Anda di halaman 1dari 7

Nama : YUSRIL IHZA

NIM/Kelas : J91218120 / G4.4


Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan

TEORI MOTIVASI DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN

A. Teori Motivasi
Motivasi berasal dari kata Bahasa Latin yaitu movere yang berarti gerak atau
dorongan untuk bergerak. Sehingga, memberikan motivasi kepada siswa berarti
memberikan dorongan kepada siswa agar hal yang dimotivasi tersebut dapat tergerak.
Motivasi merupakan suatu proses yang meberikan semangat, arah, dan kegigihan kepada
seorang individu. Motivasi menurut Sri Rumini (2006) merupakan suatu keadaan atau
kondisi pribadi siswa yang mendorong siswa untuk melakukan suatu kegiatan tertentu
untuk mencapai tujuan yang di inginkan oleh siswa. Berbeda dari pengertian motivasi
tersebut, konsep dasar motivasi sendiri yaitu memberikan ketahanan untuk tetap berjalan
pada tujuan yang akan dicapai. Sehingga, adanya motivasi yang tinggi pada siswa untuk
belajar dapat dilihat dari ketekunan dan tidak mudah putus asa dalam mencapai
kesuksesan yang diharapkan walupun mengalami banyak kesulitan dalam proses belajar.
Motivasi terbagi menjadi beberapa macam. Menurut Sri Rumini (2006), motivasi
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Motivasi berdasarkan kemunculannya
Motivasi berdasarkan kemunculannya terbagi menjadi motivasi bawaan dan
motivasi yang dipelajari, dimana motivasi bawaan merupakan jenis motivasi yang
dibawa oleh individu sejak lahir tanpa dipelajari, misalnya dorongan untuk mencari
makan, tidur, dan sebagainya. Sedangkan, motivasi yang dipelajari merupakan
motivasi yang timbul karena dipelajari dari lingkungan, misalnya dorongan untuk
menabung karena ingin membeli sesuatu.
b. Motivasi berdasarkan sumbernya
Motivasi berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi motivasi ekstrinsik dan
motivasi intrinsik, dimana motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang muncul
karena pengaruh dari luar, misalnya dorongan untuk belajar lebih giat karena
orangtuanya akan memberikan hadiah apabila mendapat nilai bagus. Sedangkan
motivasi intrinsik merupakan motivasi yang muncul dari dalam diri individu,
misalnya dorongan untuk belajar berenang karena merasa tertarik.
c. Motivasi berdasarkan isinya
Motivasi berdasarkan isinya dibedakan menjadi motivasi jasmaniah dan
motivasi rohaniah, dimana motivasi motivasi jasmaniah merupakan motivasi yang
tediri dari refleks, insting, nafsu, dan hal lain lain, seperti insting untuk mencari
makan, menjauhi ancaman, dan istirahat. Sedangkan motivasi rohaniyah merupakan
motivasi yang contohnya seperti kemauan (Rumini, 2007)
Dalam persepktif psikologis menejlaskan motivasi dengan cara yang berbeda-
beda berdasarkan perspektifnya. Terdapat empat persepktif motivasi, yaitu:
a. Perspektif Behavioral
Dalam persepktif behavioral menekankan imbalan dan hukuman ekternal
sebagai bentuk kunci dalam menentukan motivasi siswa. Penggunaan insentif
sebagai pendukung menekankan bahwa insentif dapat menambah minat atau
kesenangan pada pelajaran dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan
menjauhkan siswa dari perilaku yang tidak tepat. Insentif sendiri merupakan suatu
kejadian atau bentuk stimuli positif/negatif yang dpat memotivasi perilaku siswa.
Insentif yang dipakai guru dikelas dapat berupa memberikan nilai yang baik,
memberikan pujian jika siswa telah menyelesaikan tugasnya dengan baik,
memberikan penghargaan kepada murid, memberi sertifikat prestasi, atau yang
lainnya.
b. Perspektif Humanistik
Dalam persepktif ini lebih menekankan pada kapasitas murid untuk
mengembangkan kepribadian dan kebebasan dalam memilih nasib siswa. Perspektif
ini berkaitan dengan teori kebutuhan Abraham Maslow. Menurut Maslow, murid
harus memuaskan kebutuhan makan sebelum siswa dapat berprestasi. Dalam teori
Maslow terdapat kebutuhan aktualisasi diri, dimana aktualisasi diri merupakan
bentuk motivasi untuk menggembangkan potensi diri siswa secara penuh. Teori
Maslow ini menimbulkan berbagai dikusi mengenai urutan motivasi dalam
pandangan guru dan siswa. Tetapi, banyak yang tidak setuju dengan teori Maslow,
misalnya dalam pandangan siswa, kebutuhan kognitif lebih fundamental darpiada
kebutuhan harga diri.
c. Perspektif Kognitif
Menurut perspektif ini, pemikiran siswa akan memandu motivasinya sendiri.
Menurut perspektif kognitif terdapat suatu minat yang muncul dalam motivasi.
Perspektif kogntif berbeda dengan perspektif behavioral, dimana perspektif
behavioral memandang motivasi siswa sebagai bentuk konsekuensi dari insentif
eksternal, sedangkan perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal
seharusnya tidak terlalu berlebihan. Dalam perspektif ini merekomnedasikan agar
siswa diberi banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk mengontrol hasil prestasi
siswa sendiri. R.W. White (1959) mengemukakan gagasan tentang motivasi dan
mengusulkan konsep motivasi kompetensi, dimana ide tersebut menjelaskan bahwa
orang termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai
dunia, dan memproses informasi secara efisien.
d. Perspektif Sosial
Dalam perspektif sosial ini lebih menekankan kebutuhan afiliasi, yaitu suatu
motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman. Kebutuhan afiliasi siswa
tercermin dalam motivasi siswa untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan
dekat, keterikatan siswa dengan orangtua, dan keinginan untuk menjalin hubungan
positif dengan guru (Santrock, 2008).
Teori motivasi belajar sendiri tidak dapat terlepas dari pembahasan mengenai
teori belajar Koneksionisme (Stimulus Respon) dan teori belajar Kognitif. Hal tersebut
disebabkan karena dasar motivasi belajar merupakan berasal dari teori belajar
koneksionisme dan teori belajar kognitif. Teori motivasi belajar ini berawal dari
pendapat Thorndike yang menemukan hokum efek, dimana hubungan S-R memberikan
kepuasan, dimana apabila S-R terjadi berulang kembali akan mengulang dan
memperkuat S-R. begitupun dengan sebaliknya. Thorndike juga mengusulkan dua
macam variabel motivasi belajar atas dasar eksperimen kotak kucing, yaitu kucing
sebagai deprivasi dan makanan sebagai insentif. Sehingga dari percobaan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pada kucing timbul motivasi usaha yang dari waktu ke waktu
semakin kuat, dan pada makanan yang dijadikan sebagai insentif terlihat bahwa kucing
termotivasi untuk mendapatkan makanan tersebut (Prawira, 2014).

B. Implikasi Teori Motivasi


Motivasi yang dimiliki siswa akan berpeengaruh terhadap proses pembelajaran
yang diikuti dan proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Misalnya, siswa yang
memiliki motivasi yang renadah akan merasa tidak semangat dan tidak tertarik dalam
belajar dan mengikuti proses pembelajaran. Dari hal tersebut, maka seorang guru harus
memberikan motivasi agar motivasi siswa tersebut menjadi tinggi, sehingga siswanya
menjadi tertarik untuk mengikuti pembelajaran dan semangat untuk belajar (Irham &
Wiyani, 2014). Menurut Eric Jensen (2008) motivasi belajar siswa dapat ditingkatkan
melalui beberapa kegiatan, yaitu sebagai berikut:
a. Memberikan keyakinan positif kepada siswa mengenai kemampuan yang dimiliki
oleh siswanya agar siswa tersebut semangat dalam belajar.
b. Menjaga lingkungan pembelajaran yang aman secara fisik dan emosional agar siswa
lebih fokus dan lebih konsentrasi dalam belajar.
c. Menandai prestasi yang dicapai oleh siswa berupa hadiah atau penghargaan agar
siswa menjadi lebih termotivasi untuk mempertahankan belajarnya.
d. Memberikan harapan untuk sukses dalam belajar kepada siswa agar siswa terdorong
untuk mengikuti proses pembelajaran dengan sungguh-sungguh.
e. Mengelola kondisi psikologis siswa dengan cara guru membangun kondisi belajar
yang memunculkan rasa nyaman, menyenangkan, sehingga membuat siswa
inginmengikuti proses pembelajaran.
f. Meningkatkan frekuensi pemberian feedback kepada siswa sebagai bentuk
penghargaan atau bentuk apresiasi terhadap usaha yang telah dicapai oleh siswa.
g. Memberikan siswa pengalaman atau cerita mengenai kesuksesan dalam belajar
dengan menggambarkan kerja keras, kedisiplan atau dalam bentuk lainnya.
h. Melibatkan segenap kemampuan dan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa dalam
proses belajar.
i. Melibatkan emosi siswa dalam proses pembelajaran.
j. Mendorong dan memberikan ikatan sosial yang positif kepada siswa, baik secara
individual ataupun secara klasikal (Eric Jensen, 2008).
Fudyartanto (2002) mengemukakan berbagai penerapan mengenai teori motivasi
belajar dalam lingkungan sekolah, rumah, maupun di masyarakat. Berikut ini beberpaa
penerapan teroi motivasi belajar, yaitu:
a. Guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
Pada saat guru menyiapkan suasana kelas agar kondusif dan menyenangkan,
maka guru dapat menunjukkan sikap yang ramah, tidak cemberut, tidak mudah
ramah, dan tidak mencela atau menyindir siswanya.
b. Guru memberikan hadiah dan hukuman kepada siswa
Guru dapat memberikan hadiah kepada siswa untuk mendorong kegiatan
belajar siswa, hadiah tersebut dapat berupa peralatan belajar seperti, bolpoin, buku
tulis, tas sekolah, dan lain-lain. Sedangkan dalam pemberian hukuman, guru harus
berhati-hati agar tidak sampai menimbulkan rasa dendam atau membuat resah para
siswa. Hukuman sebaiknya diberikan dalam batas kewajaran dan masih dalam
suasana pembelajaran
c. Guru menciptakan level aspirasi berupa performansi yang mendorong ke level
berikutnya
Guru harus berusaha mendorong siswa agar lebih bersemangat dalam belajar,
misalnya guru mengorganisasi siswadalam segala aktivitasnya untuk mencapai
prestasi beljar yang tinggi sehingga siswa akan menyadari pentingnya prestasi
belajar tersebut.
d. Guru melakukan kompetisi dan kerjasama kepada siswa
Sebagai bentuk meningkatkan semangat belajar siswa, guru harus
mengadakan kompetisi prestasi di kelas atau di sekolah. Bentuk pemberian hadiah
bagi pemenang akan membuat siswa lebih termotivasi untuk lebih berprestasi. Selain
itu, kompetisi juga dapat meningkatkan kerjasama antar siswa karena dorongan
dalam mengharumkan atau membanggakan kelompok masing-masing.
e. Guru menggunakan hasil belajar sebagai feedback
Hasil belajar siswa yang tidak memuaskan dapat dipakai sebagai alat untuk
mempergiat belajar siswa. Dari hal tersebut guru dapat menggunakan hsil belajar
sebagai bentuk motivasi siswa agar dapat meningkatkan hasil belajarnya.
f. Guru melakukan pujian kepada peserta didik
Pujian dapat digunakan untuk memotivasi belajar siswa, karena pada
umumnya siswa lebih seang jika dipuji oleh gurunya dan tidak duka apabila dihina
atau dicela. Guru dapat memberikan pujian dengan memebrikan senyuman kepada
siswa, memberikan ucapan, sikap yang baik, pandangan yang baik, anggukan
kepala, dan sebagainya.
g. Guru mengusahakan selalu ada yang baru ketika melakkukan pembelajaran di kelas
Guru harus memnciptakan sesuatu yang baru saat melakukan pembelajaran
di kelas. Dengan hal yang baru tersebut, maka siswa akan merasa senang serta lebih
semangat dalam menrima pelajaran dari guru. Misalnya, saat pembelajaran guru
menghubungkannya dengan peristiwa-peristiwa yang menarik, sehingga siswa akan
merasa tertarik untuk belajar.
h. Guru perlu menyiapkan tujuan yang jelas
Jika tujuan pembelajaran tersusun dengan jelas, maka siswa akan lebih
termotivasi dalam belajar. Sehingga, guru harus menyusun tujuan pembelajaran
dengan secara jelas.
i. Guru dalam mengajar tidak menggunakan prosedur yang menekan
Guru harus bisa menciptakan suasana dan kondisi belajar yang
menyenangkan, tidak tegang, atau membuat takut para siswa. Guru harus
menciptakan suasana belajar yang merdeka tetapi tetap terkendali.
j. Guru menggunakan contoh-contoh hidup sebagai model yang menarik bagi siswa
Pada saat pembelajaran, guru dapat menggunkaan model hidup dari hewan
atau tumbuhan agar lebih menarik perhatian siswa. Sehingga, siswa merasa lebih
bersemangat dalam belajar.
k. Guru melibatkan siswa secara aktif
Guru dapat menerapkan model pembelajaran yang aktif agar pemeblajaran
dalam kelas berhasil dan membuat siswa merasa menarik. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara yang fleksibel dan tidak kaku (Fudyartanto, 2002).
DAFTAR PUSTAKA

Eric Jensen. (2008). Brain-Based Learning. Pustaka Belajar.

Fudyartanto. (2002). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Global Pustaka Utama.

Irham, M., & Wiyani, N. A. (2014). Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi dalam Proses
Pembelajaran. Ar-Ruzz Media.

Prawira, P. atmaja. (2014). Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru. Ar-Ruzz Media.

Rumini, S., & dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. UNY Press.

Santrock, J. W. (2008). Psikologi Pendidikan (Edisi Kedua). KENCANA PRENADA


MEDIA GROUP.

Anda mungkin juga menyukai