak bersemangat. Baik dalam kegiatan belajar
maupun saat latihan untuk perpisahan.

Murid berprestasi rendah dengan ekspetasi kesuksesan yang rendah


Murid jenis ini perlu terus-menerus diyakinkan bahwa mereka bisa mencapai
tujuan dan menghadapi tantangan yang telah anda tentukan untuk mereka dan anda perlu
membantu mereka untuk mencapai sukses. Dalam pengamatan ini tidak dapat terlihat
mana murid yang berprestasi rendah, tapi yang dapat diamati adalah motivasi berprestasi
murid yang tinggi atau rendah.

Murid dengan sindrom kegagalan.

Sindrom kegagalan adalah murid memiliki ekspetasi rendah untuk meraih


kesuksesan dan menyerah saat menghadapi kesulitan awal. Murid dengan sindrom
kegagalan tidak mau berusaha keras, sering kali menjalankan tugas dengan setegah hati
dan cepat menyerah saat pertama kali menghadapi kesulitan. Di dalam kelas A1 tidak
terdapat murid yang tidak mau bekerja keras ataupun tidak mau menjalankan tugas,
semua bersemangat untuk mengerjakan semua tugas mereka.

Murid yang Termotivasi untuk Melindungi Harga Dirinya dengan


Menghindari Kegagalan

Berikut ini beberapa strategi untuk melindungi harga diri dan menghindari
kegagalan mereka

1.   Nonperformance. Taktik tidak mau mencoba (nonperformance) ini antara


lain: tampak ingin menjawab pertanyaan guru tetapi berharap guru memanggil
murid lain, menunduk di bangku agar tidak dilihat oleh guru, dan menghindari
kontak mata. Di dalam kelas A1, tidak terdapat murid seperti ini karena semua
selalu bersemangat dan berebut untuk menjawab jika pendidik melontarkan
pertanyaan.

2.      Berpura-pura. Tingkah pura-pura yang lazim misalnya pura-pura bertanya


meskipun mereka sudah tahu jawabannya, menampakkan ekspresi pasif dan rasa
ingin tahu, dan menghindari perhatian selama diskusi kelas. Tidak terdapat murid
seperti ini di kelas A1, biasanya pertanyaan – pertanyaan yang dilontarkan adalah
pertanyaan – pertanyaan yang memang benar – benar mereka tidak tahu.

3.      Menunda-nunda. Murid yang menunda belajar sampai menjelang ujian


dapat menghubungkan kegagalan mereka pada manajemen waktu yang buruk.
Tidak terdapat murid yang menunda – nunda tugas yang diberikan oleh pendidik.
Mereka tampak langsung mengerjakan dan menyelesaikan saat itu juga.

4.      Menentukan tujuan yang tak terjangkau. Dengan menetapkan tujuan


setinggi-tingginya sehingga kesuksesannya menjadi mustahil.

5.      “Kaki kayu akademik”. Misalnya, murid mungkin mengaitkan hasil buruk
ujian dengan kecemasan yang dialaminya. Gagal karena cemas tampaknya tak
seburuk jika gagal karena tak mampu.

Murid yang tidak tertarik atau teralienasi (terasing)

Brophy (1998) percaya bahwa problem motivasi palings sulit adalah murid yang
apatis, tidak tertarik belajar, atau teralienasi atau menjauhkan diri dari pembelajaran
sekolah. Berprestasi di sekolah bagi mereka adalah hal yang tidak penting. Untuk
mendekati murid yang apatis ini dibutuhkan usaha terus-menerus untuk
mensosialisasikan kembali sikap mereka terhadap prestasi sekolah (murdock,1999).
Menurut pengamatan saya, tidak ada tanda – tanda murid murid berprestasi rendah yang
sulit didekati.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil observasi saya selama dua hari di TK Permata Iman dalam
pengamatan mengenai motivasi pembelajaran dan pengajaran di kelas A1 dapat disimpulkan
bahwa motivasi belajar murid – murid A1 sangat tinggi. Baik kegiatan akademis maupun non
akademis. Dapat dilihat dari bagaimana respon mereka jika mendapat tugas dan bagaimana
mereka menyelesaikan tugas tersebut dengan baik. Tidak tampak dari mereka motivasi
belajar yang rendah, hingga tidak mengikuti pelajaran, tidak mengerjakan tugas ataupun
menunda – nunda atau menolak tugas yang diberikan. Mereka selalu tampak bersemangat
meskipun diberikan tugas padahal mereka dalam jadwal latihan perpisahan juga.

Mereka sama sekali tidak mengeluh jika diberikan tugas, mereka juga bersemangat
untuk menjawab pertanyaan, sangat mudah diarahkan, memiliki kebiasaan – kebiasaan
yangdiajarkan oleh pendidik dengan baik. Begitu juga peran pendidik dalam motivasi belajar
siswa. Peran pendidik sangat dibutuhkan jika motivasi belajar siswa dalam penurunan, akan
tetapi disini tidak terlihat adanya penurunan motivasi belajar dari hari selasa ke hari rabu,
baik dari pagi hingga siang. Dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi pembeljaran dan
pengajaran di TK Permata Iman khususnya kelas A1 adalah sangat baik.

B. SARAN

1. SARAN UNTUK PENDIDIK

Pendidik sudah sangat baik dalam hal memotivasi pembelajaran di kelas,


memotivasi murid – muridnya dalam hal akademis maupun nonakademis,
membuat murid – murid dapat berfikir dan berpengatuhan luas, membuat murid
dapat memilihi penghargaan diri yang tinggi dengan pujian – pujian dalam
melakukan hal – hal baik atau tugas – tugas yang terselesaikan dengan baik.
Menghragai apapun hasil kerja murid . Tidak hanya menjadi pendidik, tapi juga
menjadi teman sekaligus orangtua bagi murid, memberikan tanggapan dan
penyelesaian positif jika ada konflik pada murid – muridnya. Cara pendidik sudah
baik dan sudah memenuhi criteria bagaimana menjadi pendidik yang baik,
sebaiknya dipertahankan atau akan lebih baik agar ditingkatkan.

2. SARAN UNTUK LEMBAGA

TK Permata Iman sudah sangat baik dalam menerapkan beberapa


kebiasaan – kebiasaan baik dalam belajar – mengajar. Khususnya dalam hal
memotivasi para murid agar motivasi belajar para murid tinggi. Tidak hanya
membuat murid baik secara akademis tapi juga secara rohani. Seperti memberikan
beberapa gerakan – gerakan sebelum doa. Lembaga ini membuat para pendidik
mampu mengkondisikan para murid secara sebaik – baiknya. Cara yang
diterapkan oleh lembaga ini sudah baik, sebaiknya dipertahankan atau diberikan
hal – hal baik yang lain agar para murid dapat meningkatkan motivasi belajar, dan
pendidik juga selalu bisa memotivasi murid dalam keadaan apapun.

Anda mungkin juga menyukai